Anda di halaman 1dari 5

Topik : Komunikasi dalam berbagai situasi.

Pembahasan :

1. Komunikasi dalam situasi pasien tunarungu

Tunarungu adalah keadaan dimana terdapat gangguan pendengaran pada diri


seorang individu. Tunarungu merupakan suatu penyakit kehilangan seluruh atau
sebagian pendengarannya, sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
layaknya orang normal. Para penderita tunarungu biasanya mempelajari bahasa
isyarat tertentu untuk mempermudah dirinya berkomunikasi dengan orang lain.

Berkaitan dengan cara seorang dokter berkomunikasi dengan pasien


tunarungu, ada beberapa hal yang terlebih dahulu diperhatikan. Penderita tunarungu
memiliki penampilan fisik yang tidak jauh berbeda dengan orang normal kebanyakan,
atau bahkan tidak ada perbedaan fisik yang dapat membedakan orang normal dengan
penderita tunarungu. Untuk itu akan lebih baik jika dokter membaca riwayat
kesehatan pasien terlebih dahulu sebelum pasien datang untuk berkonsultasi ataupun
berobat. Setelah terdapat data bahwa pasien yang akan ditangani menderita tunarungu,
dokter memperhatikan aspek berikutnya yaitu ada tidaknya pendamping (biasanya
keluarga dari si pasien yang menderita tunarungu tersebut). Jika ternyata terdapat
pendamping, maka hal tersebut akan mempermudah dokter untuk dapat
berkomunikasi dengan si pasien. Biasanya orang yang mendampingi penderita
tunarungu telah mengerti bahasa isyarat pasien, maksud yang ingin pasien sampaikan,
dan keadaan pasien. Dengan begitu, komunikasi antara dokter dengan pasien
tunarungu pun dapat berjalan sama seperti komunikasi dengan pasien normal pada
umumnya.

Namun jika si pasien tidak ditemani pendamping, langkah-langkah yang dilakukan


oleh seorang dokter adalah sebagai berikut :

1. Menampakkan diri tidak seolah-olah membedakan si pasien tunarungu dengan


pasien normal yang lain, hal ini bertujuan untuk tidak menyinggung perasaan si
pasien.
2. Memperhatikan apakah terdapat alat bantu pendengaran pada diri si pasien.
3. Jika tidak terdapat alat bantu pendengaran, dokter sebisa mungkin lebih
mendekatkan diri kepada si pasien agar pasien sedikit tidak dapat mendengar
suara dari dokter.
4. Volume suara agak diperbesar dengan pengucapan setiap kata yang lebih jelas.
Karena ada beberapa penderita tunarungu yang ahli dalam membaca bibir lawan
bicaranya, sehingga kata-kata yang keluar dapat dimengerti si penderita dengan
hanya melihat gerak gerik dari bibir saja.
5. Berkomunikasi dengan memberikan isyarat tertentu yang dapat dimengerti si
pasien.
6. Berusaha memahami apa yang dimaksudkan si pasien, sedikit tidak pasien juga
ingin agar dokter mengerti apa yang ingin ia sampaikan dengan memberikan kode
isyarat tertentu. Jadi dokter juga harus sedikit tidak lebih sensitif melihat isyarat
tersebut.
7. Berusaha untuk lebih sabar saat sedang berusaha berkomunikasi dengan si pasien,
karena mungkin akan banyak terjadi pengulangan dalam berbicara dan
menyampaikan maksud. Hal itu harus dimaklumi oleh dokter, karena pasien
tunarungu yang dihadapi memang sedang mengalami gangguan pada hal
pendengaran.
8. Untuk menjaga kemungkinan tidak terjadinya komunikasi yang baik antara pasien
dan dokter ataupun karena tidak adanya penerjemah yang dimaksud oleh point di
atas dokter setidaknya harus mempersiapkan alat bantu pendengaran di ruang
periksa.
9. Melakukan kegiatan pemeriksaan dengan baik sesuai kaedah yang ada dengan
lebih mengedepankan empati yang tinggi terhadap si pasien.

Jika dokter berhasil dan dapat melakukan komunikasi yang baik dengan pasien
tunarungu, hal itu akan membuat pasien merasa lebih senang dan tenang sehingga
akan muncul rasa kepuasaan sendiri, karena si pasien tidak merasakan adanya
diskriminasi yang tinggi antara ia dengan pasien normal lainnya. Artinya ia
merasa bahwa walaupun ia mempunyai gangguan pada pendengaran yang menjadi
hambatan utamanya saat pemeriksaan, itu semua dapat diatasi dan akhirnya ia
dapat melakukan pemeriksaan layaknya pasien normal.

