Anda di halaman 1dari 9

LTM Komunikasi Kesehatan

Topik 1 Komunikasi

LSPB 6. Komunikasi dalam berbagai situasi :

1. Komunikasi dengan pasien Geriatric


2. Komunikasi dengan pasien tunarungu
3. Komunikasi dengan pasien marah

Oleh FG 5 :

1. Dwi Sumartiningsih
2. Fradelino Esau Selanno
3. Hardya Gustada Hikmahrachim
4. Martina Pinastika Daneswari
5. Masatommi Mohammad.

Tinjauan Materi :

Komunikasi yang dijalankan dalam konsep kesehatan terkadang mengalami


beberapa kesulitan yang harus ditangani dengan penanganan khusus. Kesulitan-
kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah saat
berhadapan dengan pasien dengan cara berkomunikasi yang begitu plural. Akan tetapi
sesulit apapun masalah komunikasi tersebut, kita harus dapat mengatasinya atau
menyelesaikannya sebagai tantangan awal dalam menyelesaikan masalah klinis
pasien. Berikut beberapa contoh komuniasi dalam berbagai situasi :

1. Pasien Geriatric (Orang tua dalam hal ini memiliki usia diatas 60 tahun)
Manusia cenderung mengalami penurunan kualitas dalam berkomunikasi
seiring bertambahnya usia. Hal ini dapat disebabkan oleh beragam faktor, baik secara
fisik maupun mental dari orang tersebut. Contohnya penurunan kualitas kinerja
anggota tubuh, adanya rangkaian permasalahan yang disebut a series of I’s yang
terdiri dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence
(inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), inanition (mal
nutrisi), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency ( penurunan kekebalan tubuh)
atau juga karena pengalaman yang ia pernah alami selama masa hidupnya. Berikut
adalah beberapa hal menyangkut komunikasi yang dipengaruhi oleh proses penuaan
terhadap individu :
 Penglihatan
Seiring bertambahnya usia, kemampuan visualisasi seseorang akan menurun
dengan sendirinya. Hal ini memiliki dampak yang cukup besar dalam interaksi
orang tersebut. Contohnya, beberapa orang tua yang menderita penyakit mata
seperti rabun jauh atau rabun dekat. Ada pula beberapa orang yang membutuhkan
pencahayaan lebih untuk dapat melihat dengan jelas. Hal yang dipengaruhi dalam
berkomunikasi dengan pasien yang memiliki faktor-faktor di atas adalah saat
memberikan infomasi tertulis. Saat kita menyampaikan pesan melalui media
tertulis, kita perlu mencetaknya menggunakan font(huruf) berukuran cukup besar
dengan pencahayaan yang cukup saat berkomunikasi tatap muka.
 Mendengar
Kebanyakan orang akan mengalami Presbisusis(penurunan kualitas
pendengaran) seiring bertambahnya usia. Hal ini dialami oleh lebih dari setengah
orang tua yang ada diseluruh dunia. Orang tua dapat saja mendengar setiap kata
yang dikatakan, namun mereka tak dapat dengan jelas menempatkannya dalam
suatu susunan kalimat untuk dimengerti. Ada pula orang tua yang lebih mengerti
ucapan yang disampaikan secara pelan (memiliki frekuensi rendah) dibandingkan
dengan suara yang keras/nyaring. Hal yang perlu kita cermati saat berkomunikasi
dengan pasien orang tua adalah agar kita tidak berteriak karena hal itu bisa saja
menyinggung mereka yang cenderung menginginkan perhatian khusus.
Di lain sisi, banyak pula orang yang menggunakan alat bantu komunikasi
elektronik untuk mengatasi masalah ini. Akan tetapi alat ini tidak dapat
menyelesaikan seluruh permasalahan pendengaran orang tua. Hal tersebut
disebabkan karena alat tersebut hanya akan membuat suara bertambah besar saja,
Namun penurunan kualitas neuron sensori pada pendengaran orang tua masih
tetap terjadi.
Ada pula pasien geriatric yang bisa membaca gerakan bibir, kemudian
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang ditampilkan lawan bicaranya. Walaupun
mempunyai keterbatasan dalam pendengaran.
 Pemahaman
Beberapa orang mengelami penurunan kecepatan dalam penginterpretasian
suatu hal. Selain itu kemampuan untuk menyelesaikan masalah juga mungkin
dapat menurun. Mereka tak selamanya dapat memahami seluruh hal yang
disampaikan secara jelas, namun orang tua cenderung menginginkan penjelasan
yang maksimal terhadap apa yang ingin diketahuinya tersebut.
 Perbedaan nilai dan persepsi
Orang tua tentunya memiliki cara pandang yang sering berbeda dengan orang
yang lebih muda dalam beberapa hal. Misalnya saja dalam diskusi tentang
pengobatan. Mungkin berdiskusi tentang sebuah solusi yang memiliki penanganan
sederhana selama berjam-jam adalah hal yang membosankan bagi seorang anak
muda. Namun itu bisa jadi sebuah hal yang penting bagi orang tua yang memiliki
rasa keingintahuan yang tinggi.
Perbedaan presepsi dan nilai-nilai kehidupan ini perlu pula disimak secara
teliti oleh seorang tenaga kesehatan saat berkomunikasi dengan orang tua. Kita
harus dapat menyesuaikan diri karena orang tua kebanyakan menginginkan
penanganan khusus dan maksimal dari tenaga professional, mendapatkan
perhatian khusus. (communications in special situation)
 Psikologis.
Orang tua memiliki pengalaman yang luas tentang berbagai hal dalam
interaksinya. Sehingga mereka dapat menjadi sangat sensitive terhadap setiap
kejadian yang terjadi. Sedikit saja ada kesalah pahaman, maka dapat tercipta
pencitraan tertentu terhadap kita dalam benaknya.
 Berikut berbagai cara bekomunikasi yang baik dengan pasien geriatric/orang
tua/lanjut usia :
 Lihat riwayat penyakit untuk membantu/memudahkan diagnosis
 Berinteraksi dengan penuh rasa empati dan kesabaran yang kongkrit
 Jika menyampaikan pesan melalui media tertulis, gunakanlah huruf dengan
ukuran yang cukup besar dan pencahayaan yang cukup.
 Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan memberikan pertanyaan
yang pendek-pendek, karena kebanyakan penderita geriatric sudah mengalami
penurunan daya pikir dan ingat.
 Memperhatikan respon dan harus lebih mendengarkan dengan jelas apa yang
diucapkan pasien geriatric. Hal ini bertujuan agar dalam proses komunikasi
dan pemeriksaan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
 Dalam menyampaikan beberapa informasi kepada pasien Geriatric, sebisa
mungkin menghindari dari kesan seolah menggurui, karena sebagian pasien
Geriatric ingin bahwa dirinya saja yang didengar dan diutamakan.
 Menjaga kontak mata dan expresi muka yang tepat agar pasien geriatric
merasa bahwa ia sedang menjadi objek perhatian yang sedang diberi perhatian
yang lebih. Itu sedikit tidak membuat kondisi pasien lebih baik dari
sebelumnya.
 Menyampaikan informasi secara perlahan dan dengan volume suara yang
tidak keras. Hal ini dapat membantu mereka untuk membedakan kata dan
mengartikannya secara tepat. Selain itu juga berkomunikasi dengan volume
suara yang nyaring, dapat membuat beberapa orang tersinggung.
 Hindari menggunakan emosi dalam menghadapi pasien geriatric karena
mereka membutuhkan perhatian khusus akibat menurunnya kemampuan
verbal dan non verbal.
 Memposisikan pasien dalam jarak yang proposional agar mereka dapat
mengerti apa yang dikatakan, dan juga memungkinkan mereka untuk
membaca gerakan bibir atau bahasa tubuh sebagai bentuk ekspresi.
 Menunjukkan perhatian yang maksimal seperti dengan menyetuh bahu, duduk
berdekatan dan sebagainya.
 Berusaha untuk memberikan informasi secara singkat namun padat, sehingga
mereka mendapatkan pelayanan yang memuaskan.
 Berkomunikasi dengan pendamping pasien dan memberitahukan segala
informasi kepada pendamping pasien agar kita juga bisa mengkontrol
kesehatan pasien.
2. Pasien Marah
Dapat dikatakan bahwa ¾ orang yang datang kepada seorang dokter saat
sedang bertugas adalah orang yang memiliki masalah. Tak selamanya masalah yang
dimiliki orang-orang tersebut adalah masalah kesehatan saja, karena masalah
kesehatan seseorang dapat berdampak besar pada mentalnya. Hal ini dapat
menimbulkan mereka menjadi sensitive dan ta tertutup kemungkinan akan dilimphkan
kepada kita sebagai seorang tenaga kesehatan.
Seumpanya saja setelah kita membiarkan pasien menunggu, kurang
maksimalnya pelayanan, atau sesuatu hal kecil yang terlupakan untuk dilakukan.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri pasien yang marah (challenging consultation:
special problems in doctor-patient communication)
 Ekspresi wajah yang menjadi berubah (kehilangan kontak mata )
 Sikap menjadi cenderung tidak sabar
 Berbicara dengan volume suara yang lebih keras dan tiba-tiba diam
 Bahasa tubuh yang tak menentu/tentative
Hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata, karena berpotensi menghasilkan
dampak yang fatal. Untuk itu kita sebagai seorang dokter juga perlu berjaga-jaga
dalam bertugas. Langkah preventif yang dapat dilakukan :
 Jangan ikut terpancing
 Selalu berjaga-jaga seperti mengingat nomor telepon yang dapat dihubungi dalam
keadaan/situasi terdesak.
 Jangan bekerja sendiri di tempat yang berpotensi terjadi masalah atau kekacauan
 Tidak menampilkan/menggunakan benda-benda berharga secara terlalu frontal
Tindakan akhir yang dapat dilakukan jika berhadapan dengan pasien marah
antara lain adalah sebagai berikut :
 Tetap berusaha untuk bersikap sopan dan meyakinkan
 Mensejajarkan posisi mata.
Jika pasien berdiri, maka kita harus berdiri pula. Dan begitu juga jika pasien
duduk.
 Menunjukkan kesiapan kita. Jangan menghadapi pasien yang marah dengan
menunjukkan rasa ketakutan atau kebingungan. Melainkan kita harus
membuatnya berpikir bahwa kita siap terhadap segala kemungkinan yang dapat
terjadi, dan tahu harus mengambil langkah apa.
 Mengira-ngira apa penyebab pasien tersebut marah kepada kita. Dengan begitu
kita bisa cepat melakukan evaluasi agar kemarahan pasien tidak berkelanjutan.
 Menanggapi situasi atau pembicaraan yang dilakukan dengan serius, akan tetapi
harus tetap tenang agar dapat mengontrol diri.
 Jangan memotong kata-kata mereka,perhatikan pilihan kata mereka dan imbangi
dengan gaya mereka.
 Membiarkan orang lain tahu keadaan ( dapat berupa ketegangan ) yang terjadi.
Seperti dengan membuka pintu jika berada di dalam ruangan.
 Jika situasi benar-benar berbahaya dan mengancam keselamatan diri anda,
segeralah tinggalkan ruangan atau tempat tersebut. Hal ini dilakukan untuk
menghindari resiko buruk, serta juga untuk tetap menjaga citra seorang dokter
yang cinta damai.

Bagaimanapun kita harus siap atas kondisi yang akan terjadi,sikap pasien
kepada kita ditentukan oleh bagaimana kita memperlakukan mereka,posisikan diri
kita sebagai mereka dan apa yang akan mereka lakukan jika kita menghadapi situasi
tersebut. Dan jangan tempatkan pasien dalam situasi yang membuat mereka merasa
tidak nyaman karena itu memicu timbulnya kemarahan.

3. Pasien tunarungu

Banyak dari beberapa fakta, tak selamanya pasien yang ditangani seorang
dokter adalah seseorang yang memiliki kondisi fisik normal. Ada banyak pula yang
memiliki kelainan atau cacat fisik tertentu. Misalnya saja tunarungu atau gangguan
yang tejadi pada sistem organ pendengaran sehingga mengalami penurunan kwalitas
dalam mendengar. Hal ini dapat terjadi pada seluruh tingkatan umur pasien, baik tua
maupun muda.

Pasien tunarungu kecenderungan memiliki ciri-ciri antara lain :


 Kadang terdapat kelainan dalam karakter fisik
 Meminta lawan bicara untuk mengulangi apa yang dikatakan oleh lawn bicaranya
 Memberikan jawaban atau tanggapan yang tidak sesuai
 Terkadang sulit dalam berbicara.

Berkaitan dengan cara seorang dokter berkomunikasi dengan pasien


tunarungu, ada beberapa hal yang terlebih dahulu diperhatikan. Penderita tunarungu
memiliki penampilan fisik yang tidak jauh berbeda dengan orang normal kebanyakan,
atau bahkan tidak ada perbedaan fisik yang dapat membedakan orang normal dengan
penderita tunarungu. Untuk itu akan lebih baik jika dokter membaca riwayat
kesehatan pasien terlebih dahulu sebelum pasien datang untuk berkonsultasi ataupun
berobat. Setelah terdapat data bahwa pasien yang akan ditangani menderita tunarungu,
dokter memperhatikan aspek berikutnya yaitu ada tidaknya pendamping (biasanya
keluarga dari si pasien yang menderita tunarungu tersebut). Jika ternyata terdapat
pendamping, maka hal tersebut akan mempermudah dokter untuk dapat
berkomunikasi dengan si pasien. Biasanya orang yang mendampingi penderita
tunarungu telah mengerti bahasa isyarat pasien, maksud yang ingin pasien sampaikan,
dan keadaan pasien. Dengan begitu, komunikasi antara dokter dengan pasien
tunarungu pun dapat berjalan sama seperti komunikasi dengan pasien normal pada
umumnya.

