Anda di halaman 1dari 2

PERLINDUNGAN PROFESI GURU

Oleh: Muhammad Jailin, S.Pd.I

Guru merupakan tenaga pendidik professional serta sebagai salah satu komponen yang
sangat berperan dalam menentukan kualitas pendidikan dan keberhasilan proses pembelajaran.
Dalam rangka melaksanakan tugas professionalnya, profesi guru di samping dihadapkan pada
kewajiban untuk senantiasa meningkatkan profesionalismenya, saat ini profesi guru juga
dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks, seiring dengan adanya perubahan cara
pandang masyarakat yang secara sadar terpengaruh oleh doktrin perlindungan hukum terhadap
anak, termasuk peserta didik. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap ketidaknyamanan guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran karena ketidakpastian advokasi hukum
kepada guru.
Sebagai seorang manusia, guru juga memiliki hak yang harus di lindungi, di hormati, di
pertahankan dan tidak boleh di abaikan, di kurangi atau di rampas oleh siapapun. Salah satu hak
guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual. Dalam bekerja guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan
aturan yang pasti. Hal ini sangat penting agar selain memperoleh rasa aman, guru juga memiliki
kejelasan tentang hak dan kewajibannya ,apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan serta apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka, baik sebagai manusia, pendidik
dan pekerja.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen merupakan suatu landasan
hukum, jaminan, serta perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalaskan profesinya. Dalam
pasal 39 ayat 1 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 dijelaskan bahwa pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi profesi dan/atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas keprofesionlannya.
Perlindungan yang dimaksud dalam pasal 39 ayat 1 tersebut meliputi: (1) perlindungan hukum, (2)
perlindungan profesi, dan (3) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan adanya
perlindungan-perlindungan tersebut maka guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan tenang,
nyaman, dan tidak menghawatirkan hal-hal buruk yang akan menimpanya.
1. Perlindungan Hukum
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena
dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta
didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: tindak kekerasan,
ancaman, baik fisik maupun psikologis, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak
adil.
2. Perlindungan Profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK)
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terdiri atas: perlindungan terhadap resiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Uraian di atas menggambarkan bahwa guru secara aturan memiliki jaminan dan
perlindungan perundang-undangan yang pasti dan jelas. Namun yang menjadi persoalannya adalah
sampai saat itu peraturan pelaksanaan Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 yang secara teknis
operasional mengatur berbagai macam perlindungan terhadap guru, termasuk perlindungan hukum.
Sehingga banyak guru-guru saat ini dihadapkan dengan kasus hukum tertentu, serta posisi guru
sering kali menjadi sangat lemah.
Berdasarkan beberapa contoh kasus yang terjadi dan menimpa guru dilaporkan dengan
alasan melanggar hak perlindungan anak ketika memberikan memberikan sanksi pelanggaran
disiplin dan tata tertib sekolah terhadap peserta didik, seperti: dijewer, dicubit, dibentak, disuruh lari
mengelilingi halaman sekolah, disuruh push-up beberapa kali, disuruh menghormat bendera dalam
kondisi cuaca panas, membersihkan kamar mandi, membersihkan perkarangan sekolah, dan
sebagainya. Jenis-jenis hukuman pelanggaran disiplin seperti itu saat ini “dinilai” tidak lagi mendidik
dan bahkan dianggap melanggar Undang-undang Perlindungan Anak.
Selain dilaporkan melanggar hak perlindungan anak ketika memberikan sanksi
pelanggaran disiplin, tidak jarang guru juga menjadi kekerasan dari peserta didik dan/atau orang tua
peserta didik. Dengan adanya kasus tersebut nampak bahwa seorang guru sebagai tenaga pendidik
berada pada posisi dilematis antara tuntutan profesi dengan perlakuan masyarakat, yang mana
pada satu sisi guru dituntut untuk mampu menghantarkan peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan, namun pada lain sisi disaat berupaya menegakkan kedisiplinan guru dibenturkan
dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Ironisnya, jika guru gagal menegakkan kedisiplinan serta gagal mengantarkan peserta didik
pada pencapaian tujuan pendidikan, guru sebagai pendidik acapkali dituding menjadi biangnya atas
kegagalan tersebut. Persoalan yang paling krusial dihadapi oleh seorang guru adalah ketika mereka
harus memberikan hukuman kepada peserta didik yang melanggar tata tertib dan aturan sekolah
dalam rangka menegakkan kedisiplinan, justru orang tua dan masyarakat menilainya sebagai
tindakan melanggar hak asasi manusia atau melanggar UU Perlindungan Anak. Mereka dengan
mudahnya melaporkan tindakan guru tersebut kepada penegak hukum, sehingga dalam
menjalankan tugas profesinya guru seringkali berada pada posisi dilematis dan bahkan rentan untuk
dikriminalisasi.

Anda mungkin juga menyukai