Anda di halaman 1dari 16

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Teori belajar ini adalah suatu perubahan tingkah laku manusia yang dapat
diamati, diukur serta dinilai secara langsung, nyata dan kasat mata. Dalam teori ini
proses belajar serta lingkungan mempunyai peranan penting. Semua bentuk kegiatan
tingkah laku manusia merupakan hasil dari suatu pembelajaran.

Arah perubahan tingkah laku setiap manusia melalui proses belajar sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, baik itu lingkungan internal ataupun eksternal.
Perubahan ini terjadi karena ada hubungan antara rangsangan (stimulus) dengan
perilaku reaktif (respon). Secara umum hal penting dalam teori belajar behavioristik
meliputi : pentinya factor lingkungan, menekankan pada tingkah laku yang kasat
mata, sifatnya mekanis serta ,melihat masa lalu.

Adapun tokoh-tokoh dalam teori belajar behavioristik diantaranya adalah :

1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)


2. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
3. Albert Bandura (1925-masih hidup)

Penjelasan lebih lengkapnya adalah sebagai berikut :

A. Edward Lee Thorndike (1874-1949)


Belajar dalam Thorndike adalah peristiwa terbentuknya sebuah asosiasi-
asosiasi antara stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus itu sendiri merupakan suatu
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadikan suatu tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah
laku yang tiba-tiba muncul karena adanya suatu rangsangan.
Thorndike melakukan suatu percobaan terhadap seekor kucing. Dimana
kucing tersebut dibiarkan kelaparan dan kemudian dimasukkan ke dalam sangkar
yang tertutup. Sangkar tersebut pintunya dapat terbuka secara otomatis jika kenop di
dalam sangkar tersebut disentuh. Dalam percobaan ini jika di luar sangkar diletakkan
suatu makanan, maka kucing tersebut berusaha untuk mencapainya dengan
melompat-melompat. Percobaan ini diulang hingga belasan kali, dan setelah
percobaan ke-12, secara tidak sengaja kucing tersebut menyentuh kenopnya hingga
pintupun terbuka dan kucing tersebut langsung berlari ke tempat makanan tersebut.
Dalam melaksanakan percobaan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap respon akan
menimbulkan stimulus baru. Karena adanya percobaan ini, teori belajar Thorndike
dikenal sebagai teori “Trial and Error” atau “Selecting and Conecting” yaitu
menyatakan bahwa belajar terjadi karena adanya proses mencoba-coba dan membuat
suatu kesalahan.
Selain teori pembelajaran tersebut, dalam Suryabrata (2004;250) yang
menyatakan bahwa Thorndike juga menemukan hukum-hukum pokok dalam belajar,
diantaranya adalah sebagi berikut :
1. Hukum Kesiapan
Hukum ini menyatakan bahwa keadaan-keadaan dimana pelajar cenderung
untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima ataupun
menolak sesuatu.
2. Hukum Latihan
Dalam hukum ini,mengandung dua hal penting, diantaranya adalah :
a. Law of use. Hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi
tambah kuat jikalau ada latihan.
b. Law of disuse. Hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi
lemah jikalau latihan-latihan atau penggunaan dihentikan.
3. Hukum Akibat
Hukum akibat ini menyatakan bahwa hubungan stimulus respon akan
semakin kuat jika akibat yang ditimbulkan menyenangkan, akan teteapi jika
tidak maka berlaku sebaliknya, yaitu akibatnya tidak akan memuaskan.

Ketiga hukum-hukum tersebut merupakan hukum-hukum primer (pokok).


Selain lima hokum tersebut, Thorndike juga mengemukakan lima hukum-hukum
yang lainnya, yang biasa disebut dengan hukum minor (subsider), lima hokum
tersebut adalah :

1. Hukum reaksi Bervariasi


Agar suatu respons itu berhasil ditangkap, maka respon itu harus benar-benar
terjadi. Misalnya, jika suatu siswa dihadapkan pada suatu contoh soal, maka
dia akan mencobanya dengan berbagai cara. Jika dalam proses
mengerjakannya tersebut ada yang sukses, maka dapat dikatakan bahwa
proses belajar siswa tersebut berhasil atau respon siswa berhasil.
2. Hukum Sikap
Keadaan kognitif, emosi, social serta psikomotornya juga menentukan
perilaku siswa dan bukan hanya pengaruh stimulus dan responnya saja.
3. Hukum aktivitas sebagian
Pelajar atau organisme dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan-
kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.
4. Hukum persamaan jawaban
Semua respon-respon selalu dapat diterangkan jika pernah dikenalnya,
dengan kecenderungan asli untuk segera merespon.
5. Hukum perpindahan asosiasi
Yaitu proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi yang belum
dikenal secara bertahap, dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit
unsur-unsur (elemen) baru dan membuang unsur-unsur lama sedikit demi
sedikit sekali sehingga unsur baru dapat dikenal dengan mudah oleh individu.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian


teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :

1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup


untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2) Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa.
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi
adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada
individu lain.

Teori Trial and error disebut juga dengan teori koneksionisme yang
menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah
diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain.
Kelemahan Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika

1. Sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar
yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon

2. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan


hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal
yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan
dengan responnya

Kelebihan Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika

1. Teori ini mengarahkan anak untuk berfikir linier dan konvergen. Belajar
merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa anak menuju
atau mencapai target tertentu

2. Membantu guru dalam menyelesaikan indikator pembelajaran Matematika

Adapun penerapan Teori Belajar Thorndike dalam pembelajaran adalah sebagai


berikut :

a. Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan,
respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan
respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
b. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik.
Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan
menurut bermacaam-macam situasi.
c. Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap
dari yang sederhana sampai yang kompleks.
d. Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah
adanya respon yang benar terhadap stimulus.
e. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum
baik harus segera diperbaiki.
f. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam
masyarakat.
g. Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak
kelak setelah keluar dari sekolah.
h. Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan
kemampuan penalarannya.

B. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)


Skinner juga mementingkan tingkah laku sebagi hubungan antara perangsang
dengan respon. Skinner menganggap bahwa “reward” atau “hadiah” sebagai salah
satu factor yang penting dalam suatu proses belajar (Soemanto, 1990;119). Dalam
hal ini Skinner membedakan adanya dua macam respon, diantaranya adalah :
a. Respondent Response
Yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang. Perangsang ini yang
biasanya disebut dengan eliciting stimuli, dimana dapat menimbulkan suatu
respon yang relative tetap. Biasanya perangsang yang demikian mendahului
respon yang ditimbulkan.
b. Operant Response
Yaitu suatu respon yang timbul serta berkembangnya diikuti oleh
perangsang tertentu dan biasanya respon ini akan berakibat sangat kuat.
Misalnya adalah jika seorang anak belajar dan kemudian mendapatkan suatu
hadiah, maka seorang anak ini akan lebih giat dalam belajarnya (responnya
menjadi lebih intensif/kuat).

Teori pembelajaran Skinner dikenal dengan Teori Pembiasaan Perilaku


respon (Operant Conditioning). Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang
membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Syah, 1999:98). Respon
dalam teori ini terjadi tanpa didahului oleh stimulusnya, namun oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, namun sebenarnya tidak sengaja
diadakan.

Dalam salah satu eksperimenya, jika Thorndike menggunakan objek kucing,


Skinner menggunakan objek seekor tikus. Dalam Syah (1999:99) percobaan yang
dilakukan oleh Skinner adalah sebagai berikut : Tikus dimasukkan ke dalam sebuah
peti yang biasa dikenal dengan nama “Skinner Box”. Peti ini mempunyai dua
komponen pokok, yaitu : manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang
merupakan wadah makanan. Manipulandum adalah suatu komponen pokok yang
dapat dimanipulasi dan gerakannya dihubungkan dengan reinforcement. Yang mana
dalam komponen-komponen tersebut juga terdiri dari tombol, batang jeruji, serta
pengungkit.

Dalam percobaan ini, mula-mula tikus tersebut menjelajah sangkar dengan


cara berlarian, mencium benda-benda di sekitarnya, mencakar dinding dan lain
sebagainya. Aksi seperti ini disebut dengan “emitted behavior” atau tingkah laku
yang terpancar dengan tanpa memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada salah
satu tingkah laku tersebut dan secara tidak sengaja misalnya cakar kakinya menekan
pengungkit hingga mengakibatkan wadah makanannya terisi. Penekanan pengungkit
inilah yang disebut dengan tingkah laku Operant yang akan terus meningkat jika
diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang
muncul dalam wadah.

Eksperimen Skinner ini mirip sekali dengan eksperimen Thorndike, yaitu


dengan trial and error learning. Jika tingkah laku belajar Thorndike selalu
melibatkan kepuasan, namun dalam Skinner selalu melibatkan penguatan.
Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan
semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua
yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif
berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara
lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang.

Prosedur pembentukan tingkah laku dalam Operant Conditioning adalah sebagai


berikut :

1) Identifikasi terhadap hal apa saja yang merupakan reinforce (hadiah) bagi
tingkah laku yang akan dibentuk.
2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen penting yang
membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponen tersebut disusun dalam
urutan yang tepat.
3) Dengan adanya komponen-komponen yang sudah diurutkan maka
selanjutnya adalah mengidentifikasi reinforce dari masing-masing kategori.
4) Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan-urutan
komponen yang telah tersusun secara bergantian.

Hal tersebut merupakan sebagian kecil dari penyederhanaan suatu


pembentukan tingkah laku melalui Operant Conditioning dan sebenarnya masih
banyak sekali variasinya.

Beberapa prinsip Skinner dalam proses pembelajaran antara lain :

a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan
perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
e. dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

Adapun kelebihan dan kelemahan dalam teori belajar BF. Skinner adalah :

Kelebihan

Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal
ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan
adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan.
Kekurangan

Beberapa kelemahan dari teori ini adalah bahwa: keseringan respon sukar
diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping
itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat
anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan
menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery
learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.

Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.

Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

 Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.


 Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan
dan jika benar diperkuat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
 Materi pelajaran digunakan sistem modul.
 Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
 Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
 Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
 Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari
pelanggaran agar tidak menghukum.
 Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
 Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
 Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat
mencapai tujuan.
 Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
 Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
 Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
 Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas
menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya.

Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru
berat, administrasi kompleks.
C. Albert Bandura (1925-masih hidup)

Bandura mempunyai banyak sekali peranan dalam pendidikan. Albert


Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social. Dan apa misalnya yang
dikatakannya tentang PO yaitu dapat disimpulkan jika segala sesuatu yang dipelajari
dengan pengalaman dapat juga dipelajari melalui proses observasi. Menurut
Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun
penyajian, contoh tingkah laku (modeling). Bandura percaya jika model mempunyai
pengaruh paling efektif jika mereka dilihat sebagai orang yang punya kehormatan,
kemampuan, status tinggi (kedudukan), dan juga kekuatan, sehingga seorang guru
bisa menjadi model yang paling berpengaruh terhadap peserta didik.
Jika Thorndike dan Skinner melakukan percobaan pada hewan, namun lain
halnya dengan Bandura, percobaan Bandura dengan menggunakan siswa secara
langsung. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak–anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
Kelompok A : Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul,
menumbuk, menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil : Meniru apa yang dilakukan orng dewasa malahan lebih agresif
Kelompok B : Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra
dengan patung besar Bobo
Hasil : Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah
hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang
dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif
Bagi Bandura reinforcement intrinsik dianggap lebih penting jika
dibandingkan dengan reinforcement ekstrinsik. Kenyataannya memang sering kali,
reinforcement ekstrinsik dapat mengurangi motivasi padsa diri siswa. Dapat
mencapai tujuan pribadi dengan maksimal juga sangat bararti dalam penumbuhan
reinforcement, oleh karena itu guru harus membantu siswa di dalam merumuskan
tujuan pribadinya dalam pembelajaran yang tidak terlalu sulit dan juga tidak terlalu
mudah.
Dengan perencanaan yang matang terhadap apa yang harus disajikan, guru
dapat mengajarkan para siswanya tidak hanya informasi rutin dan disertai dengan
keterampilan, tetapi juga tentang strategi-strategi pemecahan masalah, kode moral,
standar penampilan, aturan dan prinsip-prinsip umum, serta kreativitas. Guru bisa
memberi contoh tentang tindak-tanduk atau tingkah laku yang baik, yang kemudian
akan diinternalisasi oleh siswa dan kemudian menjadi standar penilaian dirinya
sendiri. Dengan kata lain, standar-standar yang diserap tadi akan menjadi dasar untuk
menilai dan menghargai dirinya sendiri. Ketika siswa bertindak sesuai dengan
standar dirinya, maka pengalaman tersebut akan memberinya reinforcement. Tetapi
jika sebaliknya, pengalaman itu akan memberinya semacam hukuman.
Oleh karena dalam teori belajar Albert Bandura yang ditekankan pada proses
observasi dan model, maka faktor-faktor yang dalam belajar observasi model adalah
sebagai berikut :
1) Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2) Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3) Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru,
keakuratan umpan balik.
4) Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan yang
mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik
kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut
disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan proses atensi, dengan ingatan dan juga motifasi, teori
Bandura dilihat dalam Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial ini membantu
memahami terjadinya perilaku penyerangan dan penyimpangan psikologi serta
bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku
pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Teori belajar social yang dikembangkan oleh Albert Bandura ini ada setelah
mempelajari tiga kelemahan dari teori Behavioristik diantaranya yaitu :
a) Teori behavioristik sangat sulit diterapkan kedalam kehidupan yang nyata dan
tidak mungkin setiap orang dapat hadir terus untuk memberikan penguatan
prilaku, biasanya orang harus terlebih dahulu mengatur dan mengendalikan
prilaku dirinya sendiri.
b) Teori behavioristik tidak bisa menerangkan terjadinya pembelajaran prilaku
baru karena kadang kita melihat prilaku yang belum pernah ia lakukan sama
sekali.
c) Teori behavioristik hanya bisa diterapkan dalam pembelajaran langsung.

Untuk menyelesaikan kelemahan diatas Bandura menerapkan alternative yang


dinamakan teori belajar sosial dan ada pula enam prinsip yang mendasari, yaitu :

1) Faktor – faktor yang menentukan.


Faktor ini menyatakan berbagai faktor pribadi seseorang dan peristiwa pada
lingkunganya secara bersama sama sebagai penentu atau penyebab.
2) Kemampuan membuat ataupun memahami simbolis/tanda/lambang.
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui
gambaran kognitif, jadi orang akan lebih tertarik pada gambaran koknitif dari
pada dunia itu sendiri.
3) Kamampuan berpikir kedepan.
Selain dapat digunakan sebagai pengingat hal yang sudah pernah dialami,
kemampuan berpikir atau mengolah simbol maka juga dimanfaatkan untuk
merencanakan ke depannya.
4) Kemampuan seolah-olah mengalami sendiri apa yang telah dialami oleh
orang lain.
Orang dapat belajar dengan memperhatikan orang lain berprilaku dan
memperhatikan konsekuensinya dari prilaku tersebut.
5) Kemampuan mengatur diri sendiri
Pada umumnya manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan dirinya
sendiri contoh. Bagaimana bersikap ditempat umum , gimana menghadapi
orang yang memiliki jabatan.
6) Kemampuan bereflaksi.
Yaitu kemampuan merenung untuk memikirkan terhadap kemampuan diri
pribadi.

Selain itu dalam teori Albert Bandura juga mempunyai kelebihan dan
kelemahan, diantaranya adalah :

Kelemahan Teori Albert Bandura

Teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku


dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami
sesuatu yang ditiru.

Jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui
peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan
teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative, termasuk perlakuan
yang tidak diterima dalam masyarakat.

Kelebihan Teori Albert Bandura

Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya,


karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan
melalui system kognitif orang tersebut. Pendekatan teori belajar social lebih
ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan merespon) dan imitation
(peniruan). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak–anak. Penelitian ini berfokus pada
proses yang menjelaskan perkembangan anak–anak, faktor sosial dan kognitif.

Aplikasi dalam pembelajaran :


1. Pembelajaran adalah suatu pembiasaan

Pembelajaran bertujuan untuk membentuk kebiasaan, karena itu banyak


memberikan latihan soal dan tes

a. Guru harus menyiapkan rencana pembelajaran terlebih dahulu


b. Pembelajaran dimulai dari yang mudah
c. Kesalahan harus segera dibetulkan sejak awal
d. Siswa diberi tugas/PR
e. Evaluasi tugas/PR
f. Tes
g. Remidi

2. Pembelajaran adalah suatu proses yang terstruktur

3. Keberhasilan harus dihargai

4. Kegagalan harus dimotivasi

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah


pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari


beberapa hal seperti:

a. Tujuan pembelajaran,
b. Sifat materi pelajaran,
c. Karakteristik pebelajar,
d. Media
e. Fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah


terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan. Mengajar
adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau pebelajar.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah
ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan tersebut.

 Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap


pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau
guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

 mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-


standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar.

 proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan
dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau
dalam proses evaluasi.

 Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan


kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.

 Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam


menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin
atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.

 Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur


rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
 Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan
atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

 Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan


belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang
berada di luar diri pebelajar.

 Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.

 Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas


belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut.

 Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi


menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban
yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian
yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
DAFTAR PUSTAKA

Parsons, R., Hinson, S. & Brown, D. 2001. Educational Psychology. Canada :


Thomson Learning.

Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo


Persada.

Anda mungkin juga menyukai