Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS VERTEBROBASILAR INSUFFICIENCY

DI RUANG MARWAH RSI MASYITOH - BANGIL

Di Susun Oleh:

Inna Yatul Maula


14901.07.20012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes HAFSHAWATY PESANTREAN HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS VERTEBROBASILAR INSUFFICIENCY

DI RUANG MARWAH RSI MASYITOH

Telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

MAHASISWA

Inna Yatul Maula, S.Kep

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING AKADEMIK

KEPALA RUANGAN
LEMBAR KONSULTASI
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pembimbing Evaluasi Tanda Tangan


LAPORAN PENDAHUUAN

A. DEFINISI
Vertebrobasilar insufisiensi (VBI) adalah suatu jenis penyakit dimana terjadi aliran
darah yang tidak adekuat melalui sirkulasi posterior otak yang disuplai dari arteri
vertebralis yang bergabung membentuk arteri basilar atau lazim disebut vertigo
(Mayasari Kartika,2019).
Vertigo dapat adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam telinga
bagian dalam sehingga menyebabkan penderita merasa pusing dalam artian keadaan atau
ruang di sekelilingnya menjadi serasa 'berputar' ataupun melayang. Vertigo menunjukkan
ketidakseimbangan dalam tonus vestibular. Hal ini dapat terjadi akibat hilangnya
masukan perifer yang disebabkan oleh kerusakan pada labirin dan saraf vestibular atau
juga dapat disebabkan oleh kerusakan unilateral dari sel inti vestibular atau aktivitas
vestibulocerebellar. (Setiawati,2016)
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau
gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam
mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh
integrasi berbagai sistem diantaranya sistem vestibular, system visual dan system somato
sensorik (propioseptik). Untuk memperetahankan keseimbangan diruangan, maka
sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik. Pada
vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak
terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang
berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada
penderita vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu
gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban Tobing. S.M, 2013)

B. ETIOLOGI

Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ


keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam
telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya
sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan
tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. Penyebab umum dari vertigo: (Israr, 2012).
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
a. Alkohol
b. Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
a. Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian
dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
b. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri.
c. Herpes zoster
d. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
e. Peradangan saraf vestibuler
f. Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
a. Sklerosis multipel
b. Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau
keduanya
c. Tumor otak
d. Tumor yang menekan saraf vestibularis.

C. ANATOMI FISIOLOGI

1. Definisi sistem saraf


Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil dari organ
dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan saraf
manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan
yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013).
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke
susunan saraf pusat, pemprosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan
2. Sistem Saraf Pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional
pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi
elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara
mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah, Otak besar merupakan pusat pengendali
kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan,
yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus
yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal, sedangkan disenfalon adalah
bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus, hipotalamus, dan
epitalamus (Khafinuddin, 2012).

b. Medula spinalis (sumsum tulang belakang)


Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang
pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis
yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna
kelabu (grey area) (Chamidah, 2013).
Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung
badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik,
saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar
impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Khafinuddin, 2012).
3. Sistem Saraf Tepi Susunan saraf tepi (SST)
yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang merupakan garis komunikasi antara
sistem saraf pusat (SSP) dan tubuh . Sistem Saraf Tepi Susunan saraf tepi (SST)
tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP

(Bahrudin, 2013).

Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

a. Sistem Saraf Somatik (SSS) Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf
kranial dan 31 pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh
kesadaran.
a) Saraf kranial

12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.


Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan motorik.
b) Saraf spinal

Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan
motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron
aferen dan meninggalkan melalui eferen.

b. Sistem Saraf Otonom (SSO)


Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah
pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini adalah saling
berbalikan.
D. MANIEFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-
kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa
kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi
lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata
merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis (Rahayu,2013)
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke
tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari,
mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo
hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien
merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo.
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa
ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya
berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan
posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi
kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu.
Pada pemeriksaan THT secara umum tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji
kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua
sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada
tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :
1. Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya
sendiri atau lingkungan
2. Merasakan mual yang luar biasa
3. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual
4. Gerakan mata yang abnormal
5. Tiba - tiba muncul keringat dingin
6. Telinga sering terasa berdenging
7. Mengalami kesulitan bicara
8. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar.
9. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan
(Tobing,2015)

E. KLASIFIKASI

Klasifikasi Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
seringterjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus
BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal inidikarenakan
debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh kekanal posterior karena
kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada padaposisi yang paling bawah
saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring (Imai T, et al, 2016).
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama
kalidiperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik
vertigoposisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah
nistagmushorizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase
cepat ke Universitas Sumatera Utara arah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepatkearah telinga di posisi atas) selama
kepala dipalingkan ke salah satu sisidalam posisi telentang. Nistagmus geotropik
terjadi karena adanyaotokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam
lumen posteriorkanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropikterjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada
kupulakanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia
didalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik) (Imai T,
et al, 2016).

Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis posterior, tetapi beberapa tahunterakhir


terlihat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal. Pasien dengankeluhan dan
gejala yang sesuai dengan BPPV, namun tidak sesuai dengan kriteriadiagnostik BPPV
kanalis posterior harus dicurigai sebagai BPPV kanalis horizontal (Imai T, et al, 2016).
G. KOMPLIKASI

1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka
lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama
dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan  CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan tulang atau
tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa diambil contoh cairan dari
telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
2. Pemeriksaan angiogram, dilakukan karena diduga terjadi penurunan aliran darah ke
otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah
yang menuju ke otak.
3. Pemeriksaan khusus : ENG, Audiometri dan BAEP, psikiatrik.
4. Pemeriksaan tambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.
5. Pemeriksaan fisik : mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik, otologik, pemeriksaan
fisik umum (Kang 2014).

G. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
1) Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)

a) Dimenhidrinat lama kerja tini ialah 4–6 jam. Obat dapat diberi per oral
atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25
mg-50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.

b) Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4–6 jam, diberikan
dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari.

c) Senyawa betahistin (suatu analog antihistamin):

I. Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral


II. Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6
tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2) Kalsium Antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat
mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya
ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari.

b. Nonfarmakologi

1) Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode


Brand Daroff.

2) Pasien duduk tegak dipinggir tempat tidur dengan kedua tungkai


tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali.
Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. pertahankan selama
30 detik, lalu duduk kembali.

3) Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.

4) Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode


Brand Daroff.

5) Pasien duduk tegak dipinggir tempat tidur dengan kedua tungkai


tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali.
Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. pertahankan selama
30 detik, lalu duduk kembali.

6) Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.

7) Epley manuver untuk pengobatan dari posterior canal BPPV (benigh


paroxysmal positional vertigo), vertigo posisional paroksismal benigna,
adapun Langkah-langkanya:
a. 1 dan 2 dari manuver Epley adalah langkah-langkah tes Dix-Hallpike
positif. Setelah memegang selama 20 detik di posisi 2, kepala berubah
90 ke arah yang tidak terpengaruh.

b. Setelah menahan selama 20 detik di posisi 3, kepala beralih lagi ke


posisi yang hampir menghadap ke bawah dengan tubuh yang juga
beralih untuk mengakomodasi gerakan kepala.

c. Setelah memegang selama 20 detik di posisi 4, pasien dibawa ke


posisi duduk.

d. Pergerakan materi otolit dalam labirin digambarkan dengan setiap


langkah, memperlihatkan. Bagaimana otoliths dipindahkan dari kanal
semikirit ke ruang depan.

Dari American Academy


of Neuroloay. Neuroloay

H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


a. Pengkajian
Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik
1. Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama klien, usia: di derita usia dewasa, jenis kelamin : dominan
perempuan, pekerjaan : yang mengakibatkan mabuk darat, alamat rumah :
lingkungan yang kumuh dan kotor.
1) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : lemah
b) Tanda-tanda vital
Tekanan Darah ; ≥140/90 mmHg,
RR : ≥20x/menit
Nadi : ≥100x/menit
Suhu : ≥3 7ºC

c) Kepala
Pusing seperti beban berat dan berputar, benda sekitar bergerak.
d) Mata
Inspeksi : Anemis, cekung, nistagmus, oilopsia terasa panas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e) Abdomen
Inspeksi : bentuk cekung, mual dan muntah
f) Integument
Inspeksi : Mukosa pucat, kulit kering
Palpasi : teraba hangat
1. Letih, lemah, malaise
2. Keterbatasan gerak
3. Ketegangan mata, kesulitan membaca
4. Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
5. Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
b. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, stress
dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasopressor.
2) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan tekanan otot leher
4) Ansietas penurunan fungsi kognitif
c. Intervensi
1. Nyeri Akut
 SLKI
a. Tingkat nyeri (145)
Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Keluhan Nyeri
Meringis
Kesulitan tidur
Gelisah
Frekuensi nadi
Tekanan Darah
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat
b. Control nyeri (58)
Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Melaporkan nyeri terkontrol
Mengenali penyebab nyeri
Kemampuan menggunakan teknik non
farmakologi
Dukungan orang terdekat
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat

c. Pola tidur (96)


Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Keluhan sulit tidur
Keluhan sering terjaga
Keluhan pola tidur berubah
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat
 Intervensi
1) Menejemen Nyeri (SIKI,201)
a) Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala Nyeri
 Identifikasi nyeri non verbal
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyari
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
b) Terapeutik
 Berikan teknik non farmakologis (mis. Terapi pijat,terapi music,kompres
hangat/dingin)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu,pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
c) Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
2) Latihan pernafasan (146)
a) Observasi
 Identifikasi dilakukan latihan pernafasan
 Monitor frekuensi, irama dan kedalaman napas sebelum dan sesudah
b) Terapeutik
 Sediakan tempat yang tenang
 Posisikan pasien nyaman dan rileks
 Ambil napas dalam secara perlahahn melalui hidung dan tahan 7 hitungan
 Hitungan ke 8 hembuskan melalui mulut dengan perlahan
c) Eduksi
 Jelaskan tujuan dan proedur latihan pernafasan
 Anjurkan mengulangi 4-5 kali
3) Teknik Distraksi (SIKI,411)
a) Observasi
 Identifikasi gilihan teknik distraksi
b) Terapeutik
 gunakan teknik distraksi (mis, membaca buku, nonton tv)
c) Edukasi
 Jelaskan manfaat pean jenis distraksi bagi panca indra
 Anjurkan menggunakan teknik sesuai energy, usia, kemampuan.
 Anjurkan berlatih teknik distraksi
2. Ansietas
 SLKI
a. Tingkat ansietas

KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5
Perilaku gelisah          
Keluhan pusing          
Tekanan darah          
Pola tidur          
Kontak mata          

Nilai : 1). Meningkat


2 ). cukup Meningkat
3 ). Sedang
4) cukup menurun
5) menurun
b. Dukungan sosial

KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5
Kemampuan meminta batuan
keorang lain          
Bantuan yang di tawarkan orang
lain          
Dukungan emosi yang sediakan
orang lain          
Jaringan sosial yang membantu          

Nilai : 1). Menurun


2). Cukup menurun
3). Sedang
4) cukup meningkat
5). Meningkat
c. Status kongnitif
KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5
Komunikasi jelas sesuai usia          
Perhatian          
Kemampuan membuat keputusan          
Proses informasi          

Nilai : 1). Meningkat


2 ). cukup Meningkat
3 ). Sedang
4) cukup menurun
5) menurun
 Intervensi / SIKI
a. Terapi relaksasi
- Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan berkosentrasi atau
gejala lain yang mengganggu kemampuan kongnitif
- Ciptakan lingkungan tenang tanpa gangguan dengan pencahayaan dengan
suhu ruang yang nyaman
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia missal
music, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif
b. Terapi music
- Identifikasi minat terhadap music
- Posisikan dengan posisi yang nyaman
- Jelaskan tujuan dan prosedur terapi music
c. Dukungan emosional
- Identifikasi hal yang memicu emosi
- Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan missal merangkul dan
menepuk nepuk
- Anjurkan perasaan yang dialami
-

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.(2012). Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung
tenggorok kepala leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Imai T, et al. Classification, diagnostic criteria and management of benign paroxysmal
positional vertigo. Auris Nasus Larynx (2016),
http://dx.doi.org/10.1016/j.anl.2016.03.013

Lumban Tobing. S.M, 2003, Vertigo Tujuh Keliling, Jakarta : FK UI

Mardjono M. & Sidharta P., 2008. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
Nagel, P., Gurkov, R. 2012. Dasar-dasar Ilmu THT. Alih bahasa Dany, F. Jakarta : EGC

PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) : Jakarta

PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) : Jakarta

PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Jakarta

Santosa, Budi. 2013.Diagnosis Keperawatan Devinisi & Klasifikasi NANDA 2015-2017.


Jakarta: Prima Medika

Sjamsuhidayat & Jong.(2015).Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta:EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2011. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth, vol:3, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai