karena merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang
atasnya terdiri dari tulang dan tiga perlima bawahnya tulang rawan (Ballenger,
2003).
Rangka hidung bagian luar dibentuk oleh dua os nasal, prosesus frontal os
kartilago alar mayor dan tepi anterior kartilago septum nasi (Ballenger, 2003).
Bagian lateral dari ala nasi juga dibentuk oleh beberapa kartilago berukuran kecil
yang biasa disebut kartilago alar minor. Bentuk dan stabilitas dari kartilago alar
yang meliputi krus medial dan lateral menentukan bentuk tip nasi dan hidung.
Selain krus media, bagian inferior septum dan kolumela juga memiliki peranan
Di garis tengah ada penonjolan yang disebut spina nasalis anterior (Ballenger,
2003).
Kavum nasi dimulai di bagian anterior yang disebut vestibulum nasi
dengan batas posteriornya limen nasi atau nasal valve. Nasal valve adalah daerah
tersempit dari traktus respiratorius atas dan merupakan daerah yang memiliki
peran utama pada aerodinamik dari aliran udara pada hidung (Probst dkk, 2006).
Septum nasi adalah sekat yang membagi kavum nasi menjadi dua ruang
yaitu kavum nasi kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina
dibentuk oleh os vomer, krista maksila, krista palatina serta krista sphenoid
(Ballenger, 2003).
horizontal os palatum. Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan
Fossa nasalis pada orang dewasa memiliki panjang kira-kira 7,5 cm dan
tinggi 5 cm (Bull, 1987). Fossa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah
konka. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior,
celah antara konka media dan inferior disebut meatus medius dan sebelah atas
konka ke empat yang disebut konka suprema. Meatus inferior adalah meatus yang
paling besar dari ke tiga meatus yang ada. Meatus inferior merupakan tempat
sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus etmoid. Meatus superior atau
fisura etmoid adalah celah sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di
atas konka media, tempat bermuaranya sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus
hidung terdiri dari otot proserus, otot nasalis, otot depresor septi, otot dilator nares
posterior, otot dilator nares anterior dan kaput angularis otot kuadratus labii
nasalis angularis dan nasalis lateralis arteri maksilaris eksterna dan cabang
(Ballenger, 2003).
Saraf motorik untuk hidung berasal dari saraf fasialis. Saraf sensoris
termasuk cabang infratroklearis dan cabang nasalis saraf oftalmikus dari saraf
trigeminus dan saraf infraorbita cabang saraf maksilaris dari saraf trigeminus
(Ballenger, 2003).
Mukosa sinonasal terdiri dari lapisan epitel, lamina propia, sub mukosa
dan periosteum. Epitel kavum nasi adalah epitel kolumnar berlapis semu bersilia
dengan sel-sel goblet di dalamnya. Tiga fungsi utama dari hidung adalah fungsi
penghidu, respirasi dan proteksi. Ke tiga fungsi di atas ditunjang oleh anatomi dari
kavum nasi, yang membutuhkan daerah permukaan yang luas. Aliran turbulensi
udara hidung adalah fisiologi utama dari fungsi hidung. Aliran turbulensi udara ini
pengaruh tidak saja pada fungsi respirasi tetapi juga fungsi penghidu dan proteksi
udara yang masuk sebelum mencapai saluran nafas bagian bawah (Walsh dan
Korn, 2006).
Adanya vibrisae pada orifisium kavum nasi menyaring partikel besar yang
masuk bersama dengan udara inspirasi sedangkan partikel yang berukuran lebih
kecil mencapai mukosa dan dibalut oleh mukus. Adanya bersihan mukosiliar akan
membawa partikel yang telah dibalut oleh mukus termasuk di dalamnya bahan
patogen keluar dari hidung dan sinus (Walsh dan Korn, 2006).
1.2 Anatomi sinus paranasal
Kavum nasi dikelilingi oleh ruangan yang berisi udara yang dikenal
dengan nama sinus paranasal. Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada
setiap sisi hidung: sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri , sinus
maksilaris kanan dan kiri, serta sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua rongga
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, hanya
lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit, berisi udara dan semua bermuara di
Sinus paranasal secara klinis dibagi menjadi dua yakni kelompok sinus
anterior dan posterior. Kelompok anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila
dan sel-sel anterior sinus etmoid yang bermuara di meatus media. Kelompok
posterior terdiri dari sinus sphenoid dan sel- sel posterior sinus etmoid yang
Sinus maksila atau dikenal juga dengan nama antrum Highmore adalah
irregular dengan dasarnya menghadap fossa nasalis dan puncaknya ke arah apeks
adalah fossa infratemporal. Dinding medial sinus maksila adalah dinding lateral
kavum nasi, Dinding superiornya adalah dasar orbita, sedangkan dasar sinus
maksila adalah prosesus alveolar dari maksila. Ostium alami dari sinus maksila
berada di superior dinding medial sinus dan drainasenya mengalir ke arah
Sinus frontal memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, dan seringkali
juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. Kadang-
kadang juga ada sinus yang rudimenter. Sinus ini berhubungan dengan meatus
media melalui duktus nasofrontal, yang berjalan ke bawah dan belakang serta
sebelah lateral di setengah atau sepertiga atas hidung dan di sebelah medial orbita.
Ada dua kelompok sel-sel: kelompok anterior yang bermuara ke meatus media
bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang
3.1 Definisi
tubuh dengan dalam tubuh). Lapisan kulit dibagi menjadi 3 lapisan yakni
Juliarti, 2015).
1. Epidermis:
et al. 2016).
Gambar 2.2 Lapisan Epidermis (Standring, et al. 2016)
2. Dermis:
retikular (menentukan
3. Hipodermis:
Lapisan terakhir yakni hipodermis yang merupakan lapisan
Andriyani, R., Triana, A. & Juliarti, W., 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi XIII Jilid I. Jakarta: Bina Rupa
Psychology.
Putz, R. dan R. Pabst. 2000. Atlas Anatomi Manusia Sobatta. Jakarta : Buku
Kedokteran ECG.
Standring S, ed. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clnical Practice. 39th
Walsh, L.V. 2006. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hal. 94-101.