Anda di halaman 1dari 55

PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK BUAH PEPAYA (Carica

papaya) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA)


DAN HISTOPATOLOGI DUODENUM TIKUS JANTAN
(Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
PLUMBUM ASETAT

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh :

DINA SAHMIRANDA
135130101111050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Pengaruh Preventif Pemberian Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya) Terhadap


Kadar Malondialdehid (MDA) dan Histopatologi Duodenum Tikus Jantan
(Rattus norvegicus) yang Diinduksi Plumbum Asetat

Oleh :
Dina Sahmiranda
135130101111050

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji


pada tanggal.................
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dra. Herawati, MP drh. Dian Vidiastuti, M.Si


NIP. 19580127 198503 2 001 NIP. 19820207 200912 2 003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES


NIP. 19600903 198802 2 001

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Dina Sahmiranda
NIM : 135130101111050
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul :
Pengaruh Preventif Pemberian Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya)
TerhadapKadar Malondialdehid (MDA) dan Histopatologi Duodenum Tikus
Jantan (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Plumbum Asetat.

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis
di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,
maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, Januari 2018


Yang menyatakan,

Dina Sahmiranda
NIM. 135130101111050

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dina Sahmiranda


Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 19 juli 1995
Alamat : Jl R Dewisartika no 66 Sumber-Cirebon
Warga Negara : WNI
Riwayat Pendidikan : TK Ainun Jariah
SDN 4 Sumber
SMP N 1 Sumber
SMA N 1 Sumber
No HP : 081330901883
E-mail : dinasahmiranda@gmail.com

iv
Pengaruh Preventif Pemberian Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya) Terhadap
Kadar Malondialdehid (MDA) dan Histopatologi Duodenum Tikus Jantan
(Rattus norvegicus) yang Diinduksi Plumbum Asetat

ABSTRAK

Pencemaran plumbum (Pb) dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya


bagi kesehatan. Keberadaan plumbum adalah sebagai radikal bebas yang akan
melakukan metabolisme pemecahan hidroperoksida dengan melibatkan katalisis ion
logam transisi. Ekstrak buah pepaya (Carica papaya) mengandung antioksidan
berupa senyawa vitamin c yang mampu menetralkan radikal bebas dalam tubuh.
Parameter yang diamati adalah kadar MDA yang diukur dengan metode
Thiobarbituric Acid (TBA) dan histopatologi duodenum mengunakan pewarnaan
Hematoxylin Eosin (HE) kemudian dianalisa secara deskriptif. Hewan coba dalam
penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok perlakuan. Kelompok 1 adalah kontrol
negatif, tikus hanya diberi pakan dan air minum. Kelompok 2 adalah kontrol positif,
tikus diinduksi plumbum (Pb) 25 mg/ekor. Kelompok 3, 4, dan 5 merupakan
kelompok terapi, diberi preventif ekstrak vitamin C buah pepaya dengan dosis 250
mg/kgBB, 300 mg/kgBB dan 350 mg/kgBB dan diinduksi plumbum 25 mg/ekor.
Data Kadar MDA dianalisa secara statistik menggunakan ANOVA dan dilanjutkan
uji Tukey (α=0,05) sedangkan pengamatan histopatologi duodenum dianalisa secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukan pemberian terapi ekstrak buah pepaya
(Carica papaya) dengan dosis 150 mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 350 mg/kgBB dapat
menurunkan kadar malondialdehida (MDA) sebesar 10,9% pada tikus (Rattus
norvegicus) yang secara signifikan (p<0,05). Pemberian ekstrak buah pepaya dapat
memperbaiki gambaran histopatologi duodenum tikus (Rattus norvegicus) yang
diinduksi plumbum (Pb) dengan adanya perbaikan jaringan epitel, perbaikan struktur
vili dan berkurangnya sel goblet. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak buah
pepaya dapat digunakan sebagai terapi preventif terhadap induksi plumbum pada
dosis 150-350 mg/kgBB.

Kata kunci : Plumbum (Pb), Carica papaya, MDA, histopatologi duodenum.

v
Preventive Theraphy of Papaya (Carica papaya) Fruit Extracts Against
Malondialdehid (MDA) Level and Histopathology of Duodenum on Male
Rats (Rattus norvegicus) Induced by Plumbum Acetate

ABSTRACT

Contamination of plumbum (Pb) in the environment could danger for health.


The existence of plumbum as free radicals could the metabolism breaking of the
hydroperoxide ion Catalysis with metals transition. Papaya fruit extract contains
antioxidant vitamin C that neutralize free radicals in the body. This research observed
the levels of MDA and histopatology of duodenum MDA levels measured by
Thiobarbituric Acid (TBA) method and duodenum stained using Hematoxyline Eosin
(HE). We used 20 male rats, 150 body weight divided into five groups of treatment.
First group is a negative control which given feed and drinking water. Second goup is
the positive control which induced by 25 mg plumbum (Pb) 3rd, 4th, and 5th group
which given a preventative papaya fruit extract with a dose of 250 mg/kg, 300 mg/kg
and 350 mg/kg, then induced by 25 mg plumbum. Statistical MDA levels analyzed by
analysis of variance and continued with Tukey test (P<0,05). The research results
showed that administering papaya fruit extracts with a dose of 150 mg/kgBB, 250
mg/kgBB, 350 mg/kgBB significantly decreased (P<0,05) of malondialdehida
(MDA) level in rats. The papaya fruit extract could repaired of rats duodenum villie
either induced plumbum (Pb) by the presence of epithelial tissue repair, villie
structure and reduced goblet cell. The conclusions of this research are papaya fruit
extract dosage 150-350 mg/kgBB can be used as preventive therapy against the
induction of plumbum exposure.

Keywords: Plumbum (Pb), Carica papaya, MDA, duodenum.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas ridha-Nya Skripsi Program Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya dengan judul Pengaruh Preventif Ekstrak Buah Pepaya
(Carica papaya) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) dan Histopatologi
Duodenum Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Plumbum Asetat. ini
telah terselesaikan dengan baik.
Terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Dosen pembimbing I, Dr. Dra. Herawati, MP. yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan kepada penulis.
2. Dosen pembimbing II, drh. Dian Vidiastuti, M.Si. yang telah setia membina
penulis selama penyusunan skripsi.
3. Dosen penguji I, drh. Ajeng Aeka, M.Sc yang telah memberikan pertanyaan,
kritik, dan saran yang membangun kepada penulis.
4. Dosen penguji II, drh. Rahadi Swastomo, M.Biomed yang telah memberikan
pertanyaan, kritik, dan saran yang membangun untuk penulis.
5. Prof. Dr. Aulianni’am, drh, DES, selaku Ketua Program Studi Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya Malang.
6. Ibunda Unsari tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada
habisnya.
7. Ayah Yus Sentana Mulya tersayang yang kerap kali memberikan nasehat dan
masukan yang membangun.
8. Kakak tercinta Honey Choirunnisa yang selalu memberi dukungan dan doa
yang tiada habisnya.
9. Adik tersayang Dafa Hidayatullah dan Galang Herjuno Mulya yang selalu
memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi.
10. Kelompok penelitian yaitu Dina Hardiana, Dewi Jariani serta Desy safitry,
yang selalu memberi semangat penulis.

vii
11. Kolega Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, terutama CAVITAS yang
menghibur ketika berkumpul bersama dan berbagi informasi.
12. Staf Laboratorium Biosains UB, Politeknik Negeri Malang dan Materia
Medika yang telah bersedia bekerja sama dan melayani penulis dalam
mendapatkan alat dan bahan yang diperlukan untuk penelitian.
13. Semua pihak-pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
serta dalam melancarkan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat di


dalam skripsi yang ditulis, oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik yang
membangun.

Malang, Januari 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK..................................................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .............................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah............................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
2.1 Plumbum (Pb)………………........................................................ 6
2.2 Patofisiologi Akibat Plumbum (Pb)…...…………....................... 7
2.3 Buah Pepaya (Carica papaya)………………................................. 7
2.4 Patofisiologi Stres Oksidatif ………………................................. 9
2.5 Organ Duodenum…………………………..…................................. 10
2.6 Tikus Putih..................................................................................... 12
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .... 14
3.1 Kerangka Konseptual ................................................................... 14
3.2 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 17
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 18
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 18
4.2 Alat dan Bahan……...................................................................... 18
4.2.1. Alat………………...……................................................. 18
4.2.2. Bahan……………………................................................. 18
4.3 Rancangan Penelitian ................................................................... 19
4.4 Variabel Peneltian ........................................................................ 20
4.5 Prosedur Penelitian........................................................................ 21
4.5.1. Persiapan Hewan Coba…….............................................. 21
4.5.2. Ekstrak Etanol Buah Pepaya ............................................. 21
4.5.3.Pemberian Ekstrak Buah Pepaya Pada Hewan

ix
.................................................................................................. 22
4.5.4. Pemberian Plumbum…………................................................ 22
4.5.5. Pengambilan Organ Duodenum Tikus……....................... 22
4.5.6. Pembuatan Kurva Standar MDA....................................... 23
4.5.7. Pengukuran Kadar MDA Dengan Menggunakan Uji
Tiobarbituric Acid (TBA)............................................... 23
4.6. Histopatologi Duodenum.............................................................. 24
4.6.1 Pembuatan Preparat Hitsopatologi Duodenum................... 24
4.6.2 Pewarnaan HE Pada Preparat.............................................. 25
4.6.3 Pengamatan Histopatologi……........................................... 27
4.7. Analisis Data................................................................................. 27
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 29
5.1 Pengaruh Pemberian Plumbum (Pb) terhadap Kadar
Malondialdehida (MDA) Duodenum Tikus Jantan (Rattus
norvegicus).............................................................................. 29
5.2 Pengaruh Pemberian Plumbum (Pb) Terhadap Histopatologi
Duodenum Tikus Putih (Rattus norvegicus)
............................................................................................... 32
BAB VI. PENUTUP............................................................................... 37
6.1 Kesimpulan………................................................................. 37
6.2 Saran…………....................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 38
LAMPIRAN................................................................................................... 42

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
4.1. Rancangan Kelompok Penelitian.............................................................. 20
5.1 Kadar Malondialdehid …………………………………………………… 29

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Pepaya (Carica papaya)........................................................................ 9
2.2. Histologi Duodenum Tikus (Rattus norvegicus).................................... 11
2.3 Tikus Putih (Rattus norvegicus)……………........................................ 13

5.2 Histopatologi Organ Duodenum Tikus ………………………………. 32

xii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah industri memberikan dampak negatif yang nyata

terhadap lingkungan terutama pencemaran karena akan menghasilkan limbah

industri dalam jumlah banyak (Silalahi, 2000). Limbah pabrik yang paling sering

mencemari lingkungan adalah plumbum atau timbal. Plumbum dapat mencemari

air, udara, dan tanah. Cemaran plumbum pada lingkungan sangat berbahaya

karena keberadaannya dialam tidak mengalami transformasi (bersifat persistent)

(Hardiani dkk., 2011). Plumbum jika terkonsumsi oleh makhluk hidup maka

plumbum akan bertahan dan terakumulasi di dalam tubuh sehingga memiliki

potensi menyebabkan keracunan. Akumulasi plumbum dalam tubuh untuk jangka

waktu yang panjang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Gangguan

tersebut seperti muntah, diare dan anemia (Manahan, 1994).

Plumbum yang masuk melalui saluran pencernaan akan terserap ke

dalam aliran darah kemudian akan keluar melalui feses dan urin sedangkan

sisanya akan tersimpan dalam tubuh dan mempengaruhi hampir setiap organ

termasuk sistem pencernaan (Kafiar dkk., 2013). Menurut Widodowati (2011),

keberadaan plumbum dalam tubuh dapat menghambat aktivitas enzim yang

terlibat dalam pembentukan hemoglobin sebagian akan terikat oleh protein dan

sebagian lagi terakumulasi dalam organ. Senyawa di dalam tubuh yang

1
2

menggambarkan aktifitas radikal bebas yang tinggi menyebebkan stres oksidatif

dan adanya peningkatan nilai Reactive Oxygen Species (ROS). Peningkatan ROS

menyebabkan peroksidasi lipid, akibat dari reaksi tersebut ialah terputusnya rantai

asam lemak menjadi senyawa toksik bagi sel, seperti Malondialdehida (MDA)

yang dapat merusak sel dalam tubuh (Dalle, 2006).

Penggunaan obat kimiawi dalam jangka waktu lama dilaporkan

mempunyai efek samping sehingga dapat memanfaatkan obat herbal. Salah satu

tanaman di Indonesia yang digunakan sebagai alternatif adalah buah pepaya

(Carica papaya). Buah pepaya mengandung bahan aktif vitamin C yang diketahui

memiliki efek sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang

mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan 1 elektronnya kepada

molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas

(Febrianti dkk., 2016).

Ekstrak buah pepaya sebagai preventif untuk menurunkan radikal

bebas di dalam tubuh. Buah pepaya sebagai pensuplai nutrisi terutama

betakaroten, flafanoid dan C. Vitamin C yang terkandung di dalam buah pepaya

berperan sebagai anti oksidan yang dapat mencegah peroksidasi lipid dan

pembentukan radikal bebas. Kandungan vitamin C dalam 100 g ekstrak etanol

buah pepaya sebesar 48,4 mg (Kumalaningsih, 2007).

Plumbum yang masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minumam

akan dicerna di dalam saluran pencernaan dari jumlah yang tertelan akan

terabsorbsi di dalam usus salah satunya duodenum sehingga gerak peristaltik usus
3

terganggu dan terjadi kerusakan pada vili organ duodenum (Hariono, 2005).

Plumbum yang terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya

radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal bebas tersebut berusaha untuk

mengikat elektron dari molekul lain di dalam tubuh (Palar, 2008).

Pada penelitian ini digunakan hewan model tikus (Rattus norvegicus)

yang diinduksi Plumbum (Pb). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh preventif ekstrak buah pepaya (carica papaya) terhadap kadar MDA

(malondialdehid) dan gambaran histopatologi duodenum tikus jantan (Ratus

norvegicus) yang di induksi plumbum asetat.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut ini rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan:

1. Apakah preventif ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dapat mencegah

peningkatan kadar malondialdehida (MDA) pada tikus jantan (Rattus

norvegicus) yang diinduksi plumbum asetat?

2. Apakah preventif ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dapat mencegah

kerusakan jaringan duodenum tikus jantan (Rattus norvegicus) yang diinduksi

plumbum asetat?

1.3 Batasan Masalah

1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan (Rattus norvegicus) strain

wistar, dengan umur 8 sampai 10 minggu dan berat badan tikus 150-200

gram yang diperoleh dari Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya

Malang.
4

2 Buah pepaya (Carica papaya) diperoleh dari pasar lokal yang ada di kota

Malang sedangkan pembuatan ekstrak buah pepaya (Carica papaya)

dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Dosis

yang diberikan 150 mg/kg BB (terapi 1), 250 mg/kg BB (terapi 2), 350 mg/kg

BB (terapi 3) selama 21 hari secara oral dengan menggunakan sonde lambung

(Sadeque., et al. 2012).

3 Plumbum yang digunakan adalah plumbum asetat yang diperoleh dari

penyedia bahan-bahan kimia dan peralatan laboratorium. Plumbum asetat

dalam bentuk serbuk diberikan sebanyak 25 mg/ekor/hari selama 14 hari

berturut-turut yang dimulai dari hari ke-15 hingga hari ke-28 (Nugroho,

2005). Plumbum diberikan secara oral dengan cara dicampurkan aquades

sebanyak 0,5 mL tiap satu kali pemberian.

4 Variabel yang di amati dalam pengamatan ini kadar malondialdehida (MDA)

yang diukur dengan metode Thiobarbituric Acid (TBA) dan pengamatan

histopatologi duodenum secara kualitatif menggunakan mikroskop (Olympus

𝐵𝑋51 ® ).

1.4 Tujuan Penelitian

Berikut ini adalah tujuan penelitian berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan:
5

1. Mengetahui pengaruh preventif pemberian ektrak buah pepaya (Carica

papaya) terhadap kadar malondialdehida (MDA) pada tikus jantan (Rattus

norvegicus) yang diinduksin plumbum asetat.

2. Mengetahui pengaruh terapi preventif pemberian ekstrak buah pepaya (Carica

papaya) terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus jantan (Rattus

norvegicus) yang diinduksi plumbum asetat.

1.5 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat membuktikan pengaruh

pemberian ektrak buah pepaya (Carica papaya) sebagai terapi preventif yang

dapat mencegah peningkatan kadar malondialdehida (MDA) dan mencegah

kerusakan jaringan duodenum akibat induksi plumbum sehingga ekstrak buah

pepaya dapat digunakan sebagai alternatif antioksidan.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plumbum (Pb)

Plumbum (Pb) termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A

pada tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 adalah suatu

logam berat yang lunak berwarna abu-abu kebiruan (Palar, 1994). Plumbum

merupakan bahan kimia golongan logam yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh

tubuh, jika masuk ke dalam tubuh organisme hidup dalam jumlah yang berlebihan

akan menimbulkan efek negatif terhadap fungsi fisiologis tubuh. Logam berat yang

masuk ke dalam tubuh dalam jumlah kecil akan berakumulasi di dalam tubuh,

sehingga pada suatu saat juga dapat menimbulkan efek negatif dan gangguan

kesehatan (Ardyanto, 2005).

Keberadaan plumbum di dalam tubuh adalah sebagai radikal bebas yang akan

melakukan metabolisme pemecahan hidroperoksida dengan melibatkan katalisis ion

logam transisi. Lemak merupakan biomolekul yang paling rentan terhadap serangan

radikal bebas. Membran sel kaya akan sumber Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA)

oleh karena itu, membran sel mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi termasuk

ion logam. Proses oksidasi pada lemak disebut dengan peroksidasi lemak (Arief,

2008).

Menurut Palar (2008), senyawa organometalik yang terpenting adalah

plumbum tatreil (tetra ethyl lead /TEL) dan plumbum titrame tril lead (tetra metril

lead/TML) yang tidak larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik dan

6
7

lemak. Public Health Service Amerika Serikat menetapkan bahwa sumber-sumber air

untuk masyarakat tidak boleh mengandung timbal lebih dari 0,05 mg/L, sedangkan

WHO menetapkan batas timbal di dalam air sebesar 0,1 mg/L. Dalam

mengkontaminasi sumber air, hampir semua timbal terdapat dalam sedimen, dan

sebagian lagi larut dalam air (Fardiaz, 2001).

2.2 Patofisiologi Keracunan Plumbum (Pb)

Menurut Palar (2008) dalam Sitohang (2011), keracunan yang ditimbulkan

oleh plumbum terjadi karena masuknya plumbum kedalam tubuh melalui makanan,

minuman dan udara. Plumbum merupakan logam berat yang bersifat kumulatif di

dalam tubuh. Gejala keracunan akan timbul jika akumulasi Pb telah terbentuk dalam

jumlah yang besar atau dalam waktu lama. Plumbum akan terakumulasikan ke

berbagai organ dan diabsorbsi oleh duodenum. Kemudian akan berikatan dengan

eritrosit (Palar, 2008). Pb yang berikatan dengan darah akan didistribusikan ke

jaringan lunak seperti sumsum tulang, sistem saraf, sistem pencernaan, ginjal dan hati

(Goldstein, 1994).

2.3 Buah Pepaya (Carica Papaya)

Buah pepaya sebagai pensuplai nutrisi terutama vitamin A dan C. Vitamin C

yang terkandung di dalam buah pepaya berperan sebagai anti oksidan yang dapat

mencegah peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas (Wahyuningrum, 2012).

Tingkat kematangan buah dapat mempengaruhi banyaknya kadar vitamin C pada

buah. Semakin masak buah maka semakin tinggi kadar vitamin C, hal ini disebabkan
8

karena selama proses pemasakan buah mengalami peningkatan kadar vitamin C

(Gull, 2012).

Kandungan dalam 100 gr buah pepaya masak adalah: kalori 46 kal, vitamin A

365 SI, vitamin B1 0,04 mg, vitamin C 78 mg, kalsium 23 mg, hidrat arang 12,2 gr,

fosfor 12 mg, besi 1,7 mg, protein 0,5 mg, dan air 86,7 gr (Kumalaningsih, 2007).

Sedangkan menurut Mayawati dkk., (2014), mengatakan bahwa pepaya (carica

papaya) merupakan buah tropis yang banyak mengandung vitamin C yaitu 78

mg/100 gr buah pepaya. Kandungan vitamin C dalam buah pepaya lebih tinggi

dibandingkan dengan buah jeruk yang dikenal sebagai sumber vitamin C yaitu 49

mg/100 gr buah jeruk. Komponen yang terkandung di dalam buah pepaya antara lain

α-tokoferol, asam askorbat (vitamin C), beta karoten, flavonoid, vitamin B1 dan

niasin.

Taksonomi buah pepaya diklasifikasikan sebagai berikut: (Yuniwati, 2008).

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Caricales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya


9

Gambar 2.1 Pepaya jingga (Carica papaya) (Yuniwati, 2008).

2.4 Patofisiologi Stres Oksidatif

Efek lain dari stres oksidatif adalah berupa kerusakan mulai dari tingkat sel,

jaringan, hingga ke organ tubuh. Selain itu, keadaan ini juga dapat menyebabkan

penurunan fungsi biologis. keracunan yang ditimbulkan oleh plumbum terjadi karena

masuknya plumbum kedalam tubuh. Proses masuknya plumbum ke dalam tubuh

dapat melalui makanan, minuman dan udara. Plumbum yang masuk melalui minuman

akan dimetabolisme oleh tubuh. Antioksidan berperan sangat penting dalam proses

kerusakan tersebut karena antioksidan mampu menghambat oksidasi dari molekul

oksidan (Ardhie, 2011). Menurut Haris dalam Astuti dkk, (2008). antioksidan adalah

substansi yang dapat menetralisir dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh

radikal bebas melalui penghambatan oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal

bebas reaktif sehingga radikal bebas menjadi relatif stabil. Tubuh memiliki sistem

pertahanan terhadap radikkal bebas, yaitu antioksidan endogen intrasel yang terdiri

atas enzim-enzim yang disintesis oleh tubuh seperti superoksida dismutase (SOD),

katalase dan glutation peroksidase. Apabila radikal bebas dalam tubuh berlebihan
10

dapat menyebabkan penurunan aktivitas sumber antioksidan endogen. Sehingga,

dibutuhkan antioksidan eksogen yaitu antioksidan yang berasal dari bahan yang

dikonsumsi. Tuminah (2000). mengatakan bahwa SOD merupakan golongan enzim

antioksidan yang penting dalam pendekomposisi katalitik radikal superoksida

menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Katalase secara spesifik mengkatalisis

dekomposisi hidrogen peroksida. Glutation peroksidase merupakan golongan enzim

antioksidan mengandung selenium yang penting dalam mengurangi hidroperoksida

seperti hasil peroksidasi lipid.

2.5 Malondialdehida (MDA)

Malondialdehida merupakan produk akhir dari oksidasi lipid. Tingginya kadar

MDA dipengaruhi oleh kadar peroksidasi lipid dapat menggambarkan aktivitas

radikal bebas di dalam sel (Wresdiyati, 2005). Peroksidase lipid terjadi karena

adanya ikatan ROS (Reactive Oxygen Species) dengan PUFA (Poly Unsaturated

Fatty Acid). MDA dapat diukur dengan melalui uji TBA. Ikatan yang akan terbentuk

antara MDA dengan TBA akan menghasilkan warna merah muda. Pengukuran kadar

MDA merupakan cara pengukuran aktivitas radikal bebas secara tidak langsung,

sebab yang diukur adalah produk akhir dari reaksi radikal bebas bukan pengukuran

radikal bebas secara langsung (Mudassir, 2012).

2.6 Organ Duodenum

Duodenum, tersusun melingkar dengan panjang 3-5 cm secara ventro-

tranversal ke arah dinding abdomen lateral bagian kanan dan kemudian dari dorsal ke

bidang tengah melingkar disebut duodenum transversal yang berakhir di tepi kolon
11

transversal. Epitel yang melapisi vili usus halus adalah kolumner selapis dengan inti

terdapat di basal serta mempunyai mikrovili yang berbentuk seperti jari yang disebut

vili. Vili pada duodenum panjang dan berbentuk lembaran. Duodenum berfungsi

untuk mencerna dan mengabsorbsi nutrisi makanan dan air (Harjana, 2009).

Duodenum memiliki epitel simple kolumnar diantara sel kolumnar terdapat

sel goblet. Hewan mamalia memiliki vili yang pendek (Bacha, 2000), berfungsi untuk

memperluas permukaan penyerapan, sehingga proses absorbsi nutrisi dapat berjalan

baik. Duodenum tersusun atas empat lapisan, yaitu lapisan tunika mukosa, tunika

submucosa, muskularis eksterna, dan tunika serosa atau adventitia (Eroschenko,

2008). Histologi duodenum tampak struktur vili yang terdiri dari sel epitelium selapis

tersusun rapat dengan inti bulat sampai oval terletak agak basal (Abrahamsohn, 2005).

Gambar 2.2 Histologi duodenum tikus Rattus norvegicus (victor, 2005).


12

2.7 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Tikus (Rattus sp) termasuk binatang pengerat hewan ini sering digunakan

untuk percobaan laboratotium. Hal ini karena tikus putih memiliki kemiripan

anatomis, fisiologis, dan patologis dengan mamalia lainnya. Tikus putih juga

memiliki saluran pencernaan dengan tipe monogastrik, mudah dipelihara dan hewan

adaptif (Akbar, 2010).

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar adalah salah satu galur tikus

yang paling populer untuk digunakan dalam penelitian laboratorium karena sifatnya

yang lebih aktif dari pada galur-galur yang lain (Simbolon dkk., 2013). Galur Wistar

berkepala lebar, bertelinga kecil, berat badan antara 150-600 gram, panjang badan 18-

25, berumur 4-5 tahun dan memiliki panjang ekor yang selalu kurang dari panjang

tubuhnya. Tikus betina yang ditempatkan dalam kandang kelompok cenderung lebih

suka berkelahi daripada tikus jantan (Sirois, 2005).

Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Akbar, (2010). Sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus


13

Gambar 2.3 Tikus putih (Rattus norvegicus) (Akbar, 2010).

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan

untuk dipakai sebagai hewan model dalam mempelajari dan mengembangkan

berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Adiyati,

2011). Spesies yang sering dipakai sebagai hewan model pada penelitian berkaitan

dengan pencernaan adalah Rattus norvegicus. Tikus putih (Rattus norvegicus)

digunakan sebagai uji dalam penelitian dan pelatihan medis pada pengolahan

obesitas, diabetes militus, paparan radikal bebas dan hipertensi (Sirois, 2005)
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Pemberian plumbum Tikus jantan Ekstrak vitamin c buah


asetat pepaya

Membantuk senyawa CH3COO2

Radikal bebas

ROS (Reactive Oxygen Species)

Stres oksidatif

Peroksidasi lipid pada duodenum

Kerusakan sel, jaringan, MDA


organ

Histopatologi duodenum

Gambar 3.1 Kerangka konseptual

Keterangan :
: Menghambat
: Peningkatan
: Penurunan
: Hewan coba
: Variabel bebas
: Patomekanisme
: Parameter yang diamati

14
15

Hewan coba tikus (Rattus norvegicus) diberikan ekstak etanol buah pepaya

(Carica papaya) yang mengandung antioksidan yaitu Vitamin C secara sonde

lambung. Vitamin C akan bekerja dengan cara memberikan satu elektron kepada

radikal bebas sehingga menyebabkan radikal bebas menjadi kurang reaktif, kondisi

ini akan menurunkan terjadinya stres oksidatif. Antioksidan yang tinggi dan mengikat

radikal bebas akan menekan peroksidasi lipid oleh karena itu kerusakan pada

membran sel akan ditekan dan kerusakan pada organ duodenum akan terhambat

sehingga terjadi penurunan kadar malondialdehid (MDA) yang digunakan sebagai

indeks pengukuran aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Pemberian ekstrak buah

pepaya (Carica papaya) tersebut sebagai terapi preventif bertujuan untuk mencegah

terbentuknya radikal bebas dalam tubuh ketika tikus diinduksi plumbum sehingga

diharapkan peningkatan kadar malondialdehid (MDA) dan kerusakan organ

duodenum dapat dicegah.

Plumbum yang diberikan pada tikus jantan (Rattus norvegicus) secara sonde

lambung akan masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan diabsorbsi dalam

usus halus kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Plumbum dalam peredaran

darah menjadi radikal bebas karena senyawa plumbum memiliki atom bebas,

sehingga akan berusaha berikatan dengan atom lain di dalam tubuh. Plumbum yang

diberikan secara oral kedalam tubuh hewan model tikus putih jantan (Rattus

norvegicus) akan membentuk senyawa plumbum. Senyawa Plumbum yang masuk

ke dalam tubuh akan membentuk CH3COO2 yang memiliki atom bebas pada lapisan

terluar, serta akan membentuk radikal bebas. Peningkatkan radikal bebas akan
16

menyebabkan terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS). Reactive Oxygen

Species (ROS) merupakan senyawa radikal bebas yang berada di dalam tubuh.

Apabila ROS yang terakumulasi di dalam tubuh berlebih dan melebihi jumlah

antioksidan yang ada, maka akan terjadi kondisi stress oksidatif. Dimana terjadi tidak

seimbangnya antara jumlah radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh. Radikal

bebas akan bereaksi dengan komponen asam lemak tak jenuh penyusun membran sel

sehingga terjadi reaksi berantai yang disebut dengan peroksidasi lipid yang

menghasilkan produk aldehid berupa malondialdehida (MDA).

Plumbum asetat memiliki sifat lipofilik sehingga dengan mudah dapat

berikatan dengan lipid pada membran sel dan membentuk peroksidasi lipid (Hidayat,

2013). Peroksidasi lipid merupakan perusakan oksidatif terhadap asam lemak tak

jenuh berantai panjang yang menghasilkan senyawa Malondialdehida (MDA) sebagai

produk akhirnya. Kadar MDA dapat digunakan untuk mengukur aktivitas radikal

bebas. Pemaparan yang dilakukan secara terus-menerus dapat menyebabkan nekrosis

dan kerusakan sel. Kerusakan sel atau jaringan pada duodenum akibat dari pemaparan

plumbum asetat dapat mempengaruhi kerja dan fungsi duodenum.

Antioksidan endogen tidak mampu dalam menetralkan radikal bebas di dalam

tubuh maka dibutuhkan antioksidan eksogen. Antioksidan eksogen yaitu antioksidan

yang berasal dari bahan tambahan yang dapat mencegah kerusakan yang ditimbulkan

oleh radikal bebas. Antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diperoleh

dari ekstrak buah pepaya (Carica papaya L.) yang memiliki kandungan antioksidan

yaitu vitamin C dan flafanoid. Kandungan vitamin C di dalam buah pepaya dapat
17

membantu kerja superoksida dismutase (SOD) sehingga aktivitas enzim superoksida

dismutase di dalam sel dapat dipertahankan. Vitamin C dapat berperan dalam

mengikat radikal bebas sehingga radikal bebas relatif stabil. Vitamin C di dalam

tubuh bekerja dengan cara mendonorkan satu elektron atom hidrogen (H) kepada

radikal bebas sehingga radikal bebas kurang reaktif, kondisi ini akan menurunkan

terjadinya stress oksidatif. Pemberian buah pepaya dapat meningkatkan pertahanan

antioksidan yang disertai dengan penurunan kadar lipid proksidase, dan jumlah

antioksidan yang tinggi dapat mengikat radikal bebas sehingga akan menekan

peroksidasi lipid oleh karena itu kerusakan stuktur vili, hiperplasia sel goblet dan

infiltrasi sel radang juga dapat dihambat.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berikut ini adalah hipotesis penelitian berdasarkan rumusan masalah yang

telah ada:

1. Terapi preventif ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dapat mencegah

peningkatan kadar Malondialdehida (MDA) pada tikus jantan (Rattus novergicus)

yang diinduksi plumbum asetat.

2. Terapi preventif ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dapat mencegah kerusakan

jaringan duodenum tikus jantan (Rattus novergicus) yang diinduksi Plumbum

asetat.
BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

Agustus 2017, di Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya Malang.

Pembuatan ekstrak buah papaya (Carica papaya) dilakukan di Politeknik Negeri

Malang. Pembuatan prepaparat histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Alat

1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu kandang tikus

berupa bak plastik dan tutup kandang dari kawat, botol minum tikus,

sekam berupa parutan kayu halus, tempat pakan tikus, alat sonde,

dissecting set, papan bedah, sarung tangan, spuit 1cc, spuit 3cc, microtube,

papan bedah, timbangan digital, gelas ukur, cawan petri, spatula, objek

glass, cover glass, whole blood tube 3 cc, mikroskop cahaya (Olympus

𝐵𝑋51 ® ), alumunium foil, tabung polipropilen, vortex, centrifuge

(Thermoscientific Sorvall Biofuge Primo R Centriffuge), micropipette

ukuran 10-100 Ul, Pot organ, tissue, kapas, kertas saring, box pakan, timer

dan lemari pendingin.

4.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus

norvegicus) strain wistar jantan, pakan tikus standar, ekstrak vitamin c buah

18
19

pepaya (Carica papaya), Pb asetat, Phosphate Buffer Saline (PBS), aquades, NaCl

fisiologis, TCA, HC1 1 N, Na-Thio 1%, alcohol (70%, 80%, 90% dan 95%),

etanol absolute I-II, etanol (70%, 80%, 90% dan 95%), xylol I-II, PFA 4%,

paraffin blok dan pewarna hematoxyline eosin.

4.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) karena

media yang digunakan dalam penelitian ini dianggap sama atau seragam. Hewan

coba dalam penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok perlakuan. Kelompok 1

adalah kontrol negatif dimana tikus hanya diberi pakan dan air minum. Kelompok

2 adalah kontrol positif dimana tikus diinduksi dengan plumbum (Pb) 25

mg/ekor/hari (Nugroho, 2005). Kelompok 3, 4, dan 5 merupakan kelompok terapi

dimana tikus diberi terapi preventif ekstrak buah pepaya dengan dosis 150

mg/kgBB, 250 mg/kgBB, dan 350 mg/kgBB (Sadeque., et al. 2012). Kemudian

diinduksi plumbum 25 mg/ekor/hari Secara lengkap skema kerja penelitian dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Berikut ini merupakan perhitungan banyaknya ulangan yang dibutuhkan

berdasarkan rumus p (n-1) ≥ 15, dimana (p) adalah jumlah kelompok perlakuan

dan (n) adalah jumlah ulangan (Kusriningrum, 2008).

p (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥4
20

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh jumlah ulangan lebih dari atau

sama dengan empat kali untuk setiap kelompok perlakuan dengan jumlah

kelompok perlakuan sebanyak lima kelompok sehingga dibutuhkan sebanyak 20

ekor hewan coba. Berikut ini adalah tabel rancangan kelompok penelitian:

Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian

ULANGAN

PERLAKUAN 1 2 3 4

Kelompok 1 (Kontrol Negatif)

Kelompok 2 (Kontrol Positif plumbum 25 mg/ekor/hari)

Kelompok 3 (ekstrak 150 mg/kgBB + Pb 25 mg/ekor/hari)

Kelompok 4 (ekstrak 250 mg/kgBB + Pb 25 mg/ekor/hari)

Kelompok 5 (ekstrak 350 mg/kgBB + Pb 25 mg/ekor/hari)

4.4 Variabel Penelitian

Adapun variable yang diamati dalam penelitian ini yaitu :

a. Variable bebas : dosis ekstrak buah pepaya dan dosis plumbum

b. Variabel terikat : kadar malondialdehida (MDA) dan histopatologi

duodenum tikus putih

c. Variabel kontrol : tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar

(jenis kelamin, umur, berat badan), pakan, suhu,

kandang.
21

4.5 Prosedur Penelitian

4.5.1 Persiapan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan sebanyak 20 ekor dan dibagi menjadi lima

kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari empat ekor

hewan coba. Hewan coba diaklimatisasi selama tujuh hari agar hewan coba

beradaptasi dengan lingkungan baru. Selama masa aklimatisasi hewan coba diberi

pakan standar berupa pelet yang mengandung karbohidrat 5%, protein 10%,

lemak 3%, vitamin, mineral dan air sebesar 12% (AOAC, 2005). Pakan diberikan

sebanyak 10% dari berat badan hewan coba (Widiartini dkk., 2013), yaitu

sebanyak 15-20 gram/ekor/hari. Tikus diberi pakan dua kali sehari, yaitu pada

pagi dan sore hari serta air minum secara ad libitum. Hewan coba dikandangkan

sesuai dengan kelompok perlakuan dengan suhu ruang pemeliharaan sekitar

22±3°C dan kelembaban relatif 30-70%. Selama masa ini hewan coba yang

digunakan harus sehat sehingga kondisi fisik hewan coba meliputi berat badan ada

atau tidaknya kerontokan rambut, kejernihan mata, ada atau tidaknya lendir pada

hidung, ada atau tidaknya diare, dan aktivitas motoriknya harus selalu diamati

(Yulia dkk., 2015).

4.5.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Pepaya

Sampel berupa buah pepaya (Carica papaya) dicuci bersih, kupas dan

dipisahkan dari bijinya. Daging buah yang sudah bersih dipotong kecil-kecil

kemudian diblender untuk mendapatkan sediaan seperti pasta. Sampel berupa

sediaan pasta dituangkan ke dalam toples kaca dan ditambahkan etanol 96%

sebanyak 500 ml. Kemudian campuran diaduk hingga homogen dan didiamkan
22

selama 24 jam pada suhu kamar, setelah itu disaring menggunakan vakum yang

dilapisi kertas saring. Filtrate yang didapat diuapkan menggunakan ratory

evaporator pada 70°C hingga pelarutnya hilang. Pembuatan ekstrak kental

didapatkan kemudian dilakukan freeze dry untuk menghilangkan sisa air yang

terdapat di dalam ekstrak sehingga didapatkan ekstrak kering bentuk serbuk.

Dosis ekstrak buah pepaya yang diberikan pada penelitian ini adalah 150

mg/kgBB (kelompok 3), 250 mg/kgBB (kelompok 4), 350 mg/kgBB (kelompok

5) (Sadeque., et al. 2012). lampiran 2.

4.5.3 Pemberian Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya) Pada Hewan Coba

Ekstrak buah pepaya (Carica papaya) yang diberikan dalam bentuk serbuk

yang dilarutkan dalam 1 mL aquades dan diberikan secara per oral dengan

menggunakan sonde lambung. Ekstrak buah pepaya (Carica papaya) diberikan

sebanyak 150 mg/kgBB pada kelompok dosis terapi C, 250 mg/kgBB pada

kelompok dosis terapi D dan 350 mg/kgBB pada kelompok dosis terapi D pada

hari ke-8 selama 7 hari dan hari ke-15 selama 14 hari. Berdasarkan penelitian

sebelumnya pemberian Pb dengan dosis 150 mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 350

mg/kgBB dapat menyebabkan penurunan kadar MDA dan perbaikan histopatologi

duodenum. Pemberian plumbum dan perhitungan dosis secara lengkap dapat

dilihat pada lampiran 3.

4.5.4 Pemberian Plumbum (Pb)

Plumbum yang diberikan adalah plumbum asetat dalam bentuk serbuk

berwarna putih yang dilarutkan dalam 0,5 mL aquades dan diberikan secara per

oral dengan menggunakan sonde lambung. Plumbum diberikan sebanyak 25


23

mg/ekor/hari pada kelompok 2 (kontrol positif), kelompok 3, kelompok 4 dan

kelompok 5 selama 14 hari yang diberikan pada hari ke-15 sampai ke-28.

Berdasarkan penelitian sebelumnya pemberian Pb dengan dosis 25 mg/ekor/hari

selama 14 hari dapat menyebabkan peningkatan degenerasi dan nekrosis pada sel

hepar (Nugroho, 2005). Pemberian plumbum dan perhitungan dosis secara

lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

4.5.5 Pengambilan Organ Duodenum Tikus

Pengambilan organ duodenum tikus dilakukan pada hari ke 29. Tikus

dieutanasi dengan cara dislokasi leher. Kemudian tikus tersebut diletakkan dengan

posisi rebah dorsal pada papan pembedahan. Pembedahan dilakukan dengan

membuat sayatan pada bagian abdomen dengan posisi tikus rebah dorsal diatas

papan bedah kemudian duodenum diambil dan dipotong menggunakan gunting

bedah. Duodenum dibilas dengan NaCI fisiologi 0,9% dan dimasukan dalam PFA

4% sebagai larutan fiksasi untuk pembuatan preparat histologi. Proses fiksasi

merupakan usaha mematikan dan mengawetkan jaringan dengan mempertahankan

bentuk dan struktur alaminya lampiran 5.

4.5.6 Pembuatan Kurva Standar MDA

Kurva standar dibuat dengan konsentrasi mulai dari 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

dan 8 µg/ML. Masing-masing diambil sebanyak 100 µL, dimasukkan dalam

tabung microtube. Setiap tabung microtube ditambahkan aquades sebanyak 550 µl

sehingga n standar sebanyak 650 µl. Kemudian ditambahkan 200 µl TCA 10%,

500 µL HCL 1 N dan 200 µL Na-Thio 1%. Larutan dalam tabung dihomogenkan
24

dalam vortex hingga terbentuk senyawa kompleks berwarna merah. Kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit.

Tahap selanjutnya diinkubasi dalam penangas air dengan suhu 100°C

selama 30 menit kemudian dibiarkan pada suhu ruangan. Selanjutnya MDA

diukur absorbansinya dengan spektofotometer pada range panjang gelombang

500-600 nm untuk menentukan panjang gelombang maksimum MDA. Kemudian

diperoleh absorbansi pada variasi konsentrasi (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 µg/ML) dan

dibuuat kurva standar MDA pada panjang gelombang maksimumnya lampiran 6

(Shofia, 2012).

4.5.7 Pengukuran Kadar MDA Menggunakan Uji Thiobarbituric Acid (TBA)

Sampel yang digunakan dalam pengukuran kadar MDA adalah organ

duodenum sebanyak 0,5 gram dipotong kecil-kecil lalu digerus dengan

menggunakan mortir dingin. Kemudian ditambahkan 1 ml NaCI 0,9%.

Homogenat yang terbentuk dipindahkan ke dalam tabung microtube dan

disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan 800 rpm, setelah itu diambil

supernatannya sebanyak 100 µL. Supernatan ditambah 550 µL aquades dan

dihomogenkan dengan vortex. Selanjutnya ditambahkan 250 µL HCI IN dan

dihomogenkan dengan vortex. Kemudian ditambahkan 100 µL Na-Thio 1% dan

dihomogenkan dengan vortex. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 500

rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dan dipindahkan

pada microtube baru. Selanjutnya larutan diinkubasi dalam waterbath pada suhu

100ºC selama 30 menit. Kemudian dibiarkan pada suhu ruang. Sampel diukur

absorbsinya dengan menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang


25

maksimum (533 nm). Kemudin absobsi yang terbaca diplotkan pada kurva standar

yang telah dibuat untuk menghitung kosentrasi sampel. Pengukuran kadar MDA

secara lengkap dapat di lihat pada Lampiran 7.

4.6 Histopatologi Duodenum

4.6.1 Pembuatan Preparat Histologi Duodenum

Organ Duodenum yang sudah difiksasi dalam paraformaldehidehyde

(PFA) 4% kemudian disiapkan untuk pembuatan preparat histopatologi. Prosedur

yang dilakukan antara lain sebagai berikut.

1. Dehidrasi, yaitu proses pengeluaran air dari jaringan agar jaringan dapat

diiris tipis dan dinsisi parafin. Duodenum dimasukan dalam larutan

alkohol secara bertingkat (konsentrasi alkohol mulai dari 70%, 80%, 90%,

85%, sampai 100%) masing-masing selama 2 jam.

2. Clearing, berfungsi untuk membuat duodenum jernih dan transparan.

Duodenum dimasukkan dalam xylol I selama 1 jam, xylol II selama 30

menit, dan xylol III selama 30 menit.

3. Embedding, adalah pemasukkan jaringan duodenum kedalam cairan

parafin. Pada jaringan duodenum dimasukan ke dalam parafin dan

ditempatkan dalam inkubator bersuhu 58-60ºC.

4. Selectioning, yaitu proses pemotongan jaringan duodenum dengan

mikrotome. Jaringan duodenum dalam blok parafin dipotong dengan

ketebalan 4-6 µm. Agar tembus cahaya saat dilakukan pemeriksaan

dengan mikroskop. Kemudian duodenum di rendam dalam waterbath suhu


26

40ºC untuk menghilangkan karusakan halus pada preparat. Preparat

dikeringkan pada suhu kamar (26-27ºC).

