Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM IMUNITAS. HUMAN

IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME

(HIV/AIDS) DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HYPOVOLEMIA

Oleh :

MOCH DIKI HAMBALI

NIM : 0101018048

AKADEMI KEPERAWATAN BHAKTI HUSADA CIKARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan

hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul“asuhan

keperawatan gangguan sistem imunitas HIV/AIDS dengan masalah keperawatan

hypovolemia”. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis menemukan berbagai

hambatan namun berkat adanya bimbingan, pengarahan, bantuan dan Do’a, Pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Ns. Temmy Lanovia Anggraeni M. Kep selaku Direktur Akper Bhakti Husada Cikarang.

2. Ibu Ns. Sisca Pri Andini, S.Pd, M.kep, selaku Pembimbing proposal penelitian dari Akper

Bhakti Husada Cikarang.

3. Bapak H. Fathkurozi M.Pd selaku koodinator perpustakaan Akper Bhakti Husada

Cikarang yang turut membantu dalam peminjaman buku.

4. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dorongan baik materil, moril

maupun spiritual.

Proposal penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan mata ajar penelitian terapan di Akademi Keperawatan Bhakti Husada Cikarang.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal penelitian ini belum sempurna, untuk itu penulis

akan menerima segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga proposal

penelitian ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Cikarang,14 November 2020

penulis
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), yang merupakan salah satu

penyakit yang paling dikenal dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus

(HIV), ditandai oleh kegagalan progresif sistem imun.Walaupun ditandai dengan

kehancuran imunitas termediasi-sel (sel-T) secara bertahap, AIDS juga menyerang

imunitas humoral dan autoimunitas karena adanya peran pusat dari limfosit CD4+ T

dalam reaksi imun. Immunodeficiency menyebabkan pasien suseptibel terhadap

infeksi oportinistik, kanker yang tidak lazim, dan keabnormalan lain yang menandai

AIDS (Masriadi, S. S, 2014).

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai

kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh

akibat infeksi oleh virus HIV, dan merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Virus HIV

berdiameter 100nm. Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu

spectrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi

primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium lanjut.

Untuk dapat lebih mempersiapkan diri kita dalam menangkal dan memperkuat

ketahanan keluarga sebagai perisai utama kita, sebaiknya kita memahami perjalanan

sejarah penyakit ini (Nurarif. A. H, 2015)

Saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota diseluruh provinsi

di Indonesia. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus HIV/AIDS

terbanyak ke Empat di Indonesia. Di tahun 2010, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai


4

3.710 dan sampai dengan September 2011 terdapat 6.297 kasus. Di tahun 2015

jumlah kasus hiv di Indonesia dilaporkan sebanyak 24.791 dan jumlah kasus AIDS

3.127 (Kemenkes RI Ditjen PP dan PL, 2015). Pada tahun 2015, 36,7 juta orang hidup

dengan HIV di dunia (UNAIDS, 2016).

HIV menyerang sistem imun dengan menyerbu dan menghancurkan jenis sel

darah putih tertentu, yang sering disebut dalam berbagai nama seperti sel T pembantu

(helper T cell), sel T4 atau sel CD4. Sistem imun melindungi tubuh dengan mengenali

bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika

sistem imun melemah atau rusak oleh virus seperti HIV, tubuh akan lebih mudah

terkena infeksi oportunistik (Nursalam, dkk, 2018).

Disfungsi sistem imun dan akibat klinis yang ditimbulkan oleh infeksi HIV,

Supresi imun diduga akan meningkatkan resiko terjadinya diare berkepanjangan atau

persisten. Pada satu penderita dapat mengalami beberapa penyakit penyerta secara

bersamaan. Diare persisten merupakan bentuk diare yang paling banyak (19/32 atau

59%) dibandingkan diare berkepanjangan atau diare akut. Gangguan sistem

pencernaan, terjadinya peristaltik usus akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, dan mengeluarkan cairan yang

berlebihan menyebabkan bibir kering, turgor kulit tidak elastis akan menjadi masalah

kekurangan cairan atau hypovolemia.

Hypovolemia merupakan masalah yang serius jika tidak ada penanganan

khusus. Dampak yang timbul dari masalah hypovolemia akan mengakibatkan syok,

gagal ginjal yang berhubungan dengan kekurangan volume, penurunan perfusi dan

lebih parah lagi akan terjaid kematian akibat gagal organ total. Berdasarkan

permasalahan yang timbul akibat hypovolemia, maka peneliti ingin meneliti ”Asuhan
5

keperawatan gangguan sistem imunitas HIV/AIDS dengan masalah keperawatan

hypovolemia”.

B. Batasan masalah penelitian

Pada studi kasus ini asuhan keperawatan pada klien HIV/AIDS dengan masalah

Hypovolemia

C. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut’’ bagaimana asuhan keperawatan gangguan sistem imunitas.HIV/AIDS

dengan masalah keperawatan hypovolemia.

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan gangguan sistem imunitas.

HIV/AIDS dengan masalah keperawatan hypovolemia.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien HIV/AIDS dengan masalah keperawatan

hypovolemia.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan masalah

keperawatan hypovolemia.

c. Merumuskan perencanaan keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan

masalah keperawatan hypovolemia.

d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan

masalah keperawatan hypovolemia.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan masalah

keperawatan hypovolemia.
6

E. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Study kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai

sumber informasi dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi

dalam proses pembelajaran terutama dalam meningkatkan hasil belajar

mahasiswa. Selain itu penilitian ini dapat diaplikasikan kepada pasien HIV/AIDS

dengan masalah keperawatan hypovolemia.

2. Metode praktis

a. Institusi pendidikan

Diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif sebagai pengembangan

ilmu pengetahuan bagi pembaca dalam pengembangan dari kebutuhan dasar

keperawatan .

b. Bagi praktik keperawatan

Berguna bagi pelayanan keperawatan khususnya dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan masalah keperawatan

hypovolemia.

c. Bagi penulis

Study kasus ini bermanfaat menambah ilmu penulis, dapat lebih mengetahui

bagaimana memberikan intervensi dan melakukan implementasi keperawatan

yang benar.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR HIV/AIDS

1. Definisi HIV/AIDS

HIV adalah virus RNA yang dilapisi struktur dasar dengan lapisan luar

terdiri dari lemak dan glikoprotein sedangkan bagian dalam inti terdiri dari 2

untara rantai RNA tunggal yang mengikat bersama-sama berasal dari protein

24 (p24) (Deni, dkk, 2015).

Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan

sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanyaberakibat pada kerusakan sistem

kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik

dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa) (Ardhiyanti, dkk, 2015).

HIV ( human immunodeficiency virus ) adalah sebuah virus yang

melumpuhkan sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah

terinfeksi dan tumbuh penyakit mematikan. Sistem kekebalan tubuh manusia

sangat berguna dalam menyerang berbagai infeksi dan penyakit dari luar

tubuh. Namun karena adanya virus HIV, tubuh menjadi lemah dan tidak

mampu lagi beropersi dengan baik. Oleh sebab itu, HIV dianggap sangat

mematikan penderitanya (Ana Ratnawati, 2018).

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah sekumpulan

gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh

Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV

akibat infeksi oleh virus HIV (human immunodeficiency virus) yang termasuk
8

family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (sudoya

aru, dkk. 2009)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa HIV adalah virus RNA

yang dilapisi struktur dasar dengan lapisan luar yang akan menghancurkan sel

darah putih, dan sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap

infeksi akan menurun jumlahnya sehingga lumpuhnya sistem kekebalan tubuh.

2. Etiologi HIV/AIDS

Penyebab klainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang

disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus atau human T-Cell

leukemia virus ( retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya

(RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel

pejamu. Penularan virus ditularkan melalui:

a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa

kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV

b. Jarum suntik/ tindik/ tato yang tidak steril dan dipakai bergantian

c. Mendafatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV

d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat

melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).

3. Patofisiologis HIV/AIDS

Begitu memasuki peredaran darah kita, HIV dapat mengalami nasib

yang mujur atau merugikan, namun kebnyakan bernasib buruk. Oleh karena

itu banyak orang dewasa yang tertular HIV tetapi bebas gejala selama

bertahun-tahun. Namun pada sebagian orang lainnya, HIV dapat membunuh

sel CD4 dalam tempo singkat sesudah infeksi. Orang tersebut akan mengalami

gejala- gejala yang mirip flu seperti lemas, demam, sakit kepala dan nyeri otot,
9

nafsu makan buruk, mual, kelenjar membengkak dan bercak dikulit. Orang

yang tertular HIV tapi tidak bergejala disebut carrier HIV. Mereka tidak

menunjukan gejala apa-apa tetapi dapat menularkan kepada orang lain,

biasanya tanpa mereka sadari sendiri. Diperkirakan dalam sepuluh tahun atau

lebih sejak tertular, HIV mulai berkembang baik dengan cepat. Dalam proses

itu virus menghancurkan tuan rumahnya dan berpindah ke sel-sel lain dalam si

imun. Akhirnya kemampuan tubuh untuk menghalaupenyakit menjadi lumpuh

sama sekali.

HIV menginfeksi sel CD4 limfosit dan makrofag yang menyebabkan

kerusakan sel, virus akan memperbanyak diri atau bereplikasi, menghancurkan

CD4 limfosit dan melepaskan virus yang baru kedalam darah. Akibatnya, sel

CD4 limfosit banyak yang mati dan berkurang jumlahnya tetapi jumlah virus

HIV semakin bertambah sehingga daya tahan tubuh berkurang. Daya tahan

tubuh berkurang akan menyebabkan infeksi oportunistik dan keganasan.

Pasien dengan AIDS akan terjadi infeksi oportunistik apabila memiliki

nilai CD4+ <200 sel/µL. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang terjadi akibat

organisme yang secara normal, tidak menyebabkan infeksi akibat penurunan

daya tahan tubuh yang berat. Infeksi oportunistik dapat memengaruhi

beberapa sistem tubuh diantaranya yaitu sistem respirasi dan sistem

pencernaan, pada sistem pencernaan terjadi gastroenteritis dan diare yang

berat terutama pada jumlah CD4 kurang dari 50 sel/µL yang akan

mengakibatkan kekurangan volume cairan.

4. Patoflow

HIV menginfeksi CD4

Kerusakan sel
10

Virus memperbanyak diri/ bereplikasi

Menghancurkan CD4 limfosit

Melepaskan virus yang baru kedalam darah

Sel CD4 limfosit banyak yang mati dan berkurang jumlahnya

Jumlah virus HIV semakin bertambah

Daya tahan tubuh berkurang

Infeksi oportunistik

Sistem respirasi Sistem pencernaan

PCP TBC DIARE Gangguan


Esopageal
kandidiasi malabsorpsi
Dehidrasi s

Gangguan elektrolit dan


kekurangan cairan

Sumber: (RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH, Deni

yasmara, dkk, 2017)


11

5. Manifestasi klinik HIV/AIDS

Gejala menyebar dan dapat memengaruhi setiap sistem organ. Manifestasi

berkisar dari abnormalitas respon imun yang sifatnya ringan tanpa disertai

tanda dan gejala yang jelas hingga immunosupresi yang bermakna, infeksi

yang mengancam jiwa, keganasan dan efek langsung HIV pada jaringan

tubuh.

a. Pernapasan

1) Sesak nafas, dispnea, batuk, nyeri dada dan demam terkait infeksi

oportunistik, seperti yang disebabkan oleh (pneumonia

pneumocystis, infeksi yang sering terjadi).

2) Tuberkulosis yang berhubungan dengan HIV terjadi sejak awal

proses infeksi HIV, sering kali mendahului ditegakkannya diagnosa

AIDS.

b. Gastrointensinal

1) Kehilangan nafsu makan

2) Mual dan muntah

3) Kandidiasis oral dan esofagus (bercak putih, nyeri saat menelan,

nyeri retrosternum dan kemungkinan lesi oral

4) Diare kronis, kemungkanan dengan efek yang dramatis (mis.

Penurunan berat badan bermakna, ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan

aktivitas hidup sehari-hari).

c. Neurologi

1) Ensefalopati HIV adalah suatu sindrom klinis yang dicirikan oleh

penurunan progresif fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Gejala


12

mencakup defisit memori, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi

dan ditahap lanjut terjadi gangguan kognitif global, perlambatan

respons verbal, pandangan hampa/ kosong dan halusinasi

d. Integumen

1) Folikulitis, yang berhubungan dengan kulit kering dan bersisik

atau dermatitis atopik.

6. Pemeriksaan laboratorium

HIV dilakukan pada semua orang dengan gejala klinis yang mengarah

ke HIV/AIDS, dan dilakukan juga untuk menyaring HIV pada semua remaja

dan orang dewasa dengan peningkatan risiko infeksi HIV, dan semua wanita

hamil (Permenkes, 2014). Pemeriksaan diagnostik HIV/ AIDS terdiri dari

a. Hitung sel T CD4+ minimal 200 sel/mL menegaskan infeksi HIV

b. Uji skrining enzym-Inked immunosurbent assay (ELISA) dan Uji

konfirmasi (Western blot) mendeteksi adanya antibodi HIV yang

mengindikasikan infeksi HIV

7. Komplikasi

Menurut komisi penanggulanan AIDS Nasional tahun 2019, komplikasi yang

terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut:

a. Kandidiasis bronkus, trakea atau paru-paru

b. Kandidiasis esophagus

c. Kriptokokosis ekstra paru

d. Rintis CMP (gangguan penglihatan)

e. Herpes simpleks, ulkus kronik >1 bulan.

B. Konsep Dasar Hypovolemia pada HIV/AIDS

1. Definisi
13

Defisit volume cairan adalah kondisi ketidakcukupan cairan diruang

vaskular. Kondisi ini terjadi akibar kehilangan cairan yang cepat seperti

hemoragik atau kehilangan cairan karena luka bakar

2. Etiologi

a. penyebab gastrointestinal: cairan dan elektrolit hilang selama muntah, diare.

b. diuretik: ekskresi cairan dan elektrolit secara berlebihan melalui ginjal.

c. demam: berkeringat dapat menyebabkan kehilangan cairan yang tidak

normal.

d. hemoragik/ perdarahan: kehilangan volume darah yang cepat mengurangi

volume vaskula.

e. kulit: luka bakar dan berkeringat berlebihan tanpa penggantian cairan.

3. Manifestasi klinik

a. penurunan turgor kulit: kehilangan air memengaruhi kemampuan kulit untuk

kembali ke posisi normalnya setelah kulit dicubit lembut.

b. ekstremitas dingin atau sejuk: vasokontriksi perifer mengalihkan darah ke

organ vital dan menjauhi ekstremitas.

c. membran mukosa kering dan lengket: penurunan cairan menyebabkan

kekeringan membran

d. urine pekat dan oliguria (penurunan haluaran urine)

4. Komplikasi

a.Dehidrasi(ringan, sedang, berat)

b.Renjatan hipovolemik

c.Kejang pada dehidrasi hipertonik

5. Rumus menghitung cairan

RATA-RATA NILAI NORMAL INTAKE DAN OUTPUT CAIRAN


14

INTAKE (RANGE) OUTPUT (RANGE)


AIR (ml)
1. Air minum = 1400-1800 1. Urine = 1400-1800
2. Air dalam makanan = 7000-1000 2. Feces = 100
3. Air hasil oksidasi = 300-400 3. Kulit = 300-500
4. Paru-paru = 600-800
TOTAL = 2400-3200 TOTAL = 2400-3200

- Catatan : Kehilangan cairan melalui kulit (difusi) & paru disebut Insensible Water

Loss (IWL)

- Bila ingin mengetahui “Insensible Water Loss (IWL)” maka dapat menggunakan

penghitungan sebagai berikut :

a) Dewasa = 15 cc/kg BB/hari

b) Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari

Jika ada kenaikan suhu :

IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)

(Dari Iwasa M, Kogoshi S. Fluid Therapy. Bunko do, 1995. P 8.)

Menghitung IWL (Insensible Water Loss)

RUMUSIWL

(15 x BB)
IWL=
24 Jam

Contoh:   Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C (suhu normal)

(15 x 60) 900


IWL= ¿ ¿ 37,5 cc / Jam
24 Jam 24 Jam

Rumus IWL Dengan Kenaikan Suhu Tubuh


15

IWL=¿ ¿ + IWL Normal

Contoh:  Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, Cairan Masuk (CM)= 200cc

IWL=
[ ( 10 % x 200 ) x ( 39−37 ) ] + 37,5
24 Jam

[ ( 20 ) x 2 ] + 37,5¿ 40
IWL= + 37,5¿ 1,7+37,5 ¿ 39,2 cc /Jam
24 Jam 24 Jam

Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya Berat

Badan dan Umur, karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa berbeda.

Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake

cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S (1995)

PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA

Input cairan: Air (makan+Minum)  : …… cc


Cairan Infus               : …… cc
Therapi injeksi           : …… cc
Air Metabolisme        : …… cc   

(Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)

Output cairan:  Urine : …… cc


Feses : …… cc
Muntah/perdarahan : …… cc

cairan drainage luka/

cairan NGT terbuka  


IWL : …..... cc

(Insensible Water Loss) (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)


16

= Intake cairan – output cairan

C. Askep HIV/AIDS dengan masalah keperawatan hypovolemia

1. Pengkajian.

Pengkajian keperawatan adalah hasil dari proses menggali

permasalahan yang ada dipasien meliputi pengumpulan data tentng status

kesehatan pasien yang dilakukan secara sistematis, menyeluruh atau


17

komprehensif, akurat, singkat dan berlangsung secara berkesinambungan

(Muttaqin, 2010).

Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien

sebagai suatu sistem adaptif yang berhubungan dengan masing-masing model

adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan (Nursalam,

2008).

a. Identitas.

1) Identitas klien

Identitas meliputi nama, tempat/tanggal lahir, umur, alamat, agama, jenis

kelamin, pekerjaan, suku bangsa, pendidikan terakhir, tanggal pengkajian,

no rekam medis, diagnosa medis dan identitas penanggung jawab.

2) Identitas penanggung jawab

Data ini diperlukan untuk memudahkan dan yang menjadi tanggung jawab

klien selama perawatan, dimana data yang dikumpulkan meliputi nama,

umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, pendidikan terakhir dan

hubungan dengan klien.

b. Status kesehatan

1) Keluhan utama

Dapat di temukan pada pasien HIV/AIDS yaitu demam, penurunan berat

badan lebih dari 10%, munculnya harpes zoster berulang dan bercak-bercak

gatal diseluruh tubuh, batuk, sesak nafas, merasa lemah, mengeluh haus dan

diare.

2) Riwayat kesehatan sekarang


18

Dapat ditemukan keluhan yang biasa disampaikan pada pasien HIV/AIDS

adalah diare, kesulitan menelan, membran mukosa kering, tidak nafsu

makan, sesak nafas, batuk-batuk nyeri dada dan.

3) Riwayatt kesehatan masa lalu

Identifikasi faktor resiko potensial, termasuk riwayat praktik seksual dan

penggunaan obat ijeksi/Iv, hubungan seks bebas atau berhubungan seks

dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.

Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik, keadaan atau penyakit-

penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan

dengan HIV/AIDS antara lain TBC, kandidiasis oral

4) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien HIV/AIDS adanya anggota keluarga yang menderita

penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang

terinfeksi HIV ditularkan kepada bayi ketika dalam kandungan atau

menyusui. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan

keluarga yang bekerja di tempat hiburan malam.

5) Riwayat psikososial

Klien merasa diasingkan oleh keluarga dan teman-temannya, karena

penyakit HIV yang takut menular, pasien merasa frustasi karena tidak

punya teman dan merasa terisolasi

c. Pola aktivitas

1) Pola makan dan minum

Identifikasi faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral seperti

anoreksia, mual, muntah, nyeri oral atau kesulitan menelan. Biasanya pola

makan dan minum klien menurun dan tidak seimbang, tidak


19

nafsu makan kurang disebabkan bercak putih tebal di lidah, sakit saat

mengunyah dan menelan terasa sakit di bagian lidah.Tubuh terlihat kurus

dan terlihat lemas.

2) Pola eliminasi BAB dan BAK

Keadaan urine berwarna kuning pekat, penurunan haluaran urine

feses berkonsistensi cair, frekuensi lebih dari 3x sehari dan bau yang khas

3) Pola istirahat

Pola tidur pasien kurang karena adanya demam dan keringat di malam hari

4) Personal hygiene

Karena kondisi yang lemas pasien tidak bisa melakukan kebersihan diri

seperti mandi, gosok gigi sendiri dan dibantu oleh keluarga.

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran compos mentis sampai terjdi penurunan kesadaran , klien terlihat

Lemah disertai demam, pengukuran TTV, timbang berat badan dan tinggi

badan.

2) Sistem pencernaan

Pantau rongga mulut terhadap adanya kemerahan, ulerasi dan bercak krem-

keputihan (kandidiasis), Inspeksi kesimetrisan abdomen, bentuk abdomen

dan warna kulit abdomen, auskultasi bising usus normal nya 5-15x/ menit.

Bising usus dapat berubah menjadi hyperperistaltik atau hypoperistaltik

tergantung keadaan seperti diare, ileus peristaltik dan peritonitis, palpasi

abdomen kaji adanya masa abnormal, adanya nyeri tekan, distensi abdomen

dan pembesaran hepar, perkusi abdomen suara timpani dan pekak, inspeksi

area anus, kulit kemerahan, tanda-tanda infeksi akibat dari diare


20

3) Sistem integumen

Kaji turgor kulit tidak elastis, terdapat tanda lesi, CRT<3dtk. Munculnya

bercak-bercak gatal diseluruh tubuh yang mengarahkan kepada penularan

HIV/AIDS menuju jarum suntik, Inspeksi adanya lecet, ulserasi dan infeksi

setiap hari, Kaji adanya ekskoriasi dan infeksi pada area perianal

4) Sistem pernafasan

Kaji parameter fungsi paru yang lain (foto ronsen dada, gas darah arteri,

oksimetri denyut nadi dan pemeriksaan fungsi pulmonal/ paru). Pantau

batuk, produksi sputum, sesak nafas, takipnea, nyeri dada dan kaji suara

nafas. Hidung simetris, pernafasan cuping hidung, ada nyeri tekan di dada

kanan dan kiri, terdapat retraksi dada, nafas pendek (kusmaul), sesak nafas

(dyspnea).

5) Sistem perkemihan

Terdapat distensi dan nyeri tekan pada kandung kemih, Pada kondisi berat

didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan curah jantung.

6) Sistem endokrin

Inspeksi: Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid.

Palpasi: teraba pembesaran keenjar getah bening

7) Sistem muskuloskeletal

Tampak lemas pada bagian ekstermitas, akral dingin, kelemahan otot, tonus

otot mengalami penurunan dan Respon sistemik akan menyebabkan malaise

8) Sistem penglihatan

Mata anemia, konjungtiva ananemis, sclera anikterik, ganguan refleks pupil

dan vertigo

9) Sistem pendengaran
21

Kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan

mielopati, meningitis, Telinga simetris, terdapat serumen dan kotor, tidak

ada nyeri tekan.

10) Sistem neurologi

Kaji status mental sedini mungkin sebagai data dasar. Catat tingkat

kesadaran dan orientasi terhadap orang, tempat dan waktu serta kejadian

kehilangan memori. Pantau defisit sensori, seperti perubahan visual, sakit

kepala dan kebas serta kesemutan pada ekstremiats. Pantau kerusakan

motorik, seperti perubahan gaya berjalan dan paresis.

11) Analisa Data

Gejala dan tanda mayor subjektif (tidak ada), gejala dan tanda minor

objektif (frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah

menurun, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin

menurun, hematokrit meningkat) Dan untuk tanda dan gejala minor

subjektif (merasa lemah, mengeluh haus) serta objektif (status mental

berubah, suhu tubuh meningkat, berat badan turun tiba-tiba).

12) Diagnostik medik

a) Uji Serologis

- Rapid test: reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi

yang ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi baik

antibodi terhadap HIV-1 maupun HIV-2.

- Enzyme immunoassay (EIA): untuk mendeteksi antibodi

untuk HIV-1 dan HIV-2

- Western Blot: konfirmasi pada kasus yang sulit

b) Uji Virologis dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)


22

- HIV DNA kualitatif: untuk diagnosis pada bayi.

- HIV RNA kuantitatif : untuk memeriksa jumlah virus di

dalam darah dan dapat digunakan untuk pemantauan terapi

ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA

tidak tersedia.

c) CD4: untuk mengukur status imunodefisiensi sebagai petunjuk

dini progresivitas penyakit karena jumlah CD4 menurun lebih

dahulu dibandingkan kondisi klinis pasien. Pemantauan CD4

dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV atau

penggantian obat.

13) Terapi

Terapi antiretroviral sangat aktif (higly active antiretroviral therapy,

HAART) . Terapi primer

- Inhibitor protease, seperti ritonavir, amprenavir dan nelfinavir

- Nucleosid reverse transcriptase inhibitor seperti zidovudine,

lamivudine, delavirdin dan nevirapin.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yanh berlangsung aktual maupun potensial (SDKI, 2016).

Diagnosa keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan yang

timbul dari diri sendiri maupun luar (lingkungan) (Nursalam, 2008).

Hypovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan

3. Perencanaan keperawatan
23

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang di kerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran

(outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018).

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau

memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual (Nursalam, 2008)

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperwatan asupan cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil: frekuensi nadi 60-100x/menit, tekanan darah 90/60mmHg-

120/80mmHg, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, volume urine

750- 2000ml/hari, hematokrit untuk pria 40-54% dan untuk wanita 38-46%,

suhu tubuh 36,5-37,2 °C.

- Manajemen syok hipovolemik

Mengidentifikasi dan mengelola ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen

dan nutrien untuk mencukupi kebutuhan jaringan akibat kehilangan cairan/ darah

berlebih

- Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas,

tekanan darah, MAP)

- Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit dan CRT)

- Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil

- Pertahankan jalan nafas paten

- Pasang jalur IV berukuran besar ( mis. Nomor 14 atau 16)

- Pasang kateter urine untuk untuk menilai produksi urine

- Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung

- Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

- Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 liter pada dewasa

- Kolaborasi pemberian transfusi darah.


24

- Manajemen hipovolemia

Mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan intravaskular

- Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba

lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,

volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah).

- monitor intake dan output cairan

- hitung kebutuhan cairan

- berikan posisi modified trendelenburg

- anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

- kolaborasi pemberian cairan IV isotonis ( mis. NaCL, RL)

- kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)

- kolaborasi pemberian produk darah.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat

melakukan tindakan sesuai renacana. Tindakan ini bersifat intelektal, teknis dan

interpersonal berupaya untuk menemui kebutuhan dasar klien. Tindakan

keperawatan meliputi tindakan keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan

kesehatan atau keperawatan dan tindakan medis yang dilakukan tercapai atau

perlu pendekatan lain (hernilawati, 2013).

Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh

perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (SIKI, 2018).

5. EVALUASI
25

Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan

pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan

keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah

ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2008).

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnose

keperawatan. Evaluasi setiap diagnosa keperawatan meliputi: data subyektif (S),

objektif (O), Analisa permasalahan (A), serta perencanaan ulang (P). Evaluasi

mengharuskan perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal dan menyatakan

respon pasien terhadap intervensi. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkatan yaitu:

a. Evaluasi formatif atau pernyataan formatif

Biasa juga disebut dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon

yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Respon yang

dimaksud adalah bagaimana pasien bereaksi secara fisik, emosi, sosial dan spiritual

terhadap intervensi yang baru saja diterima.Respon ini mudah didokumentasikan

karena respon ini relativ dapat diamati.

b. Evaluasi sumatif atau evaluasi hasil

Yaitu evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain

bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan.

BAB III

METODE PENELITIAN
26

Metode penelitian mencakup rancangan penelitian yang direncanakan untuk melakukan studi

kasus.

A. Rancangan Penelitian

Penelitian studi kasus untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan

pada penyakit gangguan imunitas HIV/AIDS dengan masalah keperawatan pada

pasien hipovolemia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengna

menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi

masalah keperawatan dengan hipovolemia. Penelitian tertarik menggunakan studi

kasus karena dapat menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan secara

menyeluruh dan mendalam mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,

rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan pada pasien HIV/AIDS

dengan masalah keperawatan hipovolemia.

Menguraikan desain penelitian yang dipakai pada penelitian (metode yang

digunakan dalam penulisan proposal adalah studi kasus). Penelitian sebagai proses

mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi secara sistemastis sehingga

menghasilkan kesimpulan yang sah (Durri Andriani, 2013).

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah intervensi

keperawatan pada pasien HIV/ AIDS dengsn masalah keperawatan hypovolemia.

Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi : Di RSUD dr Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi

2. Waktu: Asuhan Keperawatan dilakukan selama 3x24 jam

B. Subyek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah 2 pada pasien Dengan gangguan sistem

imunitas. HIV/AIDS dengan masalah keperawatan hypovolemia DI RSUD dr.

Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi. Cara pengambilan subyeknya yaitu melakukan
27

purposive sampling. Purposive sampling adalah salah satu teknik non random

sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan

ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat

menjawab permasalahan penelitian

Dengan kriteria inklusi

1. Pasien HIV/ AIDS dengan masalah keperawatan hypovolemia

Metode dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang digunakan:

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data dari pasien,

keluarga, perawat lainnya).

C. Observasi dan Pemeriksaan fisik Pengumpulan Data

Pada sub bab ini

2. (dengan pendekatan pengecekan cairan

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yg

relevan).

D. Uji Keabsahan Data

Pada studi kasus ini uji keabsahan data dilakukan dengan: 1) memperpanjang

waktu pengamatan / tindakan; dan 2) sumber informasi tambahan menggunakan

triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu pasien, perawat dan keluarga klien yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E. Prosedur Penelitian

1. Melakukan izin untuk penelitian di RSUD dr Chasbullah Abdul Majid kota Bekasi

2. Mengenalkan diri, menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian

3. Pada hari ke-1 melakukan pengumpulan data dilakukan pengkajian 2 klien yang

sesuai dengan penelitian studi kasus


28

4. Pada hari ke-2 sampai seterusnya yaitu pengolahan data dengan menetapkan

diagnose keperawatan, merumuskan intervensi keperawatan, melaksanakan

implementasi keperawatan dan hasil evaluasi keperawatan

5. Menyusun hasil penelitian/tahap penulisan laporan

F. Instrument Penelitian

Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan instrument yaitu lembar pengkajian,

lembar implementasi dan evaluasi yang digunakan oleh institusi. Data yang diperoleh

dari suatu pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai bukti (evidence) dari

suatu penelitian.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan

dengan cara Menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil

interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah

penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti

dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam

intervensi tersebut.

H. Etika Penelitian

Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi responden) : adalah persetujuan yang

diberikan oleh klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan

mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut.


29

2. Anonimity (tanpa nama) : Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden dalam pengolahan data penelitian. Peneliti akan

menggunakan nomor atau kode responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan) : Informasi yang diberikan oleh responden serta

semua data yang terkumpul dijamin kerahasiannya oleh peneliti.


30

Daftar pustaka

Burhan, rialike. (2013). “Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Oleh Perempuan


Terinfeksi HIV/AIDS” dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
Volume 8: (Hal 33-38).

Deni yasmara, dkk. (2017). Rencana asuhan keperawatan medikal- bedah.


Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Yulianti, Amelia dan Eka. (2018). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Fitrah,M., & Luthfiyah. (2017). Metode Penelitian: Penelitian Kualitatif,


Tidakan Kelas & Studi Kasus. Sukabumi : CV Jejak.

Hutapea ronald, (2011). AIDS & PMS DAN PEMERKOSAAN, edisi II: jakarta:
PT RINEKA CIPTA.

Kemenkes RI. (2018). Situasi umum HIV/AIDS dan Tes HIV. [diakses dari
http://www.kemenkes.go.id tanggal 10 November 2020]

Masriadi, S. S. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: PT


RajaGrafindo Persada.

Nurarif. A. H., & Kusuma. H., (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Nic Noc., Jogjakarta:
Mediaction.

Nursalam, N. D., & Misutarno, F. K. (2018). Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Paramita. (2011). Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT


Indeks..

PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: definisi dan


tindakankeperawatan, edisi 1 jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Diagnosa keperawatan indonesia: definis dan indikator


diagnostik, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PMK No. 15. (2015).

Laboratorium HIV dan Infeksi Oportunistik. [diakses dari


http://patologiklinik.com tanggal 22 November 2020]

Purwanto Hadi. (2016). keperawatan medikal bedah II, jakarta selatan:


kementerian kesehatan republik indonesia.
31

Sandy, Ibrahim dan Anita. (2018). Pengetahuan dan stigma perawat terkait
orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal persatuan perawat nasional
indonesia. Volume 3: Hal 98-110.

Wahyudi, Andri & Wahid, Abd. (2016). Ilmu Keperawatan Dasar. Edition: 1
Publisher: Mitra Wacana.

Anda mungkin juga menyukai