Seorang dokter yang memiliki kewajiban untuk melayani semua pasien tanpa
memandang latar belakang apapun, tentunya akan berusaha untuk menolong pasien
termasuk yang memiliki kelainan pendengaran. Akan tetapi, akan lebih mudah untuk
berkomunikasi dengan pasien tunarungu yang berusia lebih muda dari dokter, karena
kebanyakan terdapat sebuah rasa enggan atau perasaan hormat tertentu untuk
berkomunikasi dengan pasien tunarungu yang berusia lebih tua.

Hal yang dapat dilakukan dokter saat berkomunikasi dengan pasien tunarungu,
antara lain :

 Menampakkan diri tidak seolah-olah membedakan si pasien tunarungu dengan


pasien normal yang lain, hal ini bertujuan untuk tidak menyinggung perasaan si
pasien.
 Lihat riwayat penyakit pasien untuk membantu/memudahkan diagnosis
 Menerima pasien dengan penuh empati. Dokter harus mampu menunjukkan
perhatiannya kepada pasien serta keinginan yang besar untuk mengetahui
masalahnya.
 Berusaha untuk lebih sabar saat sedang berusaha berkomunikasi dengan si pasien,
karena mungkin akan banyak terjadi pengulangan dalam berbicara dan
menyampaikan maksud. Hal itu harus dimaklumi oleh dokter, karena pasien
tunarungu yang dihadapi memang sedang mengalami gangguan pada hal
pendengaran.
 Memancing pasien untuk berkomunikasi. Seperti dengan memberikan pertanyaan
spesifik yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak”. Sehingga pasien
menjadi mudah dalam memberikan informasi.
 Menggunakan teknik komunikasi yang simple namun efektif.
Seperti dengan informasi tertulis, voume suara agak diperbesar atau dengan duduk
pada posisi yang tepat sehingga pasien bisa mendengar suara kita lebih jelas. Atau
memudahkan pasien yang berkomunikasi menggunkaan cara membaca gerakan
bibir atau bahasa tubuh.
 Meminta bantuan penerjemah ( dapat disesuaikan )
Penerjemah dapat berasal dari keluarga atau orang yang sudah familiar dalam
berkomunikasi dengan pasien, atau orang yang memang memiliki keahlian khusus
untuk berkomunikasi denagn penderita tunarungu. Keberadaan penerjemah
dimaksudkan untuk bertindak sebagai jembatan yang mampu menyajikan
informasi dalam bentuk yang memungkinkan untuk dimengerti pasoien
tunarungu.
 Untuk menjaga kemungkinan tidak terjadinya komunikasi yang baik antara pasien
dan dokter ataupun karena tidak adanya penerjemah yang dimaksud oleh point di
atas dokter setidaknya harus mempersiapkan alat bantu pendengaran di ruang
periksa.
 Berusaha menjaga konsentrasi pasien agar tetap fokus.
Hal ini dilakukan untuk menjaga agar perhatian pasien tidak teralihkan, sehingga
dokter tetap mendapatkan seluruh informasi yang diperlukan. Caranya seperti
dengan terus memancing pasien untuk berbicara atau menjawab pertanyaan, serta
memperjelas penjelasan. Tetap menjaga agar konsep komunikasi dua arah tetap
hidup.

Jika dokter berhasil dan dapat melakukan komunikasi yang baik dengan pasien
tunarungu, hal itu akan membuat pasien merasa lebih senang dan tenang sehingga
akan muncul rasa kepuasaan sendiri, karena si pasien tidak merasakan adanya
diskriminasi yang tinggi antara ia dengan pasien normal lainnya. Artinya ia
merasa bahwa walaupun ia mempunyai gangguan pada pendengaran yang menjadi
hambatan utamanya saat pemeriksaan, itu semua dapat diatasi dan akhirnya ia
dapat melakukan pemeriksaan layaknya pasien normal.
Refensi :

1. Lloyd M, Borr. Communication skills for medicine.Challenging consultations :


special problems in doctor-patient communicatin. 2nd eds Churchill Livingstone
2004.page 145-152
2. Modul Komunikasi Kesehatan : Communications in special situation: chapter 9
Pages: 142-147
3. Action hearingloss. Tersedia dari : http:// www.actionhearingloss.org.uk diakses pada
Rabu, 26 September 2012 pukul 20.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai