Anda di halaman 1dari 15

Case Report Session

PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER

Oleh :
Fakhriyyatur Rahmi M 1940312036
Rahmayuni Elsya 1940312020

Preseptor :
Dr. dr. Masrul Basyar, Sp.P(K), FISR, FAPSR
dr. Yessy Susanty Sabri, Sp.P(K), FISR

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumothorak adalah salah satu kegawatdaruratan paru dimana
terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura yang pada keadaan normal tidak
berisi udara. Insidennya mencapai 2,4-17,8 per 100.000/tahun yang lebih sering
pada laki-laki dan usia dekade 3 dan 4.1
Pneumothoraks dapat terjadi spontan atau traumatik. Pneumothoraks
spontan dibagi menjadi primer dan sekunder. Primer jika penyebab tidak
diketahui, dan sekunder jika ada penyakit dasar yang menyertai. Traumatik dibagi
menjadi iatrogenic dan bukan iatrogenik.2
Pneumothoraks spontan sekunder merupakan jenis yang paling sering
terjadi. Jenis ini tejadi sebagai bentuk komplikasi dari penyakit seperti
pneumonia, abses paru, PPOK, asma, TB Paru, keganasan paru dan penyakit
interstisial paru yang menyebabkan pecahnya dinding alveolus. Di negara
berkembang TB paru merupakan penyebab utama terjadinya pneumothoraks
spontan sekunder.3
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diperkuat dengan pemeriksaan rontgent thoraks. Penatalaksanaan ditujukan untuk
menghilangkan keluhan pasien, menurunkan kecenderungan untuk berulang
kembali dan pengobatan terhadap penyakit dasar. Kelalaian dalam
penatalaksanaan dapat berakibat timbulnya komplikasi berupa
pneumomediastinum, emfisema subkutan, gagal napas akut dan bahkan sampai
kematian.2

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang pneumothoraks.

1.3 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang pneumothoraks.

2
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu
pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


1. Nama : Tn. Z
2. Umur/tgl lahir : 69 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Pekerjaan : Buruh
5. Nomor RM : 01.07.86.69
6. Alamat : Lubuk Paraku, Padang
7. Status perkawinan : Kawin
8. Negeri Asal : Indonesia
9. Tanggal Masuk : 29 Februari 2020

2.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Sesak napas meningkat sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


 Sesak napas meningkat sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak
menciut, meningkat dengan aktivitas dan batuk. Karena sesaknya pasien
dalam 1 bulