Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KRISIS HIPERTENSI

MUHLIS R. MIU, S.Kep


2019032054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
A TINJAUAN TEORI
1. Definisi Krisis Hipertensi
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah.
Menurut American Society of Hipertension (ASH), hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan
tersebut (WHO, 2001). Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu
bisa jatuh ke dalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 2 – 7%
penderita hipertensi berlanjut menjadi krisis hipertensi, dan banyak terjadi pada
usia sekitar 30-70 tahun.
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
(Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001). Krisis hipertensi adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi
biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari
140/90 mmHg, etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial).
Walaupun Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada
hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah
dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy). Pengobatan
gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi
merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati, beban jantung
berlebihan (cardiac overload) atau memperburuk masalah yang mendasarinya.
Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30),
inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki
>55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskular.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan,
20% hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini
dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik
dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian
dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama
pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10
tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini
karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih
kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum
ada laporan tentang angka kejadian ini.
2. Anatomi Krisis Hipertensi

a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis
kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1) Atas                 : pembuluh darah besar
2) Bawah             : diafragma
3) Setiap sisi        : paru
4) Belakang         : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang
terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri
yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang
disampaikan pada suatu organ). Arteri merupakan struktur berdinding tebal
yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan. Aorta diameternya sekitar
25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang pada gilirannya tebagi lagi
menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol, yang berukuran
4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol mempunyai
diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi arteri menditribusikan
darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri ini mempunyai
dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan
darah dan terdiri dari jaringan endotel.
2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang
sifatnya elastic dan termasuk otot polos
3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari
jaringan ikat gembur  yang berguna menguatkan dinding arteri
(Syaifuddin, 2006)
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal.
Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi
diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada
jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan
meningkat.
d. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan
langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil
yang membuka pembuluh darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya
terdiri dari suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya
mengambil hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal,
menyerap zat makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara
pembuluh darah arteri dan vena.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid
tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi
dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah
mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi
melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali
cairan limfe ke dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk
membersihkan jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat
di dalam berbagai organ, terutama dalam vili usus.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk
oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan
secara sempurna satu sama lain. (Gibson, John. 2002)
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau
alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti
vena kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih
kecil disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena
membawa darah kotor kecuali vena pulmonalis,  mempunyai  dinding tipis,
mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.
3. Klasifikasi Krisis Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg\
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan
diastolik 91-94 mmHg
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai
oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau
telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan
pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat
naiknya tekanan darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD
mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan di
perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu
menit/jam.
b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ
target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam
(penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam
hitungan jam sampai hari).
4. Etiologi Krisis Hipertensi

Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular,


berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor
penyebab krisis hipertensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya
peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel
dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi
platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi (Devicaesaria, 2014).
Terdapat beberapa faktor yang dicurigai mempengaruhi terjadinya krisis
hipertensi, yaitu
a. Hipertensi yang tidak terkontrol
b. Kenaikan tekanan darah tiba – tiba pada penderita hipertensi kronis esensial
(tersering)
c. Hipertensi renovaskular
d. Glomerulonefritis akut
e. Eklampsia
f. Sindroma putus obat antihipertensi
g. Trauma kepala berat
5. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi

Manifestasi klinis dari krisis hipertensi secara umum adalah :


a. Tekanan darah meningkat > 140/90mmHg
b. Sakit kepala
c. Epistaksis
d. Pusing atau migren
e. Rasa berat di tungkuk
f. Sukar tidur
g. Mata berkunang-kunang, lamah dan lelah.
h. Muka pucat.
Pada hipertensi emergensi, manifestasi klinis yang ditunjukkan sesuai dengan
organ target yang diserang, yaitu :
a. Neuorologi
1) Sakit kepala
2) Pengelihatan kabur
3) Kejang – kejang
4) Deficit neurologis fokal
5) Mengalami penurunan kesadaran
b. Mata
1) Perdarahan retina
2) Eksudat retina
3) Edema pupil
c. Kardiologi
1) Nyeri dada
2) Edema paru
d. Ginjal
1) Azotemia
2) Proteinuria
3) Oliguria
6. Patofisiologi Krisis Hipertensi

Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidakteraturan meminum obat


antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan
minum alkohol. Karena ketidakteraturan atau ketidakpatuhan minum obat
antihipertensi, maka dapat menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga
memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat (Krisis
hipertensi).
Stres juga dapat merangsang saraf simpatik yang dapat menyebabkan
vasokontriksi. Sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya
mengandung hormon estrogen serta progesterone dapat menyebabkan tekanan
pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah
pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin meningkat, maka besar
kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular,
berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Menurunnya tonus
vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel
jugalaris ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat
pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan
tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormon aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanan darah.
Otak mempunyai suatu mekanisme autoregulasi terhadap kenaikan
ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah
sekitar 60 – 160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh
darah sehingga tidak mampu lagi enahan kenaikan tekanan darah, maka akan
terjadi oedema otak. Tekanan diastolic yang sangat tinggi memungkinkan
pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
irreversible. Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak
mengalami perubahan bila mean arterial pressure (MAP) antara 120 mmHg-
160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60
– 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit
dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan
darah menyebabkan asidosis otak, yang akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Tekanan darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat dalam waktu
singkat menyebabkan gangguan atau kerusakan gawat pada target organ.
(cermin dunia kedokteran no.67,th 1991)
Apabila menuju ke otak, maka akan terjadi peningkatan TIK yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah serebral, sehingga O2 di otak menurun
dan trombosis perdarahan serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke
otak, sehingga suplai darah menurun dan terjadi iskemik.
Dan bila di pembuluh darah koroner (jantung), akan menyebabkan
miokardium miskin O2, sehingga penurunan O2 miokardium akan menyebabkan
penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP.
Pada paru – paru juga akan terjadi peningkatan volume darah paru yang
menyababkan penurunan ekspansi paru, sehingga terjadi dipsnea dan penurunan
oksigenasi yang menyebabkan kelemahan.
Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga
terjadi diplopia yang bisa menyebabkan injuri.
1.
7. Pathway Krisis Hipertensi
Riwayat Hipertensi

Ketidakteraturan meminum obat antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol

Krisis Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Jantung

Ruptur pembuluh
darah otak Vasokonstriksi
Afterload Penyempitan
pembuluh darah ginjal
ventrikel kiri ↑ arteri kroner

Edema cerebral,
peningkatan TIK Suplai O2 ke ginjal Suplai O2 ke
Hipertropi
menurun ventrikel kiri jantung menurun

Iskemia – hipoksia
jaringan cerebral Risiko ketidakefektifan Akut Miokard
Gagal jantung kiri Infark
perfusi ginjal

Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Cardiac output Penurunan
menurun curah jantung

Metabolisme anaerob ↑
Back failure Ketidakefektifan
pola napas
Asam laktat ↑
Tekanan vena
pulmonalis ↑
Penurunan
Nyeri Akut
ekspansi paru
Tekanan
kapiler paru ↑
Edema paru
8. Pemeriksaan Diagnostik Krisis Hipertensi

Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya,


penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Pemeriksaan yang sering
dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan tekanan darah : Biasanya tekanan darah sistolik > 180 mmHg,
dan atau diastolic >120 mmHg
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volumecairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / SC : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM) adalah pencetus hipertensi, dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein,dan glukosa mengindikasikan disfungsi ginjal
dan adanya penyakit DM.
c. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
d. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
e. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
f. Foto rontgen thorax : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
9. Penatalaksanaan Medis Krisis Hipertensi

a. Untuk Hipertensi Urgensi :


Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Normalisasi tekanan darah dilakukan secara bertahap selama 24 – 48
jam. Penurunan tekanan darah secara cepat dapat mengakibatkan penurunan
perfusi organ yang dapat membahayakan. Umumnya digunakan obat – obat
oral anti hipertensi dalam menanggulangi hipertensi urgensi. Obat – obat
oral anti hipertensi yang digunakan antara lain :
1) Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5 – 10 menit),
buccal (onset 5 – 10 menit), oral (onset 15 – 20 menit), duration 5 – 15
menit (secara sublingual/buccal). Dosis 5 – 10 mg. Efek samping : sakit
kepala, takhikardi, hipotensi
2) Clonidine : pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit. Duration
of action 8 – 12 jam. Dosis : 0.1 – 0.2 mg, dilanjutkan 0.05 – 0.1 mg
setiap jam s/d 0.7 mg. Efek samping : sedasi, mulut kering
3) Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat
dapat diulangi setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio
neurotic oedema
4) Prazosin : pemberian secara oral dengan dosis 1 – 2 mg dan diulan
perjam bila perlu. Efek samping : hipotensi orthostatic, palpitasi,
takhikardi, dan sakit kepala
Pasien diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk
mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila
gejala penderita yang diobati tidak berkurang, maka sebaiknya penderita
dirawat inap.
b. Untuk Hipertensi Emergensi
1) Rawat pasien (jika memungkinkan di ICU) untuk pemberian obat
intravena dan tatalaksana kerusakan organ target
2) Pada kebanyakan pasien, TD diturunkan dalam hitungan menit atau jam
sebagai berikut :
a) 5 s/d 120 menit pertama TD diturunkan 25%
b) 2 – 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg
c) 6 s/d 24 jam berikutnya TD diturunkan sampai < 140/90 mmHg
(kalau tidak ada iskemik organ)
3) Obat intravena dan dosis yang digunakan untuk tatalaksana hipertensi
emergensi antara lain :
a) Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)
 Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infuse glukosa 5%
500cc dan diberikan dengan mikrodrip, 12 tetes/menit, setiap 15
menit dapat dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang
diharapkan tercapai.
 Bila tekanan mencapai target, pasien diobservasi selama 4 jam
kemudian diganti dengan tablet clonidin oral sesuai kebutuhan
 Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan
perlahan – lahan oleh karena bahaya rebound phenomen, dimana
tekanan darah naik secara cepat bila obat dihentikan.

b) Diltiazem (Herbeser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)


 Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian
diteruskan dengan infuse 50 mg/jam selama 20 menit.
 Bila tekanan darah telah turun >20% dari awal, dosis diberikan
30 mg/menit sampai target tercapai.
 Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan
observasi 4 jam diganti dengan tablet oral.
c) Nicardipin (perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)
 Nicardipin diberikan 10 – 30 mcg/kgBB bolus
 Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0.5 – 6
mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai.
d) Labetalol (normodyne) IV
Labetalol diberikan 20 – 80 mg, IV bolus setiap 10 menit atau dapat
diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/menit
e) Nitroprusside (nitropress, nipride) IV
Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0.25 – 10
mcg/kgBB/menit.
f) Sodium nitroprusside
 Dosis 0.25 – 10 μg/kgBB/IV
 Onset segera
 Durasi 1-2 menit
4) Manajemen Spesifik
Berdasarkan organ target yang mengalami kerusakan,
penatalaksanaannya antara lain :
a) Ensefalopati Hipertensif
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa
terjadi dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna,
feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan
cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual muntah, bingung dan
gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky
positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut menjadi
stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang
dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.
b) Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-
hati, karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan
spasme pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru
akan menambah perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan
sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan sekitar 110-120
mmHg. Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.
c) Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai
akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut
akan membaik bila tensi telah terkontrol. Obat pilihan : Trimetapan
dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan mempercepat
perbaikan
d) Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor
akan berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul
mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat
pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.
e) Deseksi Aorta Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom
yang meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala
yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidak khas yang menjalar ke
punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising
kelainan katup aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah
pada kedua lengan. Pengobatan dengan pembedahan, dimana
sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan obat
pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
f) Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat
pilihan: Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
Sumber : Dewi dan Familia, 2010
10. Komplikasi Krisis Hipertensi

Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba,


tetapi tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat
diturunkan dengan aman dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-
hipertensi.
Sementara pada hipertensi emergensi terjadi kerusakan organ akibat dari
tekanan darah yang sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi.
Ketika hal tersebut terjadi, tekanan darah harus dikurangi segera untuk
mencegah terjadinya kerusakan organ. Komplikasi organ berhubungan dengan
hipertensi darurat dapat meliputi :
a. Ensefalopati Hipertensif
Pada hipertensi emergensi, kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas
autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai berikut

Kenaikan tekanan arteri

Kerusakan membran endothelia breakdown


Vasodilation

Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan peredaran


darah lokal
Edema serebri

Ensefalopati hipertensif

Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada
hipertensi adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada
normotensi adalah 150 mmHg. Sedangkan pada hipertensi adalah 200
mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka penurunan tekanan darah
secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari segi
patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak perdarahan maupun infark
kecil dan nekrosis arterioler.
b. Perdarahan intra serebral
Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan
terjadinya perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi
aneurisma oleh sebab lain misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain dapat
terjadi oleh karena nekrosis pembuluh darah otak, trombosis multipel atau
spasme pembuluh darah sebagai reaksi meningkatnya tekanan darah secara
tiba – tiba. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat mendadak disertai
penurunan kesadaran. Dengan pemeriksaan CT scan dapat diketahui dengan
pasti lokasi dan luas jaringan otak yang terkena.

c. Gagal jantung kiri akut


Mekanisme terjadinya berupa :
1) Peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi
sehingga terjadi kenaikan afterload diventrikel kiri
2) Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri
3) Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga
menimbulkan pertambahan preload
4) Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner
dapat berakibat payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak
nafas yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang –
kadang batuk berdarah, ronki basah di kedua paru. Foto toraks menunjukkan
adanya hipervaskularisasi pembuluh darah paru sampai dengan gambaran
edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali terutama pembesaran
ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV
strain.
d. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat – tempat lain yang banyak
mengeluarkan katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion
simpatik di abdomen atau dada. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat,
palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang timbul mendadak dan
diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis pasti ditemukan
dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya diurin, serta
pengukuran kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari urin.
e. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom di sekitar tuniaka media yang
lambat laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya
terjadi pada kelainan di tunika media seperti penyakit marfan,
arterosklerosis, kuarktasio aorta. Gejala klinis biasanya berupa nyeri dada
yang menyerupai angina pektoris atau infark miokard dengan penjalaran ke
punggung, perut, sampai tungkai bawah serta adanya tanda – tanda
insufisiensi aorta. Pemeriksaan radiologis foto thoraks dijumpai adanya
pelebaran mediastinum.
f. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema
tungkai, hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih
sering dijumpai pada primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis
kearah terjadinya pelepasan renin dari uterus dan meningkatnya sensitifitas
terhadap angiotensin.
B Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari pasien
maupun keluarga. Kaji juga riwayat penyakit yang menjadi pencetus
krisis hipertensi pada pasien
2) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe) dengan
focus pengkajian pada :
a) Mata : lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat,
penyempitan yang hebat arteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
c) Paru : perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.
d) Status neurologic : pendekatan pada status mental dan perhatikan
adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan
refleks fisiologis dan patologis.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (serebral) yang dibuktikan oleh


hipertensi.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas.
c. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru.
d. Risko ketidakefektifan perfusi ginjal yang dibuktikan oleh hipertensi.
e. Nyeri akut b.d agen cedera biologis.
1.

2. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1 Risiko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Edem
perfusi jaringan otak selama .... x ... jam, diharapkan tidak terjadi 1. Monitor adan
yang dibuktikan oleh peningkatan tekanan intracranial dengan keluhan pusing
penyakit neurologis kriteria hasil : 2. Monitor status
Perfusi Jaringan : Serebral dengan nilai n
1. Terjadi penurunan tekanan darah sistolik 3. Monitor tanda
dan diastolik 4. Monitor TIK d
2. Terjadi penurunan MAP 5. Monitor stat
3. Sakit kepala menurun atau hilang kedalaman per
4. Tidak gelisah 6. Berikan anti k
5. Tidak mengalami muntah 7. Hindari fleks
6. Tidak mengalami penurunan kesadaran lutut/panggul
7. Tidak demam 8. Posisikan ting
lebih
9. Hindari cairan
10. Monitor nilai-
dan urin, natri

