Pemilu adalah wujud dari demokrasi, namun pemilu sebagai perwujudan
demokrasi pada pemilihan kepala daerah yang terjadi di Aceh diiringi dengan pelanggaran hukum, utamanya hukum pidana dengan cara melakukan penggunaan kertas suara lebih dari satu kali. Dalam proses peradilan, sangat banyak penyelesaiannya hingga ke Mahkamah Agung, sehingga menjadi menifestasi ketidak berhasilan pengadilan negeri dalam memberikan keadilan kepada masyarakat. Rumusan masalah yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah: Pertama, bagaimanakah pembuktian tindak pidana memberikan suara lebih dari satu kali dalam Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Aceh Tahun 2017. Kedua, bagaimanakah pertimbangan hukum majelis hakim dalam tindak pidana memberikan suara lebih dari satu kali dalam Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Aceh Tahun 2017. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau dapat disebut juga dengan penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dari hasil penelitian ditemukan, Pertama, dalam pembuktian tindak pidana memberikan suara lebih dari satu kali dalam Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Aceh Tahun 2017 penasihat hukum terdakwa dalam eksepsinya berpendapat bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima, karena adanya perbedaan dasar hukum penahanan terhadap Terdakwa antara pihak kepolisian dengan kejaksaan dan surat dakwaan. Namun hakim berpendapat bahwa perbedaan tersebut tidak berkaitan dengan pokok perkara didalam dakwaan, sehingga hakim menolak eskepsi tersebut. Saksi-saksi yang dihadirkan di pengadilan tidak berimbang, karena hampir semua saksi terkesan memberatkan. Disamping itu, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terdakwa tidak berusaha untuk menggali pasal yang didakwakan secara mendalam dan detail. Kedua, pertimbangan hukum majelis hakim dalam tindak pidana memberikan suara lebih dari satu kali dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Provinsi Aceh Tahun 2017 mempertimbangkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan saksi-saksi dan memenuhi unsur atau tidaknya perbuatan terdakwa dan Majelis Hakim memutuskan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Darwis Bin Alm. Jubah selama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda Rp. 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Namun Majelis Hakim dalam mengurai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan terlalu singkat dan tidak menggali unsur subjektif dan objektif. Sehingga hakim tidak mempertimbangkan ada atau tidaknya niat jahat dari terdakwa.
Kata Kunci : Tindak Pidana-Memberikan Suara-Pilkada
ABSTRACT
Elections are a manifestation of democracy, but elections as a
manifestation of democracy in district heads elections that occur in Aceh accompanied by violations of law, especially criminal law by using ballots more than once. In the judicial process, there are very many solutions to the Supreme Court, thus manifesting the failure of the district court to provide justice to the public. The formulation of the problem used in the writing of this thesis is: First, how is the proof of a crime voting more than once in the 2017 District Heads Elections in the Province of Aceh. Second, how does the judges' legal considerations cast a vote more than once in the District Heads Election in the Province of Aceh in 2017. The type of research used in this study is normative legal research or can be referred to as normative juridical research. The nature of the research used in this study is descriptive analytical. The data sources used in this study are primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials voting more than once in the District Heads Election in Aceh Province In 2017 the legal counsel of the accused argued that the Public Prosecutor's indictment was unacceptable, because of differences in the legal basis of detention of the accused between the police and the prosecutor's office. But the judge argued that the difference was not related to the subject matter in the indictment, so the judge rejected the exception. The witnesses presented at the court were not balanced, because almost all the witnesses seemed burdensome. In addition, the Public Prosecutor and the Legal Counsel of the Defendant did not attempt to explore the article that was indicted in depth and detail. Second, the judges' legal considerations in criminal offenses cast more than once in the District heads Elections in Aceh Province in 2017 considering the charges of the Public Prosecutor, statements of witnesses and fulfilling the element or not of the defendant's actions and the Judges decided to impose a sentence on Defendant Dervish Bin Alm. Robe for 36 (thirty six) months and a fine of Rp. 36,000,000 (thirty-six million rupiahs) provided that the fine is not paid is replaced by imprisonment for 1 (one) month. However, the Panel of Judges in elaborating the elements of the criminal offense charged was too short and did not explore the subjective and objective elements. So the judge does not consider the presence or absence of malicious intent from the defendant.