Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“POLITIK ISLAM”

Dosen Pengampu:

Dr. Hapni Laila Siregar, S.Ag., M.A.

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. M Ikhwanul Arfan Nst ( 1193151011 )


2. Trisna Febrina ( 1191151015 )
3. Tiara Syahfitri ( 1191151003 )
4. Sekar Sari ( 1191151013 )
5. Irma Cania Koto ( 1192451005 )
6. Puan Maharani ( 1191151006 )

S1 PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberi taufik dan hidayah-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Politik Islam”
tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabiyullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
para sahabat dan sahabiyah yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan syariah-Nya. Dan
semoga kita juga dimasukkan Allah SWT. dalam golongan ini, Amin.
Tak lupa pula kami mengucapkan  terima kasih kepada Dosen kami, Ibu Dr. Hapni Laila
Siregar, S.Ag., M.A atas bimbingan yang diberikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan bimbingan juga kami
ucapkan terima kasih.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kesalahan yang dilakukan.
Oleh karena itu, kami meminta saran dan kritik yang membangun sehingga kedepannya kami
bisa menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapa bermanfaat untuk menambah
pengetahuan pembaca dan kita semua.

Medan, 05 Desember 2020

Kelompok 2

DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR .................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3

A. Latar Belakang ..................................................................................3


B. Rumusan Masalah .............................................................................3
C. Tujuan ...............................................................................................4
D. Manfaat .............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................5

A. Politik Ketatanegaraan Dalam Islam ................................................5


B. Politik Internasional Dalam Islam ....................................................11
C. Umat Islam Terbagi 3 Perwujudan Khilafah ....................................14
D. Kontribusi Umat Islam Dalam Kehidupan Politik Di Indonesia ......16
E. Keterkaitan Islam Dengan Pancasila ................................................19
F. Contoh Perda Bernuansa Keagamaan ...............................................23
G. Hikmah Video ...................................................................................25

BAB III PENUTUP .....................................................................................31

A. Kesimpulan .......................................................................................31
B. Saran .................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................32

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Politik merupakan hal yang tidak terlepas dari kekuasaan sehingga dalam berpolitik
dibutuhkan penguasa yang dipercaya oleh rakyat dan untuk rakyat. Politik memiliki sistem
politik yang di dalamnya yang memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan (interrelated) dan
saling bergantung (interdependent). Sedangkan politik berarti berbagai macam kegiatan yang
terjadi di dalam suatu Negara yang berkaitan dengan proses menetapkan tujuan dan bagaimana
mencapai tujuan tersebut. Setiap politik terdiri dari dua unsur, yaitu penguasa dan masyarakat
beserta organisasi yang dibentuknya. Proses menuju panggung politik bisa ditempuh atau
dilakukan oleh siapa saja selama memiliki kapasitas.

Politik tidak hanya dijalankan atau dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan
tetapi bisa juga dilakukan oleh para ulama. Ulama memiliki sumber daya yang sangat luar biasa
untuk mempengaruhi massa. Politik merupakam pembahasan yang tidak terlepas dari
pembentukan Negara. Negara membutuhkan seorang pemimpin untuk menyelamatkan umat.
Memanglah dalam Alquran maupun hadis tidak ditemukan secara gamblang konsep tentang
Negara Politik Islam memiliki corak yang berbeda dari politik barat. Ciri umum politik
ketatanegaraan Islam pada masa klasik ditandai oleh pandangan mereka yang bersifat khalifah
sentris3 . Kepala Negara atau khalifah memegang peranan penting dan memiliki kekuasaan yang
sangat luas. Rakyat dituntut untuk mematuhi kepala Negara, bahkan di kalangan sebagian
pemikir sunni terkadang sangat berlebihan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana politik ketatanegaraan dalam Islam?
2. Bagaimana politik internasional dalam Islam?
3. Apa saja 3 kelompok perwujudan khilafah?
4. Bagaimana kontribusi umat Islam dalam kehidupan politik di Indonesia?
5. Bagaimana keterkaitan Islam dengan Pancasila?
6. Contoh perda bernuansa keagamaan?
7. Hikmah dari beberapa video?
C. Tujuan

3
1. Agar dapat mengetahui politik ketatanegaraan dalam Islam
2. Agar dapat mengetahui politik internasional dalam Islam
3. Agar dapat mengetahui 3 kelompok perwujudan khilafah
4. Agar dapat mengetahui bagaimana kontribusi umat Islam dalam kehidupan politik di
Indonesia
5. Agar dapat mengetahui keterkaitan Islam dengan Pancasila
6. Agar dapat mengetahui contoh perda bernuansa keagamaan
7. Agar dapat mengetahui ikmah dari beberapa video

D. Manfaat
1. Untuk mengetahui politik ketatanegaraan dalam Islam
2. Untuk mengetahui politik internasional dalam Islam
3. Untuk mengetahui 3 kelompok perwujudan khilafah
4. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi umat Islam dalam kehidupan politik Di
Indonesia
5. Untuk mengetahui keterkaitan Islam dengan Pancasila
6. Untuk mengetagui contoh perda bernuansa keagamaan
7. Untuk mengetahui ikmah dari beberapa video

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. POLITIK KETATANEGARAAN DALAM ISLAM

Politik Islam di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah.Oleh sebab itu, di
dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah
berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama
‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). al-Siyasah juga
berarti mengatur, mengendalikan,mengurus,atau membuat keputusan,mengatur kaum,
memerintah, dan memimpinya. Secara tersirat dalam pengertian siyasah terkandung dua dimensi
yang berkaitan satu sama lain, yaitu: (1) “Tujuan” yang hendak di capai melalui proses
pengendalian, (2) “Cara” pengendalian menuju tujuan tersebut Secera istilah politik islam adalah
pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara’.

Pengertian siyasah lainya oleh Ibn A’qil, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qayyim,
politik Islam adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan
dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipunRasullah tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah
SWT tidak menentukanya. Pandangan politik menurut syara’, realitanya pasti berhubungan
dengan masalah mengatur urusan rakyat baik oleh negara maupun rakyat. Sehingga definisi
dasar menurut realita dasar ini adalah netral. Hanya saja tiap ideologi (kapitalisme, sosialisme,
dan Islam) punya pandangan tersendiri tentang aturan dan hukum mengatur sistem politik
mereka.Dari sinilah muncul pengertian politik yang mengandung pandangan hidup tertentu dan
tidak lagi “netral”.

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah
Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika
seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan
ada banyak para khalifah." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim) Jelaslah bahawa politik atau
siyasah itu bermakna adalah mengurusi urusan masyarakat. Rasulullah SAW. bersabda : "Siapa
saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan urusan dunianya, maka orang
tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan
kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk golongan mereka (iaitu kaum Muslim). (Hadis
Riwayat Thabrani).

5
1. Sejarah Pemikiran Politik Islam

Dalam ajaran islam, masalah politik termasuk dalam kajian fiqih siyasah. Fiqih siyasah
adalah salah satu disiplin ilmu tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada
umumnya, dan negara pada khususnya, berupa hukum, peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh
pemegang kekuasaan yang bernafaskan ajaran islam. Al Quran tidak menyatakan secara eksplisit
bagaimana system politik itu muncul, tetapi menegaskan bahwa kekuasaan politik dijanjikan
kepada orang-orang beriman dan beramal shaleh.Ini berarti kekuasanan politik terkait dengan
kedua factor tersebut.

Pada sisi lain politik juga terkait dengan ruang dan waktu. Ini berarti ia adalah budaya
manusia sehingga keberadaanya tiak dapat dilepaskan dari dimensi kesejarahan. Sistem
pemerintahan islam sudah dimulai sejak masa Rasulullah SAW. Dua tahun setelah hijrah dari
mekkah ke madinah, tepatnya pada tahun 622 M, Rasulullah SAW bersama seluruh komponen
masyarakat Madinah memaklumkan piagam yang disebut Piagam Madinah. Adapuni isi dari
piagam Madinah ini ialah :

a. Tiap kelompokdijamin kebebasanya dalam beragama


b. Tipa kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah
c. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah, baik yang
muslim maupun non muslim
d. Semua penduduk Madinah sepakat mengangkat Muhammad sebagai pemimpinya dan
memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya.

Setidaknya terdapat 3 kelompok/paradigma yang berkembang dalam dunia islam tentang


keterkaitann antara islam dan politik.

a. Paradigma tradisional/ paradigma formalistic. Bahwa islam adalah suatu agama yang
serba lengkap. Didalamnya terdapat ketatanegaraan atau politik.Kelompok ini
berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan yang harus diteladani adalah sistem yang
dilaksanakan oleh Rasululllah SAW.
b. Paradigma Sekuler. Bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya agama
tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.Muhammad hanyalah saorang Rasul

6
yang bertugas menyampaikan risalah Tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas
untuk mendirikan dan memimpin suatu Negara
c. Paradigma Substantivistik. Kelompok yang menolak paradigma formalistik dan juga
paradigma sekuler. Aliran ini berpendirian bahwa islam tidak terdapat sistem
ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Menurut kelompok ini, tak satu nash pun dalam al quran yg memerintahkan
didirikannnya sebuah negara islam.
d. Keduduakn Politik Dalam Islam. Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim
tentang kedudukan politik dalam syariatislam. Yaitu :
a.) Pertama, kelompok yang menyatakan bahwaIslamadalah suatu agama yang serbah
lengkap didalamnya terdapat pula antara lainsystem ketatanegaraan atau politik.
Kemudian lahir sebuah istilah yang disebutdenganfikih siasah (system ketatanegaraan
dalam islam) merupakan bagianintegral dari ajaran islam. Lebih jauhkelompok ini
berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang harus diteladaniadalah system yang
telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dan oleh parakhulafa al-rasyidin yaitu
sitem khilafah.
b.) Kedua, kelompok yangberpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian
barat. Artinya agamatidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini
nabi Muhammadhanyalah seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain bertugas
menyampaikan risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk
mendirikan danmemimpin suatu Negara.
c.) Ketiga menolak bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat
didalamnya segala sistemketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam
sebagaimana pandanaganbarat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan
tuhan. Aliran iniberpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat sistem
ketatanegaraan, tetapaiterdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.

2. Prinsip Ketatanegaraan Dalam Islam

Adapun beberapa prinsip dari ketatanegaraan dalam islam yaitu sebagai berikut :

7
a. Syûrâ
Syûrâ adalah salah satu prinsip utama politik Islam. Ia menjadi satu-satunya
faktor utama ke arah kejayaan sistem politik dan pemerintahan Islam. Di samping itu
syûrâ menjamin bahwa sistem diktator tidak akan terwujud di kalangan umat Islam jika
sistem ini betul-betul diikuti. Perintah mengamalkan sistem ini terdapat di dalam al-
Qur’ân surat al-Syûrâ /42: 38, dan Âlî Imrân/3:159. Di dalam al-Qur’ân surat al-Syûrâ
/42: 38 Allâh memuji orang-orang yang beriman yang menjadikan syûrâ sebagai suatu
sifat kepribadian mereka. Tugas mereka adalah bermusyawarah di antara sesama mereka
dalam mencari penyelesaian terhadap setiap persoalan yang menimpa mereka.
QS. al-Syûrâ/42:38 tersebut berbunyi:

َ ‫ور ٰى َب ْي َن ُه ْم َو ِممَّا َر َز ْق َنا ُه ْم ُي ْنفِ ُق‬


‫ون‬ َ ‫ش‬ُ ‫صاَل َة َوأَمْ ُر ُه ْم‬
َّ ‫ِين اسْ َت َجابُوا ل َِرب ِِّه ْم َوأَ َقامُوا ال‬
َ ‫َوالَّذ‬

“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan


shalât sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka, dan
mereka menafkahkan sebagian rizki yang kami berikan kepada mereka.” (QS.
alSyûrâ/42:38).
Dapatlah dikatakan bahwa pemerintah Islam di suatu masa diberi kewenangan
untuk menentukan bentuk dan corak syûrâ di masanya dengan syarat prinsip-prinsip ‘am
Islam, syarat-syarat dan adab-adab syûrâ Islam hendaklah diikuti. Islam tidak
menetapkan cara perlaksanaan yang khusus, sebab jika ini dibuat sudah tentu akan
membawa kepada jumud atau kakunya sistem syûrâ itu sendiri yang sama sekali tidak
sesuai dengan sifat undangundang politik dan juga tidak sesuai dengan sifat agama Islam.
Inilah yang menjadi pendapat inti Asad tentang syûrâ.
b. Keadilan
Prinsip Keadilan adalah merupakan prinsip kedua sistem pemerintahan Islam
setelah prinsip syûrâ . Islam menganggap prinsip ini penting dan mendasar. Bahkan jika
mengikuti pendapat Ibn al-Qayyim, prinsip ini menjadi sebagian dari agama (syara’).
Prinsip ini menuntut supaya dilaksanakan secara mutlak ke atas seluruh individu tanpa

8
melihat kepada perbedaan bangsa, iklim dan aliran pemikiran (madzhab). Inilah yang
diperintahkan oleh Allâh swt. dalam firman-Nya:

ْ ‫هّٰللا‬
ِ ‫اِنَّ َ َيأ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َوااْل ِحْ َس‬
‫ان‬

“Sesungguhnya Allâh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebaikan.” (QS.
alNahl/16:90).
Islam menghendaki supaya umatnya mewujudkan sistem pemerintahan yang adil.
Karena dengan pemerintahan yang adil, maka akan terwujudlah keamanan, kedamaian,
dan kebahagiaan masyarakat. Pemerintahan yang adil (al-Siyâsah al-‘âdilah)
didefinisikan oleh para ahli hukum Islam sebagai hukum-hukum dan tindakan-tindakan
yang bertujuan untuk memberi kebahagiaan kepada umat serta berusaha untuk
kepentingan mereka berdasarkan cara-cara yang sesuai dengan prinsip syarî’ah dan dasar-
dasar umumnya tanpa terpengaruh dengan tuntutan hawa nafsu dan kepentingan diri.
c. Kebebasan
Konsep kebebasan sangat sentral dalam pemikiran individualisme dan liberalisme
Eropa. Kini, dapat dikatakan bahwa semua negara demokrasi menjamin hak persamaan
dan kebebasan rakyatnya.19 Dalam tradisi ini, kebebasan berarti sebuah kondisi yang
dicirikan oleh ketiadaan pemaksaan (coersion) atau pembatasan (constraint) yang
dilakukan oleh orang lain.20 Pendapat penting muncul dari pemikiran Bertrand Russell
yang sering dikutip, “Secara umum, kebebasan dapat didefinisikan sebagai ketiadaan
rintangan untuk merealisasikan hasrat”. Pernyataan ini sedikit menyulitkan untuk
mengindikasikan adanya pembatasan yang tak terbatas terhadap pilihan manusia. Dalam
Islam, konsep kebebasan secara mendasar telah menuntut akan arti tanggung jawab.
Selanjutnya, para sarjana hukum konstitusional modern membagi kebebasan menjadi
beberapa cabang: kebebasan berpikir, kebebasan berkeyakinan, hak untuk mendapatkan
pendidikan dan kepemilikan, dan kebebasan pribadi. Sebagian dari cabang-cabang ini,
pada gilirannya, dapat dibagi menjadi beberapa bagian seperti dalam kasus kebebasan
personal yang dapat dikategorikan ke dalam hak untuk hidup, kebebasan dan keselamatan
diri, serta kebebasan bergerak.

9
d. Persamaan
Istilah “persamaan” (equality) telah begitu banyak diperbincangkan dalam
sejarah ide-ide dan institusi-institusi pemerintahan. Baik para filosof ataupun para
negarawan telah menggunakan kata ini untuk kepentingan mereka atau menjustifikasi
tindakan mereka sebagai penguasa. Menurut Arnold Brecht, para filosof secara ilmiah
“telah gagal menawarkan standar dengan mana berat relatif (tentang persamaan manusia)
dapat diukur”. Secara ilmiah, Brecht menguji semua karakteristik yang diperkenalkan
oleh para filosof dan pemikir untuk mendukung pemikiran mereka tentang persamaan,
tetapi hasilnya menyatakan bahwa gambaran ini semuanya cacat. Ia juga menyatakan
bahwa “persamaan memasuki gambaran (tentang pemikiran politik dan ekonomi) yang
sangat akhir dalam Revolusi Perancis; ia menemukan begitu banyak kecurigaan dan
resistensi tidak hanya secara praktis tetapi juga secara filosofis.”32 Walaupun demikian,
pada kenyataannya, kontroversi tentang persamaan muncul, tidak hanya demi
kemanusiaan, tetapi untuk mendukung cita-cita ideal dan politis tertentu
e. Pluralisme
Sebelum membedah pemikiran Asad tentang pluralisme, diperlukan sedikit latar
belakang mengapa isu pluralisme ini muncul. Pada awalnya, masyarakat itu relatif
homogen secara rasial, etnis, dan agama. Namun, dalam perkembangannya, masyarakat
menjadi plural atau pluralistik. Demikian pula, pluralisme terjadi dengan migrasi. Pada
masa kemunculan komunitas Muslim di Semenanjung Arab, sudah terdapat komunitas
Yahudi dan Kristen di Madinah, Khaybar, Tayma’, Nejd dan Arabia Selatan. Selain itu,
pluralisme pun terbentuk oleh perbudakan: hal itu terlihat dengan adanya orang-orang
hitam dari Ethiopia di zaman Nabi Muhammad saw.40 Dalam sejarahnya, kemudian,
kekuasaan Islam memang selalu dihadapkan dengan pluralisme.
Dan untuk pluralisme ini umat Islam telah menunjukkan kemampuan mereka
untuk memerintah dengan relatif aman, walaupun menghadapi berbagai macam orang
dengan begitu banyak perbedaan ras, etnik dan bahasa. Di samping itu, dengan adanya
kontak mereka dengan budaya lain, selain Arab-Islam, mereka menemukan agama lain.
Orang-orang non-Muslim itu, yang dimotivasi oleh ‘keuntungan bisnis, melakukan misi,
dan pencarian pengetahuan beserta penggunaan praktisnya telah memberikan kondisi
pluralistik pada sejarah Islam

10
B. POLITIK INTERNASIONAL DALAM ISLAM

Hubungan internasional pada masa perang mengatur hubungan negara Islam dengan
bangsa agresor atau al-harbiyyun yang memulai melakukan agresi terhadap kaum Muslimin yang
berada di sebuah negara Islam. Mayoritas ulama membagi negara menjadi dua bagian, yaitu dar
al-Islam / dar al-waqf (menurut Syiah Zaidiyah) / dar al-tauhid (menurut Ibadiyah ) dan dar
alharb / dar al-fasiq (menurut Syiah Zaidiyah) / dar al-syirk (menurut Ibadiyah). Sementara
ulama Syafi’iyahmenambahkan kategori dar al-‘ahd atau dar al-aman di samping keduanya. Dar
al-‘ahd adalah negara-negara yang berdamai dengan dar al-Islam, dengan peranjian tersebut,
maka semua penduduk dar al-‘ahd tidak boleh diganggu jiwanya, hartanya, dan kehormatan
kemanusiaannnya. Meskipun penduduknya tidak beragaa Islam, mereka diperlakukan seperti
orang Islam dalam arti dilindungi hakhaknya.

Islamisasi Hubungan Internasional berarti memahami Islam itu sendiri, karena untuk
memahami Hubungan Internasional dalam Islam, kita harus mengetahui apa itu islam bagaimana
pandangan islam, bagaimana islam bersikap dan lain sebagainya. Untuk memahami Islam,
artinya juga memahami bahasa Arab karena bahasa yang dipergunakan dalam agama Islam
adalah bahasa Arab yaitu bahasa Al-Qur'an al-Kariem. Penting untuk mempelajari Hubungan
Internasional dalam pandangan Islam karena sejatinya, Hubungan Internasional tidak hanya
berasal dari barat, melainkan Islam sendiri memiliki pandangan terhadap Hubungan
Internasional. Dan teori yang paling dekat dengan Hubungan Internasional Islam adalah teori
konstruktivis yand dilihat dari banyak faktor seperti identitsa, norma dan budaya.Tidak dapat
dipungkiri bahwa Islam berbeda dalam memandang hubungan antar negara.Islam memiliki sudut
pandang baru dalam melihat dunia.Islam juga memiliki sumber sendiri dalam melihat Hubungan
Internasional, yaitu dari Al-Qur'an yang merupakan sumber segala ilmu, hadist dan
Ijtihad.Dalam pandangannya, Islam memiliki ciri khas tersendiri.

1. Teori Hubungan Internasional dan Pandangan Islam

Acharya dan Buzan sebagaimana dikutip oleh Muhammad Qobidl ’Ainul Arif, (Turkish
Jornal of International Relation 2006 : V.5 No.4) mengatakan Islam memahami manusia dan
memiliki tanggapan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan, dapat bertindak sebagai
teori, hampir sama seperti yang berada pada filsafat politik barat mengenai tindakan manusia.

11
Dalam buku ini mereka memberikan tiga sumber yang berbeda dalam dunia Islam dan
bagaimana seharusnya Islam berinteraksi dengan orang lain, yaitu :

a. Landasan dalam pemahaman teori hubungan internasional bersumber pada Al Qur’an,


Hadist, sunnah atau Ijtihad.
b. Adanya pemberontakan terhadap ortodoksi yang berlaku dan dipimpin oleh para
pemimpin nasional.
c. Adanya rekonsiliasi sebagai sebuah gerakan Islamisasi untuk sebuah rekonseptualisasi
ilmu sosial, dan ektensi teori hubungan internasional.

Acharya dan Buzan, mengingatkan kepada kita bahwa tradisi klasik dan pemikiran agama
telah menjadi dasar para tokoh pemikir di Asia untuk menjadi awal berpikir internasional.Begitu
pula diperiksanya sumber nyata untuk mencari teori hubungan internsional non-barat sebagai
alternatif yakni Al Qur’an, Hadist, Sunnah, Syariah sebelum menentukan teori hubungan
internasional.Pendekatan Yurisprudensi untuk teori hubungan internasional dalam Islam dapat
diidentifikasi dalam konsep jihad, dimana memiliki konteks yang berbeda dalam definisinya
dimana bukan bermakna perang tetapi berjuang untuk mewujudkan sesuatu yang diyakini.Jihad
dalam Al Qur’an terbagi dua yakini jihad besar (perjuangan Internal) dan jihad kecil (melibatkan
eksternal yakni berusaha untuk menghilangkan hambatan menuju jalan Allah dengan melawan
orangorang kafir.Islam dalam hubungan luar negerinya membagi dunia menjadi dua bidang
yakni Dar al Islam (wilayah Islam) dan Dar al Harb (kerajaan perang).

Beberapa pertimbangan dari teori hubungan internasional dalam Islam, pertama harus
diklarifikasikan pendekatan yudisial dengan Al Qur’an. Kedua dalam hal Dar al Islam dan Dar al
Harb sebenarnya tidak dinyatakan secara jelas dalam Al Qur’an dan Sunnah, tetapi diciptakan
oleh para sarjana muslim. Ketiga, dualisme (dakwah dan jihad) seharusnya menjadi konsep
sentral dari teori hubungan internsional dalam Islam, tujuan akhir Islammenurut pandangan ini
yaitu membentuk umat dimana aturan syariah dapat diterapkan.Keempat, hukum Islam menjadi
sebuah yang realis berdasarkan kekuasaan dan perang dimana adanya interpretasi dari ayat-ayat
dalam Al Qur’an.Kekerasaan hanya boleh dilakukan untuk membela diri, melindungi properti
dan membela iman mereka.

2. Prinsip Hubungan Internasional Dalam Islam

12
Kelompok pertama, menganggap bahwa Islam hanya merupakan ajaran wahyu yang
mengatur urusan ritual atau sosial yang sifatnya amal sholeh (menyantuni).Kelompok kedua,
menganggap bahwa Islam selain mengatur urusan ritual, juga memberikan landasan bagi praktek
kehidupan sosial.

Dalam aspek hukum internasional, saat ini terdapat ambiguitas baik secara landasan,
konsep, dan praktek. Paling tidak terdapat beberapa hal yang akan diungkapkan di sini yaitu:
pertama, ilusi hukum internasional. Pada tahun 1948 Majelis Umum PBB membahas tentang
pembentukan mahkamah kejahatan internasional, yang berkantor di Den Hag Belanda.
Sedangkan implementasinya dimulai 1 Juli 2002 dengan diratifikasi oleh 60 negara, tidak
termasuk Israel, Rusia, Cina dan sebagian negara-negara Arab. Contoh yang paling mencolok
adalah setelah pada tahun 2000 presiden AS Bill Clinton ikut meratifikasinya, segera AS yang
dikenal sebagai “polisi dunia” menarik diri dari perjanjian tersebut karena merasa khawatir
warga negaranya akan diadili. Tindakan sepihak juga AS lakukan terhadap perjanjian mengenai
misil anti-Balistik, penolakannya terhadap Protokol Tokyo tentang Perubahan Iklim, juga
terhadap kesepakatan PBB tentang persediaan senjata. (Salim Frederiks 2004 : 234-235).

Kedua, hukum internasional tidak bersifat universal.Catatan sejarah Universal


Declaration of Human Right membuktikan bahwa peraturan tersebut tidak dapat diterima dan
diimplementasikan secara umum.Tidak ada polisi dunia, tidak ada pengadilan internasional yang
memiliki otoritas atau wewenang penuh untuk menyelesaikanperselisihan internasional secara
tuntas dan adil.Semua terasa sebagai sandiwara dan menjadi suatu kebohongan.Kasus Desert Fox
Operation (Operasi Serigala Gurun) yang mendapatkan penentangan dari negaranegara anggota
Dewan Keamanan PBB. Prancis, Rusia, Cina dan negara anggota lainnya ikut menentangnya
berdasarkan Pasal 39 Piagam PBB1 , namun Clinton dan Blair tetap melanggarnya dan tetap
mengadakan aksi sepihak. Begitu pula pemboman sepihak AS atas Sudan, dan Afghanistan serta
Irak dan “milisi tidak sah” ke Guantanamo oleh George W. Bush dan lainnya.(Salim Frederiks:
240-242).

Ketiga, penghargaan dan perdamaian dunia yang membingungkan. Penghargaan Nobel


yang semestinya diberikan kepada orang yang membawa kedamaian, ternyata juga diberikan
pada tahun 1994 kepada Yitzhak Rabin dan Shimon Peres yang semua orang tahu
pembantaiannya terhadap muslim Palestina. Pada 12 Oktober 2001 kepada Kofi Annan atau

13
orang-orang lainnya yang terbukti tidak mampu membatasi peperangan, invasi negara-negara
Barat ke Timur Tengah, pembantaian di Bosnia, Chechna, pertumpahan darah di Rwanda, Sierra
Leone, Somalia dan banyak lagi yang lain. (Salim Frederiks : 244-247).

3. Perspektif Islam Dalam Politik Luar Negeri


Dalam tradisi pemikiran Islam klasik dan pertengahan, hubungan agama dan negara
merupakan sesuatu yang saling melengkapi, sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan. Agama
membutuhkan negara, demikian juga sebaliknya. Para teoritis politik Islam mengaitkan
kepentingan terhadap negara kenyataan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat
memenuhi kebutuannya sehari-hari. Karena itu berdiplomasi atau menjalin hubungan antar
negara adalah sebagai bentuk kerjasama sosial, dengan menjadikan wahyu (agama) sebagai
pedoman atau rujukan. Tujuannya agar manusia mencapai kebahagiaanya yaiut, material dan
spiritual atau dunia dan akhirat.
Pada masa kenabian politik luar negeri atau strategi politik terhadap bangsa atau negara
lain adalah berorientasi pada penjagaan perdamaian dan keamanan internal umat islam. Politik
luar negeri ditujukan untuk menjaga daerah-daerah umat muslim agar tetap aman.Oleh karena itu
ketika itu politik luar negri islam terdiri atas dasar dan tujuan yang kuat untuk mengamankan
batas-batas teritorial negara islam selain itu juga sebagai aplikasi sistem jihad fi sabilillah ,
termasuk perang dan pertempuran secara islami dan tunduk dalam tujuan islam yakni
menegakkan kalimat Allah Swt.
Politik luar negri islam juga memiliki beberapa prinsip dasar, selain tidak bertentangan
degan Al-Quran dan Hadis. Adapaun prinsip-prinsip terpenting dalam politik luar negeri islam
adalah perdamaian menjadi pokok utama hubungan antar negara, tidak memutuskan hubungan
damai tersebut, membuat kaidah-kaidah yang menjamin perdamaian, membuat suatu syarat
pengakuan kenegaraan dan ketika mengumumkan perang terhadap negara lain tidak khianat.

C. UMAT ISLAM TERBAGI 3 PERWUJUDAN KHILAFAH


1. Muttaqin
Menurut pandangan Allah SWT, muttaqin merupakan orang yang paling baik diantara 2
kelompok yang  lainnya. Ini telah dijelaskan didalam QS. Al-Hujurat: 13, “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

14
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Allah SWT
juga menjamin mereka akan dimasukkan kedalam surganya, “Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran:133). Muttaqin adalah menolak aturan yang
telah  dibuatan manusia yang bertentangan dengan aturan Allah karena mereka adalah orang
yang menjalani kehidupannya dengan mengacu pada aturan Islam. Mereka akan teguh,
konsisten, dalam menjalankan ajaran Islam, bagaimana pun risik yang akan mereka hadapi,
juga ,emgajak orang lain untuk selalu hidup dengan damai dan harmoni.

2. Kafirin

Kaum kafirin ini merupakan kebalikan dari kaum muttaqin. Kaum kafirin tergolong
manusia yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rosulullah SAW. Mereka tidak
membenarkan ajaran Islam dan menolaknya.Mereka juga selalu berusaha untuk merusak dan
menghancurkan citra Islam. Terdapat hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Mereka tidak
akan bisa merusak Islam dan umatnya, selama kaum

Muslimin mau bersatu dan menghindari penyakit cinta dunia dan takut mati.Dalam hal
ini Allah SWT telah menjelaskan jika mereka tidak akan mempan diberi peringatan karena Allah
SWT telah mengunci mati hati, pendengaran, dan penglihatan mereka. Bagi mereka siksa yang
pedih (QS. Al-Baqarah: 6-7).

3. Munafiqin

Kaum munafik adalah golongan orang yang paling berbahaya karena permusuhan mereka
tersembunyi. Mereka berada diantara umat Islam dan terkadang sulit untuk diketahui. Dijelaskan
dalam QS. Al-Baqarah: 3-20, Allah menyebutkan ciri-ciri kaum muttaqien dalam empat ayat,
kaum kafirin dalam dua ayat, sedangkan karakter kaum munafik dalam 13 ayat karena jumlahnya
banyak dan besarnya fitnah yang mereka lancarkan. Kaum munafiqin mengaku beriman padahal
tidak. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 8-20, “Ciri kaum munafik antara lain pura-pura
beriman untuk mengelabui kaum beriman, di hati mereka ada penyakit, membuat kerusakan
namun mengaku berbuat kebaikan, memperolok kaum beriman padahal mereka sendiri yang

15
bodoh, mengaku beriman di depan kaum mukmin dan mengatakan tidak beriman di tengah
komunitas mereka”. Alquran menyebutnya "syayathinihim" (setan-setan mereka)

D. KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM KEHIDUPAN POLITIK DI


IDONESIA

Kontribusi berasal dari bahasa   inggris yaitu contribute, contribution, maknanya adalah
keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan. Berarti dalam hal ini kontribusi
dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat materi misalnya seorang individu
memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi kebaikan bersama. Kontribusi dalam pengertian
sebagai tindakan yaitu berupa perilaku yang dilakukan oleh individu yang kemudian
memberikan dampak baik positif  maupun negatif terhadap pihak lain. Sebagai contoh, seseorang
melakukan kerja bakti di daerah rumahnya demi menciptakan suasana asri di daerah tempat ia
tinggal sehingga memberikan dampak positif bagi penduduk maupun pendatang. Dengan
kontribusi berarti individu tersebut juga berusaha meningkatkan efisisensi dan efektivitas
hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara menajamkan posisi perannya, sesuatu yang kemudian
menjadi bidang spesialis, agar lebih tepat sesuai dengan kompetensi. Kontribusi dapat diberikan
dalam berbagai bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial, dan lainnya.

Islam merupakan agama yang universal, agama membawa misi rahmatan lil almiipn serta
membawa konsep kepada ummat manusia mengenai persoalan yang terkait dengan suatu sistem
sperti konsep politik, perekonomian, penegakan hukum, dan sebagainya. Kemudian Dalam
bidang politik misalnya, Islam mendudukannya sebagai sarana penjagaan urusan umat.
Pemikiran Politik dalam Islam berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Beberapa
nama pemikir muslim yang menjadi rujukan dalam pemikiran politik diantaranya Al-Mawardi
(w.1058 M), Ibn Taimiyyah (w.1328 M) Ibn Khaldun (w.1406 M), Ibn Abd al-Wahhab (w.1793
M), Jamaluddin al-Afghani (w.1897 M), dan Muhammad Abduh (w.1905 M). Selain beberapa
nama itu, tokoh pergerakan Islam yang tidak kalah penting adalah Hasan al-Banna. Beliau
berasal dari tanah Mesir dan mempunyai pemikiran yang menarik dalam bidang politik.

