Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair
/setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO, diare
adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari) (Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula
dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah
buang air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau
darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.

B. Klasifikasi Diare
1. Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti
lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita,
gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
a. Diare tanpa dehidrasi,
b. Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan,
c. Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari
berat badan,
d. Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
2. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan
dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
3. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab
non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme
yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

C. Etiologi
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
1) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
3) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),


monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.

b. Malabsorbsi lemak 

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.


4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar
5. Faktor Pendidikan
6. Faktor pekerjaan
7. Faktor umur
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur
12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59
bulan.
8. Faktor lingkungan
9. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat
berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,  kurang = <90-70, buruk = <70 dengan
BB per TB.
10. Faktor sosial ekonomi masyarakat
11. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang
tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak
kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat
pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang
makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada
saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan
virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris,
Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
12. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi
yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang
diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga
menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang dapat melindungi kita
terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
D. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa
melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran
pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air
dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi
sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c)
Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.
E. Manifestasi Klinis
1. Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
2. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
3. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
4. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak.
5. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

F. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.
1. Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah hilang
melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang
melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini
tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan
umur.

2. Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk


menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan
diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni
pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan
diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam
porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi,
pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup,

3. Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,


obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,
opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah
termasuk prometazin dan kloropomazin.
Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan
diare adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila
tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi
penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu
dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam
menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali
(refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena akan
kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau
muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).

G. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
1. Pemeriksaan tinja
2. Makroskopis dan mikroskopis
3. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
4. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
5. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan
pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah
menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
6. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
7. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
8. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

H. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik
3. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.

Anda mungkin juga menyukai