Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL MUSLIM PADA TN.

B
(52 TAHUN) DENGAN DIAGNOSA DISTRESS SPIRITUAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pra Stase
Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengampu:
Popy Siti Aisyah, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 13 Kelompok 14 Kelompok 15


Anggi Aprilia H 402021045 Anis Kurniasih 402021042 Aini Rachmawati 402021048
Gina Fadilah 402021044 Deti Nurhayati 402021006 Annisa Alyati 402021057
Irra Choerunnisa 402021073 Sania Suci Defrianti 402021059 Aprilia Nurfadillah 402021053
Nurasyifa Anugrah F 402021019 Virna Damayanthy E 402021084 Dimas Faisal LS 402021088
Sylvi Nurdiyanti 402021032 Wulan Nurjannah 402021033 Eka Pitaloka NS 402021047
Wida Ningsih 402021040

Kelompok 16 Kelompok 17 Kelompok 18


Dian Anisa Ilma 402021085 Belinda Rizky A 402021036 Anindya Maula S 402021062
Desi Putri Anjani 402021070 Dhenira Firdhania 402021039 Putri Nur Habibah 402021060
Desih Fira Wibowo 402021051 Ekka Nurfitrya A 402021092 Reina Febrianty S 402021090
Shanti Nurhayati 402021086 Ika Kartika Candra 402021071 Rifa Putri Utami 402021010
Zainab Zakiyah Z F 402021016 Roy Yulianto Putra 402021007 Rika Meliasari 402021014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang Maha


Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan tugas laporan mata kuliah keperawatan medikal
bedah yang berjudul “Asuhan Keperawatan medikal bedah Pada Tn. B (52
Tahun) Dengan Diagnosa Distress spiritual b.d penyakit kronis.”
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terimakasih kepada Popy Siti Aisyah, M.Kep. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan waktu, dukungan, bimbingan dan pemahaman kepada penulis
dalam penyusunan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan, baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu penulis menerima segala saran dan kritik yang dapat membangun
dan bersifat positif unuk kesempurnaan makalah suhan keperawatan ini. Akhir
kata semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang lebih
baik sehingga terciptanya perawata yang profesional dan berakhlakul karimah.
Aamiin yarabbal alamin.

Bandung, 26 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan............................................................................................. 5
1. Tujuan Umum .............................................................................................. 5
2. Tujuan Khusus ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS .......................................................................... 6
A. Teori Penyakit................................................................................................. 6
B. Dampak Spiritual Pada Pasien ...................................................................... 11
C. Psikoterapi Islam........................................................................................... 11
D. Shalat dan Tayamum bagi Orang Sakit ........................................................ 13
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................. 16
A. Biodata Pasien .............................................................................................. 16
B. Riwayat kesehatan dahulu dan sekarang ...................................................... 16
C. Pengkajian spiritual....................................................................................... 17
D. Pengkajian Spiritual...................................................................................... 18
E. Analisa Kasus ................................................................................................ 19
F. Analisa Data .................................................................................................. 19
G. Diagnosa Spiritual ........................................................................................ 20
H. Rencana Keperawatan .................................................................................. 21
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 23
A. Konsep Spiritualitas...................................................................................... 23

ii
B. Pengkajian..................................................................................................... 27
C. Diagnosa ....................................................................................................... 29
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 34
A. Simpulan ....................................................................................................... 34
B. Saran ............................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang
ditandai dengan obstruksi kronis aliran udara di paru yang mengganggu
pernafasan normal yang dapat mengancam jiwa. Menurut Global Initiative
for Chronic Obstructive Lung Disease (2017), PPOK adalah penyakit paru
yang ditandai dengan gejala pernafasan persisten dan keterbatasan aliran
udara akibat saluran nafas tersumbat dan atau kelainan alveolar yang
disebabkan partikel atau gas yang berbahaya (Soriano et al., 2017).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai
dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang
disebabkan oleh saluran napas dan kelainan alveolar karena paparan yang
signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya. sehingga menyebabkan
penderita PPOK sering mengalami gejala sesak napas atau dyspnea (Gold,
2018). Dyspnea merupakan gejala klinis utama pada PPOK. Dyspnea
umumnya dirasakan memburuk pada pagi hari sehingga mempengaruhi
aktivitas rutin pasien. Pasien PPOK juga sering mengalami dyspnea pada
malam hari yang berdampak pada kemampuan aktivitas pasien di pagi hari
(Lange et al, 2016, dalam, Arisanti Yulanda et al., 2019). Morbiditas PPOK
akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-
paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hipertensi, osteoporosis,
sakit sendi, depresi dan anxiety (Silalahi & Siregar, 2019).
Prevalensi PPOK di Indonesia pada usia >30 tahun sebesar 3,7%, tertinggi
di Propinsi Lampung (1,4%). Berdasarkan data WHO merokok merupakan
penyebab utama PPOK. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama
terjadinya PPOK. Namun demikian tidak semua penderita PPOK adalah
perokok, kurang lebih 10% orang yang tidak merokok juga mungkin
menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok) tetapi sering terkena asap
rokok juga beresiko menderita PPOK (Ikawati, 2016). Menurut World Health
Organization (WHO) Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di dunia

1
2

sebagai pengguna rokok. (WHO, 2019). Dari angka kejadian yang cukup
tinggi, seharusnya pasien lebih menerima penyakit dan lebih meningkatkan
ibadahnya untuk mendukung keseimbangan dan ketenangan dalam
menghadapi penyakitnya.
Pasien yang berusia 40-60 tahun, berada pada tahap perkembangan masa
dewasa madya. Pada tahap perkembangan ini, individu mulai mengalami
penurunan dalam fungsi-fungsi tubuhnya, termasuk penurunan pada fungsi
paru-paru, dan masalah kesehatan akan menjadi kekhawatiran utama pada diri
individu (Silalahi & Siregar, 2019). Pasien yang menderita PPOK akan
mengalami perubahan pola hidup dan keterbatasan aktivitas yang
menimbulkan stres psikologis bagi pasien. Perubahan fisiologis akibat
inflamasi yang terkait dengan PPOK menyebabkan timbulnya depresi dan
kecemasan pada pasien, hiperventilasi akut secara signifikan menurunkan
tingkat karbon dioksida dalam darah, tingkat karbon dioksida yang lebih
rendah mengurangi aliran darah ke otak, yang dapat memicu gejala emosional
termasuk kecemasan (Nollen-Hoeksema, 2014, dalam Radityatami, 2018).
Menurut Volpato et al (2015), secara psikologis penderita PPOK akan
mengalami gejala antara lain, gangguan emosional/emosi yang tidak stabil,
koping strategi yang rendah, gangguan kecemasan, depresi, perasaan tidak
berdaya, perasaan tidak mempunyai kekuatan, perasaan kehilangan kebebasan
dan aktivitas gerak, gangguan panik, terjadinya isolasi sosial, dan juga
gangguan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Gangguan psikologis
pada pasien PPOK ini akan berpengaruh terhadap munculnya gejala secara
fisik sehingga berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Strang, Ekberg-Jansson, & Henoch.,
(2014) sebagian besar pasien mengalami kecemasan terkait dengan PPOK,
analisis mengungapkan tiga hal yang dicemaskan oleh pasien ppok,
kecemasan akan kematian, kecemasan kelangsungan hidupnya, dan
kehilangan rasa sukacita akibat kecemasan. Mayoritas pasien mengalami
kecemasan, membatasi hidup mereka untuk melakukan aktifitas. Hidup
dengan PPOK yang parah menciptakan perasaan tidak berdaya dan cemas
3

tentang bagaimana bisa menghadapi hidup dan semua tantangannya (Akbar,


2019).
Dampak spiritual pada pasien PPOK yaitu timbulnya perasaan cemas dan
menyalahkan diri, orang lain bahkan tuhan-Nya. Dalam proses perawatannya
dapat menyebabkan hubungan pasien dan perawat tidak baik karna tidak
adanya kepercayaan antara perawat dan pasien bahkan ketidakpercayaan
pasien terhadap penciptanya atau Tuhan. Hal ini ditunjukkan dengan
keenganan pasien untuk melakukan ibadah yang sesuai dengan ajarannya
(Nuraini, 2020).
Spritualitas merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta. Spritualitas meliputi aspek berhubungan dengan
sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
menemukan arti dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk
menggunakan kekuatan dan sumber dalam diri sendiri, mempunyai perasaan
keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi (Yaseda et al.,
2013)
Gangguan kebutuhan spiritual merupakan gangguan kemampuan untuk
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup melalui hubungan
dengan diri sendiri, orang lain, kesenian, musik, literatur, alam, dan/atau
kekuatan lebih tinggi dari diri sendiri (Potter & Perry, 2010, dalam Syarif,
2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar didapatkan prevalensi distress spiritual di
Indonesia hampir 73% dengan prevalensi terbanyak dan mayoritas beragama
islam yaitu Provinsi aceh, jawa barat dan Lampung (Kemenkes RI, 2018).
Dampak dari gangguan kebutuhan spiritual ini menyebabkan seseorang
merasa sendiri atau bahkan merasa diabaikan, serta individu sering
mempertanyakan nilai-nilai spiritual mereka, menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan tentang jalan hidup mereka, tujuan kehidupan, dan sumber
pemahaman. Gangguan kebutuhan spiritual ini dapat timbul saat ada konflik
antara kepercayaan seseorang dan regimen kesehatan yang diresepkan atau
ketidakmampuan untuk mempraktikkan ritual seperti biasanya. Pada
4

pemenuhan kebutuhan spiritual terdapat beberapa gangguan kebutuhan


spiritual (Radityatami, 2018).
Menurut Maulani et al., (2021). Menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
spiritual dapat membuat individu menerima kondisinya ketika sakit dan
memiliki pandangan hidup positif. Pemenuhan kebutuhan spiritual memberi
kekuatan pikiran dan tindakan pada individu. Pemenuhan kebutuhan spiritual
memberikan semangat pada individu dalam menjalani kehidupan dan
menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Dengan
terpenuhinya spiritual, individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan
bimbingan dalam perjalanan hidupnya.
Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional yang mempunyai
kesempatan terhadap pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif
meliputi bio-psiko-sosio-spiritual. Perawat harus berupaya dalam membantu
memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan holistik
pasien. Kesejahteraan spiritual dari individu dapat memengaruhi tingkat
kesehatan dan perilaku perawatan diri yaitu sumber dukungan untuk dapat
menerima perubahan yang dialami. Perawat yang berkualitas harus
memasukkan nilai spiritual dalam interaksi antara perawat dan klien untuk
memberikan hubungan saling percaya, memfasilitasi lingkungan yang
mendukung dan memasukkan nilai spiritual dalam perencanaan jaminan yang
berkualitas (Yaseda et al., 2013).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu bagaimana asuhan
keperawatan spiritual pada pasien Tn. A (52 Tahun) dengan PPOK.
5

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan spiritual pada pasien Tn.A (52
Tahun) dengan PPOK.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan spiritual pada pasien Tn. A
(52 Tahun) dengan PPOK.
b. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan spiritual pada pasien Tn.A
(52 Tahun) dengan PPOK.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Teori Penyakit
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yaisu suatu masalah
penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara keterlibatan otot
rangka, metabolik dan molekuler genetik (Ismail et al., 2017).
Menurut Napanggala, 2015 menyebut dalam jurnalnya PPOK merupakan
paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progresif nonreversible atau reversible pasrsial, bersifat
progresif, biasanya disebabkan oleh proses implamasi paru yang
disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik.
PPOK merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang bersifat
kronik, progresif irreversible atau reversible sebagian yang ditandai
dengan adanya obstruksi saluran napas akibat reaksi inflamasi abnolmal,
hiperaktifitas saluran napas, destruksi dinding alveolar dan bronchus yang
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah oksigen yang masuk,
memanjangnya masa ekspirasi akibat penurunan daya elastisitas paru
(Sulistiowati et al., 2021).
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) merupakan suatu penyakit sistemik yang kronik, progresif
irreversible atau reversible yang ditandai dengan proses implamasi paru,
destruksi dinding alveolar dan bronchus yang menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah oksigen yang masuk.
2. Etiologi
Penyebab utama PPOK yaitu rokok, asap polusi dari pembakaran,
dan partikel gas berbahaya (Napanggala, 2015). Kebiasaan merokok
merupakan factor utama pada penderita PPOK yang diikuti dengan
terpaparnya polusi udara pada beberapa kasus. Semakin tinggi derajat

6
7

merokok seseorang, maka akan semakin banyak prang tersebut terpapar


dengan zat yang dianggap toksik oleh tubuh pada saluran pernapasan yang
berujung pada penurunan fungsi faal paru ynag lebih cepat disbanding
dengan bukan perokok (Hurul Aini et al., 2019).
3. Manifestasi
Menurut Sulistiowati et al., 2021 gejala klinis pasien dengan PPOK antara
lain:
a. Sesak napas yang progresif
b. Semakin sesak saat beraktivitas
c. Sesak bersifat persisten dan dapat juga ditunjukkan oleh batuk yang
intermitten baik baik produktif atau tidak produktif
d. Adanya riwayat terpapar factor resiko seperti merokok, asap kendaraan,
polusi udara karena kebakaran atau debu dan zat kimia di tempat kerja
e. Riwayat PPOK dalam keluarga
4. Faktor Risiko
Menurut Ismail et al., 2017 faktor risiko pada PPOK sebagai berikut:
a. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan reaksi inflamasi pada paru
yang akan berakhir dengan ketidakseimbangan protease dan antiprotese
oleh stress oksidatif yang dihasilkan, sehingga akan mengakibatkan
peningkatan sekresi mucus dan fibrosis bronkiolus. Namun pada pasien
PPOK yang tidak memiliki riwayat merokok juga bisa memiliki risiko
menderita PPOK akipat paparan asap rokok (perokok pasif) dan polusi
udara (Hurul Aini et al., 2019).
b. Riwayat penyakit pernapasan (Asma, Bronchtis, dan Enfisema)
c. Usia
Menurut (Astuti et al., 2018) dalam jurnalnya megatakan bahwa
semakin bertambahnya usia seseorang maka akan terjadi degenerasi
otot-otot pernapasan dan elastisitas jaringan menurun. Sehingga
kekuatan otot pernapasan dalam menghirup oksigen menjadi menurun.
8

Karena factor usia yang bertambah pula maka semakin banyak alfeoli
yang rusak dan daya tahan tubuh semakin menurun.
d. Jenis Kelamin
Dari penelitian (Wijayasari & Fibriana, 2016) hasil analisis
bivariate menunjukan bahwa pasien rawat jalan dengan jenis kelamin
laki-laki lebih beresiko 6,2 kali terkena PPOK disbanding dengan jenis
kelamin perempuan. Hasil penelitiannya sejalan dengan penelitian Lee
Seok Jeong tahun 2015 di Korea, bahwa laki-laki memiliki resiko 4,2
kali lebih tinggi disbanding dengan perempuan.
e. Genetic
f. Polusi udara
5. Patofisiologi
Perubahan patologi pada PPOK terjadi pada saluran napas besar maupun
kecil, parenkim paru, dan vaskularisasi paru. Eksudat hasil inflamasi
seringkali merupakan penyebab dari meningkatnya jumlah dan ukuran sel
goblet juga kelenjar mukus, sehingga terjadi peningkatan sekresi kelenjar
mukus, serta terganggunya motilitas silia. Selain itu, terjadi penebalan sel-sel
otot polos dan jaringan penghubung (connective tissue) pada saluran napas.
Inflamasi terjadi pada saluran napas sentral maupun periferal. Apabila terjadi
inflamasi kronik maka akan menghasilkan kerusakan berulang yang akan
menyebabkan luka dan terbentuknya fibrosis paru. Penurunan volume
ekspirasi paksa (FEV1) merupakan respon terhadap inflamasi yang terjadi
pada saluran napas sebagai hasil dari abnormalitas perpindahan gas ke dalam
darah dikarenakan terjadi kerusakan sel parenkim paru. Kerusakan sel-sel
parenkim paru mengakibatkan terganggunya proses pertukaran gas di dalam
paru-paru, yaitu pada alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru. Penyebaran
kerusakan tersebut tergantung pada etiologi penyakit, dimana faktor yang
paling umum karena asap rokok yang mengakibatkan emfisema sentrilobular
yang mempengaruhi terutama pada bagian bronkiolus (Williams & Bourdet,
2014).
9

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen


asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus.
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara
dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps.

Fungsi fisiologis paru yang utama seringkali berubah menjadi lebih buruk,
yaitu rendahnya pertukaran gas di paru-paru dan terjadi kelelahan otot. Pada
pasien dengan riwayat eksaserbasi berat, ditemukan hipoksemia dan
hiperkapnia yang menyertai terjadinya asidosis respiratori maupun terjadinya
kegagalan napas (Williams & Bourdet, 2014).
6. Penatalaksanaan
Pada awalnya tujuan terapi PPOK yang utama adalah meredakan atau
menghilangkan gejala penyakit. Saat ini tujuan terapi PPOK yaitu termasuk
juga memperbaiki fungsi paru atau memperlambat kerusakan fungsi paru, dan
untuk mencegah terjadinya eksaserbasi. Penatalaksanaan secara umum menurut
Napanggala, 2015 meliputi:
10

a. Edukasi
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnose dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun
keluarganya. Edukasi yang diberikan atau disampaikan meliputi
pengetahuan dasar tentang PPOK, Obat-batan (manfaat dan
efeksampingnya), cara pencegahan pemburukan penyakit, menghindari
pencetus, penyesuaian aktivitas bagi pasien.
b. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan kepada pasien ini disesuaikan dengan
keluhan, hasil pemeriksaan yang ada, dan derajat penyakit, diberikan
bronkodilator (kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2, seperti
Ipratropium bromide 20 mikrogram dan salbutamol 100 mikrogram)
persemprot (sebanyak 3 semprot, diberikan 3x perhari) Kombinasi kedua
golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
c. Terapi Oksigen dan Nutrisi
Terapi oksigen diberikan untuk mengurangi sesak, meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi vasokonstriksi, diberikan sebanyak 2 liter
permenit melalui nasal kanul. Pada pasien ini, kemungkinan malnutrisi
karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi
yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hyperkapnoea yang
menyebabkan terjadi hipermetabolisme, sehingga diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan,
bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)
dengan pipa nasogaster. Dan pemasangan Intra Vena (IV) line untuk
pemasukan obat IV dan cairan.
d. Rehabilitasi
Kemudian lakukan rehabilitasi terhadap pasien setelah diberikan
pengobatan optimal guna meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup pasien penderita PPOK.
11

B. Dampak Spiritual Pada Pasien


1. Distress Spiritual
Menurut Herdman & Kamitsuru (2014) dijelaskan bahwa distress
spiritual merupakan suatu keadaan penderitaan yang terkait dengan
gangguan kemampuan untuk mengalami makna dalam hidup melalui
hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dunia atau alam dan kekuatan
yang lebih besar dari diri sendiri.
Distress spiritual atau krisis spiritual terjadi ketika seseorang tidak
dapat menemukan makna dan tujuan hidup, harapan, cinta, kedamaian atau
kekuatan dalam hidup mereka. Krisis ini bisa terjadi saat seseorang
mengalami ketiadaan hubungan dengan hidup, sesama, alam dan ketika
situasi hidup bertentangan dengan keyakinan yang dimilikinya (Young &
Koopsen, 2007).
Distress spiritual mengacu pada tantangan dari kesejahteraan spiritual
atau sistem kepercayaan yang memberikan kekuatan, harapan, dan arti
hidup. Pendapat lain menjelaskan bahwa distress spiritual merupakan
masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual (Hidayat,
2009). Kebutuhan spiritual yang dimaksud yaitu kebutuhan untuk mencari
makna dan tujuan hidup, kebutuhan mencintai dan dicintai serta kebutuhan
memberi maaf dan dimaafkan (Hamid, 2009).

C. Psikoterapi Islam
1. Terapi Dzikir
Dalam islam, Al-Qur’an menjelaskan bahwa setiap “penyakit pasti
ada obatnya” asalkan manusia itu selalu berikhtiar dan bersyukur dengan
memahami setiap tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Dzikir adalah
metodologi peringatan, motivasi, controling, dan ibadah kepada Allah
SWT. Dzikir mengantarkan kesadaran individu akan pentingnya dekat
dengan Allah, semakin dekat dengan Allah semakin membuatnya sadar
akan kebesaran-Nya dan berada dalam pengawasam dan penjagaan yang
tidak pernah pupus. Keyakinan tentang esensi pengawasan Allah melalui
dzikir, melahirkan pola kesadaran bahwa individu selalu mendapat
12

pengawasan dan monitoring terhadap perilaku baik maupun buruk yang


akan mendapat balasan dari Allah SWT sekalipun sekecil Zarrah (atom)
(Massuhartono & Mulyanti, 2018).
2. Terapi Murottal Al-Qur’an
Salah satu kitab manusia yang ada di dunia ini adalah Al-Qur’an. Al-
Qur’an merupakan kitab orang islam dan semata-mata bukan hanya kitab
fikih yang membahas ibadah saja, tetapi merupakan kitab yang membahas
secara komperhensif baik bidak kesehatan atau kedokteran maupun bidan
ilmu-ilmu lainnya. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi distress
adalah dengan meningkatkan koping melalui terapi spiritual berupa terapi
murottal Al-Qur’an. Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur
suara manusia, suara manusia mengandung resonanasi spiritual khusus dan
yang menjadikan suara ini sebagai cara penyembuhan yang paling kuat,
Ketika tubuh terkena suara tertentu maka suara ini akan mempengaruhi
system getaran tubuh dan khususnya mempengaruhi bagian yang tidak
teratur melalui system peredaran darah. Ketika distress teratasi maka
terjadilah perubahan koping dan kondisi kualitas hidup pasien (Hasibuan
& Prihatin, 2019).
Al-Qur’an membimbing umatnya untuk tetap berada di jalan yang
lurus, jujur, beribadah dan memulihkan jiwa, dengan mengikuti petunjuk
Al-Qur’an maka alam akan kembali ke kualitas manusia yang sempurna,
menumbuhkan kasih sayang di antara manusia, tulus, terimakasih dan
sabar. Al-Qur’an membuat bacaan-bacaan yang penuh hikmah melalui
kisah maupun perintah dan larangan (Inggriane, 2016). Al-Qur’an
memiliki fungsi sebagai syifa (Penyembuh) disebutkan dalam surat Al-Isra
ayat 28, maka membaca Al-Qur’an dapat memberikan efek terapi bagi
pembacanya (Dewi et al., 2020).
Selain itu, terapi Murottal Al-Qur’an adalah sebagai penawar atau
obat baik penyakit fisik maupun non fisik. Para ilmuwan mulai
menyatakan tentang pentingnya terapi alternatif dengan efek negatif yang
minimal dari pada terapi yang memiliki banyak efek negatif yang bisa ikut
13

mematikan sel-sel sehat. Bagi seorang muslim alternatif terapi berupa


membaca Al-Qur’an dan mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an
secara teratur setiap hari dengan diiringi keyakinan terhadap pertolongan,
penyembuhan, dan perlindungan dari Allah SWT (Hasibuan & Prihatin,
2019).
3. Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan
terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa
titik tertentu pada tubuh untuk mengatasi masalah fisik dan emosional
yang ditandai dengan adanya imbuhan aspek spiritual dalam terapi ini.
Keberhasilan terapi SEFT dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu (1) kita
harus yakin kepada Allah bahwa semua ujian atau cobaan dapat diatasi
tanpa adanya rasa keraguan, (2) saat melakukan terapi ini kita juga harus
khusyuk dan konsentrasi dengan memusatkan pikiran dan berdoa dengan
sepenuh hati, (3) ikhlas yaitu tidak mengeluh dan menerima rasa sakit
yang diderita baik fisik maupun emosi, (4) selalu bersyukur dalam
keadaan apapun baik saat sehat maupun sakit, jangan sampai rasa sakit
menenggelamkan rasa syukur kita kepada Allah SWT karena sudah
banyak sekali nikmat yang diberikan kepada kita (Zulfahmi et.al., 2021).

D. Shalat dan Tayamum bagi Orang Sakit


1. Shalat
Kata shalat berasal dari kata shola, yusholli, tasliyatan, sholatun, yang
diartikan sebagai doa yang dijelaskan oleh potongan surat At-Taubah ayat
103 yang artinya “Dan bershalat lah atas mereka (berdoalah untuk
mereka), karena sesungguhnya shalatmu (doa mu) akan menenangkan dan
menentramkan mereka. Sedangkan menurut ahli fiqih, shlat diartikan
sebagai ucapan-ucapan dan gerakan tubuh yang dimulai dengan takbir,
ditutup dengan salam dan sebagai media ibadah kepada Allah SWT
berdasarkan syarat yang sudah ditetapkan (Sazali, 2016).
Menurut Murtiningsih & Zaly, (2020) shalat merupakan kewajiban
bagi umat muslim sejak mulai baligh hingga nanti meninggal baik itu laki-
14

laki ataupun perempuan. Kewajiban dalam melaksanakan shalat tidak


boleh ditinggalkan walaupun sedang dalam keadaan sakit atau bepergian.
Pelaksanaan shalat bagi orang yang sedang sakit diberikan rukhshah
(keringanan dan kemudahan). Seperti dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 185 yang berbunyi: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Dia
tidak menghendaki kesulitan bagimu” (QS. Al-Baqarah:185).
Pada orang yang sakit para ulama berpendapat bahwa apabila tidak
mampu melakukan shalat dengan berdiri maka bisa dilakukan shalat
sambal duduk, dan apabila tidak mampu dengan duduk maka shalat
dilakukan sambal berbaring dengan tubuh miring di atas tubuh bagian
kanan dan muka menghadap kiblat. Jika tidak bisa berbaring miring ke
kanan maka bisa dilakukan dengan berbaring terlentang (Murtiningsih &
Zaly, 2020). Dalam sabda Nabi Muhammad SAW kepada Imran bin
Hushain berbunyi: “Shalatlah kamu sambil berdiri, dan jika kamu tidak
mampu maka sambal duduk dan jika tidak mampu, maka dengan
berbaring” (HR. Bukhari)
2. Tayamum
Allah SWT memberikan keringanan bagi orang yang sakit agar dapat
menunaikan ibadah kepada Allah SWT tanpa mengelami beban dan
kesulitan. Allah SWT telah menetapkan kewajiban bersuci dengan
menggunakan air, berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil dan mandi
untuk menghilangkan hadast besar. Apabila tidak mampu menggunakan
air atau khawatir dengan keadaan kondisinya maka boleh melakukan
tayamum (Mahmudin, 2017). Menurut Murtiningsih & Zaly (2020) tata
cara bertayamum yaitu dengan menepukkan kedua telapak tangan ke tanah
yang suci satu kali, lalu menyapu mukanya dengan telapak jari-jari dan
kedua tangan dengan telapak tangannya.
Firman Allah pada QS. Al-Maidah ayat 6 berbunyi: “Hai orang-
orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
15

kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (Qs.
Al-Maidah :6)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Biodata Pasien
1. Inisial pasien : Tn. B
2. Usia : 52 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan terakhir : SMP
6. Pekerjaan : Petani
7. Alamat : Jalan Anyar No. 23 Bandung
8. Diagnosa medis : PPOK
9. Tanggal masuk RS : 24 September 2021
10. Tanggal Pengkajian : 24 September 2021

B. Riwayat kesehatan dahulu dan sekarang


1. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah menderita penyakit TBC sekitar 3 tahun lalu dan
sudah menjalani pengobatan selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh.
Riwayat penyakit darah tinggi 2 tahun lalu, riwayat kencing manis
disangkal, riwayat paparan zat kimia disangkal, asma sejak kecil
disangkal, riwayat kontak dengan penderita batuk lama (- ).batuk
berulang disertai dengan produksi dahak. Sesak nafas pertama kali
timbul 2 tahun lalu, awalnya sesak timbul saat pasien melakukan
aktivitas berat seperti berkebun. Keluhan memberat sejak 6 bulan
terakhir pasien sering keluar masuk rumah sakit karena sesak. Dalam
satu bulan sesak timbul lebih 4 kali. Pasien memiliki riwayat kebiasaan
merokok yang dimulai saat usia 10 tahun dan berhenti saat pasien
mengalami keluhan batuk batuk yang tidak sembuh. Dalam satu hari
pasien menghabiskan rata-rata 10 batang. Pasien berhenti merokok
setelah sesak nafas pertama kali.

16
17

2. Riwayat kesehatan sekarang


Pasien mengeluh sesak napas sejak kurang lebih 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak timbul saat pasien melakukan aktivitas
seperti berjalan 20 meter dan sesak berkurang saat beristirahat. Sudah
2 bulan sering sesak kalo melakukan kegiatan di sawah, sehingga
sudah hampir 2 minggu tidak pernah bertani. Pasien mengatakan
sering terbangun di malam hari, terasa sulit mengeluarkan napas dan
ada suara “ngik” disertai nyeri dada. Pasien juga mengeluh batuk batuk
berdahak 1 hari sebelum timbul sesak. Batuk terkadang disertai dengan
daha kuning kehijauan tanpa disertai dengan bercak darah. Batuk
timbul kapan saja tanpa dipengaruhi oleh waktu. Tidak ada keluhan
keringat malam,atau penurunan nafsu makan. Tiga hari yang lalu
pasien mengeluh demam namun demam sudah tidak dirasakan lagi
saat ini.

C. Pengkajian spiritual
1. Hubungan kesehatan dengan spiritual
Pasien mengatakan sehat merupakan suatu kondisi dimana pasien
dapat melakukan aktivitas tanpa adanya hambatan dan suatu nikmat
dari Allah SWT yang harus selalu pasien syukuri. Sakit yang dirasakan
sekarang merupakan kondisi dimana pasien terhambat dalam
melakukan aktivitas dimana pasien harus beristirahat dan tidak
melakukan pekerjaan yang biasa pasien lakukan.
2. Konsep ketuhanan
Pasien mengatakan sakit yang dideritanya sebagai bentuk ujian dari
Allah SWT. Pasien mencoba menerima kondisinya namun pasien
merasa ujian yang diberikan Allah sangat berat bagi pasien. Pasien
belum bisa menjabarkan makna hidup seperti apa. Pasien mengatakan
merasa sudah lelah berobat.
18

3. Kebiasaan praktik ibadah di rumah


Pasien mengatakan kebiasaan ibadah saat sehat seperti biasa dapat
mengerjakan sholat lima waktu walaupun tidak tepat waktu, dan rutin
melaksanakan puasa pada bulan ramadhan. Untuk ibadah sunah pasien
jarang melakukannya. Pasien mengatakan rutin membaca Al-Quran
setiap selesai sholat.
4. Kebiasaan praktik ibadah ketika sakit
Pasien mengatakan jarang melaksanakan aktivitas shalat karena
merasa tidak apa apa kalo sedang sakit.
5. Support system dan dukungan
Tidak terkaji namun harus dikaji support system dan dukungan
pasien seperti dari istrinya, anak ataupun keluarga yang selalu
menunggu selama klien di rawat di RS. Selain dukungan dari istri
dan anak-anak, peran keluarga besar sangat berperan tak lupa
dengan tetangga yang banyak membantu. Untuk kebutuhan
dukungan spiritual klien yaitu ingin dibimbing untuk cara
tayamum, sholat dan berdoa oleh perawat atau rohaniawan.

D. Pengkajian Spiritual
Pengkajian aspek non verbal/ pengkajian spiritual yang dilakukan
secara observasi:
1. Afek dan sikap
Pasien mengatakan sering terbangun di malam hari, terasa sulit
mengeluarkan napas dan disertai nyeri dada. Pasien mengatakan
merasa sudah lelah berobat.
2. Prilaku
Pasien merupakan seorang petani, namun ketika sakit pasien jarang
melakukan ibadah sholat karena merasa tidak apa apa jika sedang
sakit. Dan pasien juga selalu menyangkal ketika perawat menanyakan
riwayat penyakit pasien.
19

3. Hubungan interpersonal
Pasien jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan baik sosial maupun
kegiatan agama.
4. Lingkungan
Klien membutuhkan tenaga kesehatan atau rohaniawan membimbing
cara tayamum, sholat dan berdoa.

E. Analisa Kasus
Aktifitas Spiritual Aktifitas Religius

Makna Sakit Hubungan Suport Sosial Aspek Ibadah


dengan Allah
Ta’ala

Jarang mengikuti Jarang melaksanakan


kegiatan aktivitas shalat
kemasyarakatan baik karena merasa tidak
sosial maupun apa apa kalo sedang
kegiatan agama. sakit.

F. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah

1. DS: Faktor penyakit (sesak Distress spiritual


nafas) b.d Penyakit
- Pasien mengatakan
Kronis
sudah lelah berobat
- Pasien mengatakan
Kurang interaksi sosial
tidak pernah sholat
selama sakit, menolak
berinteraksi dengan
Koping individu tidak
orang terdekat/
efektif
pemimpin spiritual
20

DO: Jarang mengikuti kegiatan


agama

Distress spiritual

G. Diagnosa Spiritual
1) Distress Spiritual b.d kondisi penyakit kronis dibuktikan dengan tidak
mampu beribadah,menolak berinteraksi dengan orang
terdekat/pemimpin spiritual,tidak berminat pada alam/literature
spiritual
21

H. Rencana Keperawatan
No Dx Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Distress Spiritual b.d Setelah dilakukan Dukungan Spiritual Observasi


kondisi penyakit kronis tindakan keperawatan Observasi 1. Mengetahui seberapa penting nilai dan
dibuktikan dengan tidak selam 3x24 jam, maka 1. Identifikasi pandangan tentang keyakinan terhadap sang Maha
mampu beribadah, Status Spiritual hubungan antara spiritual Pencipta dalam peran kesehatannya
menolak berinteraksi Membaik, dengan dengan kesehatan 2. Mengetahui seberapa besar harapan dan
dengan orang terdekat Kriteria Hasil : 2. Identifikasi harapan dan kekuatan pasien dalam melawan sakit
/pemimpin spiritual, 1. Verbalisasi makna kekuatan pasien yang dirasakannya
tidak berminat pada dan tujuan hidup : 5 Terapeutik Terapeutik
alam/literature spiritual 2. Verbalisasi kepuasan 1. Berikan kesempatan 1. Menggali sejauh mana pendapat pasien
terhadap makna mngekspresikan perasaan mengenai masa sakitnya yang dirasakan
hidup : 5 tentang penyakit dan kematian 2. Memberikan kekuatan dalam menjalani
3. Kemampuan 2. Yakinkan bahwa perawat proses perawatan berlangsung agar
beribadah : 5 bersedia mendukung selama tidak putus asa dan dapat bekerjasama
masa ketidakerdayaan untuk kesembuhannya
3. Sediakan privasi dan waktu 3. Menambah ketenangan diri dan
tenang untuk aktivitas spiritual merenungkan tentang pentingnya
22

4. Diskusikan keyakinan tentang mendekatkan diri kepada sang pencipta


makna dan tujuan hidup 4. Apresiasi dengan pasien tentang
5. Fasilitasi melakukan kegiatan keuntungan dan kerugian dalam
ibadah menjauhi keagmaan dalam hidup yang
Edukasi akan memberikan makna hidup yang
1. Ajarkan pasien teknik baik
relaksasi SEFT 5. Mendukung dan membantu kemudahan
Kolaborasi pasien dalam pelaksanaan ibadah
1. Atur kunjungan dengan selama di RS.
rohaniawan Edukasi
1. Teknik ini dapat mengontrol dan
meningkatkan kepercayaan diri pasien
Kolaborasi
1. Kunjungan dari nasihat spiritual mampu
membantu pasien dalam memahami dan
melakukan ibadah selama sakit.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Konsep Spiritualitas
1. Definisi Spiritualitas
Menurut florance nightingle, spritualitas adalah suatu dorongan
yang menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan
lingkungan rumah sakit yang dibutuhkan untuk mempromosikan
lingkungan rumah sakit yang sehat dan melayani kebutuhan spiritual
sama pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik. Spiritualitas
merupakan faktor penting yang membantu individu mencapai
keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara kesehatan dan
kesejahteraan serta beradaptasi dengan penyakit (Sidabutar, 2016).
Spiritualitas manusia dapat ditemukan tidak hanya dalam tradisi
keilmuan islam namun juga tradisi keilmuan barat. Pada era pemikir
muslim, kontruksi pemikir filsafat yunani dan rekonsiliasinya dengan
Al-Qur’an telah menghasilkan serangkaian karya ilmu pengetahuan
yang beraneka ragam. Karya-karya tersebut seakan menguji kebenaran
Al-Qur’an tetapi sesungguhnya justru memperkuat kebenaran wahyu
islam dan risalah Nabi Muhammad SAW. Oleh karena karya-karya
ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh umat islam selalu terinspirasi
dan merupakan buah dari dialektika dengan kebenaran wahyu ilahi.
Maka tradisi islam dari dulu sampai sekarang tidak pernah melepaskan
diri dari spiritualitas yang menjadi jantungnya. Keadaan demikian
tentu berbeda dengan tradisi barat yang telah banyak kehilangan nilai-
nilai spiritualitas, walaupun pada awalnya juga dibangun berdasarkan
konsep spiritualitas dalam teori penciptaan alam semesta dan manusia
(Rozi, 2018)
Paradigma spiritualitas dalam konteks islam dan konteks barat
merupakan suatu hal yang berbeda. Dalam konteks islam aktifitas
spiritual mampu menggerakkan aktifitas religius, dengan demikian
aktifitas spiritual dapat mempengaruhi dan Saling berhubungan dengan

23
24

aktifitas religius. Landasan dalam aktifitas religius seperti sholat,


zakat, puasa dan aktifitas ibadah lainnya penggeraknya yaitu sisi
spiritualitas atau sebuah keyakinan. Pusat dari aktifitas spiritual dalam
konteks islam merupakan marifatullah yaitu tentang mengenal Allah
SWT, mencintai Allah SWT dan memahami yang dikehendaki Allah
SWT. Terdapat beberapa manusia yang tidak mau melakukan ibadah
seperti shalat maka prablemnya yaitu kondisi akifitas spiritual dan
pengenalan teradap Allah SWT, manifestasinya dalam konteks islam
timbul aktifitas-aktifitas spiritual seperti keimanan atau keyakinan
untuk sembuh, mempercayai bahwa penyakit datang dari Allah SWT,
sakit yang datang merupakan takdir Allah SWT dan melakukan ikhtiar
untuk kesembuhan semuanya dipasrahkan hanya kepada Allah SWT.
Selain itu, ketika mengalami kesulitan dalam hidup maka cintanya
bertambah kepada Allah Allah SWT dan selalu bersyukur, ikhlas dan
menerima semua yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dalam konteks islam apabila aktifitas
spiritual berjalan dengan baik maka aktifitas religiusitas juga akan
berjalan dengan baik.
Dalam konteks barat aktifitas spiritual dan religiusitas tidak saling
mempengaruhi berbeda dengan konteks islam. Konteks barat
terkadang memiliki keyakinan bahwa tidak perlu aktifitas religius atau
melakukan berbagai macam ibadah yang penting mempunyai aktifitas
spiritual yang baik seperti sikap yang dermawan, menolong orang yang
membutuhkan dan mempunyai perilaku yang baik sehingga konteks
barat hanya melihat dari sisi humanis saja. Selain itu, konteks barat
juga menganggap manusia mempunyai potensi dalam beruat baik dan
tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama yang dianut.
25

2. Komponen-komponen Spiritual Care


a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan
harapan
Perawatan spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan
makna dalam perisitiwa baik dan buruk kehidupan. Perawatan
spiritual juga sebagai sumber pasien untuk menyadari makna dan
harapan serta mengetahui apa yang benar-benar penting untuk
pasien. Memberikan harapan kepada pasien adalah salah satu
bagian yang paling penting dari perawatan, terutama ketika mereka
menghadapi pasien yang sedang sakit parah.
b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan
Bahwa untuk mengurangi rasa sakit spiritual seseorang, sebagai
dalam sebuah hubungan, kita harus memperhatikan orang-orang
yang menghubungkan pasien kepada orang lain setelah kematian
diantara berbagai orang dan persitiwa yang disebutkan. Perawatan
spiritual adalah tentang melakukan, bukan menjadi, dan
menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini melibatkan
cara menjadi (daripada melakukan) yang memerlukan hubungan
perawat-klien simetris.
c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama
Keagamaan ini dicirikan sebagai formal, terorganisir, dan terkait
dengan ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang memilih
untuk mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik
keagamaan, beberapa dari mereka menemukan spiritualitas yang
harus diwujudkan sebagai harmoni, sukacita, damai sejahtera,
kesadaran, cinta, makna, dan menjadi.
d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi
Bahwa jika pasien menyadari adanya bahwa mereka masih
memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri disetiap
dimensi mengamati, berfikir, berbicara, dan melakukan, yaitu
persepsi, pikiran, ekspersi dan kegiatan melalui pembicaraan
26

dengan perawat untuk memulihkan rasa nilai sebagai sebagai


seseorang dengan otonomi (Husaeni & Haris, 2020)
3. Faktor Yang Mempengaruhi Spirtualitas Pasein
Ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi
spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan agama
yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang
berbeda tentang Tuhan dan cara sembahyang yang berbeda pula
menurut usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian anak.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual
anak. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
menjadi tempat pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan
kehidupan di dunia, pandangan anak diwarnai oleh pengalaman
mereka dalam berhubungan dengan keluarga.
c. Latar belakang, etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik
dan social budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarganya.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat
mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam
kehidupan sering dianggap sebagai ujian kekuatan iman bagi
manuisa sehingga kebutuhan spiritual akan meningkat dan
memerlukan kedalaman tingkat spiritual sebagai mekanisme
koping untuk memenuhinya.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang. Krisi sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan
27

kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan


spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih
meningkat dibandingkan dengan pasien yang penyakit tidak
terminal.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu
terpisah atau kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan
sosial. Kebiasaan hidup sehari-harinya termasuk kegiatan spiritual
dapat mengalami perubahan. Terpisahnya individu dari ikatan
spitual beresiko terjadinya perubahan fungsi sosial.
g. Isu moral terkai dengan terapi
Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya (Mulyono, 2011).

B. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
perawat dalam menggali permasalahan dari klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan, baik keadaan fisik,
mental, social maupun spiritual pasien (Kartikasari et al., 2020). Pada saat
dilakukan pengkajian pada Tn.A dengan diagnose medis PPOK yang
ditandai dengan hasil pemeriksaan rontgen torak PA didapatkan kesan
PPOK apeks pulmo kanan. Pasien sering mengeluh sesak dan nyeri dada
yang mengakibatkan aktivitas kesehariannya terganggu baik itu bertani
maupun keikutsertaan dalam kegiatan sosial dan keagamaan di
masyarakat. Selain itu Tn.A mengatakan ketika sedang sakit jarang
melaksanakan ibadah shalat karena mengganggap melaksanakan aktivitas
shalat karena merasa tidak apa apa kalo sedang sakit.
Dari hasil pengkajian tersebut dapat dilihat bahwa Tn.A saat ini berada
di tahap depression, dimana ketika seseorang berhadapan dengan
kenyataan yang disadarinya tidak dapat dihindari, sementara dia tidak
memiliki daya untuk melawan atau mengubah kenyataan tersebut, maka
orang itu mulai merasakan kehilangan harapan dan rasa keputusasaan.
28

Pada proses pengkajian Tn.A mengatakan merasa sudah lelah berobat dan
jarang melaksanakan aktivitas shalat karena merasa tidak apa-apa tidak
melaksanakan ibadah apabila sedang sakit. Selain itu, Tn.A sudang jarang
mengikuti kegiatan kemasyarakatan baik sosial maupun kegiatan agama
selama sakit. Sehingga pada tahap ini pasien membutuhkan orang lain
yang dapat membantu menguatka, dan memberikan pemahaman, baik
pemahamana mengenai konsep beribadah ketika sakit maupunkondisi
yang sedang pasien alami, sehingga secara perlahan kita dapat mulai
membantu untuk menemukan kembali kekuatan dalam dirinya dan
membangkitkan kembali energi atau gairah hidup.
Dari hasil pengkajian tersebut juga Tn.A mempunyai religiusitas
dalam segi ibadah yang kurang baikterlihat dari Tn.A jarang melakukan
ibadaha shalat selama sakit karena menganggap tidak apa-apa tidak
melaksanakan shalat selama sakit. Dalam hal ini, pasien membutuhkan
bimbingan dari seorang rohaniawan mengenai pemaknaan ibadah selama
sakit dan bagaimana cara melakukan ibadah ketika sakit. Sehingga
religiusitas dalam ibadah Tn. A dapat di tingkatkan serta di hadirkan
rohaniawati dalam membimbing pasien sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ahmadi, Z., Darabzadeh, F.,
Nasiri, M., & Askari, (2015) spiritualitas dan religiusitas merupakan dua
komponen penting dalam perawatan pasien paliatif yang merupakan
karakter holistik yang dapat mempengaruhi dalam peningkatan kualitas
hidup, well being, dan mengurangi distres pada pasien kanker. Hal ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan Ambarwati, G., Anggorowati, A.,
& Ropyanto, (2017) yang menyatakan spiritualitas dan religiusitas
membuat pasien bertambah keyakinan kepada tuhan dan membuat pasien
menjadi ikhlas, sabar sebagai kekuatan transedental yang mendekatkan
pasien dengan tuhan sehingga tidak mudah bersedih dan mudah putus asa
pada saat menjalani ujian dan penderitaan karena sakitnya.
Keyakinan spiritual sebagai salah satu bentuk keyakinan dan harapan
pasien mengenai sakit yang dideritanya dapat ditumbuhkan dengan
29

perilaku caring yang baik dari perawat pada saat memberikan asuhan
keperawatan (Sulisno, M., & Sari, 2016). Selain itu hal serupa penelitian
dari Madadeta, G., & Widyaningsih, (2016) menunjukkan bahwa pasien
mendapat dukungan spiritual yang baik dari perawat dan keluarga dalam
bentuk komunikasi terapeutik dan motivasi dapat membangkitkan nilai
spiritual dan religiusitas yang dianut pasien. Sehingga sesuai dengan kasus
yang dikelola perlu dilakukannya memotivasi pasien dalam meningkat kan
spiritual dan religiusitas dalam beribadah kepada Allah SWT dengan di
bantu dan didorong oleh keluarga, perawat dan rohaniawan.

C. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilian klinis dari bagian
proses asuhan keperawatan mengenai respons klien pada masalah atau
gangguan yang terjadi pada kesehatan ataupun proses kehidupan yang
dialami oleh klien baik secara actual maupun potensial. Tujuan dari
diagnose keperawatan ini merupakan untuk mengidentifikasikan mengenai
respons klien baik individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Pengambilan diagnose keperawatan dapat
dilakukan dengan melihat definisi, gejala mayor minor dari standar
diagnose keperawatan Indonesia (SDKI) (SDKI, 2017). Diagnose
keperawatan yang dapat diambil dari hasil pengakjian klien diatas yaitu:
1. Distress Spiritual berhubungan dengan penyakit kronis
a. Definisi :
Gangguan pada keyakinan atau system nilai berupa kesulitan
merasakn makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,
orang lain, lingkungan atau tuhan.
b. Penyebab :
1) Menjelang ajal
2) Kondisi penyakit kronis
3) Kematian orang terdekat
4) Perubahan pola hidup
5) Kesepian
30

6) Pengasingan diri
7) Pengasingan sosial
8) Gangguan sosio kultural
9) Peningkatan ketergantungan pada orang lain
10) Kejadian hidup yang tidak diharapkan
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif

1. Mempertanyakan makna atau 1. Tidak mampu beribadah


tujuan hidupnya 2. Marah pada tuhan
2. Menyatakan hidupnya terasa
tidak atau kurang bermakna
3. Merasa menderita atau
tidak berdaya

d. Gejala tanda minor


Subjektif Objektif

1. Menyatakan hidupnya 1. Menolak berinteraksi


terasa tidak atau kurang dengan orang terdakwa
tenang atau pemimpin spiritual
2. Mengeluh tidak dapat
2. Tidak mampu berkreativitas
menerima (kurang
(mis, menyanyi,
pasrah)
mendengarkan music,
3. Merasa bersalah
menulis)
4. Merasa terasing
5. Menyatakan lebih 3. Koping tidak efektif
diabaikan
4. Tidak berniat pada alam
atau literatur spiritual
31

e. Kondisi Klinis Terkait


1) Penyakit Kronis
2) Penyakit Terminal
3) Retardasi Mental
4) Kehilangan bagian tubuh
5) Sudden infant death syndrome (SIDS)
6) Kelahiran mati, kematian janin, keguguran
7) Kemandulan
8) Gangguan psikiatrik

Diganosa keperawatan spiritual pada laporan kasus ini yaitu distress


spiritual berhubungan dengan penyakit kronis. Diagnose ini diambil dari
rujukan diagnose keperawatan SDKI yang sudah disesuaikan dengan
kondisi pasien pada kasus. Pada kasus pasien mempunyai aktifitas spiritual
maupun aktifitas religious yang tidak baik dimana pasien merasa bahwa
tidak apa-apa jika tidak menjalankan ibadah sholat apabila sedang sakit
serta pasien jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan baik sosial maupun
kegiatan agama. Maka dari itu diagnose yang ditegakkan yaitu distress
spiritual.
Pasien yang mengalami distres spiritual mungkin berkata mereka
patah hati atau semangat mereka runtuh, mungkin bercerita tentang
perasaan ditinggalkan Tuhan atau sesama, atau meragukan kepercayaan
keagamaan atau spiritual seorang pasien mungkin berkata tidak tahu
mengapa menderita penyakit tersebut. (Davidhizar et al, 2000) dalam
Young dan Koopsen, 2007). Maka dari itu, untuk mengubah aktifiras
spiritual dan religiusitas yang buruk pada pasien dibutuhkannya bimbingan
dari perawat yang akan memberikan intervensi pada pasein.
D. Intervensi
Intervensi keperawatan atau rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus.
Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan dan
32

penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada kien berdasarkan analisis


pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi
(Astar et al., 2018).
Perencanaan keperawatan di buat berdasarkan diagnosa keperawatan
yang telah di ambil dari SDKI, pada tahap ini penulis membuat rencana
asuhan keperawatan berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI) yang telah disesuaikan dengan masalah yang ada dan situasi serta
kondisi yang ditemukan. Selain itu, dalam menentukan tujuan keperawatan
penulis berpedoman pada standar luaran keperawatan indonesia (SLKI).
Penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. A sesuai dengan
masalah yang ada pada pasien dan sesuai dengan asuhan keperawatan
spiritual yang dibutuhkan oleh pasien.
Berdasarkan kasus Tn. A dengan diagnose medis PPOK, Tn. A
memiliki makna hidup dan keyakinan yang baik serta kebiasaan beribadah
yang baik seperti berpuasa pada bulan ramadhan, rutin membaca al-qur’an
setelah sholat walaupun sholat 5 waktu tidak selalu tepat waktu.
Berdasarkan kasus Tn. A penulis mengambil diagnose yang telah
disesuaikan yaitu: distress spiritual dengan memberikan intervensi
berdasarkan SIKI.
Berdasarkan kasus yang ada intervensi nonfarmakologi yaitu intervensi
terapeutik dengan memberikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan tentang penyakit dan kematian, meyakinkan
pasien bahwa perawat bersedia mendukung selama masa
ketidakberdayaan, menyediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas
spiritual, mendiskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup serta
memfasilitasi untuk melakukan kegiatan ibadah.
Selain intervensi terapeutik, pasien dapat diajarkan terapi SEFT untuk
mengatasi konsep diri Tn. A yang terganggu karena aktivitasnya terganggu
tidak seperti orang normal lainnya, putus asa karena tidak kunjung sembuh
dan kembali seperti sebelum terserang penyakitnya saat ini. SEFT
merupakan gabungan dari Spiritual dan Emotional Freedom Technique.
33

Menurut penelitian SEFT dapat menghilangkan masalah fisik yang


berhubungan dengan tubuh kita. Setelah diuji coba dengan ketukan-
ketukan ringan tersebut efektifitas untuk menghilangkan sakit fisik
maupun emosi mencapai 80% (Nurbani, 2020).
Diawali dengan The set up yang bertujuan untuk memastikan agar
aliran energy dalam tubuh terarahkan dengan tepat. Langkah ini untuk
menetralisir psychological reversal atau perlawanan psikologis biasanya
melawan pikiran negative spontan atau keyakinan bawah sadar yang
negative. Kemudian dilanjutkan dengan tune in untuk mengatasi masalah
fisik dengan cara merasakan merasakan rasa sakit yang dialami, lalu
mengarahkan pikiran kearah rasa sakit dibarengi dengan hati dan mulut
berdoa serta untuk masalah emosi, kita melakukan tune in dengan cara
memikirkan sesuatu atau peristiwa yang spesifik tertentu yang dapat
membangkitkan emosi negative yang ingin kita hilangkan. Pada proses
inilah kita menetralisir emosi negative. Terakhir adalah tapping, tapping
adalah mengetuk ringan dengan 2 ujung jari pada titik-titik tertentu
ditubuh sambil terus tune in. titik-titik ini adalah titik kunci dari “the
major energy meredians” yang jika diketuk beberapa kali akan berdampak
pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang pasien rasakan,
karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali.
SEFT mempunyai penekanan pada kepasrahan dan keikhlasan pada
Tuhan, terapi spiritual berpengaruh terhadap aktivitas system saraf
simpatis, dampak darri relaksasi tersebut pernafasan menjadi lebih lambat
iramanya, nadi lambat, tekanan darah turun, menurunkan konsumsi
oksigen otot jantung dan ketegangan jantung. Respon relaksasi juga
berpengaruh pada kondisi mental dan menurunkan ketegangan otot
sehingga menimbulkan rasa nyaman dan menurunkan stress serta
menimbulkan ketenangan dan keyakinan dalam perawatan diri (Nurbani,
2020).
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
PPOK merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang bersifat
kronik, progresif irreversible atau reversible sebagian yang ditandai
dengan adanya obstruksi saluran napas akibat reaksi inflamasi abnolmal,
hiperaktifitas saluran napas, destruksi dinding alveolar dan bronchus yang
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah oksigen yang masuk,
memanjangnya masa ekspirasi akibat penurunan daya elastisitas paru.
Secara psikologis penderita PPOK akan mengalami gejala antara lain,
gangguan emosional/emosi yang tidak stabil, koping strategi yang rendah,
gangguan kecemasan, depresi, perasaan tidak berdaya, perasaan tidak
mempunyai kekuatan, perasaan kehilangan kebebasan dan aktivitas gerak,
gangguan panik, terjadinya isolasi sosial, dan juga gangguan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain.
Spritualitas meliputi aspek berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, menemukan arti dan
tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan kekuatan dan
sumber dalam diri sendiri, mempunyai perasaan keterikatan dengan diri
sendiri dan dengan Yang Maha Esa. Gangguan kebutuhan spiritual
merupakan gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan
arti dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain,
kesenian, musik, literatur, alam, dan/atau kekuatan lebih tinggi dari diri
sendiri.
Terapi SEFT merupakan gabungan dari Spiritual dan Emotional
Freedom Technique. SEFT dapat menghilangkan masalah fisik yang
berhubungan dengan tubuh kita. Setelah diuji coba dengan ketukan-
ketukan ringan tersebut efektifitas untuk menghilangkan sakit fisik
maupun emosi mencapai 80%. Keberhasilan terapi SEFT dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu (1) kita harus yakin kepada Allah bahwa semua ujian

34
35

atau cobaan dapat diatasi tanpa adanya rasa keraguan, (2) saat melakukan
terapi ini kita juga harus khusyuk dan konsentrasi dengan memusatkan
pikiran dan berdoa dengan sepenuh hati, (3) ikhlas yaitu tidak mengeluh
dan menerima rasa sakit yang diderita baik fisik maupun emosi, (4) selalu
bersyukur dalam keadaan apapun baik saat sehat maupun sakit, jangan
sampai rasa sakit menenggelamkan rasa syukur kita kepada Allah SWT
karena sudah banyak sekali nikmat yang diberikan kepada kita.
Dalam surah Al-Maidah ayat 6 berbunyi: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.

B. Saran
Saran dari penulis ialah asuhan keperawatan spiritual muslim
merupakan asuhan yang perlu di fahami dan diterapkan pada pasien
terutama pada pasien-pasien kronik, karena selain kebutuhan fisik pasien
juga membutuhkan kebutuhan spiritual dan religiusitas dalam
kehidupannya apalagi dengan kondisi pasien sakit. Selain itu perawat juga
harus melakukan pengkajian, penetuan diagnose dan melakukan
perencanaan serta pelaksanaan sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien
diiringi dengan pemberian terapi psikoterapi islam yang mampu
menurunkan keluhan pasien seperti kecemasan dengan pemberian
psikoterapi zikir dan murattal Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Z., Darabzadeh, F., Nasiri, M., & Askari, M. (2015). The Effects of
spritual and religiosity on well-being of people with cancer: A literature
review on current evidences. Jundishapur Journal of Chronic Disease Care,
4(2).
Akbar, Y. (2019). Pengaruh six minute walk test dan pursed lips breathing
terhadap kecemasan akibat dypsnea pada pasien penyakit obstruktif kronik
stabil di rumah sakit universitas sumatera utara.
Ambarwati, G., Anggorowati, A., & Ropyanto, C. . B. (2017). Studi
fenomenologi: pemenuhan kebutuhan psikososial pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi di rsud tugurejo semarang.
Arisanti Yulanda, N., Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, J., Rizki Ridhowati, E.,
Larasati, A., & Studi Keperawatan, P. (2019). Artikel Penelitian Self Care
Education Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik. 10(2), 125–131. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.128
Astar, F., Tamsah, H., & Kadir, I. (2018). Pengaruh Pelayanan Asuhan
Keperawatan Terhadap Kepuasan Pasien Di Puskesmas Takalala Kabupaten
Soppeng. Journal of Management, 1(2), 33-57).
Astuti, M. F., Utomo, B., & Suparmin. (2018). Beberapa Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Petugas
Kebersihan Di Kota Purwokerto Tahun 2017. Buletin Keslingmas, 37(4),
443–455. https://doi.org/10.31983/keslingmas.v37i4.3796
Dewi, I. P., Suryadi, R. A., & Fitri, S. U. R. (2020). Pengaruh Terapi Bacaan Al
Qur’an (TBQ) sebagai Bbiblioterapi Islami Pada Kesehatan Mental
Narapidana Lesbian. Faletehan Health Journal, 7(02), 104-112.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2017). Global Initiative
for Chronic Obstructive. GOLD, Global Obstructive Lung Disease, 1–44.
Hamid, A. Y. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Hasibuan, , F., & Prihatin, D. R. (2019). Penerapan Terapi Murotal Ayat Kursi
Untuk Mengatasi Keefektifan Koping Pada Pasien Ca Mamae. 3(1), 8-15.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). Nanda International Nursing Diagnoses:
Keperawatan Konsep Proses dan Praktik Volume 1. Edisi ke-7. Dialih
bahasakan oleh Pmilih Eko Karyuni. Jakarta : EGC
Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
Hurul Aini, Q. S., Adrianison, & Fridayenti. (2019). Gambaran Jumlah Neutrofil
Darah Tepi Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang Rawat
Inap RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2017. Jurnal Ilmu
Kedokteran, 13(2), 134–140. https://doi.org/10.26891/jik.v13i2.2019.63-69
Husaeni, H., & Haris, A. (2020). Aspek Spiritualitas dalam Pemenuhan
Kebutuhan Spiritual Pasien. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2),
960–965. https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.445
Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Bursa
Ilmu Karangkajen.
Ismail, L., Sahrudin, & Ibrahim, K. (2017). Analisis Faktor Risiko Kejadian
Penyakit Paru Obtruktif Kronik (Ppok) Di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-
Lepo Kota Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Unsyiah, 2(6), 1–10. https://doi.org/10.37887/jimkesmas
Kartikasari, F., Yani, A., & Azidin, Y. (2020). Pengaruh Pelatihan Pengkajian
Komprehensif Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Perawat Mengkaji
Kebutuhan Klien Di Puskesmas. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi),
5(1), 79–89. https://doi.org/10.51143/jksi.v5i1.204Madadeta, G., &
Widyaningsih, S. (2016). Gambaran dukungan spritual perawat dan keluarga
terhadap pemenuhan kebutuhan spritual pada pasien kanker serviks di RSUD
Dr. Moewardi. Jurnal Jurusan Keperawatan.
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.
Mahmudin. (2017). Rukhsah (Keringanan) Bagi Orang Sakit Dalam Perspektif
Hukum Islam. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan,
11(23), 65. https://doi.org/10.35931/aq.v0i0.4
Massuhartono. & Mulyani. (2018). Terapi Religi Melalui Dzikir pada Penderita
Gangguan Jiwa. JIGC, 2, 201-214.
Maulani, M., Saswati, N., & Oktavia, D. (2021). Gambaran Pemenuhan
Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Jambi. Jurnal Medika
Cendikia, 8(1), 21–30.
Mulyono, A. (2011). Hubungan Spiritualitas Perawat dan Kompetensi Asuhan.
Murtiningsih, & Zaly, N. W. (2020). Gambaran praktek ibadah sholat pasien yang
dirawat dirumah sakit x. Journal of Islamic Nursing, 5, 48–53.
Napanggala, A. (2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ) dengan Efusi
Pleura dan Hipertensi Tingkat I Chronic Pulmonary Obstructive Disorder (
COPD ) with Pleural Effusion and Hypertension Grade I. Medula Unila, 4,
1–6.
Nuraini, F. (2020). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Distress Spiritual pada Pasien dengan Diagnosa Medis Penyakit
Pulmonari Obstruksi Kronik (PPOK) di Ruang Paru RSUD Jendral Ahmad
Yani Metro Provinsi Lampung Tahun 2020. Poltekkes Tanjungkarang.
Nurbani & Lily Yanuar. (2020). Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique
Mengurangi Depresi Pada Pasien Diabetes Millitus. Jurnal Keperawatan Jiwa
Vol. 8 No. 2
Radityatami, S. (2018). Pengaruh Cognitive Behavior Therapy terhadap
Penurunan Kecemasan pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Rawat Inap di Rumah Sakit Paru dr. H. A. Rotinsulu Bandung. Humanitas
(Jurnal Psikologi), 2(3), 243–254. https://doi.org/10.28932/hmn.v2i3.1750
Rozi, S. (2018). Melacak Jejak Spiritualitas Manusia dalam Tradisi Islam dan
Barat. TARBIYA ISLAMIA : Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 7(2), 149.
https://doi.org/10.36815/tarbiya.v7i2.222
Sazali. (2016). Signifikansi Ibadah Sholat Dalam Pembentukan Kesehatan
Jasmani Dan Rohani. 40(52).
SDKI DPP PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Sidabutar, R. R. (2016). Hubungan Penerapan Aspek Spiritualitas Oleh Perawat
Dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Rawat Inap Di RS.
Islam Malahayati Medan. Jurnal Keperawata Flora, IX(1), 10–20.

Silalahi, K. L., & Siregar, T. H. (2019). Pengaruh Pulsed Lip Breathing Exercise
Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (Ppok) Di Rsu Royal Prima Medan 2018. Jurnal Keperawatan
Priority, 2(1), 93–103.
Soriano, J. B., Abajobir, A. A., Abate, K. H., Abera, S. F., Agrawal, A., Ahmed,
M. B., Aichour, A. N., Aichour, I., Eddine Aichour, M. T., Alam, K., Alam,
N., Alkaabi, J. M., Al-Maskari, F., Alvis-Guzman, N., Amberbir, A.,
Amoako, Y. A., Ansha, M. G., Antó, J. M., Asayesh, H., … Vos, T. (2017).
Global, regional, and national deaths, prevalence, disability-adjusted life
years, and years lived with disability for chronic obstructive pulmonary
disease and asthma, 1990–2015: a systematic analysis for the Global Burden
of Disease Study 2015. The Lancet Respiratory Medicine, 5(9), 691–706.
https://doi.org/10.1016/S2213-2600(17)30293-X
Sulisno, M., & Sari, R. P. (2016). Hubungan perilaku caring perawat dengan
keyakinan dan harapan pasien kanker di rumah sakit.
Sulistiowati, S., Sitorus, R., & Herawati, T. (2021). Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keris Husada, 5(1), 30–38.
http://repository.ump.ac.id/1077/5/Endah Retno Hapsari Bab II.pdf
Syarif, H. (2013). Spiritualitas pada Pasien Penyakit Kronik di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, 2012. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 1(1).
Volpato, E., Banfi, P., Rogers, S. M., & Pagnini, F. (2015). Relaxation
Techniques for People with Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A
Systematic Review and a Meta-Analysis. Evidence-based Complementary
and Alternative Medicine, 2015. https://doi.org/10.1155/2015/628365
WHO. (2019). Chronic Respiratory Diseases.Tersedia [online]:
https://www.who.int/health-topics/chronic-respiratory-diseases. Diakses
tanggal 24 September 2021.
Wijayasari, I., & Fibriana, A. I. (2016). Faktor Risiko Kejadian Penyakit Paru
Obstruktif Kronik ( Ppok ) ( Studi Kasus Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsud
Temanggung Tahun 2016 ). Unnes Journal of Public Health, 1–11.
Williams, Dennis M., Bourdet, Sharya V. 2014. Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. In : DiPiro, J., et al., (Eds). Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach seventh edition. New York: Mc Graw-Hill. pp. 528-550.
Yaseda, G. Y., Noorlayla, S. F., & Efendy, M. A. ad. (2013). Hubungan Peran
Perawat Dalam Pemberian Terapi Spiritual Terhadap Perilaku Pasien Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Di Ruang ICU RSM Ahmad Dahlan Kota
Kediri. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(2), 41–49.
Young, & Koopsen. (2007). Spiritualitas, Kesehatan dan Penyembuhan. Medan :
Bina Media Perintis
Zulfahmi, Y. Y., Mukhlish, M. M., & Gilang, K. P. (2021). Pelatihan Spiritual
Emotional Freedom Technique (Seft) Mengatasi Stress Pada Ibu-Ibu PKK 09
Kelurahan Pekojan Saat Pandemi Covid-19. Jurnal SOLMA, 10 (01), 2614-
1531.

Anda mungkin juga menyukai