Ada dua hal yang bersifat kontradiktif dalam konteks hubungan politik antara Islam dan
negara di negara-negara Muslim atau negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia.
Kedua hal tersebut yakni; Pertama, posisi Islam yang menonjol karena kedududukannya sebagai

16
agama yang dianut sebagian besar penduduk negara setempat. Kedua, sekalipun dominan Islam
hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan politik negara bersangkutan. Sebagai agama
yang dominan dalam masyarakat Indonesia, Islam telah menjadi unsur yang paling berpengaruh
dalam budaya Indonesia dan merupakan salah satu unsur terpenting dalam politik Indonesia.
Namun demikian Islam hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan politik nasional.

Politik adalah ilmu pemerintahan atau ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara. Pengertian dan
konsep politik atau siyasah dalam Islam sangat berbeda dengan pengertian dan konsep yang
digunakan oleh orang orang yang bukan Islam. Politik dalam Islam menjuruskan kegiatanumat
kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan
pemerintahan. la merupakan sistem peradaban yang lengkap yang mencakup agama dan negara
secara bersamaan.19 Sejak IM didirikan oleh Al-Banna kondisi Mesir dan dunia Arab berada
dalam lingkungan pemikiran Barat. Para tokoh sekuler hanya membatasi aktivitas agama sebatas
dinding masjid dan menjadi urusan pribadi Padahal pada dasarnya Islam adalah sistem yang
sempurna.

Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah melalui perjalanan politik
yang sangat panjang. Dari data historis dapat diketahui, bahwa laju perpolitikan (baca: politik
kekuasaan) Indonesia sudah mengalami berbagai macam bentuk negara/pemerintahan yang tidak
dapat dipisahkan dari keyakinan/agama masyarakatnya. Berawal dari zaman kekuasaan kerajaan-
kerajaan Hindu dan Buddha, lalu zaman kekuasaan kesultanan Islam, kemudian zaman
kekuasaan kolonialisme Eropa yang diwakili oleh Belanda dan Inggris, terus zaman hegemoni
penjajahan Jepang, sampai kepada zaman kemerdekaan. Berdirinya kerajaan Hindu (terbesar
adalah Majapahit di Jawa) dan kerajaan Buddha (terbesar adalah Sriwijaya di Sumatera), karena
masyarakat Indonesia (Nusantara) saat itu mayoritasnya penganut agama Hindu dan Buddha.
Setelah Islam masuk ke Indonesia dan mengembangkan sayap kekuasaannya, maka masyarakat
Indonesia yang sudah muslim berusaha mendirikan suatu kedaulatan yang berdasarkan ajaran
Islam sehingga lahirlah di seluruh penjuru Indonesia kerajaan-kerajaan Islam yang lebih dikenal
dengan kesultanan, sampai datangnya kolonial Eropa yang mencengkeramkan kekuasaannya
sambil menyebarkan keyakinan kristiani mereka. Akhirnya berkat perlawanan penduduk pribumi
yang mayoritasnya muslim maka lahirlah NKRI setelah melalui masa sulit menuju proklamasi
kemerdekaan Indonesia.

17
Pasca perkembangan pesat Islam di Indonesia, dengan penyebaran peradaban, ilmu
pengetahuan, politik dan sosial budaya yang berkarakteristik Islami, seiring juga dengan
munculnya para pakar politik muslim, NKRI dengan sendirinya tercelup dengan warna Islam,
dari segala aspek kehidupan, termasuk dalam dunia politik kekuasaan. Telah banyak sumbangan
umat Islam melalui para ulama, juru dakwah dan politikus muslim terhadap kancah perpolitikan
Indonesia, melalui sumbangan waktu, pemikiran, harta dan tenaga mereka. Bahkan tidak sedikit
di antara para pahlawan muslim yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi kedaulatan
politik Indonesia dalam “percaturan” perpolitikan dunia. Deretan panjang nama-nama para tokoh
muslim yang telah banyak mengharumkan nama tanah air ini, sejak zaman kesultanan hingga
zaman kontemporer sekarang. Para pakar politik muslim telah membawa pemikiran-pemikiran
dan konsep-konsep politik Islam dari landasan dasarnya al-
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di Indonesia, yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, keberadaan umat Islam sangat berpengaruh dalam aktifitas politik dan
pemerintahan. Jika merujuk kepada sejarah Nusantara, keberadaan umat Islam dari awal
kedatangannya di Indonesia sangat memegang peranan penting dalam kehidupan politik dan
bernegara (Lihat Azyumardi Azra, 1994: 24-36). Hal ini ditandai dengan banyaknya kerajaan-
kerajaan Islam yang pernah hidup di Nusantara ini (Badri Yatim, 1997: 205-230). Keadaan
demikian ini berlanjut hingga Indonesia merdeka sampai sekarang. Walaupun dalam
perjalanannya sering terjadi persinggungan yang tidak sehat antara sistem politik Islam dan
pelaksana negara (pemerintah). Karena sebenarnya di internal umat Islam sendiri masih ada
perbedaan pendapat terhadap masalah sistem politik Islam tersebut. Sebagian mereka
berpendapat bahwa Islam hanyalah agama yang mengajarkan ritual ibadah dan pembersihan diri
dari noda dosa demi menggapai kebahagiaan rohani. Sebagian lain berpemahaman sebaliknya,
bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya tentang apa saja yang dibutuhkan
dalam kehidupannya untuk menggapai kebahagiaan jasmani dan rohani (dunia dan akhirat),
termasuk di antaranya adalah masalah politik. Pendapat terakhir tersebut kelihatannya lebih
realistis, sesuai dengan prinsip ajaran Islam dan banyak pendukungnya.
Sebuah negara secara politis menghendaki adanya seorang pemimpin ideal yang dapat
mengendalikan negaranya dan memimpin rakyatnya dengan baik, sehingga tercipta kehidupan
aman, damai dan sejahtera bagi masyarakat warga bangsanya. Karena itu Islam sebagai agama

18
universal, yang tidak hanya mengatur masalah ubudiyah hamba kepada Tuhannya saja namun
juga mengatur persoalan-persoalan yang berkaitan dengan humaniora khususnya sosial politik,
maka Islam sangat perhatian terhadap persoalan kepemimpinan ini, umpamanya Islam mengatur
kewajiban dan hak antara pemimpin dan rakyatnya.

E. KETERKAITAN ISLAM DENGAN PANCASILA


Kalau kita menengok kembali perdebatan tentang Pancasila sebagai Dasar Negara NKRI
disidang Konstituante 1957, tampak jelas bahwa keberatan kaum agama lain terhadap
klaimkeunggulan Islam sebagai Dasar Negara adalah Islam dalam sejarahnya di dunia maupun
diIndonesia masih mengandung ketidakadilan dalam artian demokrasi modern. Prof Mr. R.A.
Soehardidari partai Katholik dan perwakilan dari kaum nasionalis seperti Soedjatmoko dan
sebaginya sertawakil agama lain dalam sidang tersebut dengan tegas menyatakan bahwa nilai-
nilai Pancasila yangada seperti yang dijabarkan oleh pendiri Bangsa ada di setiap agama
termasuk Islam maupunKatholik dan sebagainya. Oleh karenanya, Pancasila lebih luas dan
universal dari pada pandanganIslam yang meletakkan umat agama lain dalam status dibawahnya
(dzimmi, pen). Ada ketidakadilanyang signifikan dalam menempatkan status dzimmi bagi
bangsa yang didirikan diatas pengorbanansemua kaum yang ingin menjadi satu bangsa dalam
satu tatanan kenegaraan, NKRI. Keberatanlainnya adalah bahwa fakta sejarah uang
memperlihatkan bahwa penguasa dan kaum intelektualIslam zaman dahulu di dunia maupun di
Indonesia hingga kini selalu dalam perbedaan dalammenginterpretasi dan memaknai (shariat)
Islam.

Bila direfleksikan pada kondisi sekarang ini, duniaIslam seperti Iran dan Pakistan
misalnya penuh dengan pertentangan ideologi Islam yang bahkanmenyeret umat Islam pada
perpecahan yang berdarah antar sesama Muslim dan lebih senangmelupakan makna dan tujuan
berbangsa dan bernegara. Hal ini karena politik Islam selama ini lebihcenderung pada politik
ideologi daripada politik kebangsaan dan kebernegaraan. Politik shariat Islam boleh jadi hingga
kini masih berkutat pada politik interpretasi ideologi (teologis). Berdakwah politisuntuk
mencapai satu shariat Islam sepertinya jauh dari pada kenyataan, dan ini akan berakibat
fatalkarena nafsu syahwat kekuasaan politik lebih dominan dan menarik daripada niat untuk
membangunkehidupan yang rahmatan lil alamin dalam satu bangsa dan negara.Umat Islam dan
umat agama lainnya di Indonesia dalam kebangsaan yang tunggal inisebenarnya lebih

19
memungkinkan untuk bekerjasama dalam membangun bangsa, lepas dariketerpurukkan ekonomi
maupun sosial, dan filsafat Pancasila disini bisa menjadi kalimat alsawaauntuk semua golongan.
Hal inilah yang sebenarnya menjadi ‘kesepakatan’ bersama dalam rekap laporan Komisi I
Konstituante Tentang Dasar Negara 1957. Nilai dan falsafah Pancasila bagi dasar negara
Indonesia tidak diragukan lagi ada di setiap agama yang menjunjung keadilan dankemanusiaan.
Sesuatu dasar neagra yang memuat semua hal yang merupakan kepribadian luhur bangsa
Indonesia, dijiwai semangat revolusi 17 Agustus 1945 yang menjamin hak asasi manusia
danmenjamin berlakunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yang menjadikan musyawarah
sebagaidasar segala perundingan dan penyelesaian mengenai segala persoalan kenegaraan,
menjaminkebebasan beragama dan beribadat dan berisikan sendi-sendi perikemanusiaan dan
kebangsaan yangluas .Terpuruknya suatu bangsa yang memiliki pandangan yang luhur seperti
Indonesia kini bukanlah kesalahan dan kegagalan dari dasar negaranya Pancasila. Bahkan fakta
sosial bahwa banyak umat agama yang terpuruk bukan berarti agama itu salah atau gagal.
Pandangan bijak sepertiini sebenarnya telah diucapkan oleh para wakil Komisi I di sidang
Konstituante ini. Kiranya pernyataan ini adalah pernyataan bijak yang abadi. Islam atau agama
apapun dalam sejarah bangsadan negara di dunia ini banyak yang mengalami kegagalan dan
kehancuran, hal ini dikarenakan penguasa saat itu tidaklah demokratis dan menjunjung keadilan
bagi terciptanya kesejahteraanrakyatnya. Hal itu diperparah oleh elite penguasa dan agama yang
korup, mementingkan kepentingandiri sendiri dan kelompoknya.

Pancasila juga mengalami hal itu terutama sejak (dan bila) penguasamelupakan tujuan
dari pancasila itu sendiri yakni menciptakan keadilan sosial dan ekonomi bagiseluruh rakyatnya.
Jadi bukan salah Pancasila apalagi Agama bila suatu bangsa terpuruk, namunlebih daripada itu
semua dalah kesalahan elite penguasa dan agama yang rakus pada kekuasaan dankemakmuran
diri sendiri. Namun demikian, dibanding dengan agama yang selalu eksklusif sifatnya,Pancasila
dengan nilai demokratisnya lebih menjanjikan bagi suatu kebangsaan yang multi-
segalanyaseperti Indonesia ini.Akan tetapi, bukan berarti dasar negara tidak boleh diganti
(dengan suatu agama misalnya)seperti yang diingatkan oleh Soedjamoko di Sidang Konstituante
ini. Sebab bila rakyat semua berkehendak untuk dirubah maka sah lah dasar negara yang
disepakatinya nanti. Walaupundemikian, Soedjatmoko mengingatkan bahwa tujuan dasar negara
itu adalah untuk menciptakankeadilan, kemanusiaan, dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi
seluruh bangsa. Hal yang hanya bisadiciptakan dalam mekanisme demokrasi modern.

20
Disinilah arti daripada demokrasi modern bagisemua agama yang memiliki naluri
eksklusifitas bisa direkonstruksi demi tujuan yang lebih muliayakni kemanusiaan yang adil dan
beradab dalam mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi serta politik yang seluas-luasnya.
Demokrasi bukan berarti kesempatan bagi sekelompok elite agamauntuk memaksakan
kehendaknya seperti halnya tampak dalam kasus akhir-akhir ini di Indonesialewat Islamisasi
Perda maupun RUUP yang sepihak tanpa adanya musyawarah dan rasa keadilan.Meskipun
begitu, nilai etik dan moral pada Pancasila sesungguhnya berasal dari nilai-nilaitradisi dan agama
itu sendiri yang tentu saja musti disempurnakan dengan imbangan nilai-nilaikemanusiaan
modern seperti yang dimaktub dalam deklarasi HAM. Doktrin Agama yang tumbuhdalam ruang
dan waktu sejarah tertentu jelas mengalami dislokasi dengan rasa budaya dankemanusiaan yang
ada, apalagi agama yang datang dari satu daerah ke daerah lain.

Dislokalitas dan temporalitas agama jelas terkandung didalamya suatu nilai budaya
tertentu -misal Islam dan Arabatau Kristen dan Barat. Negoisasi dan akulturasi yang terjadi di
ruang dan waktu sejarah selanjutnya juga ikut mewarnai sosok agama tersebut hingga tercipta
simbiosis semacam Islam Jawa atau KristenBatak. Nilai-nilai modern ini sebenarnya tumbuh dari
pengalaman manusia dalam mencari danmamaknai keadilan dan kemanusiaan akibat perjumpaan
antar dan inter agama dan budaya. Pancasilayang tumbuh dari kepribadian bangsa inilah (yakni
agama yang memiliki nilai demokrasi modern)yang akan mampu membawa manusia menjalani
dan mengekspresikan agamanya menjadi lebihdewasa. Beragama dalam bingkai keindonesiaan
berarti mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan berpancasila dalam segala tindakan etik dan moral
kita sejatinya buah dari religiusitas beragama yangdewasa dan modern. Celakanya agama
modern sekarang lebih berorientasi pada masa lalu yangdianggap otentik dan murni, mirip
dengan Pancasila di Zaman Orba yang memfosilkan Pancasila itu sendiri.

1. Ayat Al-Qur’an yang Berhubungan dengan Sila Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila juga terkandung dalam Al-Qur’an. Dibuktikan dengan adanya ayat-
ayat dalam Al-Qur’an yang maknanya sama dengan sila-sila pancasila, antara lain:

a. Sila Pertama
Ada beberapa ayat dala Al-Qur’an yang maknaya sama dengan Sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada sila pertama ini mengandung ajaran ketauhidan dan

21
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Majelis Syura Partai Bulan Bintang, 2008:10).
Sebagaimana tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 163:

‫َّحي ُم الرَّحْ َم ُن هُ َو إِالَّ إِلَهَ الَّ َوا ِح ٌد إِلَهٌ َوإِلَـهُ ُك ْم‬


ِ ‫الر‬

Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.

b. Sila Kedua
Pada sila kedua ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan serta untuk selalu bersikap
adil dan manusia yang beradab. Dalam alqur’an hal ini di singgung pada surat al ma’idah
ayat 8. Disini dijelaksan bahwa islam juga selalu mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu bersikap adil dalam segala hal , baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain
dan alam (Syafii, 2006:83):

‫َآن قَوْ ٍم َعلَى أَال تَ ْع ِدلُوا‬


ُ ‫ْط َوال يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوا ِمينَ هَّلِل ِ ُشهَدَا َء بِ ْالقِس‬
َ‫ا ْع ِدلُوا هُ َو أَ ْق َربُ لِلتَّ ْق َوى َواتَّقُوا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ خَ بِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
c. Sila Ketiga
Pada pancasila sila ke tiga ini memberikan dasar untuk Negara indonesia Indonesia agar
bersatu menjadi satu peratuan. Di dalam islam pun juga telah di jelaskan pula bahwa
umat islam sudah seharusnya untuk selalu bersatu dan menjaga persatuan serta kesatuan
(Majelis Syura Partai Bulan Bintang, 2008: 79). Penjelasan ini disebutkan dala surat Ali
Imran ayat 103:

ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوأُولَئ‬
‫ك هُ ُم‬
َ‫ْال ُم ْفلِحُون‬
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu

22
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
d. Sila Keempat
Pada sila ke empat ini selaras dengan apa yang digariskan dalam al-qur’an dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam selalu mengajarkan untuk
selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi segala permasalahan kehidupan (Syafii,
2006:84). Hal ini diterangkan dalam al qur’an surat Shaad ayat 20:

ِ ‫َو َش َد ْدنَا ُم ْل َكهۥُ َو َءاتَ ْي ٰنَهُ ْٱل ِح ْك َمةَ َوفَصْ َل ْٱل ِخطَا‬
‫ب‬
Artinya: “dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan
kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan”.
e. Sila Kelima
Pada sila yang ke lima ini menggambarkan untuk bahwa masyarakat Indonesia harus
berlaku yang adil, makmur, aman dan damai (Majelis Syura Partai Bulan Bintang,
2008:10). Keadan masyarakat seperti ini sudah dianjurkan dalam al-qur’an surat An Nahl
ayat 81:

ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل ِ حْ َس‬


‫ان َوإِيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي‬
َ‫يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran”.

F. CONTOH PERDA BERNUANSA KEAGAMAAN

Terdapat perbedaan dalam memandang mengenai Perda Syariat Islam. Perbedaan ini
utamanya dikarenakan tidak disebutkannya kata-kata “Syariat Islam” secara jelas dan tegas
dalam setiap Perda. Sehingga, terdapat perbedaan dalam hal mengindentifikasikan Perda yang
disinyalir bernuansa Syariat Islam. Secara garis besar, Arfiansyah kemudian memetakan bahwa

23
Perda Syariat Islam atau Perda yang bernuansa syariat Islam diidentifikasikan ke dalam 2 (dua)
kelompok:1 1. Perda yang berhubungan langsung dengan ajaran Islam 2. Perda yang mengatur
urusan publik, yang juga diatur oleh agama lainnya seperti larangan berjudi, prostitusi, dan
mengkonsumsi minuman beralkohol Secara lebih detail, Perda-Perda tersebut mengatur 7 hal,
yaitu: 1. Permasalahan akidah yang mengatur tentang keharusan mengikuti aliran teologi tertentu
dan tentang pengaturan ajaran sesat. 2. Permasalah simbol agama seperti keharusan memakai
jilbab dan anjuran penulisan Arab-Jawi. 3. Keuangan agama seperti zakat, infak dan sadaqah 4.
Permasalahan publik seperti prostitusi, minuman alhokol, judi, dan hubungan antara lelaki dan
perempuan 5. Insitusi agama seperti Mahkamah Syari’iyah dan Polisi Syari’at 6. Skill beragama
seperti kemampuan membaca al-Quran.

Berdasarkan dari identifikasi yang dikemukakan diatas, ternyata bahwa yang Perda yang
mengatur mengenai permasalahan publik seperti prostitusi, minuman alhokol, judi, dan
hubungan antara lelaki dan perempuan ternyata termasuk yang diidentifikasikan sebagai Perda
yang bernuansa syariat Islam. Sebenarnya di Kabupaten Banyumas terdapat Perda yang jika
digunakan identifikasi dari Arfiansyah tersebut diatas, maka dapat disebut sebagai Perda
bernuansa syariat Islam. Perda tersebut adalah: Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor
15 Tahun 2014 tentang Pengendalian, Pengawasan dan Penertiban Peredaran Minuman
Beralkohol dan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Kedua Perda tersebut memiliki suatu daya tarik untuk
dibahas dan diteliti. Pertama, bahwa Kedua Perda tersebut dapat dikategorikan sebagai Perda
bernuansa syariat Islam berdasarkan identifikasi dari Arfiansyah karena mengatur mengenai
Minuman Keras dan Penyakit Masyarakat. Kedua, ternyata kedua Perda tersebut, memang
menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat Banyumas. Bahkan tercatat di media online
pernah terdapat pemberitaan tentang demonstrasi penolakan Perda Nomor 16 tahun 2015 dimana
para demonstran ketika melakukan long march, mereka berangkat dari kampus IAIN
Purwokerto.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, di Indonesia terdapat UndangUndang Nomor 12


Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, yang harus dan wajib
dijadikan tolok ukur dan patokan dalam membentuk dan membuat suatu perundang-undangan di
seluruh wilayah Indonesia, termasuk didalamnya pembentukan peraturan daerah.3 Oleh karena

24
itulah, maka untuk bisa mengetahui apakah perda yang ”dicap” dan ”dijuluki” sebagai Perda
bernuansa Syariat Islam tersebut sudah sesuai dengan kaidahkaidah dan tata cara pembentukan
peraturan perundang-undangan atau tidak, maka harus dilakukan bedah isi, content analisys,
analisa isi dan tolok ukur, batu uji penilaiannya harus didasarkan pada Undang-Undang Nomor
12 tahun 2011.

Masalah yang tidak kalah penting dan terkait dengan Perda bernuansa Syariat Islam ini
adalah bagaimana mengakomodir hukum yang hidup dalam masyarakat, seperti Hukum Adat,
Hukum Islam dan kekhasan masing-masing daerah, termasuk didalamnya kekhasan hukum yang
ada dalam masyarakat. Dengan meminjam istilah Jimly Asshiddiqie, sebenarnya persoalannya
adalah bagaimana agar norma yang berasal dari Syariat Islam tersebut kemudian di ekstraksi dan
di elaborasi sehingga norma yang berasal dari Syariat Islam tersebut, menjadi norma hukum
nasional bahkan universal, yang dapat diterima oleh semua pihak dan kelompok, dapat
diundangkan dan dipositifkan sebagi suatu norma hukum,4 dengan prosedur dan tata cara yang
sesuai dengan Undangundang Nomor 12 tahun 2011.

Perda Nomor 15 tahun 2014 berasal dari usulan Komisi D DPRD. Naskah Akademik
awalnya berjudul : Rancangan Perda tentang Pengawasan, Penertiban dan Pengendalian
Peredaran Minuman Keras berasal dari kerjasama Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman dengan DPRD Kabupaten Banyumas tahun 2014. Didalam naskah akademik
dijelaskan bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan batas maksimal
kandungan alkohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol) yang dapat ditolelir sebagai pelarut dalam
produk pangan dan minuman yaitu 1 (satu) persen. Bagi konsumen Muslim, minuman yang
merupakan hasil fermentasi yang menghasilkan minuman keras adalah haram untuk dikonsumsi.

G. HIKMAH VIDEO
1. Katakan Tidak Pada Narkoba

Dilihat dari video tersebut, bahwa banyak sekali orang tua yang hanya mencari nafkah
namun tidak memperhatikan kegiatan anak-anak nya diluaran sana, mereka terlalu sibuk bekerja
sampai lupa waktu. Sehingga anak merasa bahwa mereka tidak diawasi dan merasa dirinya sudah
bebas. Remaja menjadi salah pilih pergaulan yang benar, sehingga datangnya perselisihan

25
dengan lingkungannya yang membuat mereka berpaling untuk mencari ketenangan dengan
NARKOBA.

Narkoba merupakan narkotika dan jenis obat-obatan terlarang yang apabila dikonsumsi
akan menimbulkan efek kecanduan. Meskipun Pada dasarnya, obat-obatan psikotropika
digunakan dalam dunia medis untuk anastesi dengan dosis sangat rendah. Tapi dalam
prkateknya, tak sedikit orang yang menyutikkan obat ini pada tubuh secara langsung dengan
kadar sembarangan. Sehingga berakibat buruk pada kesehatan. Dan Untuk jenis narkoba sendiri
ada banyak sekali, yakni sekitar 354 yang beredar di dunia ini. Menurut Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, narkoba disebut juga sebagai NAPZA yang berarti Narkotika, Psikotropika
dan Zat adiktif. Hukum penggunaan narkoba dalam pandangan islam sebenarnya telah dijelaskan
sejak lama. Tepatnya pada 10 Februari 1976, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan
fatwa bahwa penyalahgunaan dan peredaran narkoba hukumnya bersifat haram. Keputusan
tersebut tentu didasari atas dalil-dalil agama yang bersumber dari Al-quaran dan hadist.

Menurut ulama, narkoba adalah sesuatu yang bersifat mukhoddirot (mematikan rasa) dan
mufattirot (membuat lemah). Selain itu, narkoba juga merusak kesehatan jasmani, mengganggu
mental bahkan mengancam nyawa. Maka itu, hukum penggunaan narkoba diharamkan dalam
islam. Terdapat beberapa dalil yang menjelaskan tentang dilarangnya narkoba dalam Islam:

‫اس بِااۡل ِ ۡث ِم‬ ۡ ۡ ۡ ۡ


ِ َّ‫َواَل تَا ُكلُ ۡ ٓوا اَمۡ َوالَـ ُكمۡ بَ ۡينَ ُكمۡ بِالبَا ِط ِل َوتُ ۡدلُ ۡوا بِهَٓا اِلَى الحُـ َّک ِام لِتَا ُکلُ ۡوا فَ ِر ۡيقًا ِّم ۡن اَمۡ َوا ِل الن‬
َ‫َواَ ۡنـتُمۡ ت َۡعلَ ُم ۡون‬

Artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu
dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

ۡ‫ى الَّ ِذ ۡى يَ ِج ُد ۡونَهٗ َم ۡكتُ ۡوبًا ِع ۡن َدهُمۡ فِى التَّ ۡو ٰرٮ ِة َوااۡل ِ ۡن ِج ۡي ِل يَ ۡا ُم ُرهُم‬ َّ ‫ى ااۡل ُ ِّم‬
َّ ِ‫اَ لَّ ِذ ۡينَ يَتَّبِع ُۡونَ ال َّرس ُۡو َل النَّب‬
ۡ‫ص َرهُم‬ ۡ ِ‫ض ُع ع َۡنهُمۡ ا‬ َ َ‫ث َوي‬ َ ‫ت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ۡي ِه ُم ۡال َخ ٰۤب ِٕٕٮِـ‬
ِ ‫ف َويَ ۡن ٰهٮهُمۡ ع َِن ۡال ُم ۡن َك ِر َوي ُِحلُّ لَهُ ُم الطَّيِّ ٰب‬ ِ ‫بِ ۡال َم ۡعر ُۡو‬
ۙ ‌ۤ ٗ‫َصر ُۡوهُ َو اتَّبَـعُوا النُّ ۡو َر الَّ ِذ ۤۡى اُ ۡن ِز َل َم َعه‬ َ ‫َوااۡل َ ۡغ ٰل َل الَّتِ ۡى َكان َۡت َعلَ ۡي ِهمۡ‌ ؕ فَالَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا بِ ٖه َو َع َّزر ُۡوهُ َون‬
ٰۤ ُ
َ‫ول ِٕٕٮِـكَ هُ ُم ۡال ُم ۡفلِح ُۡون‬ ‫ا‬

26
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca
tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka,
yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang
menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka,
dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-
orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung.

‫اض ِّم ۡن ُكمۡ‌ ۚ َواَل ت َۡقتُلُ ۡۤوا‬ ۤ ۡ ۤ ۡ ٰ ۤ


ٍ ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ا َمنُ ۡوا اَل تَا ُكلُ ۡوا اَمۡ َوالَـ ُكمۡ بَ ۡينَ ُكمۡ بِالبَا ِط ِل اِاَّل اَ ۡن تَ ُك ۡونَ تِ َجا َرةً ع َۡن تَ َر‬
‫اَ ۡنـفُ َس ُكمۡ‌ؕ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُكمۡ َر ِح ۡي ًما‬

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.

Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anh, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia
di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal
selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap
ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama
lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada
ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama
lamanya” (HR Bukhari dan Muslim).

2. Jihad Dalam Pandangan Islam

Hikmah yang dapat diambil ialah bahwa ternyata kata jihad sering terbayang
dipikiran kebanyakan orang adalah perang saling berhadapan antara kaum muslimin dengan
kafir. Tetapi Ternyata makna jihad sebenarnya lebih luas dan sangat tergantung dengan keadaan.
Arti kata Jihad sering disalahpahami oleh yang mereka tidak mengenal prinsip-prinsip Didalam
Islam sebagai 'perang suci' istilah untuk perang adalah qital, bukan jihad. Jihad dalam bentuk
perang dilaksanakan jika terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi umat (antara lain berupa

27
serangan-serangan dari luar). Jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan
untuk agama", itu tidak harus berarti perjuangan fisik. Jika mengartikan jihad sebagai
"perjuangan membela agama", maka lebih tepat bahwa berjihad adalah perjuangan menegakkan
syariat Islam. Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul
tidak bisa disebut Jihad.

Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan!,
bukan dalam bentuk terorisme, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul,
kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan
Kekuasaan Allah di muka bumi. Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad. Karena, Jihad
dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti
halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan
sekutu-sekutunya. Berikut terdapat dalil yang menjelaskan tentang jihad dalam islam:

َ‫َوقَاتِلُ ۡوا فِ ۡى َسبِ ۡي ِل هّٰللا ِ الَّ ِذ ۡينَ يُقَاتِلُ ۡونَ ُكمۡ َواَل ت َۡعتَ ُد ۡوا ؕ اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ۡال ُم ۡعتَ ِد ۡين‬

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan
melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

ۡ‫َواِ ۡن نَّ َكثُ ۡۤوا اَ ۡي َمانَهُمۡ ِّم ۡۢن بَ ۡع ِد ع َۡه ِد ِهمۡ َوطَ َعنُ ۡوا فِ ۡى ِد ۡيـنِ ُكمۡ فَقَاتِلُ ۡۤوا اَ ِٕٕٮِـ َّمةَ ۡالـ ُك ۡف ِۙ‌ر اِنَّهُمۡ اَل ۤ اَ ۡي َمانَ لَهُمۡ لَ َعلَّهُم‬
َ‫يَ ۡنتَه ُۡون‬

Dan jika mereka melanggar sumpah setelah ada perjanjian, dan mencerca agamamu,
maka perangilah pemimpin-pemimpin kafir itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
tidak dapat dipegang janjinya, mudah-mudahan mereka berhenti.

3. Muhammad Idolaku

Dalam video ini dapat diambil hikmah bahwa Muhammad adalah nabi kita, pemimpin
kita, pahlawan kita dalam memperjuangkan Islam, Muhammad adalah idola kita dalam semua
hal. Namun di zaman kita yang sekarang tak banyak umat Islam, terutama generasi mudanya
yang mengidolakan nabi kita Muhammad. Para remaja menonton film-film yang disenangi,
seperti film-film Korea, Barat dan lain sebagainya. padahal Tontonan-tontonan itu bukan saja

28
sekedar hiburan, tapi lebih dari tontonan dimana dalam tontonannya sudah kebablasan menjadi
satu tuntunan.

Sehingga adapun akibatnya ialah Sempurna sudah musuh-musuh Islam menjauhkan


generasi mudanya dari al Quran dan as Sunnah (panduan dan pedoman hidup terbaik setiap
manusia sepanjang masa). Memang pada dasarnya Menjadikan sebuah tontonan sebatas mencari
inspirasi positif yang membangun tentu boleh-boleh saja selama itu bukan tontonan yang
bertentangan dengan syariat Islam seperti tontonan berbau pornografi dan mengumbar aurat.
Namun, akan salah jika tontonan itu sudah berlebihan sehingga menjadikannya sebuah tuntunan
dalam kehidupan sehari-hari mulai dari gaya bicara, cara berpakaian bahkan cara bergaul. Oleh
karena itu, sebaiknya kita sebagai kaum muslimin lebih lah untuk mengidolakan Nabi
Muhammad SAW dalam pengidolaan Karena dari perbuatan dan Akhlak nya sudah tidak
diragukan lagi, ketimbang manusia-manusia yang ada pada zaman kini yang membuat kita
semakin jauh dengan Allah SWT.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Politik Islam di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah.Oleh sebab itu, di
dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah
berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama
‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). al-Siyasah juga
berarti mengatur, mengendalikan,mengurus,atau membuat keputusan,mengatur kaum,
memerintah, dan memimpinya. Dalam ajaran islam, masalah politik termasuk dalam kajian fiqih
siyasah. Fiqih siyasah adalah salah satu disiplin ilmu tentang seluk beluk pengaturan kepentingan
umat manusia pada umumnya, dan negara pada khususnya, berupa hukum, peraturan, dan
kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan ajaran islam. Al Quran tidak
menyatakan secara eksplisit bagaimana system politik itu muncul, tetapi menegaskan bahwa
kekuasaan politik dijanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal shaleh.Ini berarti
kekuasanan politik terkait dengan kedua factor tersebut.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini semoga para pembaca mengerti maksud dan arti dari Politik
Islam tersebut. Selain itukami juga berharp para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membengun agar makalah ini jau lebih baik lagi.

30
DAFTAR PUSTAKA

Fautanu, I. (2017). PRINSIP-PRINSIP KETATANEGARAAN DALAM ISLAM


(PERSPEKTIF MUHAMMAD ASAD).

Mugiyono. Integrasi Sistem Politik Islam Dalam Kancah Perpolitikan


Nasional Indonesia. Uin Raden Fatah Palembang

Wahyuddin. 2016. Partisipasi Umat Islam Dalam Pembangunan Politik.


Jurnal Rihlah, Vol. IV No. 1

Zawawi, A. (2015). Politik Dalam Pandangan Islam. Jurnal Ummul Qura, 5(1), 85-100.

Kailani. (2013). Islam dan Hubungan AntarNegara. 99-118.

Qohar, Abd. 2017. Politik dan Islam Di Indonesia. Jurnal TAPIs, Vol. 14 No.01

http://trikkuliah.blogspot.com/2016/01/islam-dan-pancasila-mewujudkannilai.html?m=1

https://www.academia.edu/39644695/MAKALAH_ANTARA_ISLAM_DAN_PANCASILA

31

Anda mungkin juga menyukai