dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam UU No. 20
tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal,
non-formal dan informal.
1. Pendidikan formal
2. Pendidikan nonformal
a. Pengertian
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat
pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang
banyak terdapat di Masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua Gereja. Selain itu,
ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
b. Sasaran
c. Fungsi
d. Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim,
sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Hasil pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
• Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasonal dimulai
dari keluarga
Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah
dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin
ilmu. Pengaruh arsitektur Modern, International style dsbg membuat Arsitektur di Tanah Air
seakan tak berwarna lagi, sulit membedakan elemen-elemen tradisional yang melekat pada
hunian maupun banguna lokal pada umumnya.Entah melalui kajian yang mendalam tentang
lingkungan dan kebudayaan lokal atau tidak, yang jelas warna Arsitektur Tanah air lambat
laun tak ada beda dengan warna Arsitektur di daerah lain.
Latar sejarah, perkembangan Daerah Istimewa Yogyakarta akan dapat dilihat dari latar
belakangsejarah ketiga daerah yang diambil sebagai lokasi penelitian.
Jenis-jenis bangunan , dalam bab pendahuluan telah disinggung, bahwa arsitektur tradisional
adalah suatu bangunan atau tempat tinggal ciptaan manusia yang pembuatannya diwariskan
secara turun temurun untuk melakukan aktivitas mereka. Jadi sudah barang tentu dalam hal
ini pengamatannya dalam beberapa segi perlu melepaskan diri dari arsitektur modern.
Bangunan tradisional yang kita lihat sekarang ini perkembangannya melalui suatu proses
yang panjang . Pada mulanya bangunan tradisional berfungsi sebagai suatu tempat berlindung
manusia dari gangguan binatang buas dan gangguan alam seperti panas, dingin, hujan dan
angin. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan cara hidup mereka, yaitu dari hidup
berpindah-pindah atau “nomad” sampai hidup secara menetap. Dalam sistem hidup manusia
yang berpindah-pindah, bangunan tersebut hanya berupa tempat yang berpindah-pindah,
bangunan tersebut hanya berupa tempat berlindung untuk sementara. Tetapi pada suatu saat
bangunan itu akan merupakan suatu tempat tinggal atau rumah, manakala manusia itu sudah
hidup secara mentap. Hasil produksi rupa-rupanya mempengaruhi pola hidup di suatu tempat.
Kalau hasil produksi tersebut melimpah, manusia akan mengucapkan terimakasih dan
mengadakan upacara –upacara dan doa bersama-sama. Tetapi sebaliknya, seandainya hasil
produksi tersebut gagal, mereka menganggap bahwa mereka tidak mendapat restu dan murka
dari tuhan.Rumah tempat tinggal dari masa ke masa mengalami proses perkembangan
bentuk. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan hidup yang lebih luas dan yang akhirnya
membutuhkan tempat yang lebih luas pula. Sejalan dengan ini berkembangnya pula
kebudayaan. Oleh karena itu rumah tempat tinggal juga berkembang sesuai dengan proses
terbentuknya suatu kebudayaan, yaitu dari taraf yang sederhana ke taraf yang lebih kompleks.
Panggangpe merupakan bentuk bangunan yang paling sederhana dan bahkan merupakan
bentuk bangunan dasar. Bangunan panggangpe ini merupakan bangunan yang pertama
dipakai orang untuk berlindung dari gangguan angin, dingin, panas matahari dan hujan.
Kampung, bangunan yang setingkat lebih sempurna dari “panggangpe” adalah bentuk
bangunan yang disebut “kampung”. Bangunan pokoknya terdiri atas “saka-saka” yang
berjumlah 4, 6 atau bisa juga 8 dan seterusnya.
Limasan, bentuk bangunan ini merupakan perkembangan kelanjutan bentuk bangunan yang
ada sebelumnya. Kata “limasan” ini diambil dari kata “lima-lasan” yakni pehitungan
sederhana penggunaan ukuran-ukuran :” molo” 3m dan “blandar” 5m.
Joglo lebih sempurna dari bangunan-bangunan sebelumnya. Bentuk bangunan ini mempunyai
ukuran lebih besar bila dibandingkan dengan bentuk bangunann lainnya seperti
“panggangpe”, “kampung” dan “limasan.
Susunan ruangan yang terdapat dalam rumah tradisional bergantung kepada besar kecilnya
rumah itu dan bergantung kepada kebutuhan keluarga. Jadi makin banyak anggota keluarga
itu makin banyak ruangan yang dibutuhkan.
R.Soekmono (1997) seorang ahli percandian Indonesia pernah mengadakan tinjauan ringkas
terhadap bangunan candi di Jawa, dinyatakan bahwa bangunan candi di Jawa mempunyai dua
langgam, yaitu Langgam Jawa Tengah dan Langgam Jawa Timur. Menurutnya Langgam
Jawa Tengah antara lain mempunyai ciri penting sebagai berikut:
- Makara tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya saja yang diberi kepala
Kala,
- reliefnya timbul sedikit saja dan lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit, dan
Arsitektur Tradisional
Dalam kesempatan ini uraian yang di pusatkan pada system teknologi khususnya
arsitektur di nusantara sebagai salah satu manifestasi dan ekspresi kebudayaan.
Sesungguhnya perumahan (shelter) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
tidak mengenal waktu, tempat, dan tingkat teknologi. Sebagai salah satu manifestasi dan
ekspresi kebudayaan. Sesungguhnya perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia yang tidak mengenal waktu ,tempat, dan tingkat teknologi. Kita masih ingat betapa
nenek moyang kita yang hidup pada jaman batu telah mengembangkan system perlindungan
fisik, yaitu perumahan di goa-goa, kemudian disusul dengan penggunaan tenda-tenda tadah
angin ataupun tenda yang sifatnya sementara karena seringnya nenek moyang kita berpindah
mengikuti binatang perburuan ataupun musim panen tanaman liar. Apabila mereka sudah
mulai bercocok tanam dan menetap di perkampungan, maka perkampungan semi permanen
pun di bangun.
Setelah kemerdekaan, bangsa kita telah memilih bentuk republic bersifat demokratis. Ditilik
secara historis maka bentuk tatanan republic yang demokratis, adalah salah satu hal yang
sama sekali baru bagi bangsa Indonesi. Sejarah Indonesia sebelumnya hanya mengenal
bentuk tatanan kerajaan yang otokratis, lengkap dengan perangkat feodalnya. Oleh karena itu,
mudah dimengerti bahwa banyak terjadi kekikunan dan kesalahpahaman mengenai arti
kaidah-kaidah kehidupan yang baru ini. Banyak norma kehidupan sehari-hari harus ditukar
dengan yang baru. Terjadi kekacauan norma selama norma baru yang di terima semua pihak
belum tercipta. Timbul kerancuan budaya.
Suatu karya arsitektur hamper selalu, secara disadari atau tidak, mencerminkan ciri
budaya dari kelompok manusia yang terlibat di dalam proses penciptaanya. Sekurang-
kurangnya akan tercermin di situ tata nilai yang mereka anut. Dengan demikian apabila kita
secara cermat mengamati sejumlah karya arsitektur suatu masyarakat maka lambat laun kita
pasti dapat mengenali cirri budaya masyarakat tersebut. Namun untuk dapat mengenalinya
dengan benar-benar baik kita akan perlu mengenali kondisi lain dari masyarakat tersebut.
Sebagai contoh kita dapat mencoba menganal gejala budaya masyarakat kita sendiri
dengan mengamati karya arsitektur di sekeliling kita.
· Perubahan mode bentuk yang relative cepat/sering. Hal ini menunjukkan belum
mantapnya kedudukan suatu ungkapan arsitektonis tertentu yang “pas” dengan hasrat dan
keinginan golongan elite tersebut. Dengan perkataan lain mereka masih mencari-cari
ungkapan yang dirasakan tepa.
· Sikap individualistic secara konsisten tetap bertahan. Hal ini tercermin dari bentuk
disain yang sangat mengabaikan keadaan lingkungan sekitarnya dan mencerminkan tiadanya
rasa solidaritas dengan masyarakat sekelilingnya. Terungkap juga pemahamannya terhadap
kemerdekaan dan haknya sebagai individu yang merdeka.
· Penonjolan kemewahan kini dibarengi juga oleh penonjolan cirri aristokratis. Hal ini
mengungkapkam adanya kebutuhan kuat untuk menciptakan atribut status social. Demikian
kuatnya kebutuhan atribut ini sehingga terasa fungsi utama rumah sudah tergeser bukan lagi
sebagai gua garba keluarga (fungsi primer) tetapi lebih sebagai aktualisasi diri (fungsi
sekunder).
Gejala-gejala budaya tersebut memang makin tersa kokoh di masyarakat kota Jakarta bila kita
mengamati pula bentuk kehidupan lainnya. Bila kemudian kita amati perumahan golongan
yang lebih rendah di daerah pelosok kota atau di kampung-kampung maka kita melihat juga
imitasi mode tersebut dalam skala mini atau terbata. Gejala ini mencerminkan tingkat
kesadaran dari masyarakat golongan bawah mereka mempunyai hak untuk berbuat yang sama
dengan golongan atas. Suatu hal yang tabu dilakukan di masa lalu.
Mengingat norma, kaidah, dan tata nilai dalam masa kini masih banyak kemungkinan
berubah maka dalam usaha mencari identitas budaya yang dapat diterapkan pada bangunan
baru disarankan sebagai berikut. Arsitektur yang mempunyai identitas yang sedikit atau tidak
dipengaruhi oleh perubahan norma tata nilai. Ciri-ciri ini dalam Arsitektur Tradisional untuk
diterapkan pada bangunan baru.
Iklim merupakan factor yang tidak berubah (relative) Indonesia beriklim tropis panas dan
lembap. Karena letaknya di sekitar khatulistiwa antara garis-garis lintang utara dan selatan
maka sepanjang tahun sudut jatuhnya sinar matahari tegak lurus, hal mana mengakibatkan
suhu yang selalu panas. Ciri Arsitektur Tradisional yang berkaitan dengan iklim yang panas
misalnya atap yang mempunyai sudut yang tidak terlalu landai.
Disamping itu ruang-ruang yang terbuka, dimana dinding tidak menutup rapat ke bidang
bawah atau lanmgit-langit memungkinkan ventilasi yang leluasa, hal mana mempertinggi
comfort dalam ruang.
Dinding atau bidang kaca yang berlebihan, apalagi tidak di lindungi terhadap sinar matahari
langsung, dan hujan tidak sesuai untuk iklim tropis.
Arsitektur Perkotaan
Selain itu disediakan untuk publik selalu sangat minim, terbatas pada loby di tempat
masuk utama dan di lorong-lorong. Gejala-gejala tersebut mengungkapkan sikap aparat
pemerintahan yang berorientasi pada status penguasa dan adanya sikap yang feodalistik
antara atasan dan bawahan.
Kalau seseorang dapat menerima bahwa arsitektur adalah wadah kegiatan. Tidaklah sukar
untuk mengerti anggapan pada butir ini. Selama diikuti dengan pngertian bahwa arsitektur
adalah bagian dari kebudayaan (dan saling mempengaruhi). Kita akan lebih mudah
mengamati kejadian-kejadian di masyarakat. Kesulitan akan timbul bila di sertai dengan
pendapat bahwa arsitektur adalah “hardware” sedangkan kebudayaan adalah “software”.
Dalam dunia computer hal ini dapat dipahami,namun tidak di dunia bangunan.
Arsitektur dalam dunia bangunan sudah menyimpan “program-program” tertentu yang
sewaktu waktu dapat “dimainkan”. “program-prpgram ini pada saat tertentu dapat
menghasilkan penampilan yang bersuasana gembira,khusus,atau bahkan mendirikan bulu
roma”.
Tersirat dalam anggapan ini adalah bahwa arsitektur juga merupakan media
komunikasi bagi masyarakatnya. Sebelum diketemukannya alat cetak, semua benda buatan
manusia menjadi “buku” untuk menitipkan pesan-pesan social. Paradigma nilai-nilai, moral,
dan lain-lain adalah pesan yang harus dimengerti oleh anggota masyarakat.
Bangunan, sebagai benda terbesar, adalah : “buku dengan format yang ideal” bagi
penulisan semacam ini. Makin canggih sebuah masyarakat, makin sarat pula pesannya
diletakkan pada bangunannya. Kemajuan teknologi komunikasi telah membebaskan
bangunan dari beban-beban diatas. Namun juga demikian masih tetap diakui bahwa
bagaimanapunjuga bangunan merupakan media komunikasi yang efektif bagi manusia.
Pengertian arsitektur
Istilah “arsitektur” berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari suku kata “arkhe’ yang berarti
“asli” dan suku kata “tekton’ yang berarti “kokoh”. Jadi dalam pengertiannya yang semula
“arsitektur” dapat diartikan sebagai sesuatu cara asli untuk membangun secara
kokoh.memang sejak manusia keluar dari gua-guanya untuk membangun, apakah itu
rumahnya atau tempat peribadatannya, ia terus-menerus bergulat melawan kekuatan-kekuatan
alam : gaya tarik bumi, hembusan angin kencang, goncangan gempa, teriknya sinar matahari
atau dinginnya salju.
Sekelompok pemikir ingin mengembalikan arsitektur ke dalam relnya yang semula dengan
menyatakan bahwa arsitektur adalah jalur insinyur dan bukan jalur seniman. Maka timbullah
pertentengan pendapat mengenai isyu ini yang tak ada habis-habisnya sampai masa kini yang
telah melanda hampir seluruh dunia (Ecole des arts vs Ecole polytecthique di Prancis
:Harvard vs MIT di Amerika Serikat : dan sebagainya),termasuk di Indonesia.
Di Jepang perkembangannya lain sama sekali. Lingkungan alam yang kejam dan ganas yang
setiap saat mengancam kelangsungan hidup manusia dengan gempa-gempa dahsyat yang
dapat menyerang setiap saat dan topan-topan kencang yang datang secara berkala, telah
menanamkan dampak yang kuat dalam perkembangan arsitektur adalah urusan insiyur dan
bukan urusan seniman. Architectural Institute of Japan ( A.I.J.) adalah lembaga tertinggi di
jepang yang sampai saat ini mengurusi segala hal ikhwal mengenai bangunan. Tetepi yang
diurus bukanlah urusan seni melainkan urusan struktur.lembaga ini adalah yang menerbitkan
berbagai peraturan mengenai perencanaan bangunan tahan gempa, peraturan beton, baja, dan
segi-segi struktur lainnya.
Bagaimana sekarang di Indonesia? Seperti telah dikemukan diatas, Indonesia telah ikut
terseret ke dalam pertentangan isu apakah jalur arsitek itu jalur insinyur ataukah jalur
seniman. Hali ini dapat dimengerti mengingat para pendiri pondasi bagi perkembangan
arsitektur di Indonesia adalah orang-orang Belanda yang dengan sendirinya sangat
terpengaruh oleh perkembangan arsitektur di Eropa (karsten, MacLine Pont, Van Romondt,
Dicke,dan lain-lain) yang jelas adalah, bahwa perkembangan teknik struktur di Indonesia
relative lambat masuknya sehingga tidak sempat berintegrasi dengan baik ke dalam
perkembangan arsitektur. Tidak mengherankan bahwa, sempat terjadi pembudayaan konsep-
konsep bentuk bangunan dari Eropa yang tidak cocok dilihat dari ketahanannya tehadap
gempa. Suatu contoh yang sangat menyolok yang kiranya sempat membekas pada arsitek-
arsitek Indonesia adalah kecenderungan yang salah untuk menggambar atau merencanakan
kolom-kolom bangunan berbentuk persegi panjang, yang seperti kita ketahui hanya
mempunyai kekuatan yang besar satu arah saja. Hali ini terjadi, karena mereka tidak sempat
diajari, bahwa gempa itu biasa terjadi dari segala arah. Andai kata pengertian struktur telah
disadarkan dengan tepat, segyogyanya kolom-kolom bangunan itu direncanakan berbentuk
bulat atau bujur sangkar (bukan persegi panjang), karena bentuk demikian mempunyai
kekuatan yang (praktis) sama ke segala arah.
Kembali kepada isu apakah arsitek itu alur insinyur ataukah jalur seniman, di Indonesia
terjadi suatu perkembangan tersendiri. Secara formal para arsitek lulusan universitas diberi
gelar “insinyur”(Ir). Secara operasional pengertian arsitektur di Indonesia dewasa ini kiranya
dapat dilukiskan sebagai berikut :
Tugas utama arsitek adalah memecahkan maslah kebutuhan manusia modern beserta
lingkungannya dengan menciptakan ruang dan bentuk yang memadai (Nuttgens, 1980:
Architecture is an expression of human experience in the creation of husable space).
Namun disadari benar, bahwa kekuaan struktur (dan segi-segi teknologi lainnya) haru ikut
terpecahkan dan ini adalah tuga para ahlu yang bersangkutan.
Arsitektur tradisional ialah suatu bangunan yang bentuk, struktur fungsi, ragam hias, dan cara
pembuatannya diwariskan secara turun menurun serta dapat dipakai untuk melakukan
aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan aktivitas kehidupan yang
ditampungnya, arsitektur tradisional dapat dikelompokan ke dalam beberapa jenis bangunan,
yakni bangunan tempat tinggal atau rumah, bangunan tempat ibadah, bangunan tempat
musyawarah, dan bangunan tempat menyimpan. Semua jenis bangunan yang termasuk ke
dalam arsitektur tradisional itu akan diinventariskan dan didokumentasikan dengan
mengingat komponen-komponen di atas. Namun karena adanya keterbatasan memperoleh
sumber mungkin saja ada satu atau beberapa unsur lainnya yang belum dapat diungkapkan.
Contoh nyata yang akan kita ambil di sini adalah daerah Jawa Barat. Bangunan-bangunan
tempat tinggal atau rumah yang terdapat di daerah penelitian memiliki nama-nama yang
beda, perbedaan antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lainnya. Perbedaan itu
disebabkan oleh bentuk atap dan pintu rumah yang berbeda beda pada masing-masing
bangunan tempat tinggal. Di lihat dari bentuk atapnya, rumah-rumah tradisional di daerah
penelitian ternyata menunjukkan perbedaan dengan rumah-rumah tradisional yang terdapat di
daerah-daerah lain di luar Jawa Barat, seperti nampak pada Rumah Gadang di Sumatera
Barat, Aceh,Batak atau Rumah Toraja. Beberapa nama bangunan tempat tinggal, di daerah
penelitian jika dilihat dari bentuk atapnya, ialah: suhunan jolopong, tagong anjing, badak
heuay, parahu kumureb, dan jubleg nangkub. Sedangkan kalau dilihat dari pintu masuknya
dikenal pula rumah buka palayu dan buka pongpok.
Tipologi:
Suhunan Jolopong, bentuk Jolopong memiliki dua bidang atap saja. Kedua bidang atap
ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah, balikan jalur suhunan itu sendiri
merupakan rangkap dari kedua bidang atap. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar
dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah. Sedangkan pasangan sisi
lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus .
Tagong Anjing
Bentuk atap tagong anjing memiliki dua bidang atap yang berbatasan pada garis
batang suhunan. Bidang atap yang pertama lebih lebar dibanding dengan atap lainnya, serta
merupakan penutup ruangan. Sedangkan atap lainnya yang sempit, memiliki sepasang sisi
yang sama panjang dengan batang suhunan bahkan batang suhunan itu merupakan
puncaknya. Tiang-tiang depan pada bangunan dengan atap tagong anjing lebih panjang
dibandingkan dengan tiang-tiang belakangnya, batang suhunan terletak di atas puncak-
puncak tiang depan.
Badak Heuay
Bangunan dengan atap yang sangat mirip dengan tagong anjing, perbedaannya hanya
pada bidang atap belakang. Bidang atap ini langsung ke atas melewati batang suhunan
sedikit. Bidang atap yang melewati suhunan ini dinamakan ‘rambut’.
Parahu Kumureb
Bentuk atap ini memiliki empat buah bidang atap. Sepasang bidang atap sama luasnya
berbentuk trapesium sama kaki. Letak kedua bidang atap ini sebelah menyebelah dan dibatasi
oleh garis-garis suhunanyang merupakan sisi bersama.
Jubleg Nangkub
Bentuk atap memiliki lima buah bidang atap, satu bidang berbentuk trapesium siku-
siku, satu bidang berbentuk segi tiga sama kaki, dan pada sisi lainnya tidak berbidang atap.
Pada bentuk tap terdapat dua buah batang kayu yang menhubungkan satu di antara ujung
batang suhunan kepada kedua sudut rumah, secara landai sehingga terbentuknya satu bidang
atap segi tiga.
Julang Ngampak
Bentuk atap yang melebar di kedua sisi bidang atapnya jika dilihat dari arah muka
rumahnya. Bentuk atap demikian menyerupai sayap dari burung julang yang sedang
merentang. Bentuk-bentuk demikian dapat dijumpai di daerah-daerah Garut, kuningan dan
termpat-tempat lain di Jawa Barat.
Ruangan yang terletak di bagian yang disebut ’emper’ fungsinya untuk menerima tamu. Pada
waktu dulu ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas rumah. Ruangan ‘balandongan’
yang terletak paling depan dari ruangan lain, berfungsi untuk menambah kesejukan bagi
penghuninya di dalam rumah. Ruangan yang disebut ‘pangkeng’ dipergunakan sebagai
tempat tidur. Sejenis dengan pangkeng ialah ‘jobong’ uyang dipergunakan untuk menyimpan
barang-barang atau disebut gudang. Ruangan bagian tengah disebut ‘tengah imah’ bagian ini
dipergunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga.
Tipologi;
Mesjid merupakan bangunan dengan denah bangunan yang berbentuk bujur sangkar. Pada
mesjid-mesjid yang lebih muda umumnya, di samping denah bujur sangkar terdapat pula
serambi-serambi di depan, kiri dan kanan. Serambi-serambi itu merupakan ruangan-ruangan
hasil penambahan kemudian. Ciri utama yang menandai bangunan mesjid adalah bentuk
atapnya yang besar dan lebar yang terletak diatas bangunan utama. Bagian inilah yang
memiliki empat tiang utama yang lazim disebut ‘saka guru’. Saka ini berfungsi untuk
menyangga seluruh gaya berat bangunan tersebut. Atap dari ruangan mesjid yang berbentuk
bujur sangakar adalah atap tumpng yang tersusun makin kre atas makin kecil. Tingkatan yang
paling atas, biasanya ditutupi dengan atap lainnya dalam bentuk limas. Bagian paling atas ini
disebut ‘momolo’. Bagian-bagian pokok daripada mesjid adalah mihrab, mimbar, dan
ruangan sembhayang,
Nama bangunan tempatmusyawarah atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan bale
desa. Menuruti pola rumah tinggal dengan sistem kolong, mungkin pula bangunan tersebut
tidak berdinding, sehingga memudahkan orang untuk datang berkunjung.
Bentuk-bentuk bagian:
Atap berbentuk atap jure, disebut juga atap limasan. Atap ini ditandai oleh adanya kayu kayu
jure yang menghubungkan ujung susuhunan ke arah empat sudut bangunan. Tiang-tiang
bangunan yang berbentuk segi empat berukuran masing masing segi tidak kurang dari 20cm,
tiang tiang ini berjumlah empat buah yang berfungsi menunjang rangka atas bagian atas.
Pintu bale berbentuk empat persegi panjang, kecuali pintu-pintu masuk di kanan kiri
bangunan. Pintu-pintu masuk itu merupakan pintu-pintu pendek yang tersusun dari
lempengan kayi berjarak tertentu. Tangga untuk naik ke dalam bangunan ini, terdapat di
bagian kiri dan kanan di depan pintu-pintu masuk yang terbuat dari kayu berumpak. Dinding
banngunan bagian belakang yang disebut pangkeng terbuat dari anyaman bamboo. Dinding
ini dipasang setinggi tiang-tiang bangunan dari ujung lantai ke ujung tiang. Dinding-dinding
pagar yang dipasang di bagian pinggir bangunan dan berukuran setengah badan manusia. Di
bagian bawah rangka atap, terdapat langit-langit, disebut ‘gelebeg’ terbuat dari papan-papan
kayu separti pada lantai. Lantainya terbuat dari palupuh yakni papan-papan kayu yang
disusun rapat melintang sepanjang bangunan.
Bangunan tempat menyimpan bagi masyarakat sunda disebut ‘leuit’. Sebutan leuit terdapat di
daerah Priangan dan Banten. Di daerah Cirebon disebiut ‘lumbung’.
Tipologi:
Bentuk leuit ini melambangkan kemakmuran dari kesuburan setiap keluarga petani. Pada
masa lampau , ketika bangunan leuit masih terhitung banyak, ukuran kekayaan seseorang
atau keluarga dapat dilihat dari besar kecilnya leuit. Banyak leuit yang didirikan seseorang
petani, menentukan kedudukan orang tersebut dalam pandangan masyarakat. Leuit memiliki
denah segi empat atau bujur sangkar dan atapnya berbentuk perisai. Biasanya bangunan ini
lebih tinggi dari badan manusia, karena itu seseorang harus mempergunakan tangga untuk
naik ke dalam leuit.
Bagian-bagian Leuit:
Umpak, bagian ini terletak paling bawah dari seluruh bangunan. Bagian ini terbuat dari batu
atau batu bata, bagian ini berfungsi untuk menahan pangkal daripada tiang leuit agar tidak
menancap ke dalam tanah. Tiang leuit, berupa balok kayu dari jenis yang kuat berjumlah
empat buah, fungsinya untuk menahan seluruh gaya berat bangunan. Bilik yaitu dinding yang
terbuat dari anyaman bamboo untuk menutupi ruangan leuit. Iga, yaitu papan yang dipasang
melintang di luar bilik. Fungsinya untuk menjepit bilik atau menahan bila ada tekananakibat
isi leuit yang padat. Cangkok, yaitu kayu-kayu yang dipasang mendatar di tepi bagian leuit.
Anting-anting kayu pendewk yang dipadsang melintang dengan tiang leuit, fungsinya untuk
memperkuat dan menahan atap serta tiang leuit. Cabrik yaitu penutup atap samping kanan
dan kiri. Ontob yaitu kayu untuk penutup atap ujung bawah. Ampig, yaitu kayu-kayu yang
disusun penutup bagian kiri dan kanan rangka atap bangunan. Panto leuit, yaitu bagian dari
leuit berletrak di bagian ampig berukuran krecil yang fungsinya untuk jalan keluar masuknya
padi yang akan disimpan dan dikeluasrkan. Hateup yaitu atap leuit yang terbuat dari
genteng atau bahan lainnya. Paparan, yaitu bagian amping terletak di atas leuit, sdehingga
menyerupai para atau ruangan atas pada rumah tinggal.
Arsitektur Hindia-Belanda
Angka rata-rata diatas memang tidak terlalu merisaukan bagi lungkungan tadisional,
yang ekologinya masih baik dengan lahan yang longgar dan bahan bangunan yang alami.
Walau demikian, lain halnya bagi para penjajah Belanda. Gaya disesuaikan dengan iklim
topis. Plafonnya tinggi, dindingnya tebal, lubang ventilasi ditempatkan di berbagai sudut.
Pada rumah tinggal, jendela-jendela lebar berkisi diberi tritis. Yang menarik adalah
berandanya yang sangat luas, mencakup antara 25 sampai 35 persen dari luas bangunan,
sebuah konsep ruang hasil adaptasi terhadap ruang serambi pada arsitektur tadisional
Nusantara. Antara rumah induk dan dapur atau bangunan kecil dihubungkan dengan selasar-
selasar terbuka.
Arsitek colonial atau arsitektur Hindia-Belanda ini kemudian menjadi orientasi bagi
para pedagang pribumi, santri, Cina, dan priyayi. Pada tahap selanjutnya banyak rumah sakit
dan sekolah dibanun dengan gaya serupa.
Diantara karya-karya arsitektur tropis colonial ini, ternyata bias kita jimpai jenis
arsitektur tropis yang Indonesia. Ambilah contoh kampus ITB (Institut Teknologi Bandung)
yang dirancang Mc. Laine Pont. Yang sangat Indonesia dan berfungsi untuk social budaya
modern adalah Teater Sobokarti di Semarang. Ini dirancang oleh Thomas Karsten dengan
konsep yang dia tulis dalam sebuah artikel di JAwa pada tahun 1921. Berdenah teater
romawi, tapi seluruh ekpresi arsitekturnya adalah arsitektur Jawa dan tropis. Hat\rus diakui,
arsitek Belanda pencinta arsitektur tradisional Indonesia yang menyempal ini, ternyata sangat
serius dalam penyiasati iklim tropis.
Sejak kemerdekaan, yang laku adalah gaya arsitektur burban Eropa tahun 20-an. Gaya
modern mulai disenagi, dijiplak tanpa imajinasi dan meremehkan iklim tropis. Arsitektur
tropis colonial pun mulai memudar. Arsitek Silaban dan kawan-kawan tampil sebagau
penyelamat dan berusaha secara konsisten sampai akhir hayatnya untuk menghadirkan
arsitektur tropis Indonesia.dari segi kenyamanan termal, beliau cukup berhasil, tapi tidak
cukup berhasil dalam mengekpresikan “Indonesia”nya, karena tetap saja merancang dengan
idiom arsitektur modern, dengan kekhasan louvre- louvre pada fadacenya.
Era awal Orde BAru adalah cara erasemakin memudarnya arsitektur tropis. Ia digilas
oleh arsitektur modern berAC yang dirancang tanpa AC pun seakan-akan melupakan aspek
tropis, sehingga pada suatu saat kita tersentak kaget dengan hadirnya sebuah desain, yang
dikerjakan “raksasa” Paul Rudolph, yakni gedung Wisma Dharmala di Jakarta.
Inikah arsitektur tropis yang Indonesia? Saya berpendapat tidak. Karena seluruh
bangunan itu dirancang dengan gaya internasional, dan seluruh bangunan menggunakan
system penghawaan artificial. Lisplang betonnya yang miring barangkali memang member
citra tropis, tapi jelas belum menunjukkan “tropis Indonesia”.
Perkembangan arsitektur Indonesia dimulai pada awal abad ke-19 dengan penguasa Hindia
Belanda didirikan pusat kota Weltevreden yang bernama Batavia. Konsep kota itu sendiri
dijadikan sebagai areal perumahan dan perkantoran dengan gaya arsitektur daerah tropis. Di
areal ini juga di fasilitasi dengan taman yang mengisi jarak antara rumah, bangunan punya
banyak bukaan, memiliki atap yang curam, berlantai teraso dan berdinding bata tebal. Hal ini
berfungsi untuk menjaga suhu didalam rumah agar tetap sejuk pada siang hari dan hangat
pada malam hari. Pada abad ke-20 didirikan pusat kota di kebayoran baru. Areal ini dijadikan
tempat satelit. Desain pembangunan kota kebayoran baru ini merupakan percampuran antara
eropa barat dan utara serta tata letak kotanya dipengaruhi dengan prinsip letak jawa namun
dipengaruhi oleh jalan raya yang lebar serta jalur hijau yang luas. Kebanyakan pembangunan
arsitektur dijakarta dimulai setelah adanya proyek mercusuar soekarno, misalnya: hotel
indonesia, sarinah, gelora bung karno, by pass, jembatan semanggi, monas, mesjid istiqlal,
wisma nusantara, ancol, gedung DPR/MPR.
Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini dibawa
oleh pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Kesultanan kecil Samudra
Pasai disebelah utara Sumatra menjadi bandar yang ramai pada masa itu. Berdasarkan catatan
Gastaldi (1548), seorang ahli kosmografi dan enjineer dari Italia, pelabuhan atau bandar
kesultanan Samudra ebagai yang terbaik di pulau tersebut, dan melalui proses evolusi nama,
istilah Sumatra dikenalkan pertama kali oleh orang Eropa Nicholò de’ Conti, sebelumnya
Marcopolo menyebut dengan “Samara”, kemudian Friar dan Odoric menyebut dengan
“Sumoltra”, Ibnu Battuta menyebut “Samudra”. 2 Melalui evolusi yang sama, nama Borneo
pada mulanya adalah nama sebuah pelabuhan Brunei, yang pada masa itu merupakan nama
kerajaan terpenting di Kalimantan Barat. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-
rohaniawanKristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada
mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam
didorong hubungan perdagangan di luar Nusantara; umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah
yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan penting termasuk Mataram di Jawa
Tengah, danKesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur. Peradaban Eropa,
hadir sejak abad ke-16, mula-mula dalam bentuk peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis),
kemudian Britania Raya, dan Belanda. Marcopolo menjadi orang Eropa pertama yang
bercerita tentang perjalanannya ke bandar-bandar pantai utara “Samara” pada tahun 1291.
Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di sepanjang garis
khatulistiwa. Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak antara 60
garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan 1400 garis bujur timur. Dataran
ini dibagi menjadi empat satuan geografis yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali,
Kalimantan, Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo,
Flores, Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan Maluku (Halmahera)
Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru. Seluruh pulau di
Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang hampir konstan serta
dipengaruhi oleh angin musim dan angin pasat. Secara geologis, Nusantara terdiri dari
bentukan vulkanik dan nonvulkanik yang saling berjalin, sehingga Indonesia merupakan
wilayah seismik paling aktif di dunia, tercatat kira-kira 500 gempa bumi setahun. Sejak akhir
tahun 2004 hingga 2006 tercatat lebih dari 1000 kali gempa bumi. Selain gempa bumi,
wilayah Nusantara juga merupakan wilayah yang rawan tsunami, berdasarkan katalog gempa
(1629 - 2002) di Indonesia pernah terjadi Tsunami sebanyak 109 kali, terakhir kali bencana
tsunami yang paling besar terjadi akhir 2004 melanda wilayah Naggroe Aceh Darussalam.
B. Nusantara dan Jaringan Asia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan,
antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia.
Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi
pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia
ini, terdapat juga pengaruh lain dari berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia
(Spanyol dan Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Dari luas dan letak
wilayahnya, Indonesia dikategorikan sebagai negara besar yang cukup berpengaruh di Asia.
Jaringan
ini telah berlangsung beratus tahun lamanya, beberapa peninggalan budaya yang nampak atas
pengaruh yang pernah singgah masih ada seperti misalnya kebudayaan India pengaruhnya
mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu Buddha dan Islam di Indonesia
yang bisa diketahui dari tinggalan budayanya yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid
bergaya Moghul di Indonesia. Sama halnya dengan India, pengaruh kebudayaan China
hingga sekarang ini masih sangat besar dapat terlihat dalam berbagai sapek kehidupan;
kepercayaan, bahasa, makanan, sistem pertanian dan lain sebagainya. Kemajuan maritim di
China pada masa Dinasti Ming telah membawa pelayar-pelayar tangguh mengarungi wilayah
Nusantara. Perdagangan silang antara China dan India telah membuat Nusantara dan Asia
Tenggara menjadi tempat persinggahan setiap kali berlayar. Pertukaran budaya terjadi dengan
adanya interaksi perdagangan antara pedagang atau pelayar China dengan penduduk setempat
yang disinggahi. Terdapat banyak tinggalan sejarah yang mendapat pengaruh peradaban Cina
di Indonesia terutama pada klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota
lama di seluruh wilayah Indonesia. Budaya Jepang pertama kali masuk ke Nusantara pada
sepertiga abad ke 20. Melalui propaganda militer ”saudara tua” Jepang dengan leluasa masuk
ke wilayah Nusantara. Penetrasi politik Jepang selama 3,5 tahun tidak banyak meninggalkan
monumen atau tinggalan bangunan bersejarah di Indonesia seperti halnya India dan Cina,
akan tetapi kemiripan pada arsitektur vernakular yang sangat dipengaruhi oleh budaya
Austronesia menjadi pembahasan yang menarik dalam buku ajar ini. Sebagai salah satu
negara
besar dengan konsep arsitektur timur yang kuat pernah menduduki Nusantara maka sangat
penting untuk diketahui bagaimana sejarah perkembangan dan konsep arsitektur Jepang.
Pembahasan buku ajar ini selain menjabarkan sejarah perkembangan arsitektur di Indonesia
yang mendapatkan pengaruh dari peradaban Asia (India, Cina dan Jepang) di Indonesia juga
membahas konsep dan perkembangan arsitektur di ketiga negara tersebut. Arsitektur
Nusantara, dan Arsitektur Asia : India, Cina dan Jepang mewakili pemikiran tentang
arsitektur timur.
Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan bangunan panggung berstruktur kayu telah
ada sebelum atau bersamaan dengan pembangunan candi-candi. Hal ini ditunjukkan dari
berbagai keterangan pada relief candi-candi dimana terdapat informasi tentang arsitektur
lokal/domestik atau tradisional atau vernakular nusantara. Akan tetapi jikalau menilik usia
dari bangunan vernakular yang ada di Indonesia, tidak ada yang lebih dari 150 tahun.
Pembahasan pada buku ajar ini tentang perkembangan arsitektur Indonesia dapat diurutkan
sebagai berikut :
Arsitektur vernakular
Arsitektur Kolonial
Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang berkuasa sekitar abad ke-8
hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran
Siwa, sementara dinasti Syailendra menganut agama Buddha Mahayana atau Vajrayana.
Peninggalan dari ketdua dinasti ini berupa prasasti dan candi. Keluarga Sanjaya memiliki
kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian Selatan Jawa
Tengah. Sehingga dari abad ke-8 dan ke-9, candi yang ada di Jawa Tengah Utara bersifat
Hindu, dan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat Buddha Pembangunan candi terkait
dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan agama Buddha dan Hindu di
Indonesia. Terdapat ratusan prasasti-prasasti yang ditanda tangani oleh raja-raja yang
berkuasa ada saat itu.
Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa lampau diketahui dari prasasti-prasasti.
Prasasti dari kerajan tertua di nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Prasati ni
berbentuk ‘yupa’. Yaitu tugu peringatan upacara kurban. Menurut bentuk dan tulisan yang
digunakan, prasasti ini diperkirakan dibuat pada tahun 400 Masehi, prasasti ini menceritakan
sebuah kerajaan di Kalimantan timur (Kutei) diperintah oleh seorang raja bernama
Mulawarman. Setelah prasasti Kutei ini, terdapat ratusan prasasti yang bercerita tentang
kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus juga bercerita tentang bangunan
suci (candi), bahkan ada nama candi di prasasti yang tidak bisa ditelusuri namanya dengan
candi yang dikenal. Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Selain peninggalan
prasasti, terdapat pula candi-candi yang didalamnya terdapat arca yang menjadi bukti
keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut di masa lampau. Ada juga berita tentang keberadaan
kerajaan tersebut berasal dari berita ekspedisi pada pendeta Buddha Tiongkok (Cina) ke
nusantara misalnya berita dari pendeta I-Tsing yang menyebutkan keberadaan kerajaan
Holing (Kaling), kerajaan-kerajaan di Sumatera : Tulang Bawang (Sumatera Selatan),
Melayu (Jambi), dan Sriwijaya. Dari I-Tsing diketahui bahwa Sriwijaya merupakan pusat
kegiatan ilmiah agama Budha pada masa itu. Buku atau kitab kuno juga merupakan sumber
informasi keberadaan kerajaan-kerajaan di masa lampau, seperti kitab Pararaton dan juga
kitab Negarakertasari. Berikut adalah rangkuman dari berbagai sumber terhadap beberapa
prasasti dan candi peninggalan kerajaankerajaan
B. Arsitektur Candi
Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha, nama tempat tinggal
Candika, Dewi Kematian dan Permaisuri Siwa. Maka, secara harfiah Candi bisa ditafsirkan
sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam.
1. Dahulukala, diduga abu dari jenazah seorang raja dikubur dibawah bagian tengah candi
(peripih). Sehingga seringkali dulu candi digunakan sebagai tempat pemujaan dan
memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi, Candi dibangun bukan semata hanyalah
sebagai makam atau tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari
candi itu, candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang
dilambangkan sebagai arca. Arca
tersebut diletakan di ruang tengah candi dahulu kala hanya Pendeta yang memimpin acara
pemuajaan yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih diyakini sebagai
kuil atau tempat pemujaan daripada sebagai makam.
ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala.
Arsitektur candi sering juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam
mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi
sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan
bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia, selain
berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di ruang dalam candi, elemen atau
bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu
kala-mekara, peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni. Kala merupakan makhluk
legenda yang diciptakan Siwa untuk membunuh seorang raksasa. Kala ini diwujudkan dalam
berbagai variasi bentuk seperti mahkluk aneh tanpa rahang bawah atau hiasan dengan satu
mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh burung
nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi.2 Hiasan
mekara ini sering ditemukan baik pada candi Hindu dan Buddha. Biasanya patung makara
ditemukan pada gapura sebagian besar candi klasik awal, makara jarang ditemukan pada
jaman klasik akhir di Jawa, tetapi di Sumatra, seperti di kompleks candi Padang Lawas,
dimana didirikan perkiraan pada abad 10 mekara ini masih terus digunakan. Peripih adalah
sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja, kemudian
pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang
melambangkan dunia materi : emas, perak, perunggu, batu akik dan biji-bijian yang diduga
sebagai benda-benda upacara pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-bagian yang diatur
dalam pola seperti mandala, sembilan atau 25 titik. 3 Stupa merupakan unsur perlambang
Buddha dengan bentuk setengah bulatan mempunyai pengertian falsafah melambangkan
“kubah syurga” (Dome og Heaven) atau melambangkan struktur kosmik yang menetap.
Biasanya diletakkan di bagian atas candi. Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau
monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa. Lingga terdiri dari silinder terpadu atau
berdiri diatas dasar yang disebut yoni.
Referensi :
Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap