Di Susun Oleh:
PROBOLINGGO
2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
MAHASISWA
KEPALA RUANGAN
LEMBAR KONSULTASI
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. DEFINISI
Vertebrobasilar insufisiensi (VBI) adalah suatu jenis penyakit dimana terjadi aliran
darah yang tidak adekuat melalui sirkulasi posterior otak yang disuplai dari arteri
vertebralis yang bergabung membentuk arteri basilar atau lazim disebut vertigo
(Mayasari Kartika,2019).
Vertigo dapat adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam telinga
bagian dalam sehingga menyebabkan penderita merasa pusing dalam artian keadaan atau
ruang di sekelilingnya menjadi serasa 'berputar' ataupun melayang. Vertigo menunjukkan
ketidakseimbangan dalam tonus vestibular. Hal ini dapat terjadi akibat hilangnya
masukan perifer yang disebabkan oleh kerusakan pada labirin dan saraf vestibular atau
juga dapat disebabkan oleh kerusakan unilateral dari sel inti vestibular atau aktivitas
vestibulocerebellar. (Setiawati,2016)
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau
gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam
mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh
integrasi berbagai sistem diantaranya sistem vestibular, system visual dan system somato
sensorik (propioseptik). Untuk memperetahankan keseimbangan diruangan, maka
sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik. Pada
vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak
terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang
berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada
penderita vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu
gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban Tobing. S.M, 2013)
B. ETIOLOGI
C. ANATOMI FISIOLOGI
(Bahrudin, 2013).
a. Sistem Saraf Somatik (SSS) Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf
kranial dan 31 pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh
kesadaran.
a) Saraf kranial
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan
motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron
aferen dan meninggalkan melalui eferen.
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-
kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa
kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi
lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata
merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis (Rahayu,2013)
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke
tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari,
mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo
hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien
merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo.
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa
ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya
berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan
posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi
kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu.
Pada pemeriksaan THT secara umum tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji
kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua
sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada
tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :
1. Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya
sendiri atau lingkungan
2. Merasakan mual yang luar biasa
3. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual
4. Gerakan mata yang abnormal
5. Tiba - tiba muncul keringat dingin
6. Telinga sering terasa berdenging
7. Mengalami kesulitan bicara
8. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar.
9. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan
(Tobing,2015)
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
seringterjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus
BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal inidikarenakan
debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh kekanal posterior karena
kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada padaposisi yang paling bawah
saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring (Imai T, et al, 2016).
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama
kalidiperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik
vertigoposisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah
nistagmushorizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase
cepat ke Universitas Sumatera Utara arah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepatkearah telinga di posisi atas) selama
kepala dipalingkan ke salah satu sisidalam posisi telentang. Nistagmus geotropik
terjadi karena adanyaotokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam
lumen posteriorkanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropikterjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada
kupulakanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia
didalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik) (Imai T,
et al, 2016).
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka
lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama
dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan tulang atau
tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa diambil contoh cairan dari
telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
2. Pemeriksaan angiogram, dilakukan karena diduga terjadi penurunan aliran darah ke
otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah
yang menuju ke otak.
3. Pemeriksaan khusus : ENG, Audiometri dan BAEP, psikiatrik.
4. Pemeriksaan tambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.
5. Pemeriksaan fisik : mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik, otologik, pemeriksaan
fisik umum (Kang 2014).
G. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
1) Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)
a) Dimenhidrinat lama kerja tini ialah 4–6 jam. Obat dapat diberi per oral
atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25
mg-50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
b) Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4–6 jam, diberikan
dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari.
b. Nonfarmakologi
3) Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.
6) Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.
c) Kepala
Pusing seperti beban berat dan berputar, benda sekitar bergerak.
d) Mata
Inspeksi : Anemis, cekung, nistagmus, oilopsia terasa panas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e) Abdomen
Inspeksi : bentuk cekung, mual dan muntah
f) Integument
Inspeksi : Mukosa pucat, kulit kering
Palpasi : teraba hangat
1. Letih, lemah, malaise
2. Keterbatasan gerak
3. Ketegangan mata, kesulitan membaca
4. Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
5. Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
b. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, stress
dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasopressor.
2) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan tekanan otot leher
4) Ansietas penurunan fungsi kognitif
c. Intervensi
1. Nyeri Akut
SLKI
a. Tingkat nyeri (145)
Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Keluhan Nyeri
Meringis
Kesulitan tidur
Gelisah
Frekuensi nadi
Tekanan Darah
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat
b. Control nyeri (58)
Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Melaporkan nyeri terkontrol
Mengenali penyebab nyeri
Kemampuan menggunakan teknik non
farmakologi
Dukungan orang terdekat
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat
KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5
Perilaku gelisah
Keluhan pusing
Tekanan darah
Pola tidur
Kontak mata
KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5
Kemampuan meminta batuan
keorang lain
Bantuan yang di tawarkan orang
lain
Dukungan emosi yang sediakan
orang lain
Jaringan sosial yang membantu
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.(2012). Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung
tenggorok kepala leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Imai T, et al. Classification, diagnostic criteria and management of benign paroxysmal
positional vertigo. Auris Nasus Larynx (2016),
http://dx.doi.org/10.1016/j.anl.2016.03.013
Mardjono M. & Sidharta P., 2008. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
Nagel, P., Gurkov, R. 2012. Dasar-dasar Ilmu THT. Alih bahasa Dany, F. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2011. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth, vol:3, EGC, Jakarta