2. Komunikasi dalam situasi pasien geriatric


Geriatric atau sebutan lain dari lansia (lanjut usia) umumnya di kategorikan
jika seseorang sudah berusia di atas 60 tahun. Pada usia tersebut memang banyak
sekali perubahan yang terjadi. Sehingga memungkinkan lahirnya banyak masalah-
masalah yang tidak hanya berhubungan dengan kesehatan namun juga masalah batin
yang dihadapi para geriatric. Beberapa masalah yang sering muncul pada usia lanjut
disebut sebagai a series of I’s, yaitu immobility (imobilisasi), instability (instabilitas
dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan
intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan
penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia
(ganguan tidur), dan immune deficiency atau penurunan kekebalan tubuh. (Depsos
2007). Semua itu terjadi selebihnya secara alami. Banyak yang mengatakan bahwa
merawat para geriatric layaknya merawat seorang balita yang tingkat kerepotannya
sama. Dalam berkomunikasi dengan pasien harus diperhatikan faktor fisik, psikolgi
dan lingkungan. Jika seorang dokter mendapatkan pasien seorang geatric hal-hal yang
harus diperhatikan dalam berkomunikasi adalah mengidentifikasi terlebih dahulu apa
sebenarnya maslah yang sedang dialami pasien dari data daftar riwayat penyakit
pasien. Hal tersebut akan mempermudah tahap awal komunikasi dan pemeriksaan.

Cara atau langkah-langkah saat menghadapi pasien seorang geriatric yang harus
diperhatikan adalah :
1. Berperilaku ramah tamah, sopan dan menghormati.
2. Sebisa mungkin mencegah agar tidak membuat si pasien merasa bahwa dirinya
sedang diacuhkan, karena kecenderungan pasien geriatric memiliki tingkat
kesensitifan yang lebih tinggi.
3. Menjaga kontak mata dan expresi muka yang tepat agar pasien geriatric merasa
bahwa ia sedang menjadi objek perhatian yang sedang diberi perhatian yang lebih. Itu
sedikit tidak membuat kondisi pasien lebih baik dari sebelumnya.
4. memperhatikan tingkat volume suara saat berkomunikasi. Suara yang lebih lembut
dan perlahan akan lebih membuat pasien geriatric merasa nyaman.
5. Memperhatikan postur dan posisi tubuh saat berkomunikasi dengan pasien geriatric.
Ini bekaitan dengan kesopansantunan dengan orang yang usianya jauh lebih tua.
6. Berhati-hati dalam bersikap dan harus lebih memupuk rasa kesabaran. Karena jika ada
sedikit saja kesalahan yang kita lakukan baik saat dalam berkomunikasi maupun
pemeriksaan, pasien geriatric cenderung untuk marah ataupun protes.
7. Memperhatikan kondisi pasien geriatric, tidak jarang ada pasien yang datang ke
dokter dengan kondisi yang sudah sangat lemah karena faktor usianya yang sudah
sangat tua dan terlihat tidak terdengar jelas apa yang ia katakan, dengan keadaan
seperti itu, dokter seharusnya mengerti dan mengurangi porsi pembicaraan karena
berkaitan dengan kondisi pasien.
8. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan memberikan pertanyaan yang
pendek-pendek, karena kebanyakan penderita geriatric sudah mengalami penurunan
daya pikir dan ingat.
9. Harus memperhatikan respon dan harus lebih mendengarkan dengan jelas apa yang
diucapkan pasien geriatric. Hal ini bertujuan agar dalam proses komunikasi dan
pemeriksaan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
10. Melakukan komunikasi dan memberitahu hal-hal maupun hasil dari pemeriksaan
terhadap keluarga pasien, karena keluarga lah yang lebih dekat dengan pasien dan
lebih memahami kondisi pasien. Hal tersebut penting demi kesehatan si pasien.

Kondisi Geriatric memang kondisi dimana harus lebih diberikan perhatian yang khusus,
itu berkaitan dengan kondisi fisik pasien yang lebih rentan dari pasien normal pada
umumnya. Mengupayakan kesehatan pasien diusia yang bisa dikatakan tidak muda lagi
memang penting dan harus lebih diutamakan walaupun banyak sekali hambatan dalam
melakukan hal tersebut.

3. Komunikasi dalam situasi pasien marah


Berkomunikasi dalam situasi pasien sedang marah sebenarnya bukan hal sulit
namun tidak boleh diremehkan juga. Seorang dokter harus bisa melihat dari sisi
mengapa pasien tersebut marah. Apa hal tersebut berkaitan dengan masalah pribadi
dari diri si pasien, atau mungkin kesalahan yang telah diperbuat si dokter.
Jika alasannya karena ada kesalahan dari si dokter, sebisa mungkin dokter
harus segera mungkin meminta maaf pada si pasien sambil mengakui kesalahan yang
telah diperbuat. Namun jika pasien marah tanpa alasan yang pasti hal pertama dan
memang wajib untuk dilakukan adalah harus lebih memupuk rasa sabar. Tetap
meredam emosi dan jangan sampai hanyut dan selanjutnya terpancing emosi.
Saat menemukan pasien yang sedang marah, langkah awal yang dokter
lakukan adalah menenangkan emosi pasien, mengajaknya untuk duduk bersama
membicarakan masalah apa sebenarnya yang pasien hadapi, sekaligus berupaya untuk
membantu masalah si pasien tersebut. Dengan tetap menjaga sopan santun, kontak
mata, dan tutur kata yang tepat, setidaknya membuat pasien merasa lebih tenang dan
nyaman. Sehingga dengan begitu emosi yang dialami si pasien akan meluruh sedikit
demi sedikit.

Anda mungkin juga menyukai