Anda di halaman 1dari 16

Surveilans Epidemiologi FKM UNSRI

Kamis, 07 November 2013

Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di
Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit
tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif yang merupakan faktor utama masalah morbiditas
dan mortalitas.. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan
60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara
berkembang termasuk Indonesia.

Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang
disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi.
Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan
jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali
lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut
WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi
di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita
tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.6,7 Di Indonesia masalah hipertensi cenderung
meningkat.

Apakah Hipertensi ?

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

penyebab Hipertensi ?

1. 95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer, namun umumnya
dipicu oleh obesitas, asupan garam yang tinggi, dan kolestrol yang tinggi

2. 5% disebabkan oleh Penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, ganguan anak ginjal, dll
atau disebut hipertensi sekunder.

Bagaimana gejalanya ?

1. Umumnya penyandang tidak merasakan sakit

2. Sakit Kepala

3. Pusing

4. Telinga berdenging

5. Jantung berdebar-debar

6. Mimisan, dll

Bagaimana diagnosisnya ?
Diperlukan beberapa data pendukung mengenai tekanan darah sebelum penderita didiagnosa
hipertensi. Secara umum, seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah > 140/90 mmHg yang
diukur lebih dari 2 kali dalam kurun waktu berbeda serta pengukuran dilakukan dalam posisi duduk.

Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari penyakit menular dan meluas ke penyakit tidak
menular. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan
penyakit. Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan
infeksi mikroorganism tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem surveilans (penyakit
tidak menular/PTM) terdiri dari jaringan kerja sama dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan,
lembaga sosial masyarakat, serta organisasi profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM
adalah memberikan informasi tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para pengambil keputusan
dalam perencanaan dan pertimbangan.

Tujuan Khusus Surveilans PTM

1. Mencari model menurunkan risiko PTM

2. Menurunkan angka PTM

3. Mendapatkan data dasar PTM

4. Mengidentifikasi faktor risiko PTM

5. Mengevaluasi system pengendalian PTM

Langkah – Langkah Surveilans Penyakit Tidak Menular

Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)

1. Identifikasi Penyakit Tidak Menular


Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan
peningkatan insidensi suatu penyakit. Jenis-jenis. faktor risiko terdiri dari:

1. Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik

2. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olahraga

2. Perencanaan pengumpulan data

a. Menentukan tujuan survailens

b. Tetapkan definisi

c. Tentukan sumber

d. Tentukan instrumen

e. Bagaimana sumber data

f. Bagaimna sistem

g. Tentukan indikator
3. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram,
poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti
epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-lain

4. Analisis dan interpretasi data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk
perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit.
Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk
mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit. Setelah di analisis lalu di intepretasikan (di
bandingkan dengan daerah lain)

5. Diseminasi dan advokasi

Setelah data diaanalisis dan di interpretasi suatu penyakit tidak menular. Maka data tersebut
disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam penanggulangan penyakit
tidak menular ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam
program pencegahan penyakit. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang
digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab.

6. Evaluasi

Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya . sistem dapat
berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu dari pernyataan berikut : apakah
kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian
kasus penyakit.

Implementasi
Langkah –langkah surveilans epidemiologi hipertensi

Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)

1. Identifikasi Penyakit Hipertensi

Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan
peningkatan insidensi suatu penyakit. Factor risiko penyakit hipertensi antara lain :

a. Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik, gender, dan ras.

b. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olah raga, berat badan berlebih, pola makan,
stress, konsumsi alkohol, dan kondisi penyakit lain.

2. Perencanaan pengumpulan data

a. Menentukan tujuan survailens

Memberikan informasi tentang kondisi hipertensi kepada para pengambil keputusan dalam
perencanaan dan pertimbangan

b. Tetapkan definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.

c. Tentukan sumber data

Sumber data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita hipertensi

d. Tentukan instrumen

Instrumennya yaitu manual dan elektronik

e. Bagaimana sistem

Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin ke bawah

f. Tentukan indikator

Indikator faktor risiko penyakit(RR dan OR), indikator program (input. Proses, output dan outcome),
indikator morbidity, mortality, disability, indikator hasil pemeriksaan tekanan darah
3. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram,
poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti
epid info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain

4. Analisis dan interpretasi data

Data jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat korelasional
selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah di
analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.

5. Diseminasi dan advokasi

Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita hipertensi tersebut
disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam penanggulangan hipertensi
ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program
pencegahan hipertensi. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan
untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab seperti Bupati, Walikota dan DPRD.

6. Evaluasi

Program surveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya. Apabila
kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang positif berarti kegiatan surveilans yang
dilakukan berhasil.
KELEBIHAN:

1. Menyajikan data berupa prevalensi penyakit hipertensi di setiap provinsi.

2. Dilakukan analisis multivariat sehingga dapat diketahui proporsi responden.

3. Menunjukkan Nilai Prediktif Positif misalnya pada tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa
di dunia menderita Hipertensi.

4. Merencanakan program perencanaan dan penanggulangan penyakit hipertensi dengan baik, melalui
strategi dan peranan masing-masing unit kerja.

5. Kegiatan epidemiologi dilakukan melalui pendekatan beberapa faktor yang mempengaruhi hipertensi,
misalnya faktor keturunan, stres, usia, jenis kelamin dan lain-lain.

6. Melakukan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local
area specific)

KEKURANGAN:

1. Belum adanya pedoman yang berlaku secara nasional bagi penatalaksanaan Hipertensi, maka perlu
disusun buku Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.

2. Terlalu banyak faktor resiko yang dapat memicu hipertensi sehingga membutuhkan waktu yang lama
dan sumber referensi yang akurat dalam menganalisa hubungan antar faktor dengan hipertensi.

3. Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan sayur-buah
yang berarti antara kelompok hipertensi dan kelompok kontrol, sehingga risiko hipertensi yang
ditemukan tidak bermakna.

4. Berdasarkan analisis lanjut masih banyak masyarakat penderita hipertensi yang belum terjangkau
pelayanan kesehatan sehingga masih sedikit masyarakat yang minum obat hipertensi.
5. Perlunya program peningkatan deteksi dini di masyarakat dan peningkatan sarana pengobatan
hipertensi di Puskesmas.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, jumlah penderita hipertensi penduduk Indonesia yaitu 224.743
jiwa (34,9%) dari 643,400 jiwa.

Masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya prevalensi di Indonesia dan di setiap provinsi. Pada
tabel di atas dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang sedang
minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan
Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan
pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%),
yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau
minum obat, prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan
terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah 24,2%, dan dua
provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua
Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%). Perlu diketahui Provinsi
Kalimantan Selatan yang mempunyai prevalensi hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan
hanya 24,0%. Hal ini berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih
tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko
hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan
dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin,
proporsi laki-laki pada kelompok hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna
berisiko hipertensi 1,25 kali daripada perempuan. Berdasarkan jenjang pendidikan, analisis multivariat
mendapatkan responden yang tidak bersekolah secara bermakna berisiko 1,61 kali terkena hipertensi
dibandingkan yang lulus perguruan tinggi, dan risiko tersebut menurun sesuai dengan peningkatan
tingkat pendidikan. Sementara berdasarkan pekerjaan, proporsi responden yang tidak bekerja dan
Petani/Nelayan/Buruh, ditemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibanding kontrol. Proporsi
hipertensi terendah ditemukan pada responden yang bersekolah dan responden yang tidak bekerja
mempunyai risiko 1,42 kali terkena hipertensi dibandingkan responden yang bersekolah. Berdasarkan
tempat tinggal, proporsi responden yang tinggal di desa lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada
kontrol. Namun hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan risiko hipertensi yang
bermakna. Sementara dilihat dari status ekonomi, tidak ada perbedaan proporsi yang berarti antara
kelompok hipertensi dan kontrol.
Besarnya risiko faktor perilaku selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan perilaku
merokok, proporsi responden yang dulu pernah merokok setiap hari pada kelompok hipertensi
ditemukan lebih tinggi (4,9%) daripada kelompok kontrol (2,6%), dan risiko perilaku pernah merokok ini
secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali dibandingkan yang tidak pernah merokok. Berdasarkan
perilaku konsumsi alkohol, proporsi mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih tinggi pada
kelompok hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%). Risiko hipertensi bagi mereka yang mengonsumsi
alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali. Berdasarkan pola konsumsi sayur-
buah, nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi
dan kelompok kontrol, dan risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna (Tabel 3). Risiko hipertensi
juga ditemukan tidak berbeda bermakna menurut konsumsi makanan manis, makanan asin, maupun
makanan yang berlemak. Pola konsumsi yang ditemukan meningkatkan risiko hipertensi secara
bermakna adalah konsumsi minuman berkafein >1 kali/hari, yaitu 1,1 kali dibanding yang minum < 3
kali/bulan.

Berdasarkan status gizi, proporsi responden yang obese dan kegemukan lebih tinggi pada kelompok
hipertensi daripada kontrol. Secara bermakna, besarnya risiko hipertensi pada kelompok obesitas
meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali, dan normal 1,44 kali dibandingkan mereka yang kurus. Obesitas
abdominal juga mempunyai risiko hipertensi secara bermakna (OR 1,40). Kelompok yang mengalami
stres mempunyai proporsi lebih tinggi (11,7%) pada kelompok hipertensi dibandingkan pada kontrol
(10,0%). Demikian halnya proporsi responden yang mempunyai riwayat penyakit jantung, dan riwayat
penyakit diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol, namun tidak ada
peningkatan risiko yang bermakna.
Semakin bertambahnya usia, angka kejadian hipertensi semakin meningkat. Pada usia 20-34 tahun
angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 11,1%, sedangkan wanita
sebesar 6,8%. Pada usia 35-44 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan
wanita yaitu 25,1 %, sedangkan wanita sebesar 19,0%. Pada usia 45-54 tahun angka kejadian hipertensi
pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 37,1%, sedangkan wanita sebesar 35,2%. Pada usia 55-
64 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 54,0%, sedangkan
wanita sebesar 53,3%. Pada usia 65-74 tahun angka kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan wanita yaitu 64,0%, sedangkan pria sebesar 69,3%. Pada usia di atas 75 tahun angka
kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 66,7%, sedangkan pria sebesar
78,5%.

Daftar Pustaka

Darmojo, B. "Mengamati Penelitian Epidemiologi Hipertensi di Indonesia."Disampaikan pada seminar


hypertensi PERKI. 2000.

Hidayati,Titiek. Risks factor, screening and surveillance chronic disease in Public health. online :
http://id.scribd.com/doc/141363976/Skrining-FR-Surveilans-Penyakit-PTM diakses tanggal 5 november
2013

Murdyastuti, Saptorini;YunitaWulandari. 2010. PERBANDINGAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEJADIAN


HIPERTENSI PADA MASYARAKAT PETANI DAN PEGAWAI KANTOR DI DESA TRAYU.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEoQFjAD&url=http%3A
%2F%2Fjurnal.stikeskusumahusada.ac.id%2Findex.php%2FJK%2Farticle%2Fdownload
%2F59%2F62&ei=HFR6UoSVJu-
SiQfS4YDgBA&usg=AFQjCNHJ450GJtWcyAfj8lLy1UMGsKYHlQ&sig2=_1HMplnjSUStVcWeK2TP0g&bvm=b
v.55980276,d.aGc. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31

Nofrianti,Ade Ria,dkk.2012.Tugas Kelompok (Penilaian Surveilans Kesehatan Masyarakat):Universitas


Andalas.

Sarwanto, lestari kanti wilujeng, dan rukmini. 2007. Prevalensi penyakit hipertensi penduduk di
indonesia dan faktor yang beresiko. http://www.gobookee.org/get_book.php?
u=aHR0cDovL2Vqb3VybmFsLmxpdGJhbmcuZGVwa2VzLmdvLmlkL2luZGV4LnBocC9oc3IvYXJ0aWNsZS92a
WV3LzE5MjUvMjY4NApQUkVWQUxFTlNJIFBFTllBS0lUIEhJUEVSVEVOU0kgUEVORFVEVUsgRElJTkRPTkVT
SUEgREFOIC4uLg==. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-upiksetyan-6984-2-babi.pdf. Diakses tanggal 6
november 2013, pukul 21:31

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34542/6/Abstract.pdf. Diakses tanggal 6


november 2013, pukul 21:31

Unknown di 17.54

Berbagi

7 komentar:

Mareta Linia Ainil Ateram24 November 2013 21.25

Nama: Desi Ratnasari

Nim: 10111001003

izin bertanya, pada evaluasi ada pernyataan "kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak
yang positif berarti kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil" yang saya tanyakan bagaimanakah
status surveilans di Indonesia, apakah sudah positif? apakah data hasil surveilans hipertensi ini sudah
digunakann secara maksimal di Indonesia? bisakah menurunkan angka kesakitan dan kematian dari PTM
ini? thksn :)

Balas

Mareta Linia Ainil Ateram24 November 2013 21.46

Nama : Meura Stifilla Yolanda

Nim : 10111001013

Saya ingin mengajukan pertanyaan pada kelompok PTM, seperti yang tertera pada perencanaan
pengumpulan data yakni bagian bagaimana sistem, dijelaskan bahwa sistemnya menunggu laporan rutin
jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin kebawah. yang ingin saya tanyakan disini adalah Apakah
untuk mendapatkan data tersebut hanya menunggu laporan rutin? serta siapa yang bertugas untuk
mengambil data rutin kebawah dan bagaimana solusi untuk mengatasi jika ada masalah keterlambatan
laporan data? Terima kasih :)

Balas

Unknown25 November 2013 04.16

NAMA : AYU NOVITRIE

NIM : 10111001054

saya ingin bertanya,mengingat ada banyaknya kasus dan aneka macam jenis penyakit tidak menular di
Indonesia serta masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini penyakit tidak
menular,bagaimana kah peran pemerintah dan petugas kesehatan untuk mendata dan menurunkan
angka kejadian penyakit tidak menular yang belum ter survei dengan baik? serta apakah pertugas
surveilans dibagi berdasarkan jenis penyakit tidak menular?

Balas

Unknown29 November 2013 07.06


saya Gita Yuni Andrila (10111001038) akan menanggapi pertanyaan dari teman - teman

Jawaban dari pertanyaan Desi Ratnasari : menurut saya surveilans di indonesia belum seluruhnya positif
atau bisa dikatan berhasil karena mengingat banyak faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan dan
keakuratan dari data itu sendiri,dan

apakah hipertensi ini bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian dari PTM,munurut saya jika
petugas surveilans sudah melakukan langkah langkah surveilans dengan benar dan hasil surveilans
tersebut ditanggapi dengan baik oleh pihak yang berkepentingan untuk membantu penanggulangan
hipertensi tentu saja dapat berpengaruh dalam penurunan angka kesakitan dan kematian dari hipertensi
itu sendiri

Balas

Unknown3 Desember 2013 18.22

saya Hamida Yanti (10111001061) ingin menanyakan kepada kelompok anda : anda menyebutkan
bahwa salah satu kelebihan dari surveilans ini adalah adanya inovasi program yang sesuai dengan
kemajuan teknologi dan daerah setempat. tolong anda jelaskan inovasi program seperti apa yang telah
diterapkan di indonesia. terimaksih

Balas

aldo4 Desember 2013 18.34

saya Neni Yunita (10111001030) akan mencoba menjawab pertanyaan hamida tentang program yang
sesuai dengan kemajuan teknologi untuk surveilens PTM sendiri seperti penggunaan program SPSS yang
mempermudah petugas untuk mengolah data dengan cepat namun untuk saat ini program khusus
seperti yang terdapat pada penyakit menular belum ada tetapi seperti yang dikatakan oleh Staff dinkes
OI bahwa Insya'

Allah tahun 2014 surveilans PTM ini akan menjadi perhatian khusus dan akan terus dikembangkan
karena meningkatnya kasus PTM setiap tahunnya,,,

Balas
aldo4 Desember 2013 18.41

Saya Neni Yunita (10111001030) menanggapi pertanyaan dari saudara ayu novitrie, untuk saat ini
petugas kesehatan mendata kejadian penyakit PTM ini didapat dari pusat-pusat pelayanan kesehatan,
dan untuk melakukan pencegahan pada PTM ini bsa dengan dilakukannya penyuluhan ataupun
pengetahuan tentang bahaya PTM dan cara pencegahaanya. seperti halnya penyakit menular PTM pun
juga memiliki petugas untuk masing2 penyakit.

Balas

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Unknown

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai