Anda di halaman 1dari 9

i-ISSN: 2597-4033

Vol. 3, No. 5, Oktober 2019

KARAKTERISTIK MIKROSKOPIS GRANIT TANJUNG BINGA,


KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG, KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
Hanifah N. Zakkiya1, Mega F. Rosana1 , Ahmad Subagdja1 , Kurnia A. Fachrudin1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
e-mail : zakihani11@gmail.com

ABSTRAK
Daerah penelitian terletak pada daerah Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Batuan tersusun
atas granit yang merupakan pluton terbesar di Pulau Belitung. Granit merupakan batuan beku asam bertekstur
kasar. Penentuan variasi granit Tanjung Binga dibutuhkan untuk mengetahui persebaran setiap jenisnya.
Penelitian dilakukan dengan analisis megaskopis dan mikroskopis. Secara megaskopis batuan terdiri atas satu
jenis batuan yaitu granitik. Secara mikroskopis daerah penelitian terdiri atas 4 jenis batuan yaitu monzogranit,
sienogranit, sienit, dan sienit kuarsa. Monzogranit umumnya tersebar sepanjang pantai daerah penelitian,
sienogranit tersebar pada bagian tengah daerah penelitian, sementara sienit kuarsa dan sienit berada pada bagian
selatan daerah.

Kata kunci : Granit, Variasi, Mikroskopis

ABSTRACT
The research area is located in the Tanjung Binga area, Sijuk District, Belitung Regency. The rock composed of
granite which is the largest pluton on Belitung Island. Granite is a faneritic textured of acid igneous rock.
Determination of Tanjung Binga granite variations is needed to find out the distributed of each type. The study
was carried out by megascopic and microscopic analysis. In megascopically rocks consist of granitic rock.
Microscopically the study area consisted of 4 types of rocks, namely monzogranite, sienogranite, sienite, and
quartz sienite. Monzogranites are generally distributed along the coast of the study area, sienogranites are
scattered in the central part of the study area, while quartz sienite are in the southern part of the area.

Keywords : Granite, Variations, Mikroscopic

1. PENDAHULUAN
Pulau Belitung merupakan bagian dari - 2° 36' 58" LS) dengan batuan penyusun
sabuk timah granitoid Asia Tenggara yang utamanya adalah granit. Granit pada daerah
memanjang dari utara hingga selatan melawati penelitian termasuk pada granit jalur utama
Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, dan atau main range province dicirikan dengan
Indonesia. Menurut Schwartz et al (1995), granit tipe S. Berdasarkan hasil pentarikan
secara umum granitoid jalur timah Asia umur radiometri K-Ar, granit tersebut
Tenggara di Pulau Belitung terbagi menjadi memiliki umur berkisar antara 208-245 juta
dua yaitu granitoid jalur utama (Main Range tahun lalu atau Trias (Priem, 1975). Menurut
Province) dan granitoid jalur timur (Eastern Baharudin dan Sidharto (1995) granit pada
Province). Granit merupakan bagian dari Belitung bagian barat merupakan pluton
kelompok batuan granitoid dan termasuk terbesar di Pulau Belitung. Kehadiran granit
batuan beku asam dengan karakteristik sebagai pluton terbesar sangat memungkinkan
tersusun atas kristal dengan ukuran kasar dan perbedaan karakteristik di setiap daerahnya.
granularitas faneritik-porfiritik. Perbedaan karakteristik tersebut dapat berupa
Daerah penelitian terletak di bagian barat variasi tekstur, struktur, maupun komposisi
Pulau Belitung tepatnya pada daerah Tanjung mineral pada granit. Dari variasi tersebut dapat
Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung memberikan penamaan batuan yang berbeda,
(107° 37' 34” - 107° 40' 58"BT dan 2° 33' 12” berdasarkan klasifikasi Streckeisen (1976)
Untuk menentukan perbedaan variasi petrografi sehingga dapat ditentukan penamaan
dibutuhkan identifikasi melalui analisis granit yang berbeda. Dengan mengetahui

380
Padjadjaran Geoscience Jornal. Vol. 3, No. 5, Oktober 2019: 380-388

variasi granit pada daerah penelitian, dapat bersamaan dengan terendapnya sedimen laut
menentukan persebaran setiap jenisnya. yang merupakan Formasi Kalapakampit.
Subduksi masih berlanjut meninggalkan
2. GEOLOGI REGIONAL magma yang telah terdiferensiasi menjadi lebih
asam dan kemudian membentuk Adamelit
Metcalfe (2011) memasukkan pulau Baginda.
Belitung sebagai bagian dari blok Indocina- Subduksi terhenti dengan terjadinya
Malaya Timur yang berasal dari bagian timur collision antara blok Sibumasu dengan blok
laut Gondwana. Pada Silur Akhir blok Malaya Timur pada Trias yang menghasilkan
Indocina bersama dengan Cina Selatan, Tarim,
magma asam hasil dari lelehan batuan
dan Cina Utara terpisah dari Gondwana, rifting
metasedimen. Magma hasil collision tersebut
tersebut memicu terbentuknya laut Paleothetys
pada Devon Awal-Tengah yang dibuktikan membentuk granit dengan tipe S Formasi
dengan keberadaan endapan rijang radiolarian Granit Tanjungpandan.
laut dalam pada zona sutur. Pada Karbon Pada Kapur-Tersier, terjadi rifting antara
Awal, blok Cina Selatan dan Indocina– Malaya Sibumasu dan Blok Malaya Timur. Magma
Timur teramalgamasi sepanjang membentuk hasil dari pelelehan material kontinental yang
blok yang dinamakan Daratan Cathaysia mengandung logam menghasilkan
(Cathaysialand) yang ditandai dengan pembentukan Granitoid Burungmandi dan
kemiripan fauna pada zaman tersebut (Laveine Batubesi Diorit Kuarsa
dkk., 1999 dalam Metcalfe, 2011).
Menurut Baharudin dan Sidarto (1995) 3. METODE
magmatisme pertama terjadi akibat adanya
subduksi antara blok Paleothetys dan Indocina Sebanyak 12 sampel granit dilakukan
pada Perm Akhir yang menghasilkan magma identifikasi untuk mengetahui karakteristik
basa hasil dari partial melting. Subduksi ini secara megaskopis dan mikroskopis (Gambar
membentuk gunungapi aktif yang 1).
menghasilkan lava dan breksi vulkanik. Hasil
letusan tersebut merupakan bagian dari
Formasi Siantu. Proses subduksi ini terjadi

Gambar 1. Peta Lokasi sampel analisis petrografi pada daerah penelitian


381
Karakteristik mikroskopis granit Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Kepulauan
Bangka Belitung (Hanifah N. Zakkiya)

Penamaan batuan secara megaskopis mengalami oksidasi. Penamaan batuan


berdasarkan klasifikasi (Shand, 1943) dan berdasarkan indeks warna dan komposisi
klasifikasi (Streckeisen, 1976) untuk mineral penyusun, batuan termasuk ke dalam
penamaan secara mikroskopis. Metode yang batuan beku granitik (Shand, 1943). Struktur
digunakan dalam penelitian ini adalah metode masif pada granit menunjukan bahwa
analisis megaskopis dan analisis mikroskopis. pembekuan granit terjadi secara intrusif
dengan waktu yang lambat sehingga
Analisis mkroskopis dilakukan di
menghasilkan struktur masif dan kristal yang
Laboratorium Petrologi dan Mineralogi
relatif kasar.
Universitas Padjajaran.
4.2 Karakteristik Mikroskopis
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis petrografi, 12
4.1 Karakteristik Megaskopis sampel granit dikelompokan sebagai berikut ;
4 sampel monzogranit, 4 sampel sienogranit, 3
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, sampel sienit kuarsa, dan 1 sampel sienit
secara megaskopis granitik memiliki warna (Tabel 1). Persebaran kelompok batuan tidak
segar yaitu putih keabuan dan warna lapuk merata pada daerah penelitian. Persebaran
hitam kecoklatan. Granitik memiliki mineral monzogranit umumnya tersebar sepanjang
mafik <30%, dengan indeks warna leukoratik, pantai daerah penelitian, sienogranit tersebar
granularitas granitik secara umum faneritik, pada bagian tengah daerah penelitian,
dengan ukuran kristal agak sedang-sangat sementara sienit kuarsa dan sienit berada pada
kasar, keseragaman ukuran kristal bagian selatan daerah. Penamaan batuan secara
inequigranular, struktur masif. Komposisi mikroskopis berdasarkan klasifikasi
granitik secara megaskopis tersusun atas Streckeisen (1976). Untuk mengetahui
kuarsa 15-30%, plagioklas 10-30%, K-feldspar paragenesa mineral ditentukan berdasarkan
35-60%, dan biotit 5-27%. Megakristal K- tekstur hubungan antar mineral.
feldspar ditemukan pada setiap batuan, dengan
ukuran 2-7 cm. Sebagian besar batuan telah

Tabel 1. Hasil analisis petrografi sampel batuan pada daerah Tanjung Binga.
Komposisi mineral utama
TEKSTUR
(%) Komposisi
Nama Batuan
Sampel Kasar- mineral
Sedang- (Streckeisen,1976)
sangat Granularitas Q A P B Px aksesori
kasar
kasar
HN12 ● Faneritik 20 65 10 5 0 zirkon sienogranit
HN3 ● Faneritik 35 50 12 3 0 zirkon sienogranit

HN1 ● Faneritik 10 72 15 3 0 zirkon Sienit kuarsa

HN5 ● Faneritik 25 47 15 13 0 apatit sienogranit


Zirkon
HN2 ● Faneritik 3 74 8 15 0 sienit
apatit
3ST1A ● Faneritik 30 35 34 1 0 - monzogranit
10ST2 ● Faneritik 25 48 25 2 0 apatit monzogranit
3ST8 ● Faneritik 25 45 27 3 0 - monzogranit

3ST11 ● Faneritik 20 60 10 10 0 - sienogranit

Sfen
3ST17 ● Faneritik 25 35 25 15 0 monzogranit
apatit
Sfen
5ST5 ● Faneritik 3 52 15 30 5 Sienit kuarsa
apatit

382
Padjadjaran Geoscience Jornal. Vol. 3, No. 5, Oktober 2019: 380-388

CH3 ● Faneritik 7 55 15 23 2 - Sienit kuarsa


Secara mikroskopis monzogranit dan sfen sebagai inklusi pada biotit dan K-
memiliki karakteristik bertekstur faneritik, feldspar.
holokristalin, ukuran kristal sedang-kasar, Secara umum pembentukan mineral
inequigranular, bentuk mineral hipidiomorf, primer pada monzogranit berturut-turut adalah
umumnya memiliki tekstur pertit dan grafik, K-feldspar, biotit, plagioklas dan kuarsa
komposisi mineral utama terdiri atas (Tabel 2). Mineral K-feldspar memiliki waktu
plagioklas 25-34%, K-feldspar 35-48%, kuarsa pembentukan yang panjang dikarenakan
20-30%, dan biotit 1-15% (Gambar 2). sebagian besar bentuk kristal K-feldspar
Sebagian mineral pada batuan tersebut telah berupa megakristal, selanjutnya K-feldspar
terubah dengan intensitas lemah (Morrison, terbentuk bersamaan dengan plagioklas dan
1997), selectively pervasive (Corbett & Leach, kuarsa dibuktikan dengan tekstur pertit dan
1997) antara lain K-feldspar dan plagioklas grafik. Mineral sekunder hadir setelah
yang terubah menjadi serisit dan biotit menjadi terbentuknya mineral primer. Kehadiran
klorit. Hasil analisis petrografi didapatkan mineral sekunder mengubah mineral primer
jenis plagioklas pada batuan monzogranit sebagian atau seluruhnya. Mineral aksesoris
secara umum adalah albit (An8-10). Pada pada batuan ini terbentuk pada awal
beberapa sampel batuan ini, ditemukan pembentukan sebagai inklusi pada mineral
mineral aksesori berupa mineral zirkon, apatit, primer.

Gambar 2. Foto mikroskopis monzogranit pada stasiun 3ST8. Foto PPL (kiri) XPL (kanan)
(perbesaran 40x).

383
Karakteristik mikroskopis granit Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Kepulauan
Bangka Belitung (Hanifah N. Zakkiya)

Tabel 2. Paragenesa mineral Monzogranit secara umum

zirkon

Sienogranit memiliki karakteristik ditemukan mineral aksesori seperti zirkon dan


bertekstur faneritik, holokristalin, ukuran apatit sebagai inklusi pada biotit.
kristal sedang-kasar, inequigranular, bentuk Secara umum pembentukan mineral
mineral hipidiomorf berupa megakristal dan primer pada sienogranit berturut-turut adalah
polikristal, umumnya memiliki tekstur pertit plagioklas, biotit, K-feldspar, dan kuarsa
dan grafik, komposisi mineral terdiri dari (Tabel 3). Mineral K-feldspar memiliki waktu
mineral plagioklas 10-20%, k – feldspar 47- pembentukan yang panjang dikarenakan
65%, kuarsa 20-35%, dan biotit 3-20%. % sebagian besar bentuk kristal K-feldspar
(Gambar 3) Sebagian mineral pada batuan berupa megakristal, selanjutnya K-feldspar
tersebut telah terubah dengan intensitas lemah terbentuk bersamaan dengan plagioklas dan
(Morrison, 1997) selectively pervasive kuarsa dibuktikan dengan tekstur pertit dan
(Corbett & Leach, 1997) antara lain K-feldspar grafik. Mineral sekunder hadir setelah
terubah menjadi serisit dan biotit menjadi terbentuknya mineral primer. Kehadiran
klorit. Beberapa bagian pada batuan tersebut mineral sekunder mengubah mineral primer
sudah mengalami oksidasi. Hasil analisis sebagian atau seluruhnya. Mineral aksesoris
petrografi didapatkan jenis plagioklas pada pada batuan ini terbentuk pada awal
batuan sienogranit secara umum adalah Albit pembentukan sebagai inklusi pada mineral
(An8-10). Pada beberapa sampel batuan ini, primer.

Gambar 3. Foto mikroskopis syenogranit pada stasiun HN12. Foto PPL (kiri) XPL
(kanan)(perbesaran 40x). Menunjukan tekstur pertit pada K-feldspar.

384
Padjadjaran Geoscience Jornal. Vol. 3, No. 5, Oktober 2019: 380-388

Tabel 3. Paragenesa Mineral Sienogranit secara umum

Sienit memiliki karakteristik Secara umum pembentukan mineral


bertekstur faneritik, holokristalin, ukuran primer pada sienit berturut-turut adalah K-
kristal kasar, inequigranular, bentuk mineral feldspar, biotit, plagioklas dan kuarsa (Tabel
hipidiomorf, terdapat tekstur pertit, komposisi 4). Mineral K-feldspar memiliki waktu
mineral utama terdiri atas K–feldspar 78%, pembentukan yang panjang dikarenakan
plagioklas 8%, kuarsa 2%, dan biotit 15% sebagian besar bentuk kristal K-feldspar
(Gambar 4). Sebagian mineral pada batuan berupa megakristal, selanjutnya K-feldspar
tersebut telah terubah dengan intensitas lemah terbentuk bersamaan dengan plagioklas
(Morrison, 1997) selectively pervasive dibuktikan dengan tekstur pertit. Mineral
(Corbett & Leach, 1997) antara lain biotit sekunder hadir setelah terbentuknya mineral
terubah menjadi klorit. Hasil analisis primer. Kehadiran mineral sekunder
petrografi didapatkan jenis plagioklas pada mengubah mineral primer sebagian atau
batuan sienit adalah albit (An10). Pada sampel seluruhnya. Mineral aksesoris pada batuan ini
batuan tersebut, ditemukan mineral aksesoris terbentuk pada awal pembentukan sebagai
seperti zirkon dan apatit sebagai inklusi pada inklusi pada mineral primer.
biotit. Batuan ini memiliki tesktur pertit pada
megakristal K-feldspar (Gambar 4).

Gambar 4. Foto mikroskopis sienit pada stasiun HN2. Foto PPL (kiri) XPL (kanan) (perbesaran
40x).

385
Karakteristik mikroskopis granit Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Kepulauan
Bangka Belitung (Hanifah N. Zakkiya)

Tabel 4. Paragenesa Mineral Sienit

Sienit kuarsa secara umum memiliki ditemukan mineral aksesoris sfen, zirkon, dan
karakteristik bertekstur faneritik, holokristalin, apatit sebagai inklusi pada biotit dan K-
ukuran kristal kasar, equigranular, bentuk feldspar.
mineral panidiomorf hingga hipidiomorf, Secara umum pembentukan mineral
komposisi mineral utama atas K-feldspar 52- primer pada sienit kuarsa berturut-turut adalah
72%, kuarsa 3-10%, biotit 3-25%, plagioklas piroksen, biotit, K-feldspar, plagioklas dan
10-15%, dan piroksen 2-5% (Gambar 5). Hasil kuarsa (Tabel 5). Mineral K-feldspar memiliki
analisis petrografi didapatkan jenis plagioklas waktu pembentukan yang panjang dikarenakan
pada batuan tersebut adalah albit (An10) dan sebagian besar bentuk kristal K-feldspar
hanya terdapat 1 sampel yang menunjukan berupa megakristal, selanjutnya K-feldspar
jenis plagioklas oligaklas (An14) yaitu sampel terbentuk bersamaan dengan plagioklas dan
CH3.Pada sayatan batuan yang diamati, batuan kuarsa dibuktikan dengan tekstur pertit.
memiliki tekstur pertit. Beberapa bagian pada Mineral sekunder hadir setelah terbentuknya
batuan ini sudah mengalami oksidasi. mineral primer. Kehadiran mineral sekunder
Sebagian mineral pada batuan tersebut telah mengubah mineral primer sebagian atau
terubah dengan intensitas lemah (Morrison, seluruhnya. Mineral aksesoris pada batuan ini
1997) selectively pervasive (Corbett & Leach, terbentuk pada awal pembentukan sebagai
1997) antara lain K-feldspar dan plagioklas inklusi pada mineral primer.
terubah menjadi serisit dan biotit menjadi
klorit. Pada sampel batuan tersebut,

Gambar 5. Foto mikroskopis sienit kuarsa pada stasiun CH3. Foto PPL (kiri) XPL
(kanan) (perbesaran 40x). Menunjukan megakristal K-feldspar

386
Padjadjaran Geoscience Jornal. Vol. 3, No. 5, Oktober 2019: 380-388

Tabel 5. Paragenesa Mineral Sienit Kuarsa secara umum

Secara umum terdapat 2 tekstur pada pelapukan ataupun terkontaminasi dengan


batuan yaitu tekstur pertit dan tekstur grafik. cairan yang lebih asam.
Tekstur pertit menunjukan bahwa adanya Persebaran jenis batuan yang tidak
integrowth antara feldspar potasic dan merata menunjukan adanya perbedaan
feldspar sodic (albit atau oligoklas). Hal komposisi pada magma. Hal tersebut dapat
tersebut dapat diakibatkan oleh proses eksolusi diakibatkan karena adanya fraksinasi kristal
(Moorhouse, 1959, p. 49; Hyndman, 1985, p. ataupun difusi ion pada magma dalam proses
88). Tekstur grafik menunjukan adanya pembekuanya. Berdasarkan hasil analisis,
intergrowth antara alkali feldspar dengan persebaran jenis batuan menunjukan semakin
kuarsa, dapat diakibatkan karena replacement, ke utara magma relatif semakin asam dengan
atau kristaliasi secara simultan pada titik peningkatan mineral kuarsa dan perubahan
eutectic (Turner and Verhoogen, 1960). jenis plagioklas.
Megakristal K-feldspar pada batuan
terbentuk karena mineral K-feldspar membeku
lebih awal dibandingkan dengan mineral lain
sehingga memiliki waktu yang lebih lama 5. KESIMPULAN
untuk membentuk kristal.
Variasi granit Tanjung Binga
Perebedaan kandungan biotit
berdasarkan hasil analisis petrografi dibedakan
menunjukan adanya pengayaan ataupun
menjadi 4 yaitu; monzogranit, sienogranit,
pengurangan hydrous pada magma saat
sienit, dan sienit kuarsa. Persebaran variasi
pembekuan berlangsung. Jenis plagioklas
tersebut tidak merata antara lain ; monzogranit
batuan pada daerah penelitian umumnya albit-
umumnya tersebar sepanjang pantai daerah
oligoklas. Oligoklas hadir pada sienit dan
penelitian, sienogranit tersebar pada bagian
sienit kuarsa. Sementara albit hadir pada
tengah daerah penelitian, sementara sienit
monzogranit dan sienogranit. Jenis plagioklas
kuarsa dan sienit berada pada bagian selatan
yang berbeda pada grainit dan sienit
daerah.
menunjukan bahwa granit memiliki kandungan
lebih asam dibandingkan dengan sienit. UCAPAN TERIMAKASIH
Kehadiran mineral sekunder berupa Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah
klorit dan serisit pada beberapa sampel batuan SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, serta
menunjukan masuknya air pada magma, tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih
ditunjukan dengan bertambahnya gugus H2O yang sebesar besarnya kepada Fakultas Teknik
pada mineral ubahannya. Kehadiran mineral Geologi Universitas Padjajaran yang telah
oksida pada batuan menunjukan bertambahnya menjadi tempat saya berkembang menjadi lebih
gugus O pada batuan. Hal tersebut dapat baik.
terjadi akibat faktor eksternal seperti

387
Karakteristik mikroskopis granit Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, Kepulauan
Bangka Belitung (Hanifah N. Zakkiya)

DAFTAR PUSTAKA Metcalfe, I. 2011. Paleozoic–Mesozoic history


of SE Asia. University of New England
Baharuddin dan Sidarto. 1995. Peta Geologi Moorhouse, W. W., 1959, The Study of Rocks
Lembar Belitung, Sumatera, Skala in Thin Sections: Harper and Row
1:250.000: Pusat Penelitian dan Publishers, New York, 514 p.
Pengembangan Geologi, Bandung, Morrison, Kingston. 1995, Important
Indonesia Hydrothermal Minerals and Their
Bea, F., 1996. Controls on the trace element Significance, 6th ed.. Geothermal and
composition of crustal melts. Trans. Mineral Services Divison, Kingston
Royal Soc. Edinburgh-Earth Sci. 87:33- Morrison Limited.
41. Priem, et al. 1975. Isotope Geochronology in
Corbett, G. J.and Leach, T. M., 1997, The Indonesian Tin Belt. Geol.
Southwest Pacific Rim Gold-Copper Mijnbouw, 54: 61-7
Systems: Structure, Alteration, and Schwartz, et al. 1995. The Southeast Asian Tin
Mineralization. Short Course Manual. Belt. Earth-Science Reviews 38 (1995)
Hyndman, D. W., 1985, Petrology of Igneous 95-293
and Metamorphic Rocks: McGraw- Hill Shand, S. J. 1943. Eruptive Rocks. Their
Book Company, New York, 786 p. Genesis. Composition, and Their
Laveine, et al. 1999. The Carboniferous floras Relations to Ore-deposits. John Wiley.
of Southeast Asia: Implications for The New York. 444 pp.
Relationships and Timing of Accretion of Streckeisen, A., 1976. To Each Plutonic Rock
Some Southeast Asian Blocks. In: Its Proper Name. Earth Sci. Rev. 12, 1-33
Metcalfe, I. (ed.) Gondwana Dispersion Turner, F. G., and Verhoogen, J., 1960,
and Asian Accretion. Final Results Igneous and Metamorphic Petrology:
Volume for IGCP Project 321. A.A. McGraw-Hill Publishing Company, New
Balkema, Rotterdam, 229–246. York, 694 p.

388

Anda mungkin juga menyukai