Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor.

1, September 2015

KITAB ADABUL ‘ALIM WA MUTA’ALLIM DALAM PERSPEKTIF CRC


(CONVENTION AND ON THE RIGHTS OF THE CHILD)

Oleh: Khudrotun Nafisah


Dosen Program Studi Ilmu Sosiatri
FISIPOL Universitas Darul ‘Ulum Jombang
e-mail: nafisa.hafis@gmail.com

ABSTRAK
Persoalan terbesar dalam implementasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak
Anak (CRC) adalah kentalnya budaya paternalistik sebagai struktur yang kaku, yang menempatkan
anak pada posisi paling rendah dan kepentingannya selalu dikaitkan dengan kepentingan
orangtua. Sehingga mengkonversi kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’allim dengan CRC (Convention
and on The Rights of The Child) menjadi langkah penting untuk dilakukan. Dalam rangka
menemukan harmonisasi CRC dengan Syariah dalam konteks pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan dan penanaman karakter/nilai Islam diusia dini. Terlebih, acapkali untuk dijumpai di
lingkungan pesantren sebagai gambaran nyata dari tradisi Islam yang bersifat herarkis
paternalistik. Pada gilirannya, implementasi kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’allim di Pesantren
Pesantren Tebuireng menjadi ruang menemukan harmonisasi antara syariah dan konsep CRC itu
sendiri dan mencapai tujuan yang dimaksud.

Keyword: kitab, konvensi, pendidikan

Pendahuluan
John Gray dalam “Children are from Heaven” 1 menuturkan betapa anak-anak dilahirkan
baik dan tidak berdosa. Anak bergantung pada dukungan orang dewasa untuk tumbuh. Berbeda
dengan orang dewasa, dalam dunia kenyataan anak-anak kerap menjadi sasaran dan korban
kekerasan dengan dampak yang panjang dan permanen.Anak-anak kerap menderita berbagai
eksploitasi ekonomi ataupun seksual, penyalahgunaan (child abused), dan pelanggaran hak lainnya.
Lebih parah lagi, pada beberapa negara yang berkonflik senjata, anak-anak menjadi korban
keganasan mesin perang. 2
Dalam kaitan ini PBB dan negara anggotanya mengeluarkan Undang-undang Perlindungan
Anak tahun 2000 3, diawali dengan perumusan intrumen hak anak pada tahun 1989 pada suatu
konvensi PBB Hak Anak (United Nation’s Convention on the Rights of the Child). KHA yang
1
John Gray, Ph.D., “Children are from Heaven”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 1.
2
Menurut cacatan ICRC, dalam 10 tahun terakhir ini, sejumlah 1,5 juta anak-anak terbunuh dalam konflik
bersenjata. Dalam dua bulan terakhir tahun 1992, sekitar 75% anak-anak dibawah 5 tahun pada beberapa daerah di
Somalia. Hal serupa juga terjadi pada anak-anak di Irak dalam perang melawan koalisi Anglo-Amerika. Lihat
International Committee of the Red Cross, “Chilren and War”, CRC Special Brochure, Geneva, 1994, hal. 5. Lihat
juga dan bandingkan dengan UNICEF, “State of the World’s Children 1996”, Oxford University Press, 1996, hal.
13, dalam Melanie Gow, Kathy Vandergrift, Randini Wanduragala, “The Right to Peace – Children and Armed
Conflict”, World V
ision, Switzerland, hal. 5.
3
Dalam skala internasional, perbincangan tentang anak mencapai puncaknya ketika ada kesepakatan anggota
peserta Negara PBB untuk menyepakati hak-hak anak dalam Konvensi anak sedunia pada tanggal 20 November
1989.

41
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan Resolusi 44/25 pada
tanggal 20 November 1989, dan mulai mempunyaikekuatan memaksa (entered in to force) pada
tanggal 2 September 1990. KHA merupakan perjanjian internasional mengenai Hak Azasi Manusia
(HAM) yang mengintegrasikan hak sipil dan politik (political and civil rights), secara bersamaan
dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (economic, social and cultural rights). Untuk itu
Indonesia sebagai negara anggota PBB telah mengikatkan dirinya secara hukum (legally binding)
dengan meratifikasi KHA pada tahun 1990. 4Langkah hukum ratifikasi ini dilakukan dengan
berdasarkan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Peratifikasian Konvensi
Hak Anak. 5 Implementasi aturan tersebut bermuara pada pelayanan yang baik bagi anak, pelayanan
yangmenyenangkan bagi anak dan mendorong daya kreatifitas serta kemampuan anak secara
keseluruhan.
Persoalan terbesar dalam implementasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Hak Anak (CRC) adalah kentalnya budaya paternalistik sebagai struktur yang kaku, yang
menempatkan anak pada posisi paling rendah dan kepentingannya selalu dikaitkan dengan
kepentingan orangtua. Mereka tidak pernah didengarkan suaranya, malah dalam banyak hal, suara
orangtua (di rumah, dan orang dewasa lain, di luar rumah) dianggap mewakili suara anak-anak.
Sebab menerapkan CRC berarti mengakui anak sebagai subyek atas hak-haknya sebagai manusia,
bukan hanya sekadar menerima perlindungan manusia dewasa 6.
Hal yang sama untuk dijumpai dilingkungan pesantren sebagai gambaran nyata dari tradisi
Islam yang bersifat herarkis paternalistik 7. Tradisi yang hubungan sosialnya terpusat pada kyai
yang berfungsi sebagai bapak terhadap anak-anaknya, yaitu para santri8. Pola hubungan ‘bapak-
anak” yang mengalami perluasan sampai segala urusan yang diistilahkan Max Weber sebagai
kewenangan politik tradisional (patrimonialisme) 9. Hingga tidak ada seorang santri pun yang berani
melawan otoritas dan kekuasaan pesantren 10, keharusan untuk patuh secara mutlak kepada kyai
bukan saja karena otoritasnya tapi dalam diri santri dibangun keyakinan bahwa kyai sebagai
penyalur kemurahan Tuhan yang dilimpahkan kepadanya, baik di dunia maupun diakhirat. Ideologi

4
Menurut cacatan, Indonesia merati fikasi KHA namun melakukan reservasi melalaui pernyataan (declaration)
atas 7 (tujuh) pasal KHA, yakni pasal 1, 1, 16, 17, 21, 22, dan 29
5
Pada saat KHA di ratifikasi, di Indonesia masih berlaku Surat Presiden RI Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22
Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan Negara Lain, yang selama ini dipergunakan sebagai
pedoman dalam membuat dan mengesahkan perjanjian internasional. Saat ini, dengan disahkannya UU No. 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yang mencabut Surat Presiden RI Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22
Agustus 1960. Menurut pasal 9 ayat 2 UU No. 24 Tahun 2000, pengesahan perjanjian internasional dilakukan
dengan Undang-undang atau Keputusan Presiden.
6
Belajar Demokrasi, Memahami Anak sebagai Subyek Diri http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0307/21/swara/440393.htm
7
A. Budi Susanto, Politik dan postkolonialitas di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. 2003. hal 53
8
Ibid Hal 53
9
Istilah yang menggambarkan jenis kepemimpinan, dimana seorang pemimpin mencukupi kebutuhan seluruh
pengikutnya, sebagai imbalan dari sikap loyaltas dan pengabdian
10
Zamakshari Dofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai LP3ES Jakarta. 1982 hal. 82

42
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

kepatuhan santri kepada kyai ini dikukuhkan dalam kitab salaf atau kitab kuning yang diajarkan di
pesantren seperti Ta’lim Al Muta’alim “…dan sesungguhnya orang yang mengajarmu walau hanya
sepatah kata adalah bapakmu menurut ajaran Islam” 11. Lebih jauh, kitab ini mengatur pula tata cara
menuntut ilmu dan hubungan guru dan murid (santri). Sehingga bagi sebagian kalangan
menyebutkan bahwa kitab yang diajarkan dipesantren dengan segala tata cara pendidikannya
merupakan peralatan kelembagaan guna menanamkan kepatuhan santri kepada kyai 12. Seperti
dalam kasus Ngruki yang dianggap pesantren sarang teroris 13 karena dianggap para murid atau
santrinya yang mau mengorbankan nyawa demi jihad adalah bentuk kepatuhan murid terhadap
gurunya 14.
Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari pada tahun
1899 M merupakan salah satu pesantren yang memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah
karena dari tempat ini muncul berbagai macam organisasi dan tokoh-tokoh yang berkiprah dalam
pentas politik nasional seperti lahirnya NU (Nahdlatul Ulama) dan munculnya ulama modern
seperti Wahid Hasyim, yang menjabat Menteri Agama 15. Keberadaan Pesantren Tebuireng pada
periode kepengasuhan Dr (Hc). KH. Solahuddin Wahid yang sekaligus anggota Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia tentunya memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan pesantren
yang berlangsung di Tebuireng, terlebih dengan tetap digunakannya rujukan kitab klasik seperti
Kitab Adabul Alim Wa Muta’lim dalam rangka penanaman tata cara menuntut ilmu seorang santri.
Terlebih karena kitab tersebut adalah kitab karangan Hadratus Syeikh K.H. Hasyim Asy’ari yang
selanjutnya diterjemahkan secara adaptif oleh Dr. Rosidin, M.PdI.
Untuk itu penelitian ini akan mengkaji kitab Adabul Alim wa Muta’lim dengan konsep CRC
(Convention and on The Rights of The Child)adalah tentang implementasi prinsip CRC yang terdiri:
(1) Non-discrimination (non diskriminasi); (2) The best interest of child (kepentingan yang terbaik
bagi anak); (3) Right of survival, develop and participation (hak untuk hidup, kelangsungan hidup,
dan perkembangan), dan (4) Recognition for free expression (penghargaan terhadap pendapat
anak).Untuk menemukan konversi dan implementasi beberapa konsep CRC yang terdapat dalam
Kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’allim di Pondok pesantren Tebuireng. Sekaligus juga
untukmenjelaskan dan menjawab pertanyaan masyarakat tentang fungsi kitab klasik dalam proses
pendidikan pesantren yang sebenarnya.

11
Zanuji, Ta’lim Al Muta’alim. Kudus: Menara Kudus. 1963 hal 60
12
Ibid hal 54
13
Pesantrenku dalam Sorotan Muh Kholid AS ; Jurnalis, Santri Pondok Pesantren Al-Mukmin
Ngruki,Sukoharjo, 1993-1999 JAWA POS, 07 September 2012
14
Noor Huda Ismail. Temanku Teroris ?
15
http://www.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=4. diambil pada tanggal 27-06-2014 pukul 23.00

43
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Kandungan Isi Kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’allim


A. Karakter Pelajar terhadap Diri Sendiri
Dalam bab ini di kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’allim membahas tentang karakter Pelajar
terhadap diri sendiri. Di bab ini ada beberapa poin penting yang harus dimiliki santri atau murid
dalam proses belajar diantaranya adalah: (1) Membersihkan hati dari ahlak tercela, yang dimaksud
pada bab ini pelajar hendaknya mensucikan hati dari segala kepalsuan, dari dengki, iri hati, aqidah
yang buruk dan ahlak tercelaagar mudah menerima ilm, menghafal, menyingkap makna-maknanya
yang terdalam dan memahami makna-maknanya yang samar.
Selanjutnya, (2) Membagusi niat belajar: pelajar harus membagusi niat dalam mencari ilmu
yaitu bertujuan semata-mata hanya mencari ridho Allah SWT, mengamalkan ilmu, menghidupkan
syariat, menerangi hati, menghias nurani dan Taqorrub kepada Allah. Tidak bertujuan duniawi baik
berupa kepemimpinan, jabatan, harta, benda, keunggulan atas teman-temanya, penghormatan
masyarakat, dan tujuan sejenisnya. (3) memaksimalkan waktu untuk belajar : pelajar harus bergegas
mencari ilmu diusia muda dan seumur hidupnya. Jangan menunda dan berkhayal saja, karena setiap
waktu berlalu tidak bisa diganti lagi.
Kemudian, (4) bersikap Qonaan dalam sandang, pangan dan papan : pelajar hendaknya
bersikap Qonaah (menerima apa adanya) terhadap makanan maupun pakaian yang dimiliki.
Berbekal sifat sabar atas kosndisi ekonomi yang pas-pasan, maka pelajar dapat meraih keluasan
ilmu. Ini dipertegas oleh Imam Syafi’i RA berkata: “sungguh tidak akan sukses orang yang
menuntut ilmu disertai kehormatan diri dan ekonomi melimpah. Akan tetapi orang yang menuntut
ilmu disertai kerendahan diri, ekonomi sederhana dan berkhidmad (melayani) pada ulam’lah yang
sukses.
Yang ke-(5) manajemen (pengaturan) waktu dan tempat belajar : pelajar hendaknya
mengatur waktunya serta memanfaatkan usia hidupnya sebaik mungkin, waktu yang dianggap baik
untuk belajar adalah diwaktu sahur untuk menghafal, di pagi hari untuk berdiskusi dan disiang hari
untuk menulis. Sedangkan dimalam hari untuk mereview pelajaran. Sedangkan tempat yang baik
untuk belajar adalah di maker, disarankan untuk belajar menjahui sungai, pohon dan tempat-tempat
yang membuat lalai/ kotor. (6) menyedikitkan makan dan minum, jika pelajar kenyang akan
memberatkan badan maka jika badan berat memunculkan banyak penyakit, selain itu banyak
makan dan minum akan menunjukan sikap kesewenang-wenangan dan sombong. Didalam kitab
juga mencontohkan para wali yang sedikit makan dan minum, orang yang banyak makan dan
minum ibarat seperti hewan yang disiapkan untuk bekerja. (7) bersikap wira’i, menjaga diri dari
syubhat dan haram, pelajar diharapkan untuk menjaga makanan yang hendak dimakan dari
kehalalanya, tidak hanya makan tapi juga pakaian, tempat serta kebutuhan yang lainnya agar hati
menjadi terang mudah mendapat ilmu serta pemanfaatan ilmu.

44
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Selanjutnya, (8) menghindari makanan dan aktivitas penyebab lupa, diharapkan pelajar
menghindari makanan yang mengakibatkan lupa, kebodohan dan melemahkan panca indera
misalnya: buah apel yang masam, buncis dan cukak. Dan juga menghindari makananan penghasil
dahak yang akan melemahkan otak, misalnya susu, ikan dan sejenisnya. Dan menghindari sesuatu
yang bisa membuat lupa seperti makanan bekas gigitan tikus, membaca batu nisan kuburan, serta
membuang kutu hidup-hidup. (9) management waktu tidur, istirahat dan refresing: pelajar
hendaknya menyedikitkan tidur sepanjang tidak berdampak buruk pada kondisi tubuh dan otaknya,
maksimal tidur 8 jam kurang dari itu diperbolehkan asal badanya mampu. Di sarankan untuk
mengistirahatkan tubuh, hati otak dan indra untuk berekreasi dan bersantai di taman rekreasi untuk
memulihkan tenaga dan tidak menyia-nyiakan waktu. (10) mengurangi kadar pergaulan yang tidak
bermanfaat, hal ini disarankan bagi pelajar untuk menjauhi pergaulan yang tidak bermanfaat,
seperti pergaulan dengan lawan jenis karena akan mengakibatkan mengikisnya kualitas beragama.
Disarankan untuk bergaul dengan orang yang sholeh, wira’i, bertaqwa, kualitas hidupnya baik.

B. Karakter Pelajar Terhadap Pendidik


Ada 12 karakter pelajar terhadap pendidik:
1. Berusaha mencari pendidik yang baik:
2. Mencari pendidik yang kenyang pengalaman ilmu dari para ahli
3. Mengikuti/patuh dan bertata krama terpuji kepada pendidik
4. Memulyakan pendidik dari segala pikiran, perkataan dan perbuatan
5. Menunaikan hak-hak pendidik yang menjadi kewajiban pelajar
6. Berfikir positif kepada pendidik,walaupun bersikap kasar
7. Memperhatikan tata krama ketika hendak bertemu dengan pendidik
8. Memperhatikan tatakrama ketika satu ruangan dengan pendidik
9. Jika tidak setuju dengan pendidik pelajar tetap bertata-krama
10.Menunjukan sikap senang dan semangat belajar kepada pendidik
11.Memperhatikan tata kerama dalam berkomunikasi dengan pendidik
12. Bertata krama kepada pendidik dalam segala situasi dan kondisi.
C. Karakter Pendidik Terhadap Pelajar
Ada 14 karakter yang harus dimiliki oleh Pendidik terhadap Pelajar
1. Membagusi niat: ihlas karena Allah :
2. Membantu Pelajar dari awal hingga akhir
3. Mempergauli pelajar dengan penuh kasih saying dan kesabaran
4. Memudahkan pelajar dalam memahami dan menguasai ilmu (bidang studi)
5. Mengajar dengan penuh semangat dan keahlian mengajar

45
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

6. Rajin menguji hafalan dan pemahaman pelajar


7. Memilihkan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan pelajar
8. Bersikap demokratis yaitu member perlakuan sama kepada semua pelajar tanpa pilih
kasih (diskriminasi)
9. Mengawasi (monitoring) perilaku pelajar apabila pelajar melakukan perilaku yang
tidak terpuji, maka pendidik perlu memperbaikinya.
10.Menjaga keharmonisan hubungan antara pendidik dengan pelajar
11.Pendidik memberi bantuan kepada pelajar, agar pelajar bisa focus belajar
12.Pendidik memperhatikan kehadiran atau absensi siswa
13.Bersikap tawadu’(rendah hati) kepada pelajar
14.Bertutur kata dan bersikap terpuji kepada pelajar

Konversi Adabul ‘Alim Wa Muta’allim dengan CRC (Convention and on The Rights of The
Child)
Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan
dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan (UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia). Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara (UU No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak).
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Perlindungan khusus adalah perlindungan
yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat. Misalnya, anak yang berhadapan dengan hukum,
anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika; alkohol;
psikotropika; dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan,
anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran (UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
Menghilangkan kebebasan berarti bentuk penahanan atau hukuman penjara apa pun atau
penempatan seseorang pada suatu tempat penahanan, di mana orang tersebut tidak diperkenankan
pergi sesukanya, atas perintah sesuatu pihak kehakiman, administratif atau pihak umum lainnya
(Peraturan-peraturan) perserikatan Bangsa-bangsa bagi perlindungan anak yang kehilangan
kebebasan Res. No. 45/113 tahun 1990). Penganiayaan adalah perbuatan apa pun yang
mengakibatkan sakit berat atau penderitaan, apakah fisik atau pun mental, dengan sengaja

46
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

dibebankan pada seseorang untuk tujuan-tujuan seperti memperoleh darinya atau orang ketiga
informasi atau suatu pengakuan, menghukum dia karena suatu perbuatan yang dia atau orang ketiga
telah melakukannya atau disangka telah dilakukannya. Termasuk juga tindakan mengintimidasi
atau memaksa dia atau orang ketiga, atau karena alasan apa pun yang didasarkan pada diskriminasi
macam apa pun, apabila sakit atau penderitaan tersebut dibebankan oleh atau atas anjuran atau
dengan persetujuan diam-diam seorang petugas pemerintah atau orang lain yang bertindak dalam
suatu kedudukan resmi (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain
yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, Res. PBB No. 39/46 tahun
1984).
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan
rasa sakit atau penderitaan yang hebat-jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas
suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga.
Penganiayaan juga termasuk mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga atau
untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapa
pun dan atau pejabat publik (UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).
Pada prinsipnya asas-asas yang digunakan dalam UU No. 23 tahun 2002 ini sesuai dengan
prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam
1. Non-discrimination (non diskriminasi) ; Asas non diskriminasi yang disini ialah setiap
anak harus dilindungi dari segala perlakuan diskriminasi baik dari
suku,agama,ras,golongan,jenis kelamin,etnik,budaya dan bahasa,status hukum
anak,urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
2. The best interest of child (kepentingan yang terbaik bagi anak); Asas kepentingan yang
terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang
dilakukan oleh pemerintah,masyarakat,badan legislative,dan badan yudikatif, maka
kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama
3. Right of survival, develop and participation (hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan), Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup,dan perkembangan adalah
hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga dan orang tua
4. Recognition for free expression (penghargaan terhadap pendapat anak) Asas
penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk
berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama
jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

47
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Hak-hak anak dalam UU No. 23 tahun 2002 ini diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal
18. Hak-hak ini sesuai dengan hak-hak yang didalam CRC. Hak anak itu meliputi:
1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan dalam hal
kewarganegaraan ini setiap anak berhak mendapatkan kewarganegaraan dari kelahiran
dari perkawinan yang sah, bahkan anak yang terlahir yang tidak diketahui orangtuanya
dan anak tersebut lahir di wilayah Republik Indonesia diakui sebagai warga Negara
Republik Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia mengakui hak setiap anak
untuk mendapatkan kewarganegaraan.
3. Hak untuk beribadah menurut agamanya.hak untuk bebas beribadah inipun secara
konstitusional juga diatur dalam pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang
diperuntukan bagi warga negaranya
4. Hak untuk mengetahui orangtuanya dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri.
5. Hak untuk diasuh atau diangkat apabila orangtuanya tidak menjamin tumbuh kembang
anak tersebut.
6. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.hak mengenai pelayanan
kesehatan dan jaminan social ini secara konstitusional juga diatur didalam pasal 28 H
Undang-Undang Dasar 1945.
7. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
8. Hak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya,menerima,mencari,dan memberikan
informasi.
9. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
sebayanya,bermain,berekreasi,dan berkreasi sesuai dengan minat,bakat,dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri.
10. Hak memperoleh rehabilitasi,bantuan social,dan pemeliharaan taraf kesejahteraan social
bagi anak penyandang cacat
11. Hak atas perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun
seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, dan
perlakuan salah lainnya.
12. Hak atas perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik,pelibatan dalam
sengketa bersenjata,pelibatan dalam kerusuhan social,pelibatan dalam peristiwa yang
mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan

48
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

13. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,penyiksaan atau penjatuhan


hukuman yang tidak manusiawi
14. Hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum
15. Hak untuk mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya
Selain mempunyai hak setiap anak juga mempunyai kewajiban yang didasarkan pada pasal 19
undang-undang nomor 23 tahun 2002 yaitu:
1. Menghormati orangtua, wali dan guru
2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
3. Mencintai tanah air, bangsa, dan Negara
4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
5. Melaksanakan etika dan akhlak mulia
Koversi Kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’alim dengan CRC dapat ditunjukkan dalam beberapa
indikator yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2: Konversi Kitab Adabul Alim wa Muta’alim dengan CRC Pada Pembelajaran

Tinjauan Konversi CRC


Hubungan antara pelajar - Pendidik dan pelajar berinteraksi dengan ramah
dan pendidik dan santun dengan penuh kehangatan semangat
belajar
- Pendidik menyampaikan materi pelajaran dengan
suara keras dan jelas agar anak dapat menyimak
dengan baik
- Pendidik mendoakan anak didiknya agar
mengalami kemudahan dalam belajar dan
memahami materi yang disampaikan
- Pendampingan anak didik dalam belajar dilakukan
oleh pendidik baik didalam maupun diluar jam
pelajaran dengan baik
- Pelajar senantiasa meminta bimbingan dan doa
pada guru utuk kelancaran belajar
- Pelajar mengikuti/ patuh dan bertata krama terpuji
kepada pendidik
- Memulyakan pendidik dari segala pikiran,
perkataan dan perbuatan
- Menunaikan hak-hak pendidik yang menjadi
kewajiban pelajar dengan baik dan amanah

Situasi pembelajaran - Membagusi niat: ihlas karena Allah


- Membantu pelajar dari awal hingga akhir
- Memudahkan pelajar dalam memahami dalam
menguasai ilmu
- Mengajar dengan penuh semangat dan keahlian
mengajar
- Rajin menguji hafalandan pemahaman pelajar
- Mempergauli pelajar dengan penuh kasih saying

49
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

dan kesabaran
- Memilihkan mata pelajaran yang sesuai dengan
kemampuan belajar
- Bersikap demokratis yaitu member perlakuan sama
kepada semua pelajar tanpa pilih kasih
- Pelajar menunjukan sikap senang dan semangat
belajar kepada pendidik
- Memperhatikan tata krama dalam berkomunikasi
dengan pendidik
- Bertata krama kepada pendidik dalam segala situasi
dan kondisi
- Memperhatikan tata krama ketika hendak menemui
pendidik
- Memperhatikan tata krama ketika satu ruangan
dengan pendidik
- Jika tidak setuju dengan pendidik pelajar tetap
bertata karma
- Pendidik mengawasi atau memonitoring perilaku
pelajar apabila pelajar melakukan perilaku yang
tidak terpuji maka pendidik perlu memperbaikinya

Pengaturan tempat duduk - Menjaga keharmonisan hubungan antara pendidik


dengan pelajar
- Teratur dan rapi dalam barisan tertentu
- Pelajar tidak duduk disejajar atau disamping
pendidik,
- Pelajar tidak boleh menduduki kursi pendidik
- Ada jarak tempat duduk pendidik dengan pelajar

Media belajar - Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata


pelajaran
- Memudahkan pelajar dalam memahami pelajaran

Sumber belajar - Pendidik menyiapkan materi pelajaran yang


mampu melibatkan siswa dalam kegiatan
pembelajaran

Evaluasi - Pendidik memperhatikan kehadiran atau absen


pelajar
- Pendidik memberi bantuan kepada pelajar agar
pelajar bisa fokus belajar
- Pendidik memberi hukuman, teguran sesuai dengan
kadar kesalahannya

Harmonisasi antara Adabul ‘Alim Wa Muta’allim dengan CRC (Convention and on The Rights
of The Child)
Dalam konsep ini Adabul ‘Alim Wa Muta’allim banyak hal yang sudah seuai dalam dalam
UU No. 23 tahun 2002 ini diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 18, tentunya hasil retifikasi ini
disesuaikan dengan CRC. Adabul ‘Alim Wa Muta’allim sebuah kitab sebagai pedoman dalam

50
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

menanamkan nilai baik untuk pendidik maupun pelajar dalam berhubungan tanpa diskriminasi,
menjunjung hak pendidik maupun pelajar dalam proses belajar mengajar. Pada penjelasan
sebelumnya tentang karakter pelajar terhadap diri sendiri, ada beberapa poin penting yang harus
dimiliki pelajar dalam belajar. Ini penting untuk menyadarkan pelajar bahwa sebelum melakukan
belajar maka ada aturan untuk di taati.
Dalam Adabul ‘Alim Wa Muta’allim ada hak-hak yang imbang yang harus dimiliki pendidik
dan pelajar, ini lebih ditekankan karena akan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi banyak orang
jika aturan-aturan dalam Adabul ‘Alim Wa Muta’allimdi implementasikan dengan benar. Semisal
pada karakter pelajar terhadap pendidik yang harus di junjung tinggi hak pendidik adalah
memulyakan pendidik dari segi pikiran perkataan dan perbuatan 16, pelajar hendaknya memandang
pendidik dengan penuh kemulyaan yang dipertegas oleh Abu Yusuf “ saya mendengar ulama’ salaf
berkomentar: barang siapa tidak menyakini kemulyaan pendidiknya maka dia tidak akan sukses”.
Disarankan juga bagi para pengajar untuk memanggil ustad/ustadzah, menghindari memanggil
namanya. Ini menunjukan ada nilai yang tertanam untuk menjunjung tinggi hak sebagai
pengajarperti.
Dari karakter pihak pengajar juga menghargai hak anak misalnya bertutur kata dan bersikap
terpuji untuk menghormati, mengagungkan pelajar. Dicontohkan dengan memanggil nama yang
disukai oleh pelajar. Berikut uraian lengkap hak-hak pendidik dan hak-hak pelajar yang terdapat
didalam kitab Adabul alim muta’alim
Tabel 2: Hak-hak yang harus dimiliki Pendidik dan pelajar dalam pembelajaran
No Karakter Penjelasan Karakter Penjelasan
Pelajar pendidik
terhadap terhadap pelajar
pendidik
1 Berusaha dan Pelajar hendaknya Membagusi niat : Pendidik mengajar harus
istiqoroh mencari mendahulukan ihlas karena Allah karena ridho Allah,
pendidik yang pertimbangan akal karena didalam
tepat dan istikharah terkait keyakinan derajat orang
pendidik yang akan paling tinggi adalah
menjadi tempat mengamalkan ilmu
menimba ilmu
2 Mencari pendidik Pelajar hendaknya Membantu pelajar Pendidik tidak hanya
yang kenyang bersungguh-sungguh dari awal hingga menyampaikan materi
ilmu dari para mencari pendidik akhir pelajaran tetapi juga
ahli yang memiliki memotivasi siswa untuk
pemahaman lengkap mengingatkan niat
terhadap ilmu-ilmu dalam belajar agar
syariat ilmunya dapat tercapai
3 Mengikuti/ patuh Pelajar hendaknya Memudahkan Pendidik harus memberi
dan bertata krama mengikuti pendidik pelajar dalam kemudahan dalam
terpuji kepada dalam urusan-urusan memahami dalam pemahaman pada pelajar
16
Adabul Alim walmuta’lim hal 46

51
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

pendidik nya dan tidak keluar menguasai ilmu tentang pelajaran


dari pendapat
maupun peraturan
pendidik
4 Memulyakan Pelajar hendaknya Mengajar dengan pendidik hendaknya
pendidik dari memandang penuh semangat bersemangat dan
segala pikiran, pendidik dengan dan keahlian menyederhanakan materi
perkataan dan penuh pemulyaan mengajar dan tidak terlalu banyak
perbuatan dan pengagungan yang disampaikan
5 Menunaikan hak- Pelajar seharusnya Rajin menguji Untuk mengetahui
hak pendidik mengetahui hak-hak hafalan dan bagaimana pendidik
yang menjadi pendidik dan tidak pemahaman menguasai atau tidak
kewajiban pelajar melupakan pelajar maka pendidik
kemulyaannya seharusnya menguji
hafalan
6 Berfikir positif Pelajar hendaknya Mempergauli Pendidik hendaknya
kepada pendidik bersabar atas pelajar dengan memperhatikan
walau bersikap kekasaran (ketidak- penuh kasih kemaslahatan pelajar
kasar ramahan) maupun saying dan dan bergaul dengan
buruknya akhlak kesabaran pelajar selayaknya anak
yang berasal dari sendiri penuh dengan
pendidik kasih dan saying,
membantu siswa dalam
memudahkan
memmahami pelajaran
7 Memperhatikan Pelajar sebaiknya Memilihkan mata Pendidik tidak boleh
tata krama ketika meminta iin terlebih pelajaran yang memaksa para pelajar
hendak menemui dahulu sebelum sesuai dengan untuk menguasai semua
pendidik memasuki tempat kemampuan pelajaran,
non umum yang belajar
didalamnya ada
pendidik
8 Memperhatikan Pelajar hendaknya Bersikap Tidak boleh
tata krama ketika duduk didepan demokratis yaitu menampakan atau
satu ruangan pendidik dengan member perlakuan mengutamakan sebagian
dengan pendidik penuh tata karma sama kepada pelajar yang mempunyai
semua pelajar kelebihan. Namun jika
tanpa pilih kasih ada pelajar yang agung
ahlaknya maka pendidik
hendak menhormatinya
9 Jika tidak setuju Pelajar hendaknya Mengawasi atau Pendidik harus selalu
dengan pendidik berbicara dengan memonitoring memperhatikan perilaku,
pelajar tetap baik kepada pendidik perilaku pelajar perkataan pelajar baik
bertata krama semaksimal mungkin apabila pelajar yang buruk maupun
melakukan yang bagus. Jika
perilaku yang melakukan perbuatan
tidak terpuji maka atau perkatan kurang
pendidik perlu bagus maka pendidik
memperbaikinya harus menegur dengan
cara lima tahap,
melarang dengan
sindiran, melarang