5. Mounting, adalah proses penempelan jaringan ke objeck glass. Jaringan

duodenum ditempelkan pada objck glass dan dikeringkan diatas hit plate

suhu 38-40ºC sampai kering, kemudian disimpan pada inkubator suhu

37ºC selama 24 jam. Tahap selanjutnya adalah tahap pewarnaan

menggunkan hematoksilin eosin (Wati, dkk., 2013). Pembuatan preparat

histopatologi duodenum secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.6.2 Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)

Pewarnaan preparat dengan hematoxylin Eosin (HE) untuk mewarnai

jaringan. Zat warna hematoksilin untuk memberi warna biru pada inti sel dan

Eosin untuk memberi warna merah muda pada sitoplasma sel. Berikut tahap

pewarnaan yang dilakukan:

a. Deparafinisasi, yaitu untuk menghilangkan dan melarutkan parafin yang

terdapat pada jaringan. Preparat dimasukkan dalam parafin I dan II

masing-masing selama 5 menit.

b. Dehidrasi, yaitu untuk memasukkan air kedalam jaringan. Air akan

mengisi rongga-rongga jaringan yang kosong. Preparat dimasukkan dalam

alkohol 100%, 90%, 80%, masing-masing selama 5 menit kemudian dicuci

dengan air mengalir selama 1 menit.

c. Pewarnaan I, untuk memberi warna biru pada inti dan sitoplasa jaringan.

Preparat dimasukkan dalam hematoxylin selama 5 menit, kemudian dicuci

dengan air mengalir selama 1 menit.


27

d. Defferensiasi, untuk mengurangi warna biru yang pekat pada inti sel dan

menghilangkan warna biru pada sitoplasma. Preparat dimasukkan dalam

hydrolic acid (HCI) 0,6% selama 1 menit. Kemuian dicuci dengan air

mengalir selama 1 menit.

e. Bluecing, untuk memperjelas warna biru pada inti sel. Preparat dimasukan

dalam lithium carbonat 0,5% selama 3 menit. Kemudian dicuci dengan air

mengalir selama 1 menit.

f. Pewarnaan II, untuk memberi warna merah muda pada sitoplasma.

Preparat dimasukan dalam eosin selama 3 menit.

g. Dehidrasi, untuk menghilangkan air dari jaringan, preparat dimasukkan

dalam alkohol 80%, 90%, 100% masing-masing 5 menit.

h. Clearing, untuk membuat jaringan menjadi jernih dan transparan. Preparat

dimasukkan dalam xylol I dan II selama 1 menit. Ditunggu sampai kering.

i. Mouthing, untuk mengawetkan jaringan yang telah diwarnai. Preparat

diberi entellan/canada balsam dan ditutup dengan cover glass (Jusuf,

2009). Prosedur pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) secara lengkap

dijelaskan pada Lampiran 9.

4.6.3 Pengamatan Histopatologi

1 Pengamatan histopatologi duodenum dilakukan secara kuantitatif dengan

menggunakan mikroskop cahaya (Olympus 𝐵𝑋51 ® ) dengan perbesaran 400x.

Pengambilan gambar histopatologi duodenum menggunakan kamera digital.

Pengamatan histopatologi duodenum berupa pengamatan kuantitatif


28

berdasarkan gambaran histoptologi yang terlihat yaitu struktur vili yang terdiri

dari sel epitelium selapis.

4.7 Analisis Data

Data penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data

kualitatif berupa gambaran histopatologi duodenum yang dianalisis deskriptif

serta didukung data kuantitatif yang diperoleh dari hasil struktur vili yang terdiri

dari sel epitelium selapis. Perubahan kadar MDA diamati secara kuantitatif

menggunakan uji TBA. Hasil pengukuran data kuantitatif kemudian dianalisis

dengan uji ragam ANOVA untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

Kemudian dilanjutkan lagi dengan uji BNJ apabila terdapat perbedaan nyata

dengan α<0,05.
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Pemberian Plumbum (Pb) Terhadap Kadar Malondialdehida


(MDA) Duodenum Tikus Jantan (Rattus norvegicus)

Malondialdehida (MDA) merupakan produk akhir dari peroksidasi

lipid yang terbentuk akibat degenerasi radikal bebas terhadap asal lemak tak

jenuh (Yunus, 2001). Hasil pengukuran kadar MDA dengan spektofotometri

pada kelompok tikus perlakuan dianalisis statistika dengan uji ANOVA (One

Way Analysis of Variant) menggunakan software SPSS 16 menunjukkan

perbedaan secara nyata (p<0,05). Hasil tersebut membuktikan bahwa terapi

ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dapat menurunkan kadar MDA duodenum

pada tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi plumbum dengan hasil uji Beda

Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan notasi yang berbeda antar kelompok (Lampiran

6). Data dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Kelompok Perlakuan Rata-rata MDA ± SD


(µg/ml)
Kontrol (-) 286,13 ± 2,40 a
Kontrol (+) 328,63 ± 5,91 c
150 mg 313,00 ± 1,45 b
250 mg 309,26 ± 2,78 b
350 mg 292,88 ± 3,20 a

Keterangan : Notasi (a,b,c) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang


signifikan (p<0,05) antara kelompok perlakuan.

Hasil analisa stastistik menunjukan bahwa pemberian plumbum dapat

mempengaruhi kadar MDA jaringan. Kadar MDA menunjukan bahwa terjadi

29
30

peningkatan pada kontrol positif dengan kada nilai MDA 328,63± 5,9073c jika

dibandingkan dengan kontrol negatif dengan nilai kadar MDA 286,13 ± 2,3936a

(Tabel 5.1). pada kelompok kontrol positif menunjukan hasil yang berbeda nyata

(p<0,05) terhadap control positif mengalami kenaikan sebesar 14,86%. Pada kondisi

normal atau sehat kadar MDA dihasilkan dalam kadar rendah. MDA merupakan

produk oksidasi asam lemak tidak jenuh hasil akhir dari peroksidasi lipid yang dapat

digunakan sebagai penanda adanya radikal bebas dalam tubuh (Janero, 2011). Jenis

radikal bebas yang mengandung oksigen secara umum dikenal dengan ROS (reactive

oxygen species). Radikal bebas dan ROS yang diproduksi dalam jumlah normal

berfungsi untuk memberikan perlindungan pada tubuh (Wresdiyanti, 2005).

Pemberian plumbum yang tinggi dalam tubuh dapat menghambat aktivitas enzim

yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin namun, sebagian akan terikat oleh

protein dan sebagian lagi terakumulasi dalam organ (Kafiar dkk., 2013).

Kadar malondialdehida tikus kelompok terapi 1 yaitu tikus yang diinduksi

plumbum di berikan ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dengan dosis

150mg/kgBB menunjukkan adanya penurunan kadar MDA sebesar 4,8% selanjutnya

tikus kelompok terapi 2 yaitu tikus yang diinduksi plumbum di berikan ekstrak buah

pepaya (Carica papaya) dengan dosis 250mg/kgBB menunjukkan penurunan kadar

MDA sebesar 5,9% dan tikus kelompok terapi 3 yaitu tikus yang diinduksi plumbum

di berikan ekstrak buah pepaya (Carica papaya) dengan dosis lebih tinggi

300mg/kgBB menunjukan adanya penurunan 10,9%. Penurunan kadar MDA

tersebut membuktikan bahwa kandungan dari ekstrak buah pepaya (Carica papaya)
31

dapat menurunkan kadar MDA pada tikus yang diberi plumbum. Hasil analisis

statistik One Way Anova menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah pepaya

(Carica papaya) variasi dosis 150 mg/kg BB, 250 mg/kgBB dan dosis 350 mg/kg BB

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar MDA tikus yang

diinduksi plumbum.

Ekstrak buah pepaya (Carica papaya) yang mengandung senyawa

betakarotein, antioksidan dan flafanoid sebagai yang mampu mencegah pembentukan

radikal bebas ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar MDA. Antioksidan

berfungsi sebagai penangkap radikal bebas dan menghambat proses peroksidasi lipid

sehingga dapat menurunkan radikal bebas akibat pemberian plumbum. Flavonoid

merupakan golongan polifenol yang memiliki peranan sebagai anti antioksidan

(Hariono, 2005). Aktivitas antioksidan flavonoid berfungsi sebagai scavenger radikal

bebas sehingga mampu menurunkan kadar radikal bebas (Palar, 2008).


32

5.2 Pengaruh Pemberian Plumbum (Pb) Terhadap Histopatologi Duodenum


Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Berikut ini adalah hasil pengamatan histopatologi duodenum tikus

jantan (Rattus norvegicus).

A B

100x 400x 100x 400x

C D

100x 400x 100x 400x


33

100x 400x

Gambar 5.2 Histopatologi Organ Duodenum Tikus Pewarnaan HE (100x)


insert (400x).

Keterangan: (A) kontrol positif.


(B) kontrol negatif .
(C) Dosis 150 mg/kgBB.
(D) Dosis 250 mg/kgBB.
(E) Dosis 350 mg/kgBB.
( ) Normal sel goblet.
( ) Normal Vili.
( ) Kerusakan struktur vili.
( ) Hiperplasia sel goblet.
( ) Sel inflamasi.

Pengamatan preparat histopatologi duodenum dengan pewarnaan

Hematoxyline Eosin (HE) menggunakan perbesaran 100x dan 400x dengan

mengamati struktur vili, infiltrasi sel radang dan sel goblet. Tikus sehat yang tanpa

diberi perlakuan induksi plumbum menunjukkan bahwa pada organ duodenum sel
34

goblet tidak mengalami hiperplasia, tidak ditemukan kerusakan struktur vili

(Gambar 5.2a). Secara normal, duodenum terdiri dari empat lapisan, yaitu tunika

mukosa, tunika submukosa, muskularis externa dan tunika serosa. Struktur lapisan

tunika mukosa dan submukosa terdiri atas vili yang tersusun oleh sel-sel epitel

silindris sebaris, adanya kelenjar brunner yang berupa epitel kuboid padat dan sel

goblet dalam kondisi normal karena tidak ada aktivitas berlebih dalam memproduksi

mukus (Eroschenko, 2008).

Kelompok tikus yang diinduksi plumbum (Gambar 5.2b) menunjukan

adanya kerusakan pada struktur vili, hiperplasia sel goblet, adanya infiltrasi sel

radang dan hemorhagi. Vili berfungsi untuk memperluas permukaan penyerapan,

sehingga proses absorbsi dapat menyerap nutrisi berjalan dengan baik (Abdullah,

2007). Hiperplasia terjadi hanya pada jaringan yang mampu melakukan pembelahan

sel dan terjadi pada berbagai jaringan dalam berbagai keadaan maupun bersifat

fisiologis. Fungsi dari sel goblet yaitu mensintesis dan mensekresikan mukus

glikoprotein berbentuk gel untuk melindungi sel-sel epitelium intestinal dari

mikroorganisme dan bahan toksik lainnya. Hiperplasia ditandai adanya rangsangan

oleh senyawa toksik menyebabkan respon kompensasi dari mukosa usus halus untuk

melindungi mukosa dengan cara memperbanyak sel goblet dari normal sebagai

bentuk pertahanan duodenum dari zat toksik (Sadeque, 2012). Plumbum asetat dapat

menyebabkan terjadinya peradangan karena plumbum secara tidak langsung dapat

memicu perubahan permeabilitas ketika terjadi reaksi inflamasi. Plumbum asetat


35

yang masuk ke dalam tubuh akan dikenali sebagai antigen asing. Sifat plumbum

yang lipofilik akan mengakibatkan plumbum cepat bereaksi dengan lipid bilayer

pada permukaan sel sehingga akan mengalami kerusakan. Sel yang rusak akan

menginduksi terjadinya peradangan (Wahyuni, 2011). Menurut Victor, 2005.

Hemoragi atau perdarahan adalah suatu kondisi keluarnya darah dari pembuluh

darah akibat kerusakan dinding endotel. Hemoragi dapat terjadi melalui robekan

(reksis) akibat adanya berubahnya permeabilitas endotel. Oleh karena itu hemorhagi

yang diakibatkan oleh induksi plumbum asetat dapat terjadi karena adanya reaksi

inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi endotel, sehingga eritrosit dapat ikut

keluar dari pembuluh darah.

Plumbum asetat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami pemecahan

menjadi Pb CH3COO2 yang memiliki atom bebas pada lapisan luarnya. Pb

CH3COO2 masuk melalui saluran pencernaan dan diabsorbsi oleh usus halus

(duodenum) kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dan akhirnya sampai ke

jaringan melalui pembuluh darah. Peningkatkan radikal bebas akan menyebabkan

terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS). Peningkatan radikal bebas akan

memicu munculnya peroksidasi lipid dapat mempengaruhi struktur membran sel

(Shofia, 2012). Duodenum merupakan bagian dari usus halus yang berfungsi sebagai

absorbsi nutrisi makanan melalui proses enzimatis pencernaan. Usus halus

mempunyai bentukan berupa vili yang berfungsi untuk membantu dalam penyerapan

nutrisi tubuh. Kerusakan vili usus dapat menyebabkan zat tidak terserap di dalam

usus halus. Hal ini dapat terjadi akibat adanya zat toksik.
36

Pada penelitian preventif ekstrak buah pepaya (Carica Papaya) terhadap

gambaran histopatologi duodenum yang diberi perlakuan terapi dengan dosis 150

mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 350 mg/kgBB menunjukan perbedaan yang tidak nyata

karena antioksidan yang masuk kedalam tubuh tidak dapat maksimal. Antioksidan

membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas maupun senyawa radikal.

Antioksidan dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat

kerusakan akibat proses oksidasi. Kerusakan oksidatif atau kerusakan akibat radikal

bebas dalam tubuh pada dasarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen. Akan tetapi

jika senyawa radikal bebas terdapat berlebih dalam tubuh atau melebihi batas

kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari

luar atau antioksidan eksogen untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk

(Tamat, 2007). Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron

(elektron donor), antioksidan memiliki kemampuan mendonorkan elektron dan dapat

berfungsi sebagai agen pereduksi sehingga dapat mengikat ion metal dan mengurangi

potensi radikal dalam tubuh (Trilaksani, 2003).

Stringari (2012), duodenum memiliki kemampuan regenerasi sel selama 4-5

hari. Proses perbaikan mukosa duodenum diawali dengan proses perbaikan epitel

duodenum. Proses regenerasi pada epitel duodenum diperankan oleh sel-sel immatur

pada epitel disekitar jaringan yang rusak. Sel-sel immatur yang belum

berdiferensiasi tersebut terdiri dari sel-sel prinsipal yang umumnya ditemukan di

dasar kripta usus. Proses perbaikan lamina propia ditandai dengan angiogenesis dan

perbaikan struktur kapiler lamina propia mukosa duodenum (Wahyuni, 2011).


37

Gambaran histopatologi dengan dosis 150 mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 350

mg/kgBB, menunjukan perbedaan yang tidak nyata karena kerusakan struktur pada

duodenum yang terlalu parah. Plumbum yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat

diabsorbsi sehingga menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS).

Tingginya radikal bebas yang terbentuk memicu kerusakan ikatan lipid bilayer

membran sel. Ikatan membran lipid bilayer yang rusak berakibat pada ketidak

mampuan sel epitel vili duodenum dalam mempertahankan keutuhan membrannya

sehingga terjadi destruksi sel-sel epitel (Tamat, 2007).

Histopatologi duodenum kelompok tikus yang diterapi ekstrak buah pepaya

(Carica papaya) dengan dosis 150 mg/kgBB (Gambar 5.2c) menunjukan jaringan

sel epitel yang masih rusak, masih terdapat hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel

radang dan kerusakan struktur vili, pada terapi ini terlihat dimana sel goblet

mengalami perbaikan. Kelompok tikus yang di terapi ekstrak buah pepaya (Carica

papaya) dengan dosis 250 mg/kgBB pada (Gambar 5.2d) menunjukan adanya

kerusakan struktur vili dan hiperplasia sel goblet. Pemberian dosis ekstrak buah

pepaya (carica papaya) 350 mg/kgBB pada (Gambar 5.2e) menunjukan struktur

vili yang masih ada kerusakan.

Pemberian ekstrak buah pepaya (Carica papaya) tersebut sebagai terapi

preventif bertujuan untuk mencegah terbentuknya radikal bebas dalam tubuh ketika

tikus diinduksi plumbum sehingga diharapkan peningkatan kadar malondialdehid

(MDA) dan kerusakan organ duodenum dapat dicegah. Ekstak etanol buah pepaya

(Carica papaya) yang mengandung antioksidan yaitu Vitamin C dan flavonoid


38

sehingga menyebabkan radikal bebas menjadi kurang reaktif, kondisi ini akan

menurunkan terjadinya stres oksidatif. Antioksidan yang tinggi dan mengikat radikal

bebas akan menekan peroksidasi lipid oleh karena itu kerusakan pada membran sel

akan ditekan dan kerusakan pada organ duodenum akan terhambat (Hariono, 2005).
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak etanol buah pepaya (Carica papaya) menurunkan kadar

malondialdehida (MDA) pada duodenum tikus jantan (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Plumbum (Pb). Dosis 350 mg/kgBB adalah dosis terapi yang dapat menurunkan kadar

malondialdehida (MDA) sebesar 10,9%.

2. Pemberian ekstrak etanol buah pepaya (Carica papaya) pada tikus jantan (Rattus

norvegicus) yang diinduksi plumbum (Pb) belum mampu memperbaiki histopatologi

duodenum.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan dosis ekstrak etanol buah

pepaya (Carica papaya) dan waktu perpanjangan masa terapi.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2007. Pengaruh Pemberian Susu Kambing Terhadap Gambaran


Mikroskopis Testis dan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Tikus Wistar yang
Terpapar Asap Kendaraan Bermotor. Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro.
Abrahamsohn, A. P. 2005. Atlas Basic Hystology. University of Salo Paulo. Brazil.

Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi


Sebagai Bahan Anti Fertilitas. Jakarta.

Ardhie, A. M. 2011. Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah


Penuaan. MEDICINUS. 24(1) : 4-9.

Ardyanto, D. 2005. Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) Dalam Darah


Masyarakat yang Terpajan Timbal (Plumbum). Universitas Airlangga.
Surabaya.

Arief, S. 2008. Radikal Bebas. Universitas Airlangga. Surabaya.

Astuti, S., D. Mmuchtadi, M. Astawan, B. Purwantara dan T. Wresdiyati. 2008.


Kadar Peroksidasi Lipid dan Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Testis
Tikus yang Diberi Tepung Kedelai Kaya Isoflavon, Seng (Zn) dan Vitamin E.
Majalah Kedokteran Bandung 40(2) (In Press).
Bacha, W. J. J., dan L,. M. Bacha. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology, 2nd Ed.
Lippincott Williams dan Wilkins. Pdiladelphia.

Dalle, I., Rossi R, and Colombo R, Giustarini D, Milzani A. 2006. Biomarkers Of


Oxidative Damage In Human Disease. Clin Chem 2006, 52:601-23.

Darwadi, R. P. 2013. Pengaruh Terapi Kurkumin Terhadap Kadar Malondialdehid


(MDA) Hasil Parotis dan Profil Protein Tikus Putih yang Terpapar
Lipoporisakarida (LPS) [skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya. Malang.

Djumadi, H., dan S. Hanafi. 2008. Pengaruh Pemberian Insektisida Diazinon dan
Kurkumin Kunyit (Curcuma domestika) Per-Oral Terhadap Perubahan
Struktur Histologis Duodenum [skripsi]. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

40
41

Erosschenko, V, P. 2008. Di Fiore’s Atlas of Histology with Fungsional Correlation-


11 th edition. Lippincott Williams & Wilkins.

Fardiaz. 2001. Polusi Air dan Udara. Diterbitkan dalam rangka Kerja Sama
dengan Pusat.

Febrianti, N., M. I. Rohmana, I. Yunianto, R. Dhaniaputra. 2016. Perbandingan


Aktivitas Antioksidan Buah Pepaya (Carica papaya L.) dan Buah Jambu Biji
Merah (Psidium guajava L) [skripsi]. Program Studi Pendidikan Biologi.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Hardiani, H., T. Kardiansyah., dan S. Sugesty. 2011. Bioremediasi Logam Timbal
(Pb) dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses
Deinking. Jurnal Selulosa. 1(1) : 31-41.

Harjana, T. 2009. Pemanfaatan Daun Pepaya (Carica Papaya L) untuk Pertumbuhan


dan Efeknya Pada Gambaran Histologi Usus Halus Tikus Putih (Rattus
norvegicus). Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Hariono, B. 2005. Effect of Inorganic Lead Administration in Rats (Rattus


norvegicus). Jurnal Veterinary Medica 23 (2); 108-118.

Janero, 2011. Kajian Dampak Penggunaan Plastic PVC Terhadap Lingkungan dan
Alternatifnya di Indonesia. Universitas Indonesia [TESIS].

Mayawati, E., L. Pratiwi, dan B. Wijianto. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Metanol Buah Pepaya (Carica Papaya L) dalam Formulasi Krim Terhadap
DPPH (2, 2-diphenyl-1-picrylhydrazil) [skripsi]. Program Studi Farmasi
Fkultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura.

Mudassir, A. Aziz, dan A. Q. Punagi. 2012. Analisis Kadar Malondialdehid (MDA)


Plasma Penderita Polip Hidung Berdasarkan Dominasi Sel Inflamasi Pada
Pemeriksaan Histopat. Makasar : Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanudin.

Nugroho, H. 2005. Pengaruh Pemberian Timbal Asetat Peroral Terhadap Gambaran


Histopatologi Epitel Jejenum Mencit (Mus Musculus L). ADLN Perpustakaan
Universitas Airlangga. Surabaya.

Kafiar, F. P., P. Setyono., dan A.R. Handono. 2013. Analisis Pencemaran Logam
Berat (Pb dan Cd) pada Sapi Potong di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Putri Cempo Surakarta. Jurnal EKOSAINS. 5(2) : 32-37.
42

Kumalaningsih, S. 2007. Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya.


Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi logam berat. Jakarta :
Rineka Cipta.

Putri, dan Minartika. 2010. Pengaruh Timbal (Pb) Pada Udara Jalan Tol Terhadap
Gambaran Mikroskopik Paru dan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Mencit
Balb/C Jantan [skripsi]. Universitas Diponogoro. Semarang.

Sadeque, M. Z., Z. A. Begum, B. U. Umar, A. H. Ferdous, S. Sultana, and M. K.


Uddin. 2012. Comperative Efficacy of Dried Fruits of Carica Papaya Linn and
Vitamin E on Preventing Hepatotoxicity in Rats. Faridpur. Coll. J.
20012;7(1):29-32.

Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Penerbit PT Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Shofia, V. 2012. Studi Pemberian Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum


Prismatiticum) Terhadap Kadar Malondialdehid dan Gambran Histologi
Jaringan Ginjal Tikus (Rattus Norvegicus) Diabetesmilitus Tipe 1 [Skripsi].
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya.

Silalahi, M. D. S. 2000. Penyisihan Pb dalam Air Limbah dengan Teknik


Pertukaran Ion (Studi Kasus Air Limbah Pabrik Aki PT. GS Battery.,
Inc., Sunter-Jakarta Utara). Digital Library. Universitas Indonesia.

Stringari, C., Edwards, R.A., Pate, K.T., Waterman, M.L., Donovan, P.J., and
Gratton, E. 2012. Metabolic trajectory of cellular differentiation in small
intestine by Phasor Fluorescence Lifetime Microscopy of NADH. Sci. Rep. 2,
568.

Suprijono, A., Chodidjah, dan S. Banun. 2011. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Per
Oral Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar. Jurnal Majalah Ilmiah Sultan
Agung. Volume 49 Nomor 123. Semarang.
Tamat, S. R., T. Wikanta dan L. S. Maulina. 2007. Aktivitas Antioksidan dan
Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulata
Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5 (1) : 31-36.
Trilaksani, W., 2003. Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan. Institute Pertanian Bogor, Bogor, hal 1-12
43

Tuminah, S. 2000. Radikal Bebas dan Antioksidan : Kaitannya dengan Nutrisi dan
Penyakit. Cermin Dunia Kedokteran 128: 49-50.
Victor, P. E. 2005. Atlas of Histologi With Fungsional Correlations. United States of
America
Wahyuni, O. P. S. 2011. Gambaran Histopatologi Duodenum dan Ekspresi Inducible
Nitrit Oxide Synthase (iNOS) Pada Tikus (Rattus norvegicus)
Hiperkoleterolemia Dengan Terapi Yoghurt Susu Kambing [Skripsi].
Pendidikan Dokter Hewan. Universitas Brawijaya.
Wahyuningrum, M.R. 2012. Pengaruh Pemberian Buah Pepaya (Carica papaya L.)
Terhadap Kadar Trigliserida pada Tikus Sprague Dawley dengan
Hiperkolesterolemia [Skripsi]. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran.
Universitas Diponegoro.
Widiartini, W., S. Eka, S. Ana, M. R. Ita, dan P. Eko. 2013. Pengembangan Usaha
Produksi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Tersertifikasi dalam Upaya
Memenuhi Kebutuhan Hewan Laboratorium. Universitas Diponegoro.
Wresdiyati, T. 2005. Pengaruh Tokoferol Terhadap Prifil Superoksida Dismutase
dan Malondialdehida Pada Jaringan Hati Tikus Di bawah Kondisi Stres.
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Yuniwati, M. 2008. Optimasi Kondisi Proses Ekstraksi Minyak Biji Pepaya. Jurusan
Teknik Kimia, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND, Yogyakarta.

Yulia, R., K. Lidya, Veronica, dan C. Juliana. 2015. Efek Glycine Max Varietas
Anjasmoro Terhadap Kadar Timbal dan Malondialdehid pada Mencit
Terintoksikasi Timbal. Jurnal Farmasi Indonesia, 7(1) : 29-30.
Yunus, M. 2001. Pengaruh Antioksidan Vitamin C Terhadap MDA Eritrosit Tikus
Wistar Akibat Latihan Anaerobik. Jurnal Pendidikan Jasmani, (1); 9-16.
Yusuf, A. M., J. P. Widodo, dan M. S. Doddy. 2009. Hubungan Radikal Bebas dan
Antioksidan dengan Kerusakan Ginjal pada Obstruksi Akut. Fakultas
Kedokteran. Uiversitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai

  • Safari Bahorok
    Safari Bahorok
    Dokumen2 halaman
    Safari Bahorok
    Al Bukhari Subulussalam
    Belum ada peringkat
  • Fiks Narasi
    Fiks Narasi
    Dokumen2 halaman
    Fiks Narasi
    Al Bukhari Subulussalam
    Belum ada peringkat
  • BAB II Tumbuhan
    BAB II Tumbuhan
    Dokumen2 halaman
    BAB II Tumbuhan
    Al Bukhari Subulussalam
    Belum ada peringkat
  • 2039 4573 1 PB PDF
    2039 4573 1 PB PDF
    Dokumen15 halaman
    2039 4573 1 PB PDF
    Al Bukhari Subulussalam
    Belum ada peringkat
  • Abstrak PDF
    Abstrak PDF
    Dokumen2 halaman
    Abstrak PDF
    Al Bukhari Subulussalam
    Belum ada peringkat
  • Nomor Antri Klinik
    Nomor Antri Klinik
    Dokumen1 halaman
    Nomor Antri Klinik
    Al Bukhari Subulussalam
    Belum ada peringkat