PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa terdiri
dari kapsul, epitel lensa, nukleus dan korteks. Di belakang iris, lensa ditahan di
tempatnya oleh zonula zinni (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada
ekuator lensa menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula zinni berasal dari
lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula zinni melekat pada
bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian
posterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuos sedangkan di sebelah
posteriornya, vitreus. Lensa dan vitreus dipisahkan oleh membrana hyaloidea.
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan
anterior. Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak
2
anterioposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak ekuator
sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg.
3
Ektopia lentis merupakan kondisi yang jarang terjadi sehingga sulit
sekali mengumpulkan data insidensi penderitanya. Di Amerika, insidensi
ektopia lentis pada populasi umum tidak diketahui. Hal yang diketahui ialah
bahwa penyebab tersering ektopia lentis ialah trauma pada mata, yang
menyumbang hampir setengah kasus dislokasi lensa.1
b. Mortalitas/Morbiditas
Ektopia lentis dapat menyebabkan gangguan pengihatan yang
bervariasi derajat keparahannya bergantung pada disposisi lensa yang terjadi
dan abnormalitas penyebab yang mendasari.1
c. Gender
Laki-laki lebih berpeluang terkena trauma daripada perempuan
sehingga insidensi ektopia lentis pada laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan.1
d. Usia
Ektopia lentis dapat terjadi pada semua umur. Disposisi lensa dapat
terjadi saat lahir atau saat onset tertentu dalam kehidupan.
4
mungkin terdislokasi ke berbagai arah, termasuk ke arah posterior yakni ke rongga
vitrous atau ke arah posterior yakni ke bilik mata depan.1
b. Herediter
1) Ektopia lentis herediter tanpa manifestasi sistemik
a) Ektopia lentis tunggal (terisolasi) merupakan salah satu ektopia lentis
herediter tanpa manifestasi sistemik. Ektopia lentis jenis ini bersifat
autosomal dominan dimana terdapat kerusakan genetik pada kromosom 15
yang menyebabkan disfungsi zonular. Mikrosferofakia merupakan hal
yang umum. Meskipun paling sering terlihat pada saat lahir, onset yang
bermanifestasi pada usia selanjutnya (onset terlambat) juga pernah
dilaporkan. Biasanya, lensa ter-disposisi ke arah superiotemporal.1
b) Ektopia lentis et pupillae, yang juga merupakan gangguan yang
diturunkan. Pada gangguan ini, dislokasi lensa dan pupil berada dalam
arah yang berlawanan. Pupil berbentuk ireguler, biasanya bercelah-celah.
dan mengalami kesalahan letak dari posisi normalnya. Dislokasi lensa
dapat membuat pupil menjadi setengah diameternya bahkan dapat
terluksasi secara sempurna sehingga menghilangkan diameter pupil sama
sekali. Gangguan ini biasanya bilateral tetapi asimetrik. Pada gangguan
ini, iris sering terlihat atrofik dengan defek transiluminasi pada
pemeriksaan dengan slit lamp. Abnormalitas okuler yang berkaitan dengan
ektopia lentis et pupillae termasuk miopia aksis, ablasio retina,
pembesaran diameter kornea, katarak, dan transiluminasi iris abnormal.1
5
Gambar 4. Ektopia lentis et pupillae temporal
c. Ektopia lentis herediter dengan manifestasi sistemik
1. Sindroma Marfan merupakan gangguan herediter dengan manifestasi pada
mata, otot, dan jantung dan merupakan penyebab herediter paling sering
pada ektopia lentis. Gangguan ini terjadi pada orang yang tidak memiliki
riwayat keluarga sebelumnya (sekitar 15% kasus). Sindrom ini diturunkan
sebagai sifat autosomal dominan dengan ekspresivitas bervariasi dan
memiliki prevalensi sekitar 5 per 100.000.1
Sindroma Marfan diakibatkan oleh abnormalitas fibrilin yang
merupakan komponen jaringan ikat dari zonula. Beberapa mutasi titik
yang melibatkan gen fibrillin pada kromosom 15 dan 21 telah dilaporkan
dan mungkin berkaitan dengan serat zonular yang secara anatomis
berkurang fungsionalnya. Ciri yang menonjol dari sindrom Marfan adalah
bertubuh tinggi, arachnodactyly, kelemahan sendi, deformitas dinding
dada, prolapsus katup mitral, dilatasi aorta, miopia aksis, dan peningkatan
kejadian ablasio retina. Sekitar 50-80% pasien dengan sindroma Marfan
mengalami ektopia lentis (Gambar 5); dislokasi lensa terjadi pada sekitar
75% pasien dengan sindrom Marfan dan biasanya bilateral, simetris, dan
superiotemporal.1
6
Gambar 5. Ektopia lentis. Dislokasi lensa supertemporal pada mata
kanan pasien dengan sindrom Marfan.2
7
rambut kasar, osteoporosis, retardasi mental (hampir 50%), gangguan
kejang, habitus marfanoid, dan sirkulasi yang buruk. Penderita dengan
homosistinuria juga dapat mengalami episode tromboembolik, dan setiap
tindakan pembedahan dan pembiusan umum pada penderita ini merupakan
ancaman utama untuk terjadinya tromboembolisme. Luksasio lentis
biasanya bersifat bilateral, simetris, dan inferonasal, dan terlihat di hampir
pada 90% penderita homosistinuria.
Oleh karena serat-serat zonula diketahui mempunyai konsenterasi
yang tinggi dari sistin, defisiensi sistin dapat mengganggu perkembangan
normal zonula; serat-serat zonula yang mengalami defisiensi sistin
cenderung rapuh dan mudah rusak. Kekurangan integritas zonular
sekunder akibat defek enzimatik dianggap sebagai penyebab utama dari
perpindahan lensa.1
3. Sindroma Weil-Marchesani yakni sindrom langka yang ditandai dengan
malformasi skeletal (misalnya, perawakan pendek, brachycephaly,
mobilitas sendi terbatas, penampilan otot yang berkembang dengan baik)
dan kelainan okuler (misalnya, ektopia lentis, mikrosferofakia, miopia
lentikuler). Pola pewarisan sifat dari penyakit ini belum dipahami dengan
baik. Mikrosferofakia adalah kelainan yang paling menonjol dari sindroma
ini (Gambar 5). Tingginya insidensi subluksasi lensa inferior sering
berkembang menjadi dislokasi dari keseluruhan lensa.1
8
Gambar 6. Microsferofakia dan dislokasi lensa
spontan pada pasien dengan sindrom Weil-
Marchesani.2
4. Hiperlisinemia yang merupakan gangguan metabolisme asam amino lisin
sejak lahir dapat berkaitan dengan ektopia lentis. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan adanya peningkatan dari kadar lisin plasma. Penderita
gangguan ini menunjukkan retardasi mental dan hipotonus otot.
5. Defisiensi sulfit oksidase, merupakan gangguan metabolisme sulfur yang
bersifat autosomal resesif; gangguan ini amat jarang terjadi. Selain ektopia
lentis, manifestasi lain yang dapat terjadi pada penderita ini adalah
retardasi mental berat, kejang, dan kelainan sistem saraf pusat yang
berkembang dalam tahun pertama kehidupan.1
9
Penyakit Crouzon
Sindrom Refsum
Sindrom Kniest
Mandibulofacial dysostosis
Sturge-Weber syndrome
Sindrom Conradi
Sindrom Pfaundler
Sindrom Pierre Robin
Sindrom Wildervanck
Deformitas Sprengel
f. Kongenital Non-Herediter
Persistent fetal vasculature (PFV), yang juga diketahui sebagai persistent
hyperplastic primary vitreous (PHPV), merupakan malformasi okuler non-
herediter bersifat kongenital yang mengenai lensa. Pada 90% pasien, gangguan
ini bersifat unilateral. Jaringan putih, fibrosa, dan retrolental ditemukan,
seringkali berkaitan dengan opasifikasi korteksi posterior. Pembentukan katarak
progresif sering terjadi, yang biasanya katarak sempurna. Abnormalitas lain
yang berkaitan dengan PFV termasuk memanjangnya prosesus siliaris,
penonjolan pembuluh darah iris radial, dan pengkakuan arteri hyalid.1
10
zonula Zinni putus sebagian maka lensa bebas mencembung. Selain itu dapat
pula ditemukan penurunan penglihatan diplopia, monokular dan iridodonesis
(iris tremulans).
11
Mata merah, nyeri, perubahan penglihatan yang diinduksi oleh miopia,
astigmatisme (akibat dorongan atau rotasi lensa), dan sejumlah masalah refraksi,
diplopia monokuler
Tanda
Disposisi sebagian atau keseluruhan lensa
Fakodonesis dan iridodonesis
Abnormalitas zonula
Abnormalitas sudut bilik mata tergantung dari posisi lensa
Prolapsus vitrous
12
2.8 Diagnosis Ektopia Lentis
Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan gangguan penglihatan yang biasanya muncul
meliputi2:
Mata merah yang terasa nyeri (sekunder akibat trauma)
Penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh (sekunder akibat astigmatisme
atau miopia)
Visus jarak dekat yang buruk (kehilangan daya akomodasi)
Diplopia monokuler
Tanyakan jika ada riwayat trauma mata. Cari riwayat yang rinci mengenai
Pemeriksaan Fisik
Oleh karena keterkaitan adanya gangguan sistemik yang berkaitan dengan
ektopia lentis, maka seorang dokter harus melakukan pemeriksaan fisik secara
komprehensif pada penderita apalagi dalam kondisi dimana etiologi yang mendasari
belum ditentukan. Pemeriksaan mata sebaiknya mencakup pemeriksaan berikut:
Visus
Ektopia lentis berpotensi menurunkan visus.
Ketajaman visus bervariasi sesuai dengan derajat malposisi lensa.
Ambliopia adalah penyebab umum dari visus yang menurun pada ektopia
lentis kongenital dan dapat dicegah serta diobati.
Pemeriksaan Okular Eksternal
Perhatian terhadap anatomi orbita penting untuk mengevaluasi malformasi
herediter (misalnya, enoftalmos dengan penampilan wajah miopati yang
terlihat pada pasien dengan sindrom Marfan).
Mengukur diameter kornea (adanya megalokornea dikaitkan dengan sindrom
Marfan).
Strabismus tidak jarang terjadi (sekunder akibat ambliopia).
13
Pemeriksaan retinoskopi dan refraksi yang hati-hati merupakan hal yang
penting, karena sering ditemukannya miopia dengan astigmatisme pada
pemeriksaan ini.
Keratometri dapat membantu memastikan derajat astigmatisme kornea.
14
Ektopia lentis akibat sindroma Marfan: autosomal dominan, bilateral, lensa
tergeser ke arah supratemporal, araknodaktili, sendi yang dapat
terhiperekstesi, kelainan jantung.
Ektopia lentis akibat homosistinuria: autosomal resesif, lensa tergeser ke arah
nasal atau inferionasal, araknodaktili, gangguan kardiovaskular, retardasi
mental, kelainan platelet, kejadian tromboembolik setelah anestesi umum
pemeriksaan nitroprusida.
Ektopia lentis akibat sindroma Weill-Marchesani: mikrosferofakia
brakimorfia, brakidaktili, brakisefali.
Ektopia lentis akibat sindroma Ehlers-Danlos: sklera yang tipis
Ektopia lentis akibat defisiensi oksidase sulfit: bilateral, kekakuan otot,
retardasi mental.
Ektopia lentis akibat hiperlisinemia: retardasi mental dan hipotonia.
15
Penggunaan kacamata afakik (pemrefraksi di sekitar lensa), dikombinasikan
dengan sulfas atropin 1% OD untuk melebarkan pupil, langkah ini diambil
sebagai cara alternatif
Pada kasus-kasus yang berat, lensa mungkin perlu dilakukan pelepasan.
Semua cara ini harus dilakukan untuk menghindari pembedahan hingga ada
cara yang lebih baik untuk mendapatkan penglihatan yang adekuat karena
ditakutkannya komplikasi dari pembedahan. Artificial lense dapat digunakan
setelah tindakan.
Tindakan Pembedahan
Lensectomy yang merupakan proses koreksi penglihatan untuk penderita
ektopia lentis. Pada prosedur ini, lensa mata akan dibuang dan diganti dengan lensa
buatan khusus dengan kemampuan fokus yang jelas. Prosedur ini digunakan untuk
koreksi yang sangat tinggi, atau ketika operasi dengan menggunakan sinar laser
tidak dianjurkan. Setiap mata dikoreksi pada hari pembedahan yang berbeda.
Adapun indikasi dari lansectomy adalah sebagai berikut:
Lensa di dalam ruang anterior (salah satunya akibat luksasi anterior)
Uveitis yang diinduksi lensa
Glaukoma yang diinduksi lensa
Opasitas lentikular dengan fungsi visual yang buruk
Anisometropia atau kesalahan refraksi tidak setuju untuk dilakukan koreksi optik
(misalnya, pada anak untuk mencegah ambliopia)
Dislokasi lensa yang mungkin akan terjadi
BAB III
LAPORAN KASUS
16
IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. W
- Usia : 16 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : Pelajar SMP
- Alamat : Pulai Naiah
ANAMNESA
- Keluhan utama :
Pasien mengeluhkan penglihatan yang kabur sebelah kanan sejak kelas 5 SD
- Penglihatan mata kanan dirasakan kabur sejak kelas 5 SD, awalnya pasien
dimarahi oleh ibunya, karena bermain diluar rumah hingga maghrib, karena
kesal, ibu pasien mengambil hanger dan memukulnya kearah bahu, karena
reflek pasien mengelak dan hanger membentur mata pasien sebelah kanan.
Mata merah dan nyeri beberapa jam setelah kejadian
- Pasien tidak mengeluhkan pusing
17
Riwayat pemakaian kacamata :
- Tidak ada
Riwayat Pengobatan :
- Tidak ada
Kiri Kanan
Palpebra Normal Normal
Silia Normal Normal
Apparatus Lakrimalis Normal Normal
Konjungtiva Normal Anemis
Bola mata Bulat Normal Bulat Normal
Kornea Jernih Jernih
Mekanisme Muskular Normal Normal
Iris Coklat Normal Coklat, ada bagian yang
tidak tertutup iris
Pupil Bulat Bulat
Lensa Normal Dislokasi
Palpasi
Kiri Kanan
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Masa Tumor Tidak ada Tidak ada
Plak Tidak ada Tidak ada
Visus
Kiri : 20/30
Kanan : 3/60
Foto Klinis
18
Diagnosa Kerja
Subluksasi Okuli Dextra ec Trauma
Diagnosa Banding
- Ektopia lentis akibat pseudoeksfolitasi
- Ektopia lentis akibat sindroma Marfan
- Ektopia lentis akibat sindroma Weill-Marchesani
- Ektopia lentis akibat sindroma Ehlers-Danlos
Penatalaksanaan
Bedah Lansectomy
Prognosa
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Fungsionam : Malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB IV
KESIMPULAN
19
Ektopia lentis didefinisikan sebagai disposisi atau malposisi lensa kristalin
bola mata dari posisi normalnya. Ektopia lentis merupakan kondisi yang jarang
terjadi. Insidensi dalam populasi umum tidak diketahui secara pasti. Penyebab yang
paling sering dari ektopia lentis adalah trauma pada mata. Pada kasus ektopia lentis
tanpa riwayat trauma patut dicurigai akan adanya penyakit herediter atau gangguan
mata primer lain yang berkaitan dengan kondisi ektopia tersebut.
Ektopia lentis dapat mengakibatkan gangguan visus yang nyata, yang
bervariasi sesuai dengan derajat disposisi lensa dan abnormalitas yang menjadi
etiologinya. Pasien biasanya datang dengan keluhan mata merah yang disertai dengan
rasa nyeri pada mata, gangguan visus jarak dekat ataupun jauh. Pada pemeriksaan
mata dapat ditemukan ambliopia, glaukoma, atau ablasio retina yang merupakan
komplikasi paling serius dari penyakit ini.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan mata yang komprehensif untuk mendapatkan etiologi ataupun penyakit
sistemik lain yang mungkin menjadi penyebab ektopia lentis.
Tatalaksana ektopia lentis didasarkan pada etiologi dan derajat dislokasi lensa
serta gejala yang dialami pasien. Tatalaksana dapat berupa pembatasan diet tertentu,
hingga tindakan operasi (seperti lensectomy). Komplikasi yang dapat terjadi adalah
ambliopia, uveitis, glaukoma, dan ablasio retina. Umumnya pasien memiliki
prognosis yang baik, hal ini dipengaruhi oleh derajat dislokasi lensa, usia onset
ektopia lentis, dan komplikasi yang diakibatkan oleh ektopia lentis.
20
DAFTAR PUSTAKA
21