52
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

dengan menemuinya
secara pribadi, melarang
dengan isaratdidepan
rekan-rekanya, melarang
dengan tegas didepan
rekan-rekanya, mengusir
dan mengabaikan pelajar
10 Menunjukan Ketika pendidik Menjaga Pendidik hendaknya
sikap senang dan menyebutkan hokum keharmonisan menjaga keharmonisan
semangat belajar suatu kasus, suatu hubungan antara dengan pelajar selalu
kepada pendidik pelajaran, suatu pendidik dengan menebar salam, bertutur
cerita, atau pelajar kata yang baik dalam
membacakan syair; pembicaraan saling
sedangkan pelajar mengasihi dan saling
telah sudah tolong-menolong
menghafalnya maka
hendaknya pelajar
tetap mendengarkan
pendidik dengan
seksama
11 Memperhatikan Pelajar hendaknya Pendidik memberi Pendidik seharusnya
tata krama dalam tidak mendahului bantuan kepada mengutamakan
berkomunikasi pendidik untuk pelajar agar kemaslahatan pelajar
dengan pendidik menjelaskan suatu pelajar bisa focus membantu pelajar sesuai
masalah atau belajar dengan kemampuanya
menjawab suatu dan membantunya sesuai
pertanyaan dengan kemampuanya

12 Bertata krama Apabila pendidik Pendidik Pendidik hendak


kepada pendidik menyerahkan sesuatu memperhatikan memperhatikan setiap
dalam segala kepada pelajar, maka kehadiran atau pelajar atas kehadiranya
situasi dan sebaiknya pelajar absen pelajar dalam mengikuti
kondisi menerimanya dengan pembelajaran, jika ada
tangan kanan pelajar yang tidak hadir
karena sakit maka
pendidik hendak
menjenguknya
Bersikap tawadu’ Pendidik harus bersikap
(rendah hati) rendah diri dan bertutur
kepada pelajar kata halus terhadap
pelajar
Bertutur kata dan Dengan bertutur kata
bersikap terpuji baik maka bentuk
kepada pelajar penghormatan pendidik
terhadap pelajar dengan
mengagungkan pelajar

53
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Implementasi Adabul ‘Alim Wa Muta’allim dengan konsep CRC (Convention and on The
Rights of The Child di Pondok Pesantren Tebuireng.

Selanjutnya pada ranah ini membahas tentang implementasi dari konsep Adabul ‘Alim Wa
Muta’allim. Ada beberapa konsep yang berada di Adabul ‘Alim Wa Muta’allim tidak sesuai dengan
implementasi. Seperti halnya “pelajar harus berfikir positif kepada pendidik walau bersikap kasar”
implementasi seperti ini pelajar tidak punya hak untuk membela haknya untuk memberi penjelasan,
semakin pelajar menjelaskan maka pendidik semakin kasar, ini ditekankan pada pelajar agar
berpikir positif atas kekasaran pendidik. Dalam kasus di PP. Tebuireng setiap anak jika ketahuan
merokok hukuman fisik seperti tamparan 6 x menjadi konsekuensi dari perbuatan. Diantara
pendidik hal itu diterima karena merasa bersalah, tidak ada penolakan dan tidak ada bantahan.
Tentunya antara konsep dengan implementasi terkadang jauh dari pengharapan kitab Adabul
‘Alim Wa Muta’allim. Semisal banyaknya kasus kyai menikahi santrinya sendiri dengan dalih
“Memulyakan pendidik dari segala pikiran, perkataan dan perbuatan” serta “Mengikuti/ patuh dan
bertata krama terpuji kepada pendidik” adalah hasil dari pendidikan Adabul ‘Alim Wa Muta’allim
sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai kepatuhan (weber). Kasus lain afiliasi politik kyai juga
diikuti para santri, maka banyak para caleg, presiden berbondong-bondong bersilaturahmi ke kyai
adalah bentuk dari symbol direstuinya calon oleh kyai. Gambar-gambar caleg disertai gambar kyai
itu adalah bentuk legitimasi caleg.

No Karakter Implementasi Karakter Implementasi


Pelajar pendidik
terhadap terhadap pelajar
pendidik
1 Berusaha dan Tidak ada Membagusi niat: Tidak dapat
istiqoroh mencari kesempatan untuk ihlas karena Allah diukur niat ihlas
pendidik yang memilih karena
tepat semua sudah
ditentukan oleh
sekolah
2 Mencari pendidik Tidak dapat diukur, Membantu pelajar Ada eberapa yang
yang kenyang sementara yang dari awal hingga mendampini
ilmu dari para menjadi ukuran akhir sampai siswa bisa.
ahli adalah lulusan latar Ada juga
belakang sekolah beberapa yang
yang ditempuh hanya mengajar
pendidik saja
3 Mengikuti/ patuh Patuh tapi dengan Memudahkan Seringkali
dan bertata terpaksa, ada juga pelajar dalam pendidik sulit
krama terpuji yang sangking memahami dalam untuk dipahami
kepada pendidik patuhnya jika menguasai ilmu pelajaranya maka
pendidik melakukan salah satu
salah pelajar tidak bentuknya siswa
berani tidur dikelas

54
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

memberontak
semua diterima
dengan patuh
4 Memulyakan selalu berkembang Mengajar dengan Sesuai dengan
pendidik dari pemikiran yang penuh semangat mode pengajar
segala pikiran, positif terhadap dan keahlian
perkataan dan pendidik, sampai- mengajar
perbuatan sampai pendidik
dianggap manusia
sempurna
5 Menunaikan hak- Seringkali pelajar Rajin menguji Tidak semua mata
hak pendidik lupa tidak hafalan dan pelajaran
yang menjadi mendoakan para pemahaman
kewajiban pelajar pendidik kecuali pelajar
kalau berdoa yang
dipimpin oleh para
pengajar
6 Berfikir positif Seringkali pelajar Mempergauli Banyak pendidik
kepada pendidik tidak punya pelajar dengan yang hanya
walau bersikap keberanian untuk penuh kasih mempergauli
kasar melawan kekasaran sayang dan pelajar tertentu
pendidik dan kesabaran saja
cenderung
menerima dengan
berat hati
7 Memperhatikan Ada beberapa Memilihkan mata Pilihan mata
tata krama ketika pendidik yang pelajaran yang pelajaran
hendak menemui memang dihormati sesuai dengan ditentukan
pendidik lebih ada juga kemampuan sekolahan
pendidik yang belajar
sekedar saja untuk
dihormati
8 Memperhatikan Sikap ini hanya Bersikap Banyak pendidik
tata krama ketika dilakukan beberapa demokratis yaitu memberi
satu ruangan pelajar saja, member perhatian kepada
dengan pendidik selebihnya masih perlakuan sama siswa-siswa
pada pendampingan kepada semua tertentu yang
pelajar tanpa pilih dianggap
kasih memiliki
kelebihan
9 Jika tidak setuju Jika tidak sepakat Mengawasi atau Seringkali jika
dengan pendidik tidak ada yang memonitoring ada pelajar
pelajar tetap protes semuanya perilaku pelajar melakukan salah
bertata krama diam dan tetap apabila pelajar ada beberapa
melakukan melakukan tingkatan teguran
perilaku yang dan kadar
tidak terpuji maka kesalahan, jika
pendidik perlu berat tidak ada
memperbaikinya perbaikan
sangsinya
dikeluarkan

55
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

10 Menunjukan Hanya beberapa Menjaga Sudah sesuai


sikap senang dan pendidik yang keharmonisan
semangat belajar dianggap sesuai hubungan antara
kepada pendidik dengan karakter pendidik dengan
pelajar. pelajar
11 Memperhatikan Ini banyak yang Pendidik memberi Ada pendidik
tata krama dalam dilakukan ppelajar bantuan kepada yang mampu
berkomunikasi pelajar agar membuat focus
dengan pendidik pelajar bisa focus pada pelajar ada
belajar yang tidak
12 Bertata krama Ini banyak yang Pendidik Sudah sesuai
kepada pendidik dilakukan ppelajar memperhatikan
dalam segala kehadiran atau
situasi dan absen pelajar
kondisi
Bersikap tawadu’ Sudah sesuai
(rendah hati)
kepada pelajar
Bertutur kata dan Berlaku di
bersikap terpuji sekolah
kepada pelajar

Penutup
Tentunya antara konsep dengan implementasi terkadang jauh dari pengharapan kitab Adabul
‘Alim Wa Muta’allim. Terlebih jika hal ini dibaca dalam perpektif CRC dan bagaimana
implementasi kitab tersebut di Pesantren Tebuireng. Namun dari semuanya, hal yang terpenting
dari implementasi CRC adalah bahwa hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Meski dalam kentalnya budaya paternalistik sebagai struktur yang kaku, yang menempatkan anak
pada posisi paling rendah dan kepentingannya selalu dipandang kurang utama dibandingkan dengan
kepentingan orang dewasa. Hal yang sama untuk dijumpai dilingkungan pesantren sebagai
gambaran nyata dari tradisi Islam yang bersifat herarkis paternalistik.

Daftar Pustaka
Agus, Bustanuddin, 2007, Agama dalam Kehidupan Manusia, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Hamid Abdullah. 1985. Manusia Bugis Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press

International Committee of the Red Cross, 1994. “Chilren and War”, CRC Special Brochure,
Geneva
John Gray, Ph.D. 2001. “Children are from Heaven”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Magnis, Franz -Suseno, 1991, Wayang dan Panggilan Manusia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jakarta

56
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015

Geertz, Hildred. 1961. The Javanesse Family: A Studi of Kinship and Socialization. The Free Press
of Glencoe.

Melanie Gow, Kathy Vandergrift, Randini Wanduragala, “The Right to Peace – Children and
Armed Conflict”, World Vision, Switzerland.
Ngruki, Sukoharjo, 1993-1999 JAWA POS, 07 September 2012. Pesantrenku dalam Sorotan Muh
Kholid AS; Jurnalis, Santri Pondok Pesantren Al-Mukmin
Rosidin. 2013. Pendidikan Karakter Pesantren ala Pesantren, Terjemahan Adaptif Kitab Adabul
‘Alim Wal Muta’alim Karya K.H. Hasyim Asy’ari. Litera Ulul Albab, Malang
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


UNICEF, 1996. “State of the World’s Children 1996”, Oxford University Press,
Zanuji, 1963. Ta’lim Al Muta’alim. Kudus: Menara Kudus.
http://www.tebuireng.net/index.php?pilih=hal&id=4. diambil pada tanggal 27-06-2014 pukul 23.00

42
57

Anda mungkin juga menyukai