PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar di Indonesia hukum digolongkan menjadi dua yaitu
hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis didalamnya memuat
peraturan-peraturan yang melindungi hak-hak individu dan sangsi bagi yang
melanggarnya, yang termasuk hukum tertulis diantaranya UUD 1945.
Sedangkan hukum tidak tertulis tidak dibukukan, melainkan merupakan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang diturunkan nenek moyang yang diyakini
kebenarannya, dan bersifat kedaerahan masing-masing daerah berbeda-beda.
Salah satu yang menjadi pembahasan kali ini adalah hukum yang tidak
tertulis yaitu hukum adat. Hukum adat merupakan hukum tidak tertulis yang
mana lahir dari kebiasaan nenek moyang terdahulu dan bersifat turun temurun
serta dianggap benar oleh masyarakat.
Terdapat pendapat mengenai pengertian hukum adat menurut para ahli,
namun meskipun berbeda pendapat intinya sama. Dan juga akan dibahas
mengenai masyarakat hukum adat dan juga struktur dan ciri-ciri masyarakat
hukum adat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hukum adat?
2. Apa Pengertian Masyarakat Hukum adat?
3. Apa Saja Struktur Masyarakat Hukum Adat?
4. Apa Saja Ciri-Ciri Masyarakat Hukum Adat?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Hukum Adat!
2. Mengetahui Pengertian Masyarakat Hukum Adat!
3. Mengetahui Struktur Masyarakat Hukum Adat!
4. Mengetahui Ciri-Ciri Masyarakat Hukum Adat!
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
hukum. (Het gewoonterecht, ook “gewoonte” genoemd, omvat de
rechtsregels, die hoewel niet op gezag van de staatsoverheid vastgesteld,
toch door het het volk worden nageleefd in de overtuiging, dat zij als recht
gelde.).
4. Prof. M.M. Djojodigoeno S.H.
Dalam buku beliau “Asas-asas hukum adat” tahun 1958 yang
diterbitkan oleh yayasan badan penerbit GAMA Yogyakarta, memberi
definisi sebagai berikut: “ Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber
kepada peraturan-peraturan.”.1
1
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta: CV. Haji
Masagung), hlm. 13-14.
2
Andreas Jefri Deda dan Suriel Samuel Mofu, “Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat Di
Provinsi Papua Barat Sebagai Orang Asli papua Di Tinjau Dari Sisi Adat dan Budaya: Sebuah
Kajian Etnografi Kekinian”. Administrasi Publik, 2 (Oktober , 2014), hlm. 14.
3
tersebut dalam bidang hukum kekerabatan dan waris serta kewajiban
hanyalah terikat diantara orang-orang yang ada hubungan darah melalui
garis perempuan dan anak-anak yang lahir dalam suatu perkawinan,
dimasukkan kedalam klan (suku) orang tua perempuan.
Untuk menjaga kelangsungan sukunya, masyarakat terstruktur secara
matrilineal, memilih bentuk perkawinannya perkawinan semendo. Ciri
perkawiann semedo adalah endogami dan matrilokal.
Endogami bahwa menurut hukum adat perkawinan yang ideal dalam
sistem perkawianan semendo. Ciri-ciri perkawinan semendo adalah apabila
jodoh diambil dari kalangan sukunya sendiri.
Matrilokal mengandung arti bahwa menurut hukum adat semendo,
tempat tinggal bersama dalam perkawinan adalah tempat tinggal istri.
Contoh masyarakat perkawinan semendo adalah masyarakat minangkabau.
2. Struktur Masyarakat Patrilineal
Pada struktur masyarakat patrilineal, orang menarik garis hukum
dalam hubungan diri dengan orang lain, melalui garis laki-laki. Akibat dari
cara menarik garis hukum tersebut dalam bidang hukum kekerabatan dan
waris, hak dan kewajiban hanyalah timbul diantara orang-orang yang
mempunyai hubungan darah melalui garis laki-laki dan anak yang lahir dari
suatu perkawinan dimasukkan dalam klan (marga) orang tua laki-laki.
Untuk mempertahankan kelangsungan marganya, maka masyarakat
terstuktur secara patrilenial tersebut memilih bentuk perkawinan yang
disebut kawin jujur.
Ciri-ciri perkawinan jujur, adalah exogami dan patrilokal. Exogami
berarti menurut hukum adat perkawinan jujur, perkawinan yang ideal
adalah apabila jodoh diambil dari luar marganya sendiri. Patrilokal berarti
menurut hukum adat perkawinan jujur, tempat tinggal bersama dalam
perkawinan adalah tempat tinggalnya suami. Contoh masyarakat Gayo,
Alas, Batak dan bali serta Sumatera Selatan.
3. Struktur Masyarakat Patrilineal Beralih-alih
Masyarakat tersturktur secara patrilokal beralih-alih, orang menarik
garis hukum dengan menghubungkan diri dengan orang lain beralih-alih
4
antara perempuan dengan garis laki-laki, tergantung kepada bentuk
perkawinan yang dipilih oleh orang tuanya. Bila mana orang tuanya kawin
jujur, maka anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut mempunyai
hubungan hukum melalui garis orang tua laki-laki.
Sebaliknya ababila orang tuanya kawin semendo, maka anak-anak
yang lahir dari perkawinan tersebut akan menarik garis hubungan melalui
orang tuanya yang perempuan. Begitupun juga hukum seterusnya ke atas,
akan beralih-alih tergantung kepada bentuk perkawinan yang dilakukan.
Contoh masyarakat Rejang Lebong dan Lampung Pepadon.
4. Struktur masyarakat Bilateral/Parental
Pada masyarakat yang terstruktur secara bilateral, orang menarik
garis hukum dalam hubungan diri dengan orang lain, baik melalui garis
laki-laki maupun perempuan. Hak dan kewajiban antara seseorang dengan
orang lain dalam bidang hukum kekerabatan dan waris terjalin baikmelalui
garis laki-laki maupun perempuan. Pada masyarakat terstruktur secara
bilateral tidak ada bentuk perkawianan khusus, begitu juga tentang tempat
tinggal bersama dalam perkawinan, tidak ada ketentuan yang tegas.
Namun demikian di Aceh (Kabupaten Aceh Besar dan Pidie),
terdapat ciri perkawinan semendo yaitu patrilokal. Kecuali sang suami
menghendaki sang istri mengikuti tempat tinggalnya, menurut hukum adat
perkawinan di Aceh diperbolehkan. Pelanggaran terhadap ketentuan
matrilokal tersebut membawa akibat hukum, sang istri berhak
memperoleh/menuntut harta peninggalan suami/orang tua suami, yang
besarnya sebanding dengan harta peninggalan seandainya diterima dari
orang tuanya andaikata suami mengikuti tempat tinggal istri.
Menurut hukum perkawinan adat di Aceh, pasangan suami istri yang
baru kawin tempat tinggal bersama adalah ditempat tinggalnya orang tua
istri. Pasngan suami istri yang baru kawin dianggap tidak serta merta
madiri sebagai sebauh keluarga. Kemandirian dari pasangan suami istri
yang kawin diperlukan tindakan hukum dari orang tua istri. Tindakan
hukum tersebut dinamakan “Peungkleh” atau “Peumeungkleh” yang berarti
pemisahan keluarga atau mencar.
5
Ketika Peungkleh dilaksanakan pada anaknya yang perempuan oleh
orang tuanya diberikan harta sebagai bekal dalam pembinaan keluarga baru
tersebut. bekal tersebut dinamakan “Peunulang”. Harta peunulnag tersebut
biasanya berupa rumah dan tanah halamannya, menurut hukum harta
peunulang milik istri, akan tetap pemanfaatannya untuk semua anggota
keluarga dalam perkawinan itu. Masyarakat terstruktur secara bilateral,
contohnya masyarakat Aceh, Jawa, Sunda, Makassar dan Bugis.3
BAB III
PENUTUP
3
Albar S. Subari, dkk, Pokok-Pokok Hukum Adat (Palembang: Universitas Sriwijaya), hlm. 19-22.
4
Op Cit, hlm, 14.
6
A. Kesimpulan
Sudah dijelaskan di atas apa yang dimaksud hukum adat menurut
beberapa ahli, meskipun berbeda pada intinya sama. Dan dijelaskan pula
pengertian masyarakat adat yaitu adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang
mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri,
mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan
hidupberdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.
Dan juga terdapat struktur-struktur masyarakat hukum adat yang
meliputi Matrilineal, Patrilineal, Patrilineal beralih-alih, dan bilateral/paental.
Serta ciri-ciri masyarakat adat yaitu mempunyai kesatuan manusia
yang teratur, menetap disuatu daerah tertentu, atau memiliki kasatuan wilayah,
mempunyai penguasa atau kesatuan (yang jelas), mempunyai kesatuan
kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud, dan mempunyai kesatuan
hukum.
B. Saran
Mahasiswa-mahasiswa diharap mengetahui tentang masyarakat adat,
strukturnya serta ciri-cirinya agar mampu memahami dan
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga agar tidak
melanggar hukum adat yang berlaku baik di daerahnya maupun daerah lain.