Anda di halaman 1dari 13

Teori – Teori Hubungan Masyarakat (Public Relations)

BAB I
Pendahuluan

I. Latar Belakang
Humas (Hubungan Masyarakat) atau public relation di semua negara
khususnya negara berkembang seperti Indonesia merupakan suatu hal yang sangat
diperlukan pasalnya humas merupakan kelanjutan dari proses penetapan
kebijaksanaan, selain itu pelayanan kepada masyarakat dengan sikap yang
disesuaikan dengan kepentingan semua orang, agar instansi dapat memperoleh
kepercayaan dari publiknya. Pelayanan yang baik sangat penting demi terciptanya
pengertian dan pengahargaan sebaik - baiknya.
Humas merupakan bidang atau fungsi pelayanan publik yang diperlukan oleh
setiap instansi, baik itu instansi yang bersifat komersial maupun instansi yang bersifat
non komersial. Humas terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara
antara instansi yang bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan dengan
instansi tersebut, antara lain dengan masyarakat sebagai publik.
Aktivitas humas berkaitan dengan dua hal yaitu aktivitas yang berhubungan
dengan manajemen dan aktivitas yang berhubungan dengan teknis. Dalam
menjalankan fungsi manajemen, Humas menjadi bagian manajemen dari suatu
instansi yang bertugas menjaga keseimbangan komunikasi antara internal instansi
dengan eksternal instansi itu sendiri. Humas memiliki kewajiban untuk membangun
saling pengertian dan kerjasama yang baik antara instansi dengan publiknya agar
tercipta iklim organisasi yang baik, maka pada akhirnya humas dapat membangun
citra instansi yang positif dengan melakukan komunikasi yang baik dimata publik.
Fungsi teknis humas berhubungan dengan wewenang humas yang hanya
menjalankan tugas dari pimpinan. Dalam hal ini seorang praktisi humas hanya
berwenang dalam memberikan masukan kepada pimpinan dan bertindak sebagai
pelaksana atas kebijakan yang diambil oleh pimpinan maka dari itu setiap instansi
membutuhkan humas.
Dalam sebuah instansi khususnya di lingkup pemerintahan, humas memegang
peranan yang sangat penting dan strategis. Selain itu sebagai sebuah kegiatan
komunikasi, humas juga berfungsi sebagai jembatan untuk membangun suasana yang
kondusif antar berbagai stakeholders instansi, baik internal maupun eksternal dalam
rangka membangun image atau citra dari instansi pemerintah itu sendiri.
Humas sebagai juru bicara yaitu humas mempublikasikan tentang keunggulan
daerahnya meliputi pembangunan pemerintahan serta mendokumentasikan segala
bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan dan pembangunan dari daerah
tersebut. Selain itu humas juga harus dapat menguasai dan menyelesaikan
permasalahan yang ada dalam berbagai situasi, selain itu praktisi humas juga dituntut
dapat menganalisis opini publik dan selanjutnya pada kondisi tertentu dapat
memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan kebijaksanaan pimpinan. Humas
juga harus peka untuk mendengar dan melihat segala pendapat dan aspirasi dari
semua pihak dan mampu untuk membedakan antara yang harus dilakukan dan tidak.
Selain itu humas juga sebagai mediator secara internal maupun eksternal sehingga
tercipta hubungan yang harmonis.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam penerapan fungsi
humas pada suatu organisasi atau perusahaan akan senantiasa berkaitan dengan dua
konsep besar, yaitu humas sebagai metode komunikasi (method communication) dan
humas sebagai perwujudan lembaga (state of being). Kedua konsep ini memiliki
fungsi yang sama yaitu memberi informasi, membujuk, dan menyatukan massa.
Dalam menjalankan perannya, humas tidak lepas dari tiga aspek yakni informasi,
persuasi dan komunikasi. Ketiga aspek tersebut sangat penting dalam keberhasilan
pelaksanaan tugas humas tetapi yang terjadi di Indonesia. Dalam kajian teoritisnya,
hubungan masyarakat memiliki banyak sekali teori, entah teori khas hubungan
masyarakat maupun teori hasil dari “pinjaman” pada disiplin ilmu yang lain. 
II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Teori – teori apa saja kah yang berkembang mengenai humas (hubungan
masyarakat)?
2. Apa sajakah contoh dalam mengimplementasikan teori – teori hubungan
masyarakat dalam sebuah organisasi atau perusahaan?

III. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui teori – teori yang berkembang mengenai humas (hubungan
masyarakat)
2. Untuk mengetahui contoh dalam mengimplementasikan teori – teori
hubungan masyarakat dalam sebuah organisasi atau perusahaan
BAB II
Pembahasan
I. Teori – Teori dalam Hubungan Masyarakat
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwasanya hubungan
masyarakat memiliki banyak sekali teori diantaranya adalah :
1. Teori Sistem.
Teori sistem memfokuskan perhatian untuk memahami bagaimana kualitas fungsi
yang dijalankan setiap sistem dalam suatu relasi dinamis dengan sistem-sistem
lainnya (Kriyantono, 2014: 77). Dengan kata lain, teori sistem mengatakan bahwa
hal yang penting dari teori ini adalah hubungan sosialnya. Hubungan sosial yang
baik merupakan hasil (output) dari suatu interaksi sosial yang dalam hal ini adalah
interaksi antara organisasi dengan publiknya.
Kriyantono (2014: 77) mengatakan bahwa apabila sistem ini diterapkan, maka
prinsip pokok yang berlaku yaitu organisasi merupakan salah satu bagian
(subsistem) dari suatu sistem sosial yang lebih kompleks, karenanya saling
berhubungan, saling tergantung, dan saling memengaruhi satu sama lainnya. Oleh
karena itu, menjalin hubungan dalam organisasi merupakan suatu hal yang harus
diperhatikan dan harus diterapkan. Sebagai suatu sistem, organisasi juga harus
memiliki karakteristik yang dimiliki setip sistem sosial meurut Kriyantono (2014:
79), yaitu keseluruhan dan saling bergantung (whoeleness and interdependece),
hierarki (hierarchy), peraturan sendiri dan kontrol (self-regulation and control),
pertukaran dengan lingkungan (interchange with the environment), keseimbangan
(balance), perubahan dan kemampuan adaptasi (change and adaptability), dan
sama tujuan (equifinality).
2. Boundary Spanning

Boundary spanning merupakan salah atu ciri dari sifat organisasi yang merupakan
sistem terbuka (Kriyantono, 2014: 88). Sistem terbuka disini adalah terdapatnya
interaksi anatara organisasi dengan lingkungannya untuk melakukan monitoring,
seleksi, dan menghimpun informasi. Hal tersebut didasarkan apda pendapat Heath
(2005; dikutip di Kriyantono: 88) yang mengatakan bahwa “organisasi tidak dapat
bergantung hanya pada proses dan interaksi internal seperti yang dilakukan sistem
tertutup. Organisasi harus berinteraksi dengan kelompok lainnya.”
Kriyantono (2014: 87) menyebutkan beberapa aktivitas pelaksanaan
fungsi boundary spanning yang dapat dilakukan oleh praktisi public relations,
yaitu:

a. Menjelaskan informasi ytentang organisasi kepada publik (lingkungannya).


b. Memonitor lingkungannya sehingga mengetahui apa yangterjadi dan
menginterpretasi isu-isu yang potensial memengaruhi aktivitas organisasi dan
membantu manajemen merespon isu-isu tersebut melalui aktivitas isu
manajemen.
c. Membangun sistem komunikasi dua arah dengan publiknya agar organisasi
dapat beradaptasi dengan lingkungnnya.

3. Relationship Management Theory

Relationship management theory merupakan teori yang sangat penitng


dalam public relations karena teori ini terkait dengan fungsi dasar public
relations, yaitu aktivitas komunikasi yang menghubungkan organisasi dan publik
(Kriyantono, 2014: 276). Ledingham (2005; Botan & Hazleton, 2006; dikutip di
Kriyanotno, 2014: 276) mengatakan bahwa teori ini berfokus untuk membahas
proses manajemen relasi antara organisasi dan publiknya, internal maupun
eksternal, sehinga teori ini dikenal sebagai pusat atau inti dari public relations.

2. Teori Matematika Komunikasi

Teori informasi ini digagas oleh dua ahli matematika yaitu Claude Shannon dan
Warren Weaver, yang menggambarkan tentang proses komunikasi antarmanusia
sebagai proses transmisi  yang linier atara komunikator kepada komunikan
(Kriyantono, 2014: 131). Dalam model ini, Shannon & Weaver juga mengenalkan
beberapa konsep yang saling berkaitan seperti konsep gangguan (noise),
transmitter, sumber (source), signal, receiver, destination, entropi, dan informasi
(Kriyantono, 2014: 131). Menurut teori informasi ini, pesan disusun oleh
seseorang yang disebut sumber informasi, yang kemudian ditransmisikan lewat
trannsmiter dan nantinya akan menjadi signal (encode) yang akan dimengerti oleh
penerima, dan kemudian pesan itu diubah menajdi ssignal sehingga dapat
disebarkan melalui beberapa channel  atau saluran yang nantinya akan diterima
dan diubah oleh receiver menjadi pesan yang mudah dipahami oleh destination.

Dalam perjalanannya, pesan tersebut dimungkinkan akan mengalami gangguan


(noise) yang dapat memengaruhi sinyal yang dipancarkan sehingga berpotensi
mengganggu penerimaan pesan (Kriyantono, 2014: 132). Oleh karena itu, teori
informasi atau matematika komunikasi ini menyebutkan tidak ada yang
dinamakan pesan yang senyatanya (real message), tetapi yang ada hanyalah
sinyal. Dalam praktiknya, teori informasi atau matematika komunikasi ini dapat
diterapkan untuk mengukur ganguan atau hambatan yang terjadi dalam proses
komunikasi antara organisasi dan publiknya (Kriyantono, 2014: 136). Karena,
adanya gagguan dapat menyebabkan penerimaan presepsi yang berbeda antara
praktisi public relations dengan publiknya, sehingga dapat berdampak pada
organisasi.

5. Uncertainty Reduction Theory

Tori ini merupakan teori yang diciptakan oleh Charles Berger dan Richard
Calabrese pada tahun 1975 ini menjelaskan tentang baganimana individu
menggunakan komunikasi untuk mengurangi keragu-raguan, memahami orang
lain dan diri individu itu sendiri, dan membuat prediksi tentang perilaku orang
lain ketika berinteraksi dengan orang lain saat pertama bertemu (Kriyantono,
2014: 139). Pada dasarnya, tujuan komunikasi adalah untuk mengurangi
ketidakpastian yang dirasakan oleh seorang individu mengenai lingkungan dan
orang-orang disekitarnya.

Dalam praktik public relations, teori ini digunakan untuk meminimalisir adanya


ketidakpastiaan publik terhadap suatu organisasi. Pada dasarnya, tugas public
relations adalah menciptakan citra dan reputasi yang positif mengenai organisasi
kepada publiknya (Kriyantono, 2014: 146). Informasi yang diberikan kepada
publik haruslah legkap dan tidak boleh terpotong-potong karena informasi ini lah
yang akan menentukan perilaku publik terhadap organisais. Apakah nantinya
publik akan mendukung organisasi atau mungkin justru berlainan sikap dengan
organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus membantu publiknya untuk
mngurangi ketidakpastian dengan lebih terbuka memberikan informasi (seld-
disclosure), sehingga publik dalam keadaan berkecukupan informasi atau well
informed (Kriyantono, 2014: 146).

6. Teori Excellence in Public Relations

Model ini diperkenakan oleh James Grunig dan Hunt, yang keduanya
mengidentifikasi empat model ( yang biasa disebut sebagai tipe proses
kegiatan public relations) yang diterapkan praktisi public relations dalam
menjalin hubungan dengan publik (Kriyantono, 2014: 90). Grunig & Hunt (1984:
25; dikutip di Kriyantono, 2014: 90) mengatakan bahwa keempat model ini
merupakan “representasi tahap dalam sejarah public relations” yang dibuat
berdasarkan empat dimensi utama, ayitu arah komunikasi, keseimbangan
kepentingan antara dua pihak (tujuan), saluran, dan dimensi etis. Keempat model
tersebut adalah:

a. Model Press Agentry/Publisitas.


Model ini merupakan model yang menggunakan komunikasi satu arah
(one-way communication) dari organisasi kepada publiknya.
b. Model Public Information.
Model ini juga menggunakan komunikasi satu arah seperti
model press-agentry. Tujuan model ini yaitu untuk membangun
kepercayaan publik melalui komunikasi satu arah dengan memberikan
informasi kepada publik, tetapi tidak mementingkan persuasif untuk
merubah sikap
c. Model Two-Way Asymmetric.
Model ini menggunakan komunikasi dua arah namun lebih
mengarahkan strategi komunikasi organisasi untuk memengaruhi
publik untuk beradaptasi dengan organisasi, bukan sebaliknya
d. Model Two-Way Symmetric.
Model ini berangkat dari mindset bahwa public relations sebagai
penggunaan komunikasi untuk memanipulasi publik agar
mendapatkan keuntungan untuk organisasi, maka model press-
agentry, public information, dan two-way asymmetric masih bersifat
asimetris yang berupaya untuk mengubah perilaku publik tanpa
dibarengi upaya untuk mengubah perilaku organisasi.
7. Contingency of Accomodation Theory

Teori contingency of accomodation muncul karena adanya kritik atas model two-


way symmetric dalam teori excellence. Teori yang digagas oleh Cmeron, dkk (dikutip
di Kriyantono, 2014: 119) megatakan bahwa teori CA merupakan modifikasi dan
pelengkap dari teori normatif (teori excellence). Teori CA dianggap sebagai potret
yang lebih relaistis dari strategi PR atau model PR, karena public rekations bergerak
pada suatu kontinum antara advokasi murni bagi organisasi atau klien dan akomodasi
murni bagi publiknya.

8. Situational Theory of The Publics


Teori situational of the publics atau yang biasa disingkat menjadi STP ini merupakan
teori yang bermanfaat untuk mengidentifikasi publik, sehingga dapat membuat
kategori publik dengan lebih spesifik berdasarkan perilaku komunikasi dari individu
dan efek komunikasi yang diterima individu tersebut (Kriyantono, 2014: 152). Hal
tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pesan komunikasi yang disampaikan
oleh praktisi public relations benar-benar sesuai dengan kebutuhan
sasarannya. Publics yang dimaksud disini menyangkut beberapa kalangan seperti
jurnalis, karyawan, investor, konsumen, pemerintah, atau komunitas lokal. Grunig
(dikutip di Kriyantono, 2014: 152) membedakan istiah  antara publik
dengan stakeholder. Sehingga dapat dikatakan bahwa publik merupakan bagian
dari stakeholder.

9. Teori Strukturasi

Dalam praktik public relations, teori strukturasi ini memandang bahwa


proses public relations sebagai suatu proses komunikasi yang dinamis dimaknai
bukan hanya dilakukan oleh praktisi public relation¸ melainkan oleh semua
anggota organisasi (Kriyantono, 2014: 240). Hal tersebut bertujuan untuk
memberikan pengertin bahwa proses public relations  dapat dilakukan pada semua
level organisasi, sehingga dapat memberikan peluang anggota orgnasisasi untuk
mengkonstruksi realitas sosial agar dapat emnciptakan perngertian bersama
(shared-meaning). Selain itu, teori strukturasi juga memandang praktisi public
relations sebagai kekuatan komunikasi yang melayani terjadinya reproduksi dan
atau transformasi suatu ideologi (struktur) dominan dari suatu organisasi
(Kriyantno, 2014: 241).

10. Teori Motivasi dan Gaya Manajerial

Gaya kepemimpinan merupakan suatu hal yang penting pada organisasi karena
suetu gaya kepemimpinan yang digunakan akan memengaruhi kerja anggota
organiasinya. Oleh karena itu, majaner termasuk praktisi public relations harus
memahami gaya mnajerial yang dilakukannya. Proses komunikasi pada teori inin
juga dinggap suatu hal yang penting untuk memotivasi karyawan-karyawannya
dalam hal pekerjaan. Seni memotivasi yang biasanya dilakukan oleh manajer ini
juga pada dasarnya merupakan manajemen yang dilakukan oleh manajer agar
orang lain melaksanakan apa yang dikehendaki oleh si manajer, sehingga
Kriyantono (2014: 243) berpendapat bahwa gaya memotivasi merupakan
indikator gaya manajerial.
Di dalam teori ini, terdapat beberapa teori lain yang menjadi indikator dan
memiliki hubungan dengan teori motivasi dan gaya manajerial. Teori-teori
tersebut adalah:

a. Teori Hirarki Kebutuhan.


Teori ini digagas oleh Abraham Maslow yang menyebut beberapa
tingkatan kebutuhan yang harus dipenuhi agar seseorang merasa
terpuaskan, tingkatan tersebut adapalah (1) kebutuhan fisiologi, (2)
kebutuhan keamanan dan keselamatan, (3) kebutuhan sosial, (4)
kebutuhan akan penghargaan diri atau self-esteem, dan (5) kebutuhan
aktualisasi diri (Kriyantono, 2014: 243). Berdasarkan teori ini,
karyawan atau anggota organisasi akan termotivasi kerja apabila
semua kebutuhan tersebut disediakan oleh sang manajer.
b. Teori X dan Y.
Setiap organisasi akan memepunyai tipe atau gaya kepemimpinan
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Doughlas McGregor (1967:
dikutip di Kriyantono, 2014: 244) m3engenalkan dua macam teori
tantang motivasi yang juga menentukan gaya menejerial seseorang,
yaitu teori X dan teori Y. Teori X didefinisikan sebagai upaya untuk
mengelola orang dengan memotivasi mereka sejak awal dengan
kekuatan fisik dan kekuasaan (Quaal & Brown, 1976: dikutip di
Kriyantono, 2014: 244). Teori X ini berasumsi bahwa pada dasarnya
individu emmpunyai sifat yang tidak suka beekerja sehingga
diperlukanlah motivasi tersebut. Berbeda dangan teori X, teori Y
mengasumsikan bahwa individu secara alami mempunyai keinginan
dan kebutuhan, salah satunya kebutuhan untuk bekerja, peran manajer
lebih untuk mendorong dan menyediakan peluang agar keinginan dan
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi (Kriyantono, 2014: 245).
c. Teori V.
Sebagai pengembangan dari pandangan McGregor diatas, Ward L.
Quaal dan Kames A. Brown (1976; dikutip di Kriyantono, 2014: 245)
menyampaikan teori V, yang dikenal juga sebagai the “v” of
management. Teori ini memndang proses manajerial sebagai proses
relasi dua arah (biraletional). Quaal & Brown (dikutip di Kriyantono,
2014: 246) menjelaskan bahwa proses manajemen yaitu suatu proses
pemberian perintah dan arahan yang mengandung hubungan
antarpersonal, yang engandung makna dan interelasi yang dinamis dari
orang-orang yang terlibat dalam proses pemberian dan
pengaktualisasian perintah dan arahan.
d. Teori Kesehatan-Motivator.
Teori ini digagas oleh Frederick Herzberg pada tahun 1959, yang
mengemukakan bahwa terdapat dua faktor kepuasan dan tidak
kepuasan kerja, yait motivator (seperti tanggung jawab, kemajuan
pekerjaan, prestasi kerja, pekerjaan itu sendiri, dan peluang
pengembangan diri) dan pemeliharaan (maintenenc) atau kesehatan
(hygine) (yang mencakup gaji, supervisi, keamanan kerja, kebijakan
organisasi, kondisi lingkungan kerja, adsministrasi, hubungan dengan
rekan kerja) (Kriyantono, 2014: 246). Jika faktor-faktor tersebut
dipenuhi, karyawan akan merasa puas  dan akan termotivasi untuk
mencapain hasil kerja yang lebih baik.

Teori motivasi dan gaya manajerial ini memiliki empat tipe manajerial seperti yang
dikatakan oleh Rensis Likert (1967: dikutip di Kriyantono, 2014: 247), yaitu:

1. Gaya penguasa mutlak (the exploitative authoritative).


2. Gaya semi mutlak (the benevolent authoritative system).
3. Gaya penasihat (the consultative system).
4. Gaya pengajak-serta (the participative management system)

II. Contoh dalam mengimplementasikan teori – teori hubungan masyarakat


dalam sebuah organisasi atau perusahaan
Berikut ini merupakan contoh implementasi teori – teori hubungan
masyarakat atau public relations ke dalam suatu organisasi atau perusahaan :
1. Teori sistem
Contohnya adalah dalam sebuah organisasi atau perusahaan haruslah melakukan
interaksi sosial yang baik. Karena Hubungan sosial yang baik merupakan hasil
(output) dari suatu interaksi sosial yang dalam hal ini adalah interaksi antara
organisasi dengan publiknya.
2. Boundary Spanning
Contohnya adalah praktisi PR harus menjadi bagian dari “dominant coalition”
departemen PR harus mempunyai jalur komando langsung kemanajemen puncak,
karena memungkinkan praktisi public relations memahami apa yang ada dipikiran
manajemen dan alasan dibalik pengambilan kebijakan oleh manajemen. Dengan kata
lain, dengan memahami prilaku komunikasi CEO, PR dapat menyesuaikan strategi
komunikasi
3. Uncertainty Reduction Theory
Dalam melakukan interaksi sosial, tentu pernah terjadi keraguan dalam memahami isi
atau maksud yang disampaikan oleh orang lain. Dan salah sattu cara menepis
keraguan tersebut ialah dengan berkomunikasi, menjalin hubungan masyarakat. Di
mana hal ini dimaksudkan untuk mengurangi keraguan – keraguan dalam proses
komunikasi atau berinteraksi.
4. Teori Strukturisasi
Dalam suatu perusahaan atau organisasi tertentu, proses hubungan masyarakat atau
public relation dijalankan oleh semua anggota organisasi atau perusahaan yang
bersangkutan, tidak hanya dilakukan oleh salah satu orang atau hanya kepada bidang
public relations saja. Semua anggota harus ikut andil di dalamnya
5.
6.
BAB III

Pentup

I. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah :


1. Humas merupakan bidang atau fungsi pelayanan publik yang diperlukan oleh
setiap instansi, baik itu instansi yang bersifat komersial maupun instansi yang
bersifat non komersial. Humas terdiri dari semua bentuk komunikasi yang
terselenggara antara instansi yang bersangkutan dengan siapa saja yang
berkepentingan dengan instansi tersebut, antara lain dengan masyarakat
sebagai publik.
2. Aktivitas humas berkaitan dengan dua hal yaitu aktivitas yang berhubungan
dengan manajemen dan aktivitas yang berhubungan dengan teknis.
4. Dalam kajian teoritisnya, hubungan masyarakat memiliki banyak sekali teori,
entah teori khas hubungan masyarakat maupun teori hasil dari “pinjaman”
pada disiplin ilmu yang lain. Teori - teori tersebut antara lain Teori Sistem,
Boundary Spanning, Teori Matematika Komunikasi, Uncertainty Reduction
Theory, Teori Excellence in Public Relations, Contingency of Accomodation
Theory, Situational Theory of The Publics, Teori Strukturasi, serta Teori
Motivasi dan Gaya Manajerial
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2014). Teori public relations perspektif barat dan lokal: aplikasi
penelitian dan praktik. Jakarta: Salemba Humanika
https://auliarachmawp.wordpress.com/2017/04/09/teori-teori-dalam-public-relations/
https://www.butonmagz.id/2019/02/10-teori-komunikasi-public-relations.html
http://sandihasanudin.blogspot.com/2017/04/fungsi-humas-dalam-sebuah-
organisasi.html
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t25612.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124312-SK%20001%2008%20Suc%20p%20-
%20Pengaruh%20kualitas-Literatur.pdf
http://eprints.ums.ac.id/27349/2/04._BAB_I.pdf
https://pakarkomunikasi.com/teori-public-relations

Anda mungkin juga menyukai