Monitor Tekanan
1. Monitor kualit
2. Monitor tekan
3. Monitor status
4. Monitor suhu
5. Periksa pasien
6. Letakkan kepa
hindari fleksi p
7. Sesuaikan kep
perfusi serebra
8. Berikan agen
TIK dalam jan
2 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Cardiac Care
b.d perubahan ….. x …. jam, diharapkan masalah 1. Evaluasi adany
kontraktilitas penurunan curah jantung dapat teratasi durasi, serta
dengan kriteria hasil : meringankan g
Cardiac Pump Effectiveness 2. Monitor EKG
1. Terjadi penurunan tekanan darah sistolik 3. Lakukan penil
dan diastolik (Cek nadi p
2. Heart rate dalam batas normal temperatur eks
3. Tekanan vena sentral (Central venous 4. Monitor tanda
pressure) dalam batas normal 5. Monitor status
4. Gejala angina berkurang 6. Monitor disritm
5. Edema perifer berkurang 7. Catat tanda da
6. Tidak mengeluh dispnea saat istirahat 8. Monitor statu
7. Tidak terjadi sianosis jantung
9. Monitor abdom
Circulation Status 10. Monitor nilai l
1. PaO2 dalam batas normal (60-80 mmHg) 11. Sediakan te
2. PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg) kebijaksanaan
3. Saturasi O2 dalam batas normal (> 95%) cardioverion, d
4. Capillary Refill Time (CRT) dalam batas 12. Monitor dispn
normal (< 3 detik)
Cardiac Care : A
1. Monitor kecep
2. Auskultasi bun
3. Auskultasi par
tambahan lain
4. Monitor fakt
oksigen (PaO
diperlukan.

3 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Oxygen Therapy


napas b.d penurunan …. x …. jam, diharapkan pola nafas pasien
ekspansi paru teratur dengan Kriteria Hasil : 1. Bersihkan mul
Respiratory status : Ventilation 2. Pertahankan ja
1. Respirasi dalam batas normal (dewasa: 3. Siapkan peral
16-20 x/menit) sistem humidif
2. Irama pernafasan teratur 4. Monitor respir
3. Kedalaman pernafasan normal 5. Pertahankan po
4. Suara perkusi dada normal (sonor) 6. Monitor keefek
5. Ekspansi dada simetris 7. Observasi ada
6. Tidak terdapat akumulasi sputum oksigen
7. Tidak terdapat penggunaan otot bantu
napas Monitor Pernafas
1. Monitor kecep
bernapas
2. Catat perger
penggunaan ot
supraclaviculas
3. Monitor suara
mengi
4. Monitor pola
hiperventilasi,
apneustik, resp
5. Palpasi kesime
6. Posisikan pasi
untuk mencega
4 Risko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Electrolyte Mana
perfusi ginjal yang … x … jam, diharapkan tidak terjadi 1. Pantau kadar
dibuktikan oleh penurunan fungsi ginjal dengan criteria hasil : yang tersedia
hipertensi Kidney Function 2. Monitor perub
1. Urine output selama 8 jam normal (0.5 – 1 menunjukkan k
ml/kgBB/jam) 3. Pantau adany
2. Warna urine normal memburuk ata
lapangan paru
3. pH urine normal (4.8 – 7.4) perilaku, kejan
4. Elektrolit urine normal (Na+ = 137 - 147 atau edema, na
mEq/L, Cl- = 95 - 108 mEq/L, K+ = 3,5- 4. Berikan cairan
5,5 mEq/L, Ca2+ = 8,5 – 10,5 mEq/L, Mg2+ 5. Pastikan bahw
= 1,5-2,5 mEq/L, PO43- = 1,7 – 2,6 mEq/L) elektrolit dibe
5. Bikarbonat darah arteri/H2CO3 normal sesuai
(22-26 mEq/L) 6. Monitor hasil
6. Nitrogen urea darah/blood urea nitrogen keseimbangan
dalam batas normal (6 - 20 mg/dl) albumin, prote
7. Kreatinin serum dalam batas normal (50 - serum dan urin
100 mg/hari) 7. Jaga pencatata
8. Tidak ada peningkatan protein urine (< 8. Batasi cairan y
10mg/dl) 9. Monitor intake
9. Tidak ada keton urine 10. Monitor tanda-
10. Tidak ada anemia 11. Monitor manif
11. Tidak ada edema
5 Nyeri akut b.d agen Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pain Managemen
cedera biologis … x … jam, diharapkan nyeri akut dapat 1. Lakukan peng
berkurang dengan Kriteria Hasil : lokasi, karakte
Pain Level intensitas atau
1. Beristirahat dengan nyaman/tidak gelisah 2. Kendalikan
2. Tidak tampak ekspresi wajah kesakitan mempengaruhi
3. Frekuensi nafas dalam batas normal ketidaknyaman
(dewasa : 16 - 24 x /menit) suara bising)
4. Tekanan darah mengalami penurunan 3. Kurangi atau
mencetus atau
kelelahan, kead
4. Pilih dan imp
(mis., farmak
untuk memfasi
5. Ajarkan pengg
6. Berikan indivi
peresepan anal
7. Dukung istirah
penurunan nye
8. Monitor tanda

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, Made, Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC
Devicaesaria, A. 2014. Hipertensi Krisis. Leading Jurnal
Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Hani, Sharon EF, Colgan R. 2010. Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care
Clin Office Pract 2010.
Khatib, Oussama M.N. 2005. Clinical Guidelines for the Management of
Hypertension.WHO
Price, SA. & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Syarif, Amir. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI
Vaidya CK, Ouellette CK. 2009. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital
Physician 2009.
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn. H
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Bugis / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Desa Baito
No. RM : 068309
Diagnosa medis : Hipertensi
Tanggal masuk RS : 7 Jnuari 2021
Tanggal pengkajian : 8 Januari 2021
Sumber informasi : Pasien dan Keluarga
2. Keluhan utama
Mengeluh kepalanya pusing
3. Riwayat kesehatan sekarang
Sebelum dibawa ke Rumah Sakit pasien mengeluhkan kepalanya terasa pusing,
perut terasa mual,muntah bercampur darah, dan tangan terasa kesemutan.
Kemudian oleh keluarga Tn. H langsung di bawa ke Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta agar segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Klien tampak lemas, mata sulit dibuka, Pasien mengatakan makan hanya habis
½ porsi tenggorokanya sakit saat menelan, berat badan 75 kg sebelum sakit,
tinggi badan 170 cm. Biochemical Data: Hb 14,6 g/dl., Hematokrit 42,7,
Trombosit 285.000, GDS 152 mg/dl.
4. Riwayat kesehatan dahulu
9 tahun yang lalu Tn. H pernah di rawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta karena kecelakan.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang sama seperti klien.
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Kurang baik
Kesadaran : Kesadaran CM
TTV
Tekanan Darah :170/110 mmHg
Frekuensi Nadi : 92x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,8oC
a) Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

b) Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

c) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-
otot pernapasan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

d) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris

Palpasi : tidak ada lesi dan nyeri tekan

e) Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan lender,
mukosa bibir kering.
f) Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak
dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g) Toraks
Inspeksi : Bentuk tidak simetris, tidak ada jejas, pergerakan
dinding dada simetris, tidak ada otot bantu pernapasan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Bunyi napas ronchi, frekuensi napas 24x/menit
h) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i) Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan terpasang infus ditangan kiri,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k) Eksremitas Bawah
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Klasifikasi data
Ds:
1. Pasien mengeluhkan kepalanya terasa pusing
2. Perut terasa mual,muntah bercampur darah, dan tangan terasa kesemutan.
3. Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi tenggorokanya sakit saat menelan.
Ds:
1. Klien tampak lemas, mata sulit dibuka
2. Mukosa bibir kering
3. Berat badan 75 kg sebelum sakit
4. Tinggi badan 170 cm
5. Biochemical Data: Hb 14,6 g/dl.
6. Hematokrit 42,7
7. Trombosit 285.000
8. GDS 152 mg/dl.

No Data Fokus Problem Etiologi


1. DS :Pasien mengatakan kepala Gangguan perfusi Peningkatan
terasa pusing, tengkuk terasa jaringan serebral tekanan
kaku, tangan terasa kesemutan Intrakranial
DO :Pasien tampak lemas, mata
sulit untuk di buka, Tekanan
darah 170/110 mmHg, Nadi;
92 x/mennit, pernapasan; 24
x/menit, suhu 36,8˚ c

2. DS :Pasien mengatakan makan Nutrisi kurang Intake yang


hanya habis ½ porsi dari kebutuhan tidak adekuat
tenggorokanya sakit saat tubuh
menelan.
DO :Mukosa bibir kering, Berat
badan sebelum sakit 75 kg.
a. Status nutrisi:
Antropometri: Berat
badan:75kg,
Tinggi badan: 170 cm
b. Biochemical Data: Hb 14,6 g/dl.,
Hematokrit 42,7, Trombosit
285.000, GDS 152 mg/dl.
c. Clinical Sign:Kesadaran compos
mentis, keadaan lemah,turgor
kulit baik
Diagnosa keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan


intracranial
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
Intervensi Keperawatan

Tujuan dan
Tanggal Diagnosa Intervensi Paraf
Kriteria Hasil
9 Mei 2012 1 Setelah dilakukan 1. Pantau tekanan darah
tindakan keperawatan 2. Pertahankan tirah baring
selama 1 x 24 jam selama fase akut
tidak terjadi 3. Ajari teknik relaksasi
kerusakan organ, Beri tindakan
dengan kriteria nonfarmakologis untuk
hasil ; tekanan darah menghilangkan rasa sakit
dalam batas normal( misal; kompres dingin pada
130/90 mmHg – dahi, pijat punggung atau
140/95 mmHg ) leher
4. Anjurkan pasien untuk
meminimalkan aktivitas
yang dapat menyebabkan
kepala pusing misal ;
mengejan saat buang air
besar, batuk panjang,
membungkuk
5. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai kebutuhan
6. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian
terapi
9 Mei 2012 2 Setelah dilakukan 1. Beri makanan dalam porsi
tindakan sedikit tapi sering
keperawatan 1 X 2. Motivasi pasien untuk
24 jam kebutuhan menghabiskan
nutrisi pasien dapat makanannya
terpenuhi, dengan 3. Beri higien oral sebelum
kriteria hasil ; dan sesudah makan
mukosa bibir lembab, 4. Awasi pemasukan diit
diit dari rumah sakit 5. Kaji ulang pola makan
bisa habis 2/3 porsi 6. Berikan diet,makanan
ringan tambahan yang
disukai pasien
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi
Implementasi Dan Evaluasi
Tanggal No Implemmentasi Evaluasi Paraf
Dx. 1. Memantau tekanan darah S: Keluarga mengatakan
2. Mempertahankan tirah
1 kepalah pasien sudah
baring selama fase akut
3. Mengajarkan teknik relaksasi tidak pusing lagi
Beri tindakan
O : Pasien terlihat rilex
nonfarmakologis untuk
menghilangkan rasa sakit A : Masalah teratasi
misal; kompres dingin pada
P : Intervensi Dihentikan
dahi, pijat punggung atau
leher
4. Menganjurkan pasien untuk
meminimalkan aktivitas yang
dapat menyebabkan kepala
pusing misal ; mengejan saat
buang air besar, batuk
panjang, membungkuk
5. Membantu pasien dalam
ambulasi sesuai kebutuhan
6. Mengkolaborasikan dengan
tim dokter dalam pemberian
terapi

Dx. 1. Memberikan makanan S : Keluarga mengatakan


dalam porsi sedikit tapi pasien tidak merasa
2 mual dan muntah
sering
2. Memotivasi pasien untuk dan porsi makan di
menghabiskan makanannya habiskan
3. Memberikan higien oral O : Pasien menghabiskan
sebelum dan sesudah porsi makanan yang
makan di sediakan
4. Mengawasi pemasukan diit A : Masalh teratasi
5. Mengkaji ulang pola makan P : Intervensi di hentikan
6. Memberikan diet,makanan
ringan tambahan yang
disukai pasien
7. Mengkolaborasi dengan
ahli gizi

Anda mungkin juga menyukai