Kelas A1
Kelompok 2
AGROBISNIS PERIKANAN
SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat serta Hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Organisasi Spasial
Sistem Produksi Industri” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Perencanaan
Wilayah Perikanan.
Makalah ini terselesaikan tidak terlepas dari dukungan dan semangat dari
diri penulis, orang tua, dosen dan teman – teman. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah essay ini. Tidak lupa kepada Ibu Erlinda Indrayani
selaku dosen pembimbing mata kuliah Perencanaan Wilayah Perikanan.
Penyusun
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
1. PENDAHULUAN........................................................................................................v
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................v
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................v
1.3 Tujuan........................................................................................................................v
2. PEMBAHASAN.........................................................................................................vi
2.1 Analisis Weber tentang Titik Transpor Minimum................................................vi
2.2 Kerangka Subtitusi Isard........................................................................................vi
2.3 Kurva Biaya Ruang dari Smith..............................................................................vi
2.4 Neoclassical Location Theory (Teori Lokasi Neoklassik....................................vi
2.5 Organisasi Spasial dari Produksi Industri............................................................vi
2.5.1 Asumsi Satu Produsen...............................................................................vi
2.5.2 Asumsi Lebih dari Satu Produsen untuk Barang yang Sama................vi
2.6 Organisasi Spasial Produksi Barang – Barang Lainnya....................................vi
2.6.1 Organisasi Spasial Berkas Barang (Bundles of Good) : Penataan
Lokasi Pusat (Central Place).................................................................................vi
2.6.2 Pengaturan Hierarki Pusat – Pusat menurut Pendekatan Losch............vi
2.7 Teori Sistem Lokasi Pusat (Central Place)..........................................................vi
2.8 Hierarki dan Pergerakan Konsumen ke Lokasi Pusat.......................................vi
2.9 Penempatan Pusat – Pusat Kota..........................................................................vi
3. PENUTUP..................................................................................................................vii
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................vii
3.2 Saran.......................................................................................................................vii
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................viii
iv
1. PENDAHULUAN
v
tersebut dimungkinkan kegiatan indutri dapat berada pada suatu lokasi industri
yang tepat, dan dapat berkembang dengan baik.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah yang berjudul “Organisasi Spasial Sistem
Produksi Industri” ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui Analisis Weber tentang Titik Transpor Minimum
1.3.2 Untuk mengetahui Kerangka Subtitusi Isard
1.3.3 Untuk mengetahui Kurva Biaya Ruang dari Smith
1.3.4 Untuk mengetahui Neoclassical Location Theory (Teori Lokasi
Neoklassik)
1.3.5 Untuk mengetahui Organisasi Spasial dari Produksi Industri
1.3.6 Untuk mengetahui Organisasi Spasial Produksi Barang-barang lainnya
1.3.7 Untuk mengetahui Teori Sistem Lokasi Pusat (Central Place)
1.3.8 Untuk mengetahui Hierarki dan Pergerakan Konsumen ke Lokasi Pusat
1.3.9 Untuk mengetahui Penempatan Pusat-pusat Kota ?
vi
2. PEMBAHASAN
vii
produksi, (2) Bahan baku setempat berpengaruh spesifik terhadap lokasi. Bahan
baku diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu murni terlokalisir dan gross
localized material (kehilangan bobot dalam proses manufaktur), dan (3)
Berdasarkan perhitungan Indeks Material (IM). IM dihitung dengan cara membagi
bobot bahan baku lokal yang digunakan dalam industri dengan bobot produksi
akhir. Dari perhitungan tersebut akan diperoleh kecenderungan pengembangan
industri apakah lebih berorientasi pada lokasi pasar. Jika IM > 1, maka
kecenderungan lokasi industri lebih berorientasi ke lokasi bahan baku, jika IM <
1, lokasi industri cenderung berorientasi ke lokasi pasar dan jika IM = 1, lokasi
berorientasi antara bahan baku dan pasar.
Tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi,
upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah
tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara fundamental menentukan
pola lokasi dalam kerangka geografis. Dampak aglomerasi merupakan kekuatan
lokal yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai
kegiatan dalam ruang. Menurut Weber, biaya transportasi merupakan faktor
pertama dalam menentukan lokasi, kedua faktor lainnya merupakan faktor yang
dapat memodifikasi lokasi. Biaya transportasi bertambah secara proporsional
dengan jarak. Jadi, titik terendah biaya transportasi adalah titik yang
menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil
produksi. Biaya transportasi dipengaruhi oleh berat lokasional. Berat lokasional
adalah berat total semua barang berupa input yang harus diangkut ke tempat
produksi untuk menghasilkan satu satuan output ditambah berat output yang
akan dibawa ke pasar. Berat total itu, terdiri dari satu satuan produk akhir
ditambah semua berat input yang harus diangkut ke lokasi pabrik seperti bahan
mentah, bahan setengah jadi, bahan penolong, dan lain-lain yang diperlukan
untuk menghasilkan satu satuan output.
Lokasi industri mungkin juga berlokasi di tengah-tengah, yaitu apabila
ton-mil dari 1 input atau 1 output tidak berpengaruh satu sama lain. Dengan
menggunakan poligon lokasional, pergeseran antar titik sudut poligon ditentukan
oleh IM. Melalui metode mekanik, titik transportasi minimum dapat disimulasikan
melalui kerangka verognon yang menghubungkan antar titik sudut poligon
dengan kawat. Titik dimana kawat tersebut berhenti bergerak, merupakan titik
keseimbangan (lokasi terbaik). Dengan metode Weber, maka lokasi definitif
berada di lokasi dengan penggunaan satu bahan baku saja atau kombinasi
viii
penggunaan bahan baku dan bahan ubiquitous karena sejumlah tertentu bahan
baku dapat menetralkan tarikan masing-masing sudut poligon. Dalam hal ini
Weber terlalu menekankan kepada dorongan atraktif dari bahan baku dalam
modelnya, padahal kebanyakan solusi akhir penentuan lokasi industri adalah
lokasi pasar untuk berbagai kombinasi bahan baku pasar. Seberapa jauh IM
dapat secara efisien meramal arah industri manufakturing yang telah diuji oleh
Smith (1995) yaitu bahwa kehilangan bobot bahan baku terkait dengan lokasi
dari bahan mentahnya (Gambar 2).
Konsep segitiga pembobotan Weber adalah penentuan titik lokasi
industri, dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah subtitusi biaya transportasi
dengan bahan baku, bahan baku dalam hal ini bisa ubiquitous dan lokasl. Lokasi
produksi dipilih pada tempat yang biaya angkutnya (Z) minimum. Konsep daerah
pasar menurut Weber didasarkan atas asumsi : (1) bahan baku hanya di daerah
tertentu, (2) daerah pasar di tempat lain dengan persaingan bebas, dan (3)
terdapat beberapa lokasi tenaga kerja yang tidak mobil (tidak dapat atau sulit
dipindahkan).
WL+℘
Bobot Locational (L) =
℘
Jika :
ix
WL ≥ WP, proses produksinya sangat mengurangi bobot bahan baku
WL ≤ WP, bahan baku proses produksi ada dimana-mana
WL = WP, berorientasi antara bahan baku dan pasar
Model Weber juga dikembangkan oleh Hoover dalam Tarigan (2005),
terutama terhadap asumsi biaya dengan membedakan antara biaya transportasi
(distribusi dan perantara) dengan biaya produksi. Dia mengasumsikan berbagai
kondisi, misalnya biaya transportasi yang tidak proporsional dengan jarak. Biaya
transportasi sangat terkait dengan jalur transportasi yang tersedia dan jenis
barang yang diangkut (arah dan ragam barang serta jenis angkutan).Juga faktor
kebijakan pemerintah lokal,misalnya pajak lokal dan ketentuan lainnya. Namun
demikian, pendekatan ini masih termasuk pendekatan biaya terendah dalam
kerangka ekonomi kapitalis.
x
dalam sebuah perekonomian memiliki peranan yang sangat penting. Model ini
meramalkan pemusatan sebuah kota saat rute transportasi yang ada terbatas,
disebut dengan “internal nodes”. Hierarki dari ukuran kota tergantung pada pola
dari nodes dan bauran industri yang ada. Industri manufaktur primer hanya
memiliki sedikit input dan biasanya terletak dekat dengan lokasi sumber daya
utama. Namun demikian, akan muncul beberapa alasan bagi industri yang
memiliki keterkaitan ke depan (hulu) dan ke belakang (hilir) yang cukup kuat
untuk ditempatkan di kota yang sama (Todaro dan Smith, 2008).
Pendekatan Isard menggunakan asumsi bahwa lokasi industri dapat
terjadi di titik-titik sepanjang garis yang menghubungkan sumber bahan baku
dengan pasar jika bahan baku setempat adalah murni sehingga terdapat dua
variabel, yaitu jarak dari pasar dan jarak dari sumber bahan baku. Hubungan
kedua variabel tersebut dapat diplotkan dalam bentuk grafik dimana garis yang
menghubungkan antara sumber bahan baku dan pasar adalah tempat
kedudukan titik-titik kombinasi antara bahan baku dan pasar yang bersifat
substitusi.
xi
kanan dari titik B perusahaan akan menderita kerugian. Gambar 1 menyajikan
Lokasi yang memberikan keuntungan maksimal.
Perlu dicatat di sini bahwa dalam dunia nyata, pilihan atas lokasi
bukanlah berbentuk garis kontinu seperti pada Gambar 1. Pilihan itu adalah
bersifat diskrit. Artinya, akan ada, pilihan beberapa lokasi dan di masing-masing
lokasi dapat dibuat pasangan antara average cost dan average revenue pads
lokasi tersebut. Di antara pasangan tersebut dapat dipilih selisih positif terbesar
apabila average revenue dikurangi average cost.
Menetapkan titik lokasi optimal bagi sebuah perusahaan menjadi lebih
sulit dikarenakan fakta bahwa produsen dapat memasarkan barangnya atau
menunjuk distributor untuk memasarkan barangnya dengan mendatangi
pengecer atau konsumen.Jadi, lokasi produsen tidak harus berada di pasar atau
di sekitamya, terlebih-lebih harga lahan sudah sangat tinggi. Di banyak tempat,
pemerintah melarang kegiatan produksi komoditas tertentu atau melampaui
volume tertentu untuk berlokasi di dalam kota, karena alasan polusi dan
kemacetan lalu lintas yang ditimbulkannya. Namun, produsen harus tetap
berlokasi tidak terlalu jauh dari pusat distribusi yang umumnya adalah kota
(kecuali untuk kegiatan yang memang harus berada di lokasi bahan baku seperti
pertambangan, pertanian, atau perikanan). Selain itu, faktor aglomerasi tetap
memegang peran yang penting, namun, dalam banyak hal lokasi aglomerasi
dengan pusat distribusi adalah sejalan (Muzayanah, 2015).
2.4 Neoclassical Location Theory (Teori Lokasi Neoklassik)
Setelah tahun 1950-an, teori lokasi berkembang dengan analogi-analogi
ilmu ekonomi umum, dan diperkaya oleh analisis-analisis kuantitatif standar ilmu
xii
ekonomi, khususnya ekonometrika, dynamic model dan model-model optimasi
seiring berkembangnya cabang ilmu regional science (Santoso et al., 2012).
Teori lokasi neoklasik merupakan teori berbasis pada pendekatan
normatif. Teori normatif lebih berkenaan pada hal-hal yang diperkirakan mungkin
terjadi dengan banyak asumsi bukan didasarkan pada konisi riil (Smith, 1987
dalam Rustiadi et al., 2009).
Menurut Rustiadi et al. (2009), model sederhana dengan satu peubah
tunggal geographic distance (jarak geografis, jarak fisik) yang dikembangkan
berdasarkan mazhab neoklasik didasarkan pada asumsi-asumsi:
1) Permukaan lahan: datar dan homogeny dalam segala aspek, isotropic plain
a) Permukaan datar sempurna tanpa ada hambatan untuk setiap
pergerakan ke semua arah.
b) Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak dan hanya ada satu
system transportasi.
c) Kualitas fisik lahan homogen.
2) Penduduk
a) Pemukiman tersebar secara merata.
b) Tingkat pendapatan, tingkat permintaan dan selera terhadap barang dan
jasa homogen.
c) Produsen dan konsumen memiliki informasi yang sempurna dan
bersikap/bertindak rasional atas informasi/pengetahuan yang diperoleh.
Produsen diasumsikan berperilaku berusaha memaksimalkan keuntungan
(profit). Konsumen berlaku meminimalkan biaya/pengeluaran dalam
memenuhi konsumsinya.
xiii
1. Range, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang
kebutuhannya. Contoh range mebeler lebih besar daripada range susu, karena
mebeler lebih mahal daripada susu.
2. Threshold, adalah minimum jumlah penduduk yang diperlukan untuk
kelancaran dan kesinambungan suplai barang. Contohnya, toko makanan tidak
memerlukan jumlah penduduk yang banyak, sedangkan toko emas
membutuhkan jumlah penduduk yang lebih banyak atau threshold yang lebih
besar.
Untuk keberlangsungan usaha maka threshold terletak pada range
tersebut atau paling tidak sama dengan batas terjauh dari range of good.
Adapaun faktor-faktor yang menentukan range of good dan threshold value
adalah harga di pasar dan biaya perjalanan ke dan dari pasar (Rustiadi et al.,
2009).
Menurut Rustiadi et al. (2009), model ini dikembangkan untuk kasus lebih
dari satu produsen pada komuditas yang sama. Asumsi dasarnya adalah:
1) konsumen hanya membeli dengan harga termurah, yang berarti membeli
pada produsen terdekat. Solusi logis untuk memenuhi kebutuhan
produsen dan konsumen adalah suatu jaringan heksagonal wilayah pasar
berukuran seragam.
2) “threshold” dan “range” berbeda untuk setiap komuditas.
2.5.2 Asumsi Lebih dari Satu Produsen untuk Barang yang Sama
Jika terdapat banyak produsen untuk barang yang sama, maka setiap
produsen berusaha untuk menghitung lokasi yang tersedia dan daerah pasar
yang sudah dikuasai oleh produsen lain. Berdasarkan hal tersebut akan terjadi
tiga kemungkinan range of good dari setiap daerah pasar produsen yaitu: (1)
Range dari setiap barang saling bersinggungan pada batas terluarnya sehingga
tidak tidak terdapat kompetisi antar produsen tetapi ada konsumen yang tidak
terlayani, (2) terjadi tumpang tindih pada range of good dari daerah pasar
sehingga terdapat kompetisi antar produsen, dan (3) Range of good yang ideal
yaitu apabila daerah pasar yang berbentuk lingkaran diubah menjadi bentuk
heksagonal; bentuk ini merupakan jawaban dimana produsen bisa
mengoptimalkan keuntungan dan semua konsumen terlayani dengan harga yang
paling murah dengan jarak yang paling dekat (Rustiadi et al., 2009).
xiv
Gambar . Bentuk Heksagon dapat Mengisi Ruang secara Efisien
Menurut Losch dalam Santoso et al. (2012), suatu metrópolis memiliki
fungsi yang berragam dan fungsi tersebut memiliki area pasar yang dibatasi oleh
range dan thresholdnya masing-masing. Jadi tidak perlu ditentukan sebuah
hirarki pasar karena akan muncul dengan sendirinya.
Gambar . Jaringan Kota yang Dibentuk oleh Ragam Fungsi (Aktivitas) yang
berbeda
Gambar di atas menunjukkan, bahwa masing-masing fungsi membentuk
pangsa pasarnya masing-masing, yang saling bertumpang tindih dengan pangsa
pasar yang lainnya yang akhirnya membentuk suatu jaringan (Losch dalam
Santoso et al., 2012).
xv
pasar terbentuk dari heksagonal besar sedangkan untuk barang dengan order
lebih rendah adalah kebalikannya.
xvi
terletak di antara pusat A menyediakan barang-barang yang dihasilkan oleh
pusat B itu sendiri dan barang-barang yang dihasilkan pusat C, sedangkan pusat
C yang terletak diantara tiga pusat B hanya menyediakan barang-barang yang
dihasilkan di pusat C itu sendiri. Antara pusat A dan pusat B terdapat barang
yang disebut Hierachycal Marginal Good karena barang tersebut berperan
menentukan level baru dalam hierarki lokasi pusat dan merupakan barang
berorder tertinggi yang disediakan oleh pusat B. Demikian juga antara pusat B
dan C, setiap level dari hierarki dicirikan oleh jarak yang sama satu sama lain.
Artinya jarak antara pusat A dan pusat B sama, antara pusat C juga sama. Jarak
antara pusat-pusat di level B lebih pendek dari jarak antara pusat-pusat di level
A. Demikian juga jarak antara pusat-pusat di level C lebih pendek daripada jarak
antara pusat-pusat di level B.
Prinsip lalu lintas Christaller k = 4 (christaller’s traffis principle k = 4)
Prinsip lalu lintas Christaller k = 4 dipilih sebagai alternatif lain dari pengaturan
sistem k = 3, karena prinsip k =3 kurang baik dalam menggambarkan jarak
tempuh, yaitu jauh karena harus memutar dan berliku. Manurut christaller traffic
principle, distribusi lokasi pusat sangat tepat jika beberapa tempat penting
terletak pada satu jalur traffic antara 2 kota penting, dimana jalur tersebut
dibangun selurus dan semurah mungkin. Tempat-tempat yang tidak terlalu
penting dapat dikesampingkan. Berdasarkan traffic principle, lokasi pusatkan
terbentuk sebagai jalur traffic yang lurus yang menyebar dari titik pusat. Prinsip
ini menghasilkan hierarki lokasi pusat dengan aturan k = 4. Pusat A ordernya
paling tinggi mendominasi lokasi pasar dari pusat-pusat yang berorder lebih
rendah yang ada dibawahnya.
Prinsip administrasi Christaller k = 7
Prinsip administrasi Christaller mengatur hierarki lokasi pusat dari sudut pandang
politik atau administrasi. Selain itu, prinsip ini mengatur bahwa seluruh pusat-
pusat order yang lebih rendah karena alasan politik dimasukkan ke dalam pusat
yang berorder tertinggi. Keenam titik pusat yang ordernya lebih rendah
sepenuhnya menjadi sub ordinat dari pusat A, sehingga titik A mendominasi
ketujuh market area di bawahnya (1 market area (pusat) + 6 sub ordinat market
area di bawahnya).
xvii
2.6.2 Pengaturan Hierarki Pusat – Pusat menurut Pendekatan Losch
August Losch membuat susunan hierarki pusat-pusat lebih fleksibel
dibandingkan Christaller. Losch berpendapat bahwa daerah pasar tidak hanya
dapat disusun menurut pengaturan 3, 4, atau 7 tetapi masih memungkinkan
terjadinya lebih banyak susunan daerah pasar dalam suatu jaringan. Sehingga
menurut Losch tidak ada alasan mengapa daerah pasar dikaitkan dengan pusat-
pusat produksi dan bersifat kaku seperti yang diungkapkan Christaller. Losch
juga menyadari bahwa model yang dikembangkannya kurang efisien karena
sulitnya mengkombinasikan jaringan daerah pasar untuk membentuk struktur
spasial yang efisien bagi produsen maupun konsumen. Dalam hal ini pusat
jaringan penting tetapi lebih diharapkan pusat mampu melayani semua wilayah
pasar atau yang dinamakan metropolis. Metropolis merupakan pusat dari seluruh
jaringan dan mempunyai order tertinggi. Selanjutnya jaringan tersebut ditata
sedemikian rupa sehingga dari titik pusat (metropolis) tersebar banyak alternatif
sektor. Menurut Losch pusat-pusat wilayah pasar dibagi menjadi sektor “kota
kaya” (city rich) dan “kota miskin (city poor). Sektor kota kaya mempunyai
karakteristik: (1) jaringan market area yang luas, dan (2) aktivitasnya banyak
sehingga ordernya lebih tinggi, sedangkan kota miskin sebaliknya.
Model pengaturan spasial pusat-pusat kota menurut Losch konsisten
terhadap unsur dasar dari organisasi manusia, yaitu prinsip usaha minimal.
Usaha tersebut dilakukan dengan cara memaksimumkan jumlah perusahaan
yang beroperasi di dalam pasar dan meminimumkan biaya transportasi secara
keseluruhan.dengan menggunakan asumsi yang sama tetapi pendekatan yang
berbeda, Christaller dan Losch menurunkan hierarki perkotaan yang berbeda.
Skema hierarki Christaller terdiri dari serangkaian tingkatan distrik dimana satu
pusat menghasilkan campuran barang-barang yang sama dengan pusat lain
pada tingkatan hierarki yang sama. Skema Losch menggambarkan kombinasi
fungsi dan posisi hierarki yang tidak sama. Skema Losch membiarkan terjadinya
spesialisasi produksi di central place sedangkan Christaller tidak, kecuali jika
tingkat hierarki dibedakan oleh barang berhirarki spesifik. Di samping itu, model
Losch juga lebih fleksibel dan lebih komprehensif dibandingkan Christaller. Ada
dua konsekuensi penting dari model landscape Losch, yaitu yang berhubungan
dengan pengaturan sektoral pada pergerakan dan yang berimplikasi terhadap
distribusi populasi.
xviii
Implikasi pertama dari pola sektoral Losch adalah pergerakan akan lebih
efisien jika dibuat saluran sepanjang jalur-jalur diskrit (mirip dengan prinsip k =
4). Dengan jalur lurus, sebanyak dan serumit apapun aktivitas pergerakan akan
menjadi lebih mudah, cepat dan murah dibanding jalur yang berliku-liku.
Akibatnya menghasilkan bentuk menyimpang dari keteraturan daerah pasar
heksagonal dan wilayah dengan land use yang sirkular. Bentuk heksagonal
berubah menjadi bentuk yang lebih sempit dan memanjang.
Implikasi kedua dari pandangan ekonomi Losch menggugurkan asumsi
awal mengenai distribusi populasi. Bukan hanya karena pendapatan penduduk
lebih tinggi di pusat-pusat kota, tetapi juga perbedaan pendapatan populasi
terjadi pada skala yang lebih besar karena pengelompokan kegiatan sektoral
dimungkinkan. Perbedaan kepadatan penduduk ini menyebabkan beragamnya
ukuran daerah pasar. Range market area dapat diukur dengan kepadatan
populasi. Misalnya, untuk melayani 100 orang konsumen, jika kepadatan
penduduk sama dengan 100 orang/km2, maka daerah pasar akan seluas 1 km 2.
Jika kepadatan hanya 10 orang/ km2, maka daerah pasarnya akan 10 x lebih
luas. Pada daerah berpopulasi tinggi terutama di dekat metropolitan, tingkat
penjualan yang tinggi bisa dicapai pada daerah pasar yang sempit. Sebaliknya
pada daerah yang kepadatan populasinya rendah tingkat penjualan hanya bisa
dicapai untuk daerah yang lebih luas, untuk melayani jumlah konsumen yang
sama.
Biaya tranportasi input dan output adalah variabel lintas ruang yang tinggi
keragamannya yang besarnya ditentukan oleh sarana/alat yang digunakan,
kontur permukaan lahan dan jenis barang yang diangkut. Hal pertama yang
mendasari teori-teori ekonomi pada umumnya yang implisit dan tidak realistis
adalah kenyataan bahwa sumberdaya material (bahan baku) tidak mungkin
mempunyai kualitas yang sama disetiap lokasi. Fakta ini menunjukkan adanya
keragaman spasial, sehingga prinsip-prinsip teori lokasi yang dikembangkan
Losch-Christaller dengan model sederhana lebih tepat guna bagi aktivitas
ekonomi tersier dan industri manufaktur yang menggunakan bahan baku yang
tersedia dimana saja (seperti air dan udara).
Menurut Rustiadi et. al (2011), perwilayahan merupakan cara atau
metode klasifikasi. Klasifikasi digunakan untuk dua manfaat yaitu (1) sebagai alat
penyederhanaan fenomena dunia nyada dan (2) sebagai alat pendeskripsian.
Klasifikasi adalah alat yang ampuh untuk mendeskripsikan fenomena, termasuk
xix
di dalam menggambarkan hubungan anatara manusia dengan sumberdaya yang
dimanfaatkannya diatas permukaan bumi. Keragaman dan perbedaan
karakteristik sumberdaya serta perilaku dan cara manusia memanfaatkannya
diatas dunia dapat dijelaskan dan disederhanakan dengan pengklasifikasian
spasial. Klasifikasi spasial (perwilayahan) tidak lain merupakan alat untuk
mempermudah menjelaskan keragaman dan berbagai karakteristik fenomena
yang ada. Perbedaan klasifikasi spasial dan klasifikasi pada umunya adalah (1)
aspek spatial contiguity (kontiguitas spasial) dan (2) aspek spatial compactness.
Kontiguitas spasial memiliki pengertian bahwa tiap-tiap wilayah yang
didefinisikan satu sama lainnya cenderung bersifat bersebelahan secara kontinyu
sehingga secara agregat menjadi suatu kesatuan yang kontigus atau saling
mempengaruhi.
1. Konsep-konsep wilayah
a. Wilayah homogen
Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas (kesamaan)
dalam kelompok dan memaksimumkan perbedaan (kompleksitas, varians,
ragam) antar kelompok tanpa memperhatikan bentuk hubungan fungsional
(interaksi) antar wilayah-wilayahnya atau antar komponen – komponen di
dalamnya. Sumber kesamaan berupa kesamaan struktur produksi, konsumsi,
pekerjaan, topografi, iklim, perilaku, sosial, pandangan politik, tingkat pendapatan
dan lain-lainnya.
b. Wilayah nodal
Konsep wilayah nodal adalah salah satu wilayah fungsional/sistem yang
sederhana karena memandang suatu wilayah secara dikotomis (terbagi atas dua
bagian). Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah
diumpamakan sebagai suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. Inti
(pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan dan atau pemukiman, sedangkan
plasma adalah daerah belakang (periphery/hinterland), yang mempunyai sifat-
sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Konsep wilayah nodal lebih
berfokus pada peran pengendalian/pengaruh central atau pusat (node) serta
hubungan ketergantungan pusat (nucleus) dan elemen-elemen sekelilingnya
dibandingkan soal batas wilayah. Pusat wilayah berfunsi sebagai (1) tempat
terkonsentrasinya penduduk (pemukiman), (2) pusat pelayanan terhadap daerah
hinterland, (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian maupun industri dan
(4) lokasi pemusatan industri manufaktur (manufactory) yakni kegiatan
xx
mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilakn suatu output
tertentu. Hinterland berfungsi sebagai (1) pemasok (produsen) bahan-bahan
mentah dan atau bahan baku, (2) pemasok tenaga kerja melalui proses
urbanisasi dan commuting (menglaju), (3) daerah pemasaran barang dan jasa
industri manufaktur dan (4) penjaga keseimbangan ekologis. Hubungan
fungsional antara subwilayah hinterland dengan inti. Suatu wilayah yang luas
dapat mempunyai beberapa inti dengan hierarki (orde) tertentu. Sub wilayah inti
dengan hierarki yang lebih tinggi merupakan pusat bagi beberapa sub wilayah
inti dengan hierarki yang lebih rendah. Unit terkecil suatu wilayah nodal berpusat
pada satu sub wilayah inti dengan sub wilayah plasma disekelilingnya.
c. Wilayah perencanaan/pengelolaan khusus
Wilayah perencanaan/pengelolaan tidak selalu berwujud wilayah administratif
tapi berupa wolayah yang dibatasi derbadasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu
pada wilayah baik sifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa
sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan/pengelolaan.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang terbentuk denngan
matriks dasar kesatuan siklus hidroorologis (sirkulasi air), sehingga DAS sebagai
suatu wilayah berdasarkan konsep ekosistem perlu dikelola dan direncanakan
secara seksama. Adanya sistem perwilayahan komoditas diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi komoditas, karena
perwilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya memaksimalkan
“comparative advantage” setiap wilayah.
d. Wilayah administratif-politis
Wilayah administratif adalah wilayah perencanaan/pengelolaan yang memiliki
landasan yuridis-politis yang paling kuat. Konsep ini didasarkan pada suatu
kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya
dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau suatu sistem kelembagaan dengan
otonomi tertentu.wilayah yang dipilih tergantung dari jenis analisis dan tujuan
perencanaanya. Sering pula wilayah administratif ini disebut sebagai wilayah
otonomi yang artinya suatu wilayah yang mempunyai suatu otoritas melakukan
keputusan dan kebijaksanaan sendiri dalam pengelolaan sumberdaya-
sumberdaya didalamnya. Wilayah administratif merupakan wilayah yang dibatasi
atas dasar kenyataan bahwa wilayah tersebut berada dalam batas-batas
pengelolaan administrasi/tatanan politis tertentu.
xxi
2.7 Teori Sistem Lokasi Pusat (Central Place)
Menurut Aulia et al. (2009), teori central place pertama kali dikemukakan
oleh Christaller pada pertengahan tahun 1933 yang memodelkan perilaku ritel
secara spasial. Asumsi-asumsi yang dikemukakan antara lain :
- Suatu lokasi yang memiliki permukaan datar yang seragam
- Lokasi tersebut memiliki jumlah penduduk yang merata
- Lokasi tersebut mempunyai kesempatan transpor dan komunikasi yang
merata
- Jumlah penduduk yang ada membutuhkan barang dan jasa.
Sedangkan prinsip yang dikemukaan oleh Christaller (1933), adalah
sebagai berikut:
- Range (jarak) adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu
aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang. Misalnya
seseorang membeli baju di lokasi pasar tertentu, range adalah jarak antara
tempat tinggal orang tersebut dengan pasar lokasi tempat dia membeli baju.
Apabila jarak ke pasar lebih jauh dari kemampuan jangkauan penduduk yang
bersangkutan, maka penduduk cenderung akan mencari barang dan jasa ke
pasar lain yang lebih dekat.
- Threshold (ambang batas) adalah jumlah minimum penduduk atau konsumen
yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau
jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau
konsumen dalam ruang (spatial population ditribution)
Dari komponen range dan threshold lahir prinsip optimalisasi pasar
(market optimizing principle). Prinsip ini menyebutkan bahwa apabila memenuhi
asumsi diatas akan terbentuk wilayah tempat pusat (central place) pada wilayah
tersebut. Wilayah pusat menyajikan kebutuan barang dan jasa bagi penduduk
sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk
lingkaran bertemu dengan pusat lain yang memiliki range dan threshold tertentu
maka akan terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk daerah yang
bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pegi ke dua
pusat pasar tersebut. dalam kenyataannya, konsumen atau masyarakat tidak
selalu rasional dalam memilih barang atau komoditi yang diinginkan.
Keterbatasan sistem tempat pusat dari Christaller ini meliputi beberapa kendala
yakni:
- Jumlah penduduk
xxii
- Pola aksesibilitas
- Distribusi
Berdasarkan teori ini, terdapat dua hal mendasar yang menjadi
pertimbangan yaitu jarak dan ambang batas. Jarak adalah seberapa jauh
konsumen mau melakukan perjalanan untuk membeli barang sedangkan
ambang batas adalah permintaan minimum yang dibutuhkan bagi sebuah toko
agar dapat melangsungkan usahanya. Konsumen diasumsikan berada pada
tingkat pendapatan yang sama akan tersebar merata diseluruh wilayah sehingga
jarak adalah satu-satunya hambatan bagi konsumen dalam melakukan
perjalanan. Kombinasi antara jarak dan ambang batas akan menggambarkan
jangkauan pelayanan ritel. Bentuk jangkauan pelayanannya adalah heksagonal
sehingga model ini menggambarkan lokasi optimal bagi gerai ritel karena
mengkombinasikan antara jarak tempuh konsumen dengan skala ekonomi
optimal ritel.
Fenomena yang berkaoitan dengan sistem pusat-pusat kota yakni
hubungan antara rank-size yang dikembangkan oleh Zipfin (1949), dengan apa
yang disebut sebagai rank-size rule. Dengan mengurutkan ukuran penduduk dari
tertinggi hingga terendah dalam menata pusat-pusat kota maka akan didapatkan
urutan dari kota-kota yang benar-benar teratur dan kontinyu. Hubungan tersebut
secara formal dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :
Pr = (Pi/rQ)
Dimana:
r = rank/ urutan kota
Pr = populasi kota urutan ke-r
Pi = populasi kota terbesar
Q = pangkat bilangan yang nilainya mendekati l
Jika ukuran populasi di plotkan terhadap tiap pusat kota, hubungan
tersebut menunjukkan slope yang menurun dari lokasi pusat ke lokasi lain
dengan hierarki semakin rendah. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa
distribusi lokasi pusat secara hierarki dapat ditentukan berdasarkan kompleksitas
fungsional. Sementara itu keberlanjutan rank-size distribusi pusat-pusat kota
ditentukan berdasarkan ukuran populasi.
xxiii
tetapi tersebar diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda yang secara
keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (Harry, 1991).
Struktur dari hirarki pusat pelayanan pada dasarnya adalah suatu arahan
mengenai jenjang atau hirarki pusat pelayanan yang ditentukan berdasarkan
fungsi dan skala/ lingkup pelayanan yang dikembangkan pada masing-masing
pusat pelayanan. Pembentukan atau pengadaan pola pelayanan kota yang baik
dan efisien adalah mempertimbangkan pola pendistribusian pusat-pusat
pelayanan yang mencakuppenghirarkian dan mengatur penenmpatannya secara
ruang. Konsep pola pendistribusian pusat-pusat pelayanan adalah dengan
menempatkan pusat kota sebagai pusat pelayanan tertinggi, baik dilihat dari
kelengkapan fasilitas, daya layanan maupun skala pelayanannya. Disamping itu,
pusat kota berfungsi dan berperan melayani kebutuhan penduduk seluruh kota
atau bahkan dari daerah sekitarnya. Dibawah pusat kota adalah sub pusat kota
yang mempunyai hirarki yang lebih rendah dari pusat kota tetapi lebih tinggi dari
pusat lingkungan. Sub pusat ini mempunyai fungsi melayani kebutuhan
penduduk dari suatu bagian wilayah kota. Hirarki berikunya adalah pusat
lingkungan yang berfungsi melayani kebutuhan penduduk dari lingkungan kecil
dalam memeuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi, hirarki dari pusat-pusat pelayanan
tersebut adalah hirarki pertama pusat kota, hirarki kedua adalah sub pusat kota,
dan yang terakhir adalah pusat lingkungan (Sujarto, 1977).
Menurut Hartshorn (1980) dalam Setyawarman (2009), pola pergerakan
konsumen dipertimbangkan dalam penentuan lokasi pusat perbelanjaan. Pola
pergerakan konsumen menggambarkan pola perjalanan belanja. Pola
pergerakan konsumen diklasifikasikan sebagai berikut : (Hartshorn, 1980:350) :
a. Singgle purpose trip; perjalanan belanja yang diawali di satu titik dan
kembali pada titik yang sama. Rumah dijadikan titik awal dan pusat
belanja dijadikan titik yang dituju. Ini merupakan pola yang sering
dilakukan. Pertimbangan utama dalam pola ini adalah jarak, artinya pusat
belanja dengan jarak terdekatlah yang menjadi titik tujuan.
b. Multi purpose trip; perjalanan belanja dengan titik awal rumah, tetapi titik
yang dituju lebih dari satu (pusat belanja) dan keanekaragaman barang
yang dibeli lebih banyak dibandingkan dengan dengan pola singgle
purpose trip, demikian halnya dengan variabel jarak yang ditempuh relatif
lebih jauh.
xxiv
c. Combined purpose trip; perjalanan belanja sekaligus melakukan kegiatan
bepergian lain seperti perjalanan kerja, baik sebelum/sesudah kerja.
xxv
j. Environmental impacts
k. Zoning
l. Financial benefits to the commnunity
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah tentang Organisasi Spasial Sistem Produksi
Industri adalah sebagai berikut :
Walter Isard sebagai seorang pelopor ilmu wilayah yang mengkaji
ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi, dan budaya. Kajian ilmu-
xxvi
setempat adalah murni sehingga terdapat dua variabel, yaitu jarak dari
Terdapat dua tahap dalam metode kurva biaya ruang yakni memplotkan
isotim di setiap bagian supply atau titik pasar dan menjumlahkan biaya
pasar. Dua konsep penting menurut Smith yaitu yang pertama, kurva
yaitu bahan baku, tenaga kerja, biaya transportasi, dan lokasi pasar.
mungkin terjadi dengan banyak asumsi bukan didasarkan pada konisi riil
asumsi satu produsen dan asumsi Lebih dari Satu Produsen untuk
Sedangkan dalam kasus lebih dari satu produsen pada komuditas yang
xxvii
jaringan heksagonal wilayah pasar berukuran seragam. Serta “threshold”
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
xxviii
Rustiadi, E.,S. Saefulhakim, dan D. R. Panuju. 2009. Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Rustiadi, ernan., S. Saefulhakim dan D. R. Panuju. 2011. Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Santoso, E. B., E. U. Belinda dan U. Aulia. 2012. Diktat Analisis Lokasi Dan
Keruangan (Rp09-1209). Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Setyawarman, Adityo. 2009. Pola Sebaran dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Retail Modern. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Sujarto, D. 1977. Distribusi Fasilitas dalam Perencanaan Fisik, Lembaga
Penelitian Planologi Departemen Planologi ITB.
Suryani, Y. 2015. Teori Lokasi Dalam Penentuan Pembangunan Lokasi Pasar
Tradisional (Telaah Studi Literatur). Seminar Nasional Ekonomi
Manajemen Dan Akuntansi (Snema) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Padang.
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2008. Ekonomi Pembangunan (Jilid 1). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
xxix