Anda di halaman 1dari 12

TUTORIAL SKENARIO 4 – SESI 2

1. Bagimana terjadinya tumor? Patofisologis dan penyebabnya? Identifikasi tumor?


Tumor merupakan sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk dari hasil proses
pembelahan sel yang berlebihan dan tak terkoordinasi, atau dikenal dengan istilah neoplasia.
Neo berarti baru, plasia berarti pertumbuhan atau pembelahan, jadi neoplasi mengacu pada
pertumbuhan sel yang baru, yang berbeda dari pertumbuhan sel-sel di sekitarnya yang normal.
Sel tubuh secara umum memiliki 2 tugas utama yaitu melaksanakan aktivitas
fungsionalnya serta berkembangbiak dengan membelah diri. Namun, pada sel tumor yang
terjadi adalah hampir semua energi sel digunakan untuk aktivitas berkembangbiak semata.
Fungsi perkembangbiakan ini diatur oleh sel inti (nucleus), akibatnya pada sel tumor dijumpai
inti sel yang membesar karena tuntutan kerja yang meningkat.
Proses terbentuknya tumor berkaitan dengan 3 faktor utama yaitu genetik (keturunan),
karsinogenik (onkogen) dan co-karsinogen (co-onkogen). Faktor genetik atau keturunan
menyebutkan bahwa beberapa orang membawa bakat (berupa gen) untuk tumor tertentu.
Tentunya bakat saja tidak akan menjelma menjadi tumor di kemudian hari jika tidak ada
faktor pemicu lainnya. Faktor pemicu lainnya itu adalah karsinogen dan co-karsinogen. Yang
termasuk karsinogen antara lain senyawa kimia (seperti asbes, pengawet dan pewarna
makanan), faktor fisika (seperti radiasi roentgen berlebih, sinar matahari berlebih), hormonal
(seperti peranan estrogen pada kanker payudara, testosterone pada kanker prostate), dan virus
(seperti virus HPV sebagai biang keladi utama kanker leher rahim ). Sedangkan co-karsinogen
adalah usia tertentu (umumnya kejadian tumor seiring dengan pertambahan usia), pola hidup
yang salah, merokok, alkohol, pola makan kurang serat, adanya iritasi berulang-ulang.
Tumor disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah penimbunan mutasi dibutuhkan
untuk tumor dapat muncul. Mutasi yang mengaktifkan onkogen atau menekan gen penahan
tumor dapat menyebabkan tumor. Sel memiliki mekanisme yang memperbaiki DNA dan
mekanisme lainnya yang menyebabkan sel untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis
bila DNA rusak terlalu parah. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai
dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel
itu sendiri. Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini juga dapat menyebabkan tumor.
Sebuah mutasi dalam satu onkogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak cukup
menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah kombinasi dari sejumlah mutasi dibutuhkan.
Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di DNA. Ketika seseorang bertambah usia,
mereka akan mengakumulasi berbagai mutasi di dalam DNA-nya. Ini berarti prevalensi
terjadinya tumor semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada kasus di mana
seseorang yang lebih tua menderita tumor, maka besar kemungkinan bahwa itu adalah tumor
yang ganas.
Tipe tumor berdasarkan pertumbuhannya dapat dibedakan menjadi tumor ganas
(malignant tumor) dan tumor jinak (benign tumor). Terdapat perbedaan sifat yang nyata di
antara kedua jenis tumor ini. Malignant tumor disebut juga sebagai kanker. Kanker berpotensi
menyerang atau merusak jaringan di sekitarnya dan menyebabkan metastasis. Metastatis
merupakan kemampuan sel pada suatu jaringan tertentu untuk masuk ke dalam sirkulasi
menuju jaringan tubuh lain yang terletak jauh dan membentuk tumor sekunder setelah
memisahkan diri dari tumor primer pada jaringan asal. Sedangkan benign tumor tidak
menyerang jaringan di sekitarnya dan tidak membentuk metastasis, tetapi secara lokal dapat
bertumbuh menjadi besar. Biasanya benign tumor tidak muncul lagi setelah dilakukan operasi
pengangkatan tumor. Perbedaan utama di antara keduanya adalah bahwa tumor ganas lebih
berbahaya dan fatal sehingga dapat mengakibatkan kematian. Tumor jinak hanya dapat
menimbulkan kematian secara langsung terkait dengan lokasi tumbuhnya yang
membahayakan misalnya tumor di leher yang dapat menekan saluran napas.
Perbedaan Tumor Ganas dan Jinak
 Pertumbuhannya
Tumor ganas pertumbuhannya relatif lebih cepat karena memang lebih aktif dan agresif,
akibatnya jika di permukaan tubuh akan tampak tumor membesar dengan cepat dan
seringkali di puncaknya disertai dengan luka atau pembusukan yang tidak kunjung
sembuh. Luka menahun ini diakibatkan suplai nutrisi kepada sel-sel tumor tidak mampu
mengimbangi lagi sel-sel tumor yang jumlah sangat cepat berlipat ganda, akibatnya sel-sel
yang berada diujung tidak mendapat nutrisi dan mati.
 Perluasannya
Tumor jinak tumbuh secara ekspansif atau mendesak, tetapi tidak merusak struktur
jaringan sekitarnya yang normal. Hal ini dikarenakan tumor jinak memiliki kapsul yang
membatasi antara bagian sel-sel tumor yang abnormal dengan sel-sel normal. Sebaliknya
pada tumor ganas yang memang tak berkapsul, tumor ini tumbuhnya infiltratif atau
menyusup sembari merusak jaringan disekitarnya. Pertumbuhan semacam ini pertama kali
ditemukan oleh Hippocrates. Beliau menamakan sebagai cancer (bahasa latin dari kepiting)
karena menurutnya proses infiltratif seperti demikian menyerupai bentuk capit kepiting.
Akibat proses infiltratif tersebut, maka jaringan disekitar tumor ganas seringkali rusak, dan
jika jaringan yang diinfiltrasi itu berupa pembuluh darah maka tumor jenis ini dapat
menimbulkan gejala perdarahan. Contohnya, pada kanker paru salah satu gejalanya adalah
batuk darah.

 Metastasis
Metastasis merupakan anak sebar, artinya kemampuan suatu jaringan tumor untuk lepas
dari induknya dan menempel serta mampu hidup dan berkembang lebih lanjut pada
jaringan tubuh lain yang letaknya jauh dari jaringan tumor induk. Misalnya kanker
payudara dapat bermetastasis hingga ke paru-paru dan menyebabkan gangguan proses
pernapasan. Jalur metastasis bisa melalui aliran darah, aliran limfe maupun proses
terlepas/terjatuh langsung menempel pada tempat tertentu. Metastasis hanya terjadi pada
tumor ganas. Tumor jinak tidak pernah bermetastasis. Oleh karena metastasis inilah maka
tumor ganas pada kaki misalnya dapat berakibat fatal terhadap penderitanya.
 Gambaran seluler
Tumor ganas di bawah mikroskop akan tampak sekumpulan sel-sel yang seringkali tidak
menyerupai jaringan normal semestinya, bahkan sel-sel ganas bisa memberi gambaran
yang sama sekali tidak menyerupai sel apapun dalam tubuh manusia (tidak
berdiferensiasi/anaplasi). Sedangkan tumor jinak umumnya diferensiasinya baik, artinya
gambaran sel-selnya masih serupa sel-sel normal asalnya namun aktvitas pembelahannya
saja yang lebih aktif. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin anaplastik / berdiferensiasi
semakin buruk suatu tumor maka tumor itu pastilah semakin ganas.
 Kekambuhan
Tumor jinak umumnya dengan dioperasi secara tepat jarang untuk kambuh lagi. Tumor
ganas memiliki kekambuhan lebih tinggi dikarenakan proses pembedahannya sulit untuk
benar-benar tuntas dikarenakan memang jaringan abnormal ini tidak berkapsul sehingga
sulit untuk dibedakan dan dipisahkan dari jaringan normal sekitarnya yang sudah
diinfiltrasi. Selain itu tumor ganas tahap lanjut umumnya penyebaran sudah lebih luas
bahkan sudah bermetasasis jauh sehingga operasi adalah tidak mungkin menyembuhkan
lagi karena sel-sel ganas sudah ada hampir di setiap bagian tubuh.

2. LH dan LNH? Bagaimana hubungannya dengan hasil pemeriksaan fisik dan


anamnesis? Bagaimana terapi dan pencegahan?
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang berasal dari jaringan limofid mencakup
sistem limfatik dan imunitas tubuh. Limfoma terjadi akibat dari adanya pertumbuhan yang
abnormal dan tidak terkontrol dari sel sistem imun yaitu limfosit. Sel limfosit yang bersifat
ganas ini dapat menuju ke berbagai bagian dalam tubuh seperti limfonodi, limfa, sumsum
tulang belakang, darah atau berbagai organ lainnya yang kemudian dapat membentuk suatu
massa yang disebut sebagai tumor. Tubuh memiliki 2 jenis limfosit utama yang dapat
berkembang menjadi limfoma yaitu sel-B limfosit dan sel-T limfosit. Secara umum, limfoma
dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma non-Hodgkin (LNH).
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologik dari kedua penyakit di atas yang
mana pada LH terdapat gambaran histopatologik yang khas ditandai dengan adanya sel Reed-
Sternberg.

A. Limfoma Hodgkin
LH merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai oleh
adanya sel Reed-Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil,
nutrofil, sel plasma, dan histiosit). Pada limfoma Hodgkin, salah satu jenis sel darah putih
(limfosit), yaitu limfosit tipe B, akan mulai menggandakan diri secara abnormal dan
menyebabkan limfosit kehilangan fungsinya dalam melawan infeksi, sehingga
mengakibatkan penderitanya rentan terhadap infeksi. Sel Reed-Sternberg adalah sebuah sel
yang sangat besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai dengan 45 mikrometer,
berinti besar multilobuler dengan banyak anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang
sedikit eusinofilik. Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti
yang saling bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik
yang besar dan mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih.
Berdasarkan teori, pada saat dilakukan anamnesis, penderita limfoma Hodgkin (LH)
cenderung akan mengeluhkan adanya gejala konstitusional, seperti simtom B, demam Pel-
Ebstein, pruritus dan rasa nyeri yang timbul di daerah limfa setelah meminum alkohol.
Selain itu, penderita LH juga cenderung akan mengeluhkan adanya rasa nyeri dada, batuk,
sesak napas dan nyeri punggung atau nyeri tulang.
Berdasarkan teori, pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksa cenderung akan
menemukan adanya tanda-tanda limfadenopati asimptomatik, splenomegali, hepatomegali
dan sindrom superior vena cava pada penderita limfoma Hodgkin (LH).

B. Limfoma non-Hodgkin
LNH merupakan keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit T dan
kadang-kadang berasal dari sel natural killer yang berada dalam sistem limfe dengan
gambaran yang sangat heterogen baik secara histologis, gejala, perjalanan klinis, respon
terhadap pengobatan maupun prognosis. Seperti keganasan lain, LNH merupakan hasil dari
akumulasi kelainan genetika yang bertahap sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak
terkendali klon sel-sel ganas. Translokasi berulang yang terjadi pada beberapa tingkat
deferensiasi sel B merupakan awal dari transformasi maligna. Translokasi ini
mengakibatkan deregulasi ekspresi onkogen yang mengontrol proliferasi, survival dan
deferensiasi sel. Menariknya, translokasi saja tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya
limfoma, sehingga diperlukan gangguan genetika sekunder berikutnya untuk terjadinya
transformasi maligna seutuhnya.
Manifestasi klinis limfoma non Hodgkin bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar
luas dalam tubuh. Jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau
dalam perjalanan penyakit mengalami invasi. Kelainan di bagian tubuh berbeda dapat
menunjukkan manifestasi berbeda. Selain itu limfoma non Hodgkin stadium lanjut dapat
menginvasi jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi. Berikut adalah
gejala dan tanda yang dapat dijumpai pada pasien limfoma non Hodgkin:
 Limfadenopati
Yang tampil dengan gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial
menempati lebih dari 60% pasien, di antaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian
leher (60-80%), aksila (6-20%), inguinal (6-12%). Pembesaran kelenjar limfe sering
asimetri, konsistensi padat dan kenyal, serta tidak nyeri.
 Kelainan Hati
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati. Sebagian pasien
dapat menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan
empedu intrahepatik.
 Kelainan skeletal
Pada limfoma non Hodgkin sering ditemukan invasi ke sumsum tulang.
 Destruksi kulit
Kelainan kulit ada yang spesifik dan non spesifik. Kelainan spesifik adalah invasi kulit
limfoma malignum, tampil bervariasi, massa, nodul, plak, ulkus, papul, dan makula.
Ada kalanya berupa eritroderma maligna. Yang non spesifik hanya transformasi dari
dermatitis biasa, berupa pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita, dan lain-lain.
 Kelainan sistem neural
Yang sering ditemukan adalah paralisis neural, sefalgia, serangan epileptik, peninggian
tekanan intrakranial, kompresi spinal, dan paraplegia.
 Gejala sistemik
Dapat berupa demam, keringat malam, dan penurunan berat badan.

Terapi dan Pencegahan


a. Terapi
Limfoma Hodgkin
Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe dan
stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas radioterapi, kemoterapi
dan terapi kombinasi. EORTC (European Organization for Research and Treatment of
Cancer) mengelompokkan penderita LH klasik ke dalam 3 stage berdasarkan atas
kriteria yang terdiri atas stadium LH dengan ada atau tidak adanya faktor resiko.
 Early-Stage Favorable
Penatalaksanaan LH klasik early-stage favorable dilakukan dengan pemberian
kemoterapi regimen ABVD dalam 2 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi
sebesar 20 Gy.
 Early-Stage Unfavorable
Penatalaksanaan LH klasik early-stage unfavorable dilakukan dengan pemberian
kemoterapi regimen ABVD dalam 4 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi
sebesar 30 Gy. Penatalaksanaan lainnya yang lebih intensif yaitu dengan pemberian
kemoterapi regimen BEACOPP dengan dosis meningkat dalam 2 siklus serta diikuti
dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD dalam 2 siklus dan radioterapi sebesar
30 Gy.
 Advanced-Stage Disease
Penatalaksanaan LH klasik advanced-stage disease dilakukan dengan pemberian
kemoterapi regimen ABVD atau BEACOPP dalam 6 sampai 8 siklus dan diikuti
dengan pemberian radioterapi jika ukuran limfoma > 1,5 cm setelah pemberian
kemoterapi regimen ABVD atau > 2,5 cm setelah pemberian kemoterapi regimen
BEACOPP.
Selain kemoterapi dan radioterapi, terapi LH juga dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
 Kortikosteroid
Obat-obatan ini akan digunakan bersamaan dengan pengobatan kemoterapi. Efek
samping yang akan muncul berupa gangguan tidur, gelisah, meningkatnya nafsu
makan yang dapat memicu penambahan berat badan, dan gangguan pencernaan.
 Rituximab
Rituximab adalah obat yang berfungsi membantu antibodi untuk menyerang sel
kanker. Obat ini akan menempel pada permukaan sel kanker, sehingga akhirnya
memicu sistem kekebalan tubuh untuk membunuh sel kanker tersebut. Beberapa efek
samping rituximab yang bisa muncul adalah mual, diare, kelelahan, dan gejala-gejala
yang menyerupai flu, seperti pusing dan nyeri otot.
 Transplantasi sumsum tulang atau stem cell
Prosedur ini dilakukan untuk mengganti sumsum tulang penghasil sel limfosit
dengan yang sehat. Prosedur transplanstasi sumsum tulang dipilih jika limfoma
Hodgkin kambuh. Prosedur dilakukan dengan bantuan obat kemoterapi dan radiasi
untuk menghancurkan sel kanker sebelum sumsum tulang yang sehat dimasukkan
dalam tubuh.
Limfoma non-Hodgkin
Metode terapi terpenting pada limfoma non Hodgkin adalah kemoterapi, terutama
terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan
tertentu dalam terapi limfoma non Hodgkin. Terapi terhadap limfoma non Hodgkin
berkaitan erat dengan subtipe patologiknya. Dewasa ini klasifikasi patologik umumnya
memakai sistem klasifikasi baru menurut WHO tahun 2001, tetapi klasifikasi kerja
masih berguna sebagai rujukan. Setiap pasien paska terapi 2-3 siklus dan setelah selesai
terapi harus diperiksa menyeluruh, untuk menilai hasil terapi serta menentukan strategi
terapi selanjutnya.
 Limfoma agresif
Stadium IA, IIA non bulky (<10 cm) : 3-4 siklus CHOP diikuti IFRT (3000cG dalam
10 fraksi) atau 6-8 siklus CHOP ± radioterapi
Stadium I – II (bulky), III, IV : 6-8 siklus CHOP, pada daerah bulky dapat diberikan
radioterapi
 Limfoma indolen
Stadium I dan II : radioterapi 35 – 40 Gy
Stadium III dan IV : kemoterapi tunggal atau kombinasi
 Limfoma relaps
Penderita dengan status performance yang baik direkomendasikan untuk stem cell
transplantation atau transplantasi alogenik. Pada sebagian besar penderita dapat
dipertimbangkan regimen terapi relaps konvensional. Pada penderita dengan status
performance kurang baik dapat diberikan monoterapi paliatif (mitoxantrone,
etoposide, fludarabine) atau seperti limfoma derajat rendah.
Selain kemoterapi dan radioterapi, terapi LNH juga dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
 Terapi antibodi monoklonal
Dikenal dengan nama obatnya rituximab, berguna untuk meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh dalam melawan dan menghancurkan sel-sel kanker. Namun,
langkah ini hanya efektif untuk beberapa jenis limfoma non-Hodgkin, tergantung
dari hasil imunofenotipe. Terapi antibodi monoklonal akan dikombinasikan dengan
kemoterapi dalam terapi limfoma non-Hodgkin.
 Transplantasi sumsum tulang
Metode pengobatan ini melibatkan prosedur kemoterapi dan radioterapi untuk
menekan sumsum tulang. Kemudian, sel induk sumsum tulang yang sehat dari tubuh
pasien atau dari donor dicangkokkan ke dalam tubuh pasien, agar membentuk
kembali sumsum tulang yang sehat.

b. Pencegahan
 Melindungi diri dari penyakit infeksi
 Menjaga penyakit terkait sistem kekebalan tubuh tetap terkendali
 Menghindari paparan bahan kimia toksik
 Menghindari paparan radiasi yang tidak perlu
 Menjaga berat badan ideal
 Mengkonsumsi makanan kaya antioksidan seperti sayur dan buah

3. Hubungan Gejala (benjolan, demam, keringat malam hari, dan penurunan berat badan)
dengan penyakit yang dialami pasien?
Gejala seperti demam, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan
merupakan trias dari gejala sistemik limfoma yang dapat kita sebut sebagai B symptoms. B
symptoms adalah faktor prognostik yang buruk pada limfoma (baik limfoma Hodgkin maupun
non-Hodgkin). Karena alasan ini, jika terdapat B symptoms, maka tumor dikalahkan di bawah
sistem klasifikasi Lugano. Kehadiran B symptoms berkorelasi baik dengan peningkatan
tingkat sitokin inflamasi dalam cairan tubuh. Peningkatan tingkat sitokin inflamasi ini akan
menginisiasi respons berupa inflamasi di dalam tubuh. Adanya demam ini terjadi karena
adanya inflamasi atau peradangan. Demam disebabkan oleh pirogen endogen dari makrofag
yang diaktivasi oleh fagosit, kompleks imun dan produk lain. Pirogen ini bekerja pada pusat
pengatur suhu di hipotalamus untuk meningkatkan titik pengatur termostat. Tujuannya adalah
agar fagositosis bekerja lebih cepat, metabolisme meningkat.
Patofisiologi limfadenopati melalui beberapa mekanisme, di antaranya terjadi replikasi sel-
sel nodus limfe, masuknya sel-sel eksogen, deposisi materi asing, pembesaran vaskuler dan
edema atau terjadi supurasi jaringan. Karena terjadi pembesaran vaskuler maka terjadi
peredarahan darah yang cepat, sehingga tubuh lebih cepat mengeluarkan panas tubuh. Dan
juga dikarenakan adanya infeksi maka respon dari tubuh adalah naiknya suhu tubuh, sehingga
kompensasi yang dilakukan tubuh adalah mengeluarkan panas tersebut dengan cara
mengeluarkan cairan. Berkeringat adalah cara tubuh kita untuk tetap dalam suhu yang normal.
Tetapi, berkeringat pada malam hari ini bisa disebabkan karena adanya infeksi. Infeksi akan
menyebabkan kenaikan suhu tubuh dan keringat adalah salah satu kompensasi untuk berusaha
menurunkannya. Dan banyak juga yang menghubungkan banyak berkeringat pada malam hari
ini dengan adanya kanker. Dan ini juga bisa berhubungan dengan kehilangan berat badan
secara tiba-tiba.
Penurunan berat badan drastis tanpa melakukan apapun adalah salah satu gejala limfoma
yang dapat terjadi. Seseorang yang mengidap limfoma mungkin akan mengalami kehilangan
berat badan lebih dari 10 persen dalam 6 bulan. Hal tersebut terjadi karena sel kanker
tersebut menghabiskan sumber energi seseorang. Selain itu, tubuh juga akan
menggunakan energi untuk menyingkirkan sel kanker yang berada di dalam tubuh.

4. Perbedaan pemeriksaan eksisi biopsy dan FNAB? Bagaimana mekanismenya dan apa
hubungannya dengan diagnosisnya?
Fine needle aspiration biopsy (FNAB) atau biopsi aspirasi jarum halus merupakan suatu
metode atau tindakan pengambilan sebagian jaringan tubuh manusia dengan suatu alat
aspirator berupa jarum suntik yang bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai penyakit
tumor. Tindakan ini ditujukan pada tumor yang letaknya superfisial dan palpable, seperti
tumor kelenjar getah bening, tiroid, kelenjar liur, dll. Untuk mendiagnosa limfoma maligna
pada kelenjar getah bening, ketepatannya tinggi pada lesi tumor yang derajat keganasannya
high-grade.
Biopsi merupakan tindakan pengambilan sebagian kecil jaringan kulit atau jaringan lain
atau organ tubuh lain untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Tujuan biopsi sebenarnya
untuk menegakkan diagnosis secara pasti apakah jaringan tersebut mengandung sel-sel
abnormal, mengalami proses infeksi atau gangguan lainnya. Hasil biopsi sangat membantu
dokter untuk mendiagnosis sekaligus menentukan langkah tepat dalam melakukan
pengobatan. Biopsi eksisi dilakukan agar dapat mengambil jaringan kulit lebih luas. Tindakan
biopsi ini dilakukan menggunakan pisau bedah dengan luas tertentu dan memerlukan
penjahitan sesudahnya.

5. Bagaimana hubungan gambaran pemeriksaan FNAB limfonodus mototon atypia dan


disarankannya biopsy eksisi dan imunohistokimia CD45, CD3, CD20 dengan penyakit
yang diderita pasien?

6. Perbedaan limfodenitis dan limfodenopati?


a. Limfadenitis
Limfadenitis adalah kondisi inflamasi pada nodus limfe. Penyebab limfadenitis dapat
berupa infeksi bakteri, virus, atau protozoa. Namum, walaupun jarang, limfadenitis bisa
idiopatik.
Patofisiologi limfadenitis didasari oleh reaksi imun ketika patogen masuk ke dalam
tubuh. Patogen yang masuk akan dikenali oleh sel dendritik melalui struktur polisakarida,
glikolipid, lipoprotein, asam nukleat, dan nukleotida untuk kemudian ditransportasikan
menuju ke nodus limfe terdekat. Antigen yang berada pada nodus limfe akan menginisiasi
respon imun yang dimediasi sel T dengan menstimulasi berbagai sitokin proinflamasi.
Respon terhadap sel T akan menstimulasi sitokin lain yang membuat sel B mengalami
kemotaksis dan proliferasi pada bagian germinal nodus limfe. Sel B akan menghasilkan
immunoglobulin, seperti IgG1, IgG3, dan IgG4, untuk membunuh dan mengekspulsikan
patogen.
Peningkatan aktivitas nodus limfe terkait patogen mengakibatkan hiperplasia folikuler
disertai dengan ekspansi korteks, peningkatan ukuran dan jumlah folikel sekunder, dan
mengakibatkan peningkatan ukuran nodus limfe (limfadenopati). Pembesaran ukuran ini
juga disebabkan oleh adanya ekspansi parakortikal dan peningkatan kebocoran kapiler.
Ukuran nodus limfe yang meningkat bersamaan dengan peningkatan tegangan dari
kapsul nodus dan jumlah sel endotel, menyebabkan bertambahnya jumlah mikrokapiler dan
aliran darah, sehingga timbul rasa nyeri dan eritema.
b. Limfadenopati
Limfadenopati merupakan suatu kondisi di mana nodus limfe (kelenjar getah bening)
mengalami abnormalitas baik dalam hal ukuran, konsistensi atau jumlah. Secara umum,
limfadenopati dibagi menjadi limfadenopati lokal (localized / jika hanya satu regio) atau
limfadenopati generalisata (generalized / jika lebih dari satu regio). Penyebab tersering
limfadenopati adalah infeksi (S. aureus, M. tuberculosis), diikuti dengan keganasan
(lymphoma, leukemia, metastasis).
Patofisiologi limfadenopati melalui mekanisme replikasi sel-sel nodus limfe, masuknya
sel-sel eksogen, deposisi materi asing, pembesaran vaskuler dan edema atau karena
supurasi jaringan.
Mekanisme Terjadinya Limfadenopati
Patofisiologi limfadenopati terjadi melalui salah satu dari mekanisme berikut :
 Replikasi sel-sel nodus limfe sebagai respons terhadap stimulus antigen atau sebagai hasil
dari transformasi keganasan
 Masuknya sejumlah besar sel-sel eksogen ke dalam nodus limfe (misalnya neutrofil atau
sel metastasis)
 Deposisi materi asing pada sel-sel histiosit nodus limfe (misalnya pada lipid storage
disease)
 Pembesaran vaskuler dan edema akibat sekunder dari pelepasan sitokin lokal
 Supurasi akibat dari nekrosis jaringan (misalnya pada tuberkulosis)

Patofisiologi Limfadenopati Lokal vs Generalisata


Dengan salah satu mekanisme di atas, jika proses patologi tersebut hanya mempengaruhi
nodus limfe yang berada pada grup contagious lokal (misalnya di regio aksila saja), maka
terjadilah limfadenopati lokal. Tapi, jika proses patologi sudah meluas dan mencakup dua
atau lebih grup nodus limfe yang non-contagious (misalnya regio aksila dan iliaka), maka
terjadilah limfadenopati generalisata. Proses ini dipengaruhi oleh lokasi anatomis dan area
drainase cairan limfe.

Anda mungkin juga menyukai