Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA THORAX

MUHLIS R. MIU, S.Kep


2019032054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya
karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma
tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.
2. Anatomi Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada
bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang
lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru -
paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada
diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem
diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang
terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh
darah dan saluran limfe (Patriani, 2012).

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut


terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang
melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks
seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien (Patriani, 2012).
Batas tulang pada dinding toraks
Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat
pada tiap spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk
yang bersebelahan. Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai
berdasarkan posisi mereka masingmasing:
i. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial
ii. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal
danprofundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi
yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak
pada dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk -
rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho,
2015).

Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan


m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya
semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini
memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam
dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek
posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage
kosta rusuk sejati di bawahnya.

Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang
menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal
anterior :
1.satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
2. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam
limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani, 2012).
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (
intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles )

2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,


3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum
dindingabdomen
3. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang
lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
3. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasipernapasan
yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan
diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks.
Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma
toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga
toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim
paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot -
otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru
– parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio,
laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh
darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks
bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan
oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara
dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera
toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari edera, cedera lain yang terkait,
dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara
sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
4. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
5. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B:
Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks,
pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail
chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk
intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam
menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks.
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan
takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto
toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara
klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang
harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
6. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami
pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan
oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut
(Patriani, 2012) .
7. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%.
Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS.
Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih
merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka
kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
- Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling
sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan masif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta.

- Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat
pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
- Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
- Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
- Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
- Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada trauma
tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
-

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Identitas klien
Nama : Tn. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 30 tahun

Alamat : Pagar dewa

Agama : Islam

Bahasa : Melayu

Pendidikan :SMA

Pekerjaan : Sopir travel

Golongan darah :B

No. register :

Tanggal MRS : 7 Januari 2018

Diagnosa medis : Trauma thorax


b) Identitas penanggung jawab
Nama :Ny D
Jenis kelamin : Prempuan
Alamat : Pagar dewa
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Istri
c) Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD Dr. M. Yunus kota bengkulu, dengan kecelakaan
bermobil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan ada bengkak dan jejas di
bagian dad sebelah kiri.
d) Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit karena
mengalami kecelakaan bermobil. Pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong
mengatakan dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien
muntah darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di ICU
klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi
suara napas ronchi, dan pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada
sebelah kiri. Hasil pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil
pemeriksaan TTV, TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit,
suhu : 38,7oC, akral teraba dingin, tanpak sianosis, penggunaan otot-otot
pernapasan, dan napas cuping hidung.
2) Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien sudah berberapa kali mengalami kecelakaan
tetapi belum perna separah ini sampai mengaami penurunan kesadaran serta
pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak
Kesadaran : Sopor
TTV
Tekanan Darah :120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 35x/menit
Suhu : 38,7oC
a) Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-
otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan lendir
f) Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak
dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g) Toraks
Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan
dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.
Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan
Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit Perkusi
: Snoring
h) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i) Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada jejas
ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan ekstensi (- )
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k) Eksremitas Bawah
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Data tambahan pasien
1. Data psikologi
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses keperawatan
2. Data social
Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang selalu menunggu
klien.
3. Data spiritual
Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan klien.

Klasifikasi data
Ds:
1. Keluarga mengatakan pasien muntah darah
2. Keluarga mengatakan dada korban membentur stir mobil sebelum mengalami penurunan
kesadaran
3. Keluarga mengtakan pasien bernapas cepat (sesak)
4. Keluarga mengatakan bahwa pasien sebelum tak sadarkan diri mengalami muntah darah
5. Keluarga mengatakan bahwa pasien mengalami kecelakaan bermobil dengan posisi dada
membentur stir mobil kemudian mengalami penurunan kesadaran
6. Keluarga mengatakan ada bengkak dan jejas di bagian dada pasien
7. Penolong mengatakan dada pasien membentur stir
Ds:
1. Suara napas ngorok
2. Terdapat lendir dan gumpalan darah di mulut pasien
3. Frekuensi napas 35x/menit
4. Suara napas ronchi
5. Pasien bernapas menggunakan cuping hidung dan oto-otot pernapasan
6. Terdapat gumpalan darah di area mulut dan menggangu proses ventilasi
7. Pasien tampak sesak, pucat
8. Napas cepat dan dangkal
9. Pemeriksaan AGD : Saturasi 85%
10. Pasien mengalami penurunan kesadaran
11. Terdapat bengkak dan jejas di dada
12. Pemeriksaan gcs 8 kesadaran spoor
13. Tampak sianosis, dan pucat
14. Akral teraba dingin
15. SPo2 85%
16. CRT > 3 detik
17. Pemeriksaan ttv : TD :120/80 mmHg N : 110x/m RR : 35x/m S : 38,7oc
18. Pengkajian PQRST
19. Region : Tampak ada bengkak dan jejas didada pasien sebelah kiri.
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds :- Penolong mengatakan pasien Hematoraks Ketidakefek tifan
muntah darah bersihan jalan
Do : - suara napas ngorok Ekspensi paru napas
- Terdapat lendir dan
gumpalan darah di mulut Gangguan ventilasi
pasien
- Frekuensi napas 35x/menit
2 Ds : - Penolong mengatakan dada Trauma thorak Gangguan pola
korban membentur stir napas
mobil sebelum mengalami Reabsorsi darah
penurunan kesadaran
- Penolong mengtakan Hemathorak Ekspensi
pasien bernapas cepat
(sesak) paru
Do : - Suara napas ronchi
- Pasien bernapas Gangguan ventilasi
menggunakan cuping
hidung dan oto-otot
pernapasan
- Frekuensi napas 30x/menit
Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret yang berlebih, gumpalan
darah yang menghalangi pernapasan
2. Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
Tindakan keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah di lakukan 1. Pastikan kebutuhan
jalan napas berhubungan tindakan keperawatan oral/suction
dengan secret yang berlebih, selama 1 x 24 jam di 2. Auskultasi suara napas
gumpalan darah yang harapakan jalan nafas sebelum dan sesudah
menghalangi pernapasan efektif dengan Kriteria suction
hasil : 3. Berikan oksigen
1. Suara napas bersih, menggunakan nasal kanul
tidak ada sianosis, 4. Monitor status napas dan
mampu bernapas oksigen
dengan mudah 5. Buka jalan napas gunakan

2. Menunjukan jalan napas tekhnik chin lift

yang pasten (irama 6. Posisikan pasien untuk

napas dalam rentang memaksimalkan

normal, tidak ada suara ventilasikeluarkan secret

napas abnormal) dengan cara suction

3. Mampu 7. Monitor respirasi dan

mengidentifikasi dan status oksigen

mencegah faktor yang


menghambat jalan
napas
2 Gangguan pola napas, Setelah di lakukan
1. Buka jalan nafas,
berhubungan dengan tindakan keperawatan
gunakan teknik chin lift
penurunan kemampuan paru selama 1 x 24 jam di
atau jaw thrust bila perlu
harapakan pola baik
2. Posisikan pasien untuk
dengan Kriteria hasil :
memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasi kan
3. Lakukan fisioterapi dada
batuk efektif dan suara
jika perlu
napas yang bersih, tidak
ada sianosis dan 4. Keluarkan secret dengan
dyspneu (mampu batuk atau suction
mengeluarkan sputum, 5. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas dngan catat adanya suara
mudah, tidak ada tambahan
pursed lips)
6. Atur intake untuk cairan
2. Menunjukkan jalan mengoptimalkan
nafas yang paten (klien keseimbangan
tidak merasa tercekik,
7. Monitor respirasi dan
irama napas, frekuansi
status O2.
pernafasan dalam,
8. Auskultasi suara nafas,
rentang normal, tidak
catat area
ada suara nafas
penurunan/tidak adanya
abnormal)
ventilasi dan suara
3. Tanda tanda vital dalam
tambahan
rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Implementasi dan Evaluasi
Tanggal No Implemmentasi Evaluasi Paraf
Dx. 1. Mempastikan kebutuhan S : - Keluarga
1 oral/suction mengatakan suara
2. Mengauskultasi suara napas napas pasien
sebelum dan sesudah suction sudah tidak
3. Memberikan oksigen ngorok lagi dan
menggunakan nasal kanul sesak sudah
4. Memonitor status napas dan berkurang
oksigen O : - Bersihan jalan
5. Membuka jalan napas napas pasien
gunakan tekhnik chin lift tampak bersih
6. Momposisikan pasien untuk A : Masalah teratasi
memaksimalkan ventilasi P : Intervensi Dihentikan
keluarkan secret dengan cara
suction
7. Memonitor respirasi dan
status oksigen

Dx. 1. Memposisikan pasien untuk S : - keluarga mengatakan


pasien masih sesak
2 memaksimalkan ventilasi
- Keluarga pasien
2. Mengauskultasi suara nafas,
mengatakan
catat adanya suara
gerakan dinding
3. Mengatur intake untuk
dada masih tidak
cairan mengoptimalkan
setabil
keseimbangan
O : - klien tampak sesak
4. Memonitor respirasi dan RR : 30x/m
A : masalh belum teratasi
status O2.
P : lanjutkan intervensi
1. Memposisikan
pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Mengauskultasi
suara nafas, catat
adanya suara
3. Mengatur intake
untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
4. Memonitor
respirasi dan status
O2.

DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan
Holistik. Edisi VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan
keperawatana gawat darurat. Padang : Medical book
Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1.
jogjakarta : penerbit buka Mediaction.
Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada.
http://asuhan- keperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-
trauma-dada.html. Diakses pada tanggal 02 Januari 2019
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah
penyakit dalam . yogjakarta : Nuha medika

Anda mungkin juga menyukai