Anda di halaman 1dari 5

Manifestasi Klinis

Secara umum, nyeri abdomen yang disebabkan oleh perforasi ulkus peptikum terjadi sangat
mendadak pada abdomen bagian atas. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala yang jelas.
Secara umum episode dari perforsi ulkus peptikum dibagi menjadi tiga fase:

1. Peritonitis kimia. Pada saat awal perforasi menimbulkan peritonitis kimia, dengan
atau tanpa kontaminasi mikroorganisme. Bocornya isi gastroduodenum biasanya
terjadi difuse tetapi dapat pula terlokalisir pada abdomen bagian atas dengan adanya
adhesi dari omentum.
2. Fase intermediate. Setelah 6 – 12 jam pasien dapat menunjukkan penurunan gejala
nyerinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh dilusi dari cairan gastroduodenum dengan
adanya eksudat peritoncal.
3. Fase infeksi abdomen. Jika pasien belum dilakukan operasi. Setelah 12 – 24 jam akan
terjadi infeksi intraabdomen. (Schein, 2005)
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai
nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil. Perforasi gaster
akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak
kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama
dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung,
empedu dan enzim pancreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika
kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa
pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya
udara bebas dibawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat
kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan
penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik
karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan
yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif
dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan,
batuk dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat
palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.

Penatalaksanaan

Ide awal untuk penatalaksanaan konservatif berawal dari Crisp 1843 dimana dia
menyatakan bahwa perforasi gaster akan menutup sendiri dengan adanya adhesi dengan
jaringan sekitar untuk mencegah kebocoran dari gaster ke rongga peritoneum. Alasan –
alasan dilakukannya terapi konservativ pada pasien dengan perforasi gaster adalah:

1. Peritonitis tidak menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan kemampuan peritoneum


untuk melokalisir dan menyerap kontaminan.
2. Pada perforasi gastroduodenal, kavum peritoneum masih steril sampai dengan 12 jam
karena jumlah bakteri yang minimal pada traktus gastrointestinal bagian atas.
3. Seringkali setelah membuka cavum peritoneum untuk pembedahan pada perforasi
ulkus peptikum, ternyata didapatkan bahwa perforasi telah ditutupi oleh plugomentum
dibawah hepar. (Hanumanthappa et. al, 2012)

Johan Mikulicz - Radecki (1850 – 1905) adalah ahli bedah pertama yang
melakukan operasi penutupan perforasi ulkus peptikum dengan prosedur penutupan
perforasi yang simple. Dikatakan bahwa setiap dokter yang menghadapi perforasi
gaster harus melakukan operasi laporataromi, mencari perforasi dan mencegah
inflamasi dengan cara membersihkan rongga abdomen dengan hati – hati. (Prabhu,
Shivani, 2014)

Metode taylor untuk penatalaksaan konservatif diperkenalkan pertama kali


tahun 1946, hal ini berdasarkan teori dekompressi gaster yang efektif dan drainase
kontinyu akan meningkatkan kemampuan penyembuhan. Hal ini memungkinkan
terapi dengan cara aspirasi nasogastric, antibiotik, pemberian terapi cairan dan triple
terapi H. Pylori. (Prabhu, Shivani, 2014)

Manajemen konservatif pada perforasi ulkus peptikum adalah pemberian


cairan intravena, antibiotic intravena (Cefataxim dan Metronidazole) dan Omeprazole
intravena. Pemasangan NGT no 18 dengan suction berkala. Penempatan tube pada
distal kurvatura mayor sangat penting. Pencatatan input dan output setiap 2 jam,
dicatat denyut nadi, tekanan darah dan temperatur, Abdomen di evaluasi untuk
distensi, nyeri dan peristaltik. Selama 2 – 3 hari pertama pasien di puaskan. Terapi
konservativ dihentikan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan dengan peningkatan
denyut nadi, demam, distensi abdomen atau nyeri setelah 12 jam terapi. Pemberian
cairan melalui NGT dilakukan pada hari ke 4 – 5. Pasien secara hati – hati diamati
adanya tanda – tanda peritonitis. Jika dapat toleransi dengan baik maka NGT dilepas
dan mulai diberikan makanan cair. (Hanumanthappa et. al, 2012)

Saat ini pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum terbatas pada penanganan
komplikasinya seperti perforasi, perdarahan dll. Pada perforasi gaster, terapi
konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus. Jika diperlukan tindakan
laparatomi, penutupan yang simple sudah cukup untuk kebanyakan kasus, dan
pembedahan ulkus peptikum definitive tidak lagi dibutuhkan untuk pasien – pasien
tersebut. (Prabhu, Shivani, 2014)

Operasi untuk perforasi gaster dapat dilakukan secara laparskopi dan


pembedahan terbuka dengan hasil yang sama, dilaporkan sedikit komplikasi dari
tekhnik laparskopi berupa infeksi luka operasi. Saat ini, metode laparskopi lebih
sering dilakukan pada kasus perforasi gaster.

Tujuan dari terapi bedah adalah

1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari


2. Koreksi penyebab peritonitis
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung)

Pre – operatif

1. Koreksi ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan cairan


ekstraseluler dengan cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti
plasma
2. Antibiotic sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazole
3. Pasang kateter urin untuk menghitung ouput cairan
4. Analgesic seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara continuous
infusion

Intra – operatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa dari perforasi. Semua materi
nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase
dengan antibiotik (tetrasikilin 1mg, ml)

Beberapa metode pembedahan untuk terapi perforasi ulkus peptikum


diantaranya:

1. Omentoplasty simple
2. Penjahitan perforasi dengan vagotomy, biasanya vagotomy gaster
proksimal (PGV)
3. Trunkal vagotomy dengan gastroenteric anastomosis jika terjadi stenosis
4. Eksisi tepi perforasi tanpa vagotomy (pada pasien dengan resiko tinggi)
5. Gastektomi parsial pada pasien dengan resiko operasi yang rendah

Teknik – teknik tersebut dapat dilakukan pada perforasi gaster dan duodenum
dengan tanpa stenosis. (Dordevic et. al. 2011)

Post – operatif

1. Menggantikan cairan secara intravena (tujuannya adalah untuk menjaga volume


intravaskuler dan hidrasi pasien. Dimonitor dengan perhitungan ouput urin)
2. Drainase nasogastric
3. Antibiotik tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai
kadar antibotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum
pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering
terhambat. Oleh karena itu, pemberian antbiotik secara oral tidak efektif dan
dianjurkan pemberian secara intravena
4. Analgesic

Referensi

Hanumanthappa, M.B., Gopinathan, S., Rai, Guruprased, D., Dsouza, Neil. 2012. A Non-
operative Treatment of Perforated Peptic Ulcer: A Prospective Study with 50 Cases.
Journal of Clinical and Diagnostic Research, Vol – 6 (4): 696 – 699.
Prabu, V. dan Shivani, A, 2014. An Overview of History Pathogenesis and Treatment of
Perforated peptic ulcer Disease with Evaluation of prognosic Scoring in Adults. Annals
of Medical and Health Science Research. Vol 4. India. 2014.

Dordevic, Ivana., Zlatic, Aleksandar., Jankovic, Irene. 2011. Treatment of Perforative Peptic
Ulcer. Scientific Journal of the Faculty of Medicine in Nis. Serbia. 2011

Anda mungkin juga menyukai