Kelompok GADAR 1 BHD
Kelompok GADAR 1 BHD
Disusun Oleh :
1. Agnes Sri Wahyuni (18012301)
2. Bayu Perwira P (18012308)
3. Dilla Fifa M (18012313)
4. Finna Febrianti F (18012318)
5. Istiqomah Kurniawati (18012323)
6. Meri Mardiana (18012328)
7. Ninik Lestari (18012333)
8. Hesti Feronika (18012339)
9. Selfita Mailani (18012344)
10. Yulita Sofiatun (18012349)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Keperawatan Gawat
Darurat Konsep Dan Prinsip Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar” dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semogamakalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentukmaupun isi makalah ini. Sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang, oleh karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
pen
ulis
ii
iii
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Bantun Hidup Dasar (BHD).....................................................3
B. Tujuan Bantuan Hidup Dasar (BHD).....................................................4
C. Indikasi Bantuan Hidup Dasar (BHD)...................................................4
D. Langkah-Langkah BLS (Basic Life Support)........................................5
E. Survey Primer........................................................................................13
F. Melakukan BHD 1 Dan 2 Penolong......................................................21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................24
B. Saran......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ?
2. Apa Saja Tujuan Dari BHD?
3. Apa Saja Indikasi Dari (BHD)?
4. Apa Saja langkah-langkah Basic Life Support (BLS).
5. Bagaimana Survey Primer BHD ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan BHD 1 Dan 2
1
C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui dan memahami serta mampu melaksanakan Bantuan
Hidup Dasar (BHD).
2. Tujuan Khusus:
a Untuk Mengetahui Definisi Bantuan Hidup Dasar (BHD).
b Untuk Mengetahui Tujuan Dari Bantuan Hidup Dasar (BHD).
c Untuk Mengetahui Indikasi Dari Bantuan Hidup Dasar (BHD).
d Memahami langkah-langkah Basic Life Support (BLS).
e Untuk Mengetahui Survey Primer BHD
f Untuk Mengetahui Penatalaksanaan BHD 1 Dan 2.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Bantuan hidup dasar pada anak atau sering disebut Pediatric Basic Life
Support (BLS) merupakan hal yang penting untuk kelangsungan dan
kualitas hidup anak. Pediatric Chain Survival berdasarkan American Heart
Association tahun 2010 meliputi tindakan preventif, resusitasi jantung paru
(RJP) segera dengan mengutamakan pijat jantung (teknik C-A-B atau
Circulation-Airway-Breathing), mengaktifkan akses emergensi atau
emergency medical system (EMS), bantuan hidup lanjut, serta melakukan
perawatan pasca henti jantung.
1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi sistem pelayanan gawat
darurat terpadu (SPGDT)
3
2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat
3. Melakukan kejut jantung secara dini
4. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif
5. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi
4
e Overdosis obat-obatan
f Tersengat listrik
g Infark miokard
h Tersambar petir
i Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah
untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah
ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan
bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup
dan mencegah henti jantung.
2. Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan
organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu
(tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung :
a cardiac : penyakit jantung koroner, aritmia, kelainan kutup
jantung, tamponade jantung, pecahnya aorta.
b Extra-Cardiac : sumbatan jalan nafas, gagal napas, ganguan
elektrolit, syok. Overdosis obat, keracunan.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
medik yang bertujuan :
a Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
b Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi
dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas
melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap :
1) Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh
setiap orang.
2) Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan
merupakan lanjutan dari survei primer.
5
Sebelum menguasai teknik bantuan hidup dasar, ketahui dulu konsep dan
urutannya sebagai berikut:D-R-C-C-A-B (Danger-Response-Call-
Circulation-Airway- Breathing).
Dahulu urutannya ABC. Sekarang berubah menjadi CAB
menurut American Heart Association tahun 2010. Maksudnya banyak ahli
memakai prinsip CAB (Circulation, Airways dan Breathing).
Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB) dapat dilakukan sebagai berikut,
yaitu (Kleinman et al., 2015):
a. Memeriksa keadaan pasien, respons pasien, termasuk mengkaji
ada / tidak adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen
and Feel
b. Melakukan panggilan darurat.
c. Circulation :
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi
maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi
jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan
melakukan kompresi dada. Untuk penolong non petugas kesehatan
tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit
dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian
tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada
di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada
waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.
Posisi tangan.
Petugas berlutut
jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban
jika korban berada di tempat tidur Chest compression Kompresi
dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18
detik) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100
kompresi/menit. Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2
inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari
diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan
untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
6
d. Airway.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya
dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong
dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut
sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan
mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera
tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust
yaitu dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang
Bawah berada lebih ke depan daripada deretan gigi Rahang Atas.
e. Breathing.
Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan
tidak lebih dari 1 untuk menghindari hiper ventilasi. Perhatikan
kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk
adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai
berikut :
1) Pastikan hidung korban terpencet rapat
2) Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
3) Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
4) Berikan satu ventilasi tiap satu detik
5) Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua
selama satu detik.
Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui
mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung
korban. Untuk pemberian melalui bag mask pastikan
menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat
memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600
ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan
dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10
nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan
pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6
detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut
7
nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan
kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance
airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100
kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
f. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien
bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi,
petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik,
kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau
pemasangan advance airway.
g. Alat defibrilasi otomatis.
Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat
tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan
yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut
atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan
lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun
jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit
dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga
petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau
korban mulai bergerak.
E. Survei Primer
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi
serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan
survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
1. airway (jalan napas)
2. breathing (bantuan napas)
3. circulation (bantuan sirkulasi)
4. defibrilation (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan
prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :
a Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
b Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
8
pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang
berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! /
Mbak !!!
1. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!”
untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
2. Memperbaiki posisi korban / pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus
dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan
keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap,
ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.Ingat ! penolong harus
membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan
bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang,
korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
3. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakan lutut.
a A (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan tindakan :
9
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah
yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh
benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk
yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross
Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk pada mulut korban.
10
b B ( BREATHING) Bantuan napas
Terdiri dari 2 tahap :
1) Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada,
mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas
korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan
telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini
dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
a) Mulut ke mulut
11
Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut,
penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu
dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya
mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran
saat menghembuskan napas dan juga penolong harus
menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari
dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada
kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10
ml/kg).
b) Mulut ke hidung
c) Mulut ke Stoma
12
c C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
13
b) Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur
kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut
merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong
dalam memberikan bantuan sirkulasi.
menyilang.
14
dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada)
tidak boleh melebihi 30 detik.
d D (DEFRIBILATION)
15
Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik
BHD yang dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan
koordinasi. BHD 1 penolong pada orang awam lebih efektif
mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi
konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah. BHD 1 penolong
dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
1. Penilaian korban.
3. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau
tidak pernapasan korban / pasien. Jika korban / pasien dewasa tidak sadar
dengan napas spontan, serta tidak adanya trauma leher (trauma tulang
belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position),
dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka.
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan
bantuan napas. Di Amerika Serikat dan dinegara lainnya dilakukan
bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New
Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan,
dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau
ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
16
c Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan
pernapasan.
4. Sirkulasi (CIRCULATION)
Jika ada tanda–tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan
kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau tidak
ada pernapasan). Jika tidak ada tanda–tanda sirkulasi, denyut nadi tidak
ada lakukan kompresi dada :
d Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai
kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit.
5. Penilaian Ulang
b Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi
mantap. Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan
napas sebanyak 8-10 kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
17
Airway Prioritas Pertama Pembunuh yang tercepat pada penderita
trauma adalah ketidakmampuan untuk mengantarkan darah yang
teroksigenisasi ke otak dan struktur vital lainnya. Pencegahan hipoksemia
memerlukan airway yang terlindungi, terbuka dan ventilasi yang cukup
merupakan prioritas yang harus didahulukan dibanding yang lainnya.
Bagaimana mungkin dapat memenuhi kebutuhan oksigen apabila jalan
napasnya tersumbat, apalagi jika mengalami sumbatan total. Semua
penderita trauma memerlukan oksigen. Oleh karena itu setiap gangguan
pada airway harus segera ditangani.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami menyarankan agar siapapun yang membaca ini apabila
mengetahui adanya korban yang memerlukan Bantuan Hidup Dasar untuk
segera ditolong dengan cepat agar nyawanya bisa tertolong dengan cepat.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
20