Meskipun kecil, tapi sangat keras teriakannya-Ismail F.
Covid-19 menjadi sosok paling eksis di tahun 2020 ini. Mulai dari lockdown, PSBB, WFH hingga physical distancing menjadi kegiatan sehari-hari. Masker jadi tameng perang dan handsanitizer turut jadi perlengkapan. Tak lupa peningkatan asupan jadi pemrogres kekebalan. Pasalnya, Covid-19 yang mulanya epidemi telah dinisbatkan menjadi pandemi. Center for Disease Control and Prevention menyebutkan jika pandemi mengacu pada epidemi yang telah menyebar di beberapa negara atau benua. Dalam sejarah panggung dunia, pandemi sebelumnya sempat terjadi dimasa lampau. Salah satu yang pernah terjadi adalah flu Spanyol tahun 1918. Berakhirnya flu Spanyol tidak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan, mulai dari physical distancing, lockdown, hingga sains dan pengobatan meski masih dilingkupi segala keterbatasan. Dibanding dengan pandemi Covid-19, tentunya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah melejit jauh dibanding zaman saat Flu Spanyol melanda. Hal ini perlu digarisbawahi, bahwa pandemi Covid-19 optimis dapat dihentikan dengan segala upaya yang dimaksimalkan. Salah satunya adalah physical distancing. World Health Organization (WHO) menyebutkan physical distancing adalah gerakan fisik dimana seseorang dianjurkan menjaga jarak dengan orang lain serta mengurangi interaksi fisik dan kegiatan di luar rumah, yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Gerakan ini tentunya berdampak pada berbagai lini kehidupan. Mulai dari kesehatan, ekonomi, terlebih pendidikan. Dalam bidang pendidikan, pembelajaran yang mulanya luar jaringan ditransformasi menjadi dalam jaringan. Pembatasan aktivitas di bidang pendidikan tentunya berpengaruh dengan segala kegiatan yang menjadi bagian dari pendidikan. Khususnya, pada organisasi kemahasiswaan PMII. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang merupakan organisasi kemahasiswaan yang bergerak dalam perjuangan kaum mustadha’ifin serta membangun bangsa yang dicita-citakan founding father harus tetap hidup dan tak boleh redup. Terkhusus pada diskusi dan aksi yang menjadi jantung berdetaknya organisasi. Diskusi merupakan wadah bertukar pikiran, sependapat, bahkan hingga silang pendapat, serta meningkatkan penalaran berpikir yang menghasilkan suatu kesimpulan. Sedangkan aksi adalah realisasi dari diskusi. Dalam era pandemi yang membatasi kontak fisik ini, berbagai program yang telah direncanakan menjadi berantakan. Diskusi dan aksi tidak dapat berlangsung, padahal banyak kebijakan yang perlu dikaji dan banyak permasalahan yang perlu dibahas. Terlebih aksi, suara tak lagi dapat digaungkan, di rumah aja jadi anjuran, dan diam saja bukanlah penyelesaian. Dalam lingkaran masalah yang terjadi, teknologi mencoba mengambil ruang sebagai solusi di tengah-tengah masalah yang sedang terjadi. Era digitalisasi telah mendunia, dan saatnya tidak hanya Work From Home atau School From Home, tapi juga Action From Home. Wishnutama Kusubandio yang pernah menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabinet Indonesia Maju menyebutkan “pandemi memaksa kita untuk masuk ke dalam era digitalisasi ini dan terakselerasi dengan cepat”. Penggunaan media sosial mengalami pelonjakan angka yang cukup signifikan, ini menjadi salah satu peluang sektor ekonomi diantara turunnya sektor yang lain. Data statistik Hootsuite We Are Sosial dalam Nurliya Ni’matul Rohmah pada artikelnya yang berjudul Media Sosial Sebagai Media Alternatif Manfaat dan Pemuas Kebutuhan Informasi Masa Pandemik Global Covid-19 menuliskan jika 56% jumlah penduduk Indonesia adalah pengguna aktif media sosial. Sehingga dapat disimpulkan jika media koran dan televisi bukanlah media utama di era ini. Platform media sosial telah memungkinkan semua orang menjadi sumber informasi, alat doktrin, mempengaruhi, dan memberi dampak pada orang lain. Tentunya hal ini akan tetap sasaran ketika postingan tersebut dibaca oleh jaringan yang luas. Aplikasi media sosial yang memiliki fitur tagar atau hashtag telah menjadikan penyampaian pesan lebih mudah. Fitur tagar atau hashtag digunakan untuk mewakili serta menyatukan obrolan kecil nan pendek dari ribuan orang menjadi suatu topik utama tertentu. Dalam perkembangannya, beberapa platform digital menjadi tren gaungkan isu di media sosial untuk aksi demo. Hal ini juga turut dimanfaatkan mahasiswa sebagai bentuk menyuarakan aspirasi. Bahkan, aksi digital ini memiliki keuntungan yang tidak ditemukan ketika aksi secara langsung. Diantaranya adalah irit tenaga, irit biaya, dan dampak yang dihasilkan bahkan lebih besar. Seperti yang dikatakan Ismail Fahmi penganalisis media sosial dan digital UII terkait media sosial, bahwa “meskipun kecil, tapi sangat kuat teriakannya”. Aksi mahasiswa dalam bentuk tagarisasi yang berhasil trending di beberapa media sosial diantaranya ada #HidupMahasiswa, #TurunkanJokowi, #MosiTidakPercaya hingga #GejayanMemanggil. Selain itu, trending #PMIIBergerak juga berhasil menduduki posisi ke empat trending topic. #PMIISegelDPR turut disuarakan PMII Magelang saat DPR dianggap sudah tidak bisa menjadi wadah aspirasi masyarakat. Formulasi gerakan tagarisasi di era pandemi tentunya perlu dirancang supaya tepat sasaran. Langkah pertama yang dapat kita lakukan adalah pematangan isu. Hal ini tekait tentang alasan mengapa sesuatu perlu ditawarkan. Selanjutnya, ciptakan katalog umum yang bagus dan catchy, hal ini akan meningkatkan trending. Langkah ketiga adalah pilih waktu online yang paling banyak , waktu malam hari adalah waktu dimana postingan paling banyak disukai dan dibaca. Yang terakhir, lakukan koordinasi dengan teman-teman terlebih orang orang yang aktif dalam media sosial. Dengan pemanfaaatan platform digital media sosial, maka tagarisasi sebagai realisasi kontinuitas aksi di tengah pandemi dapat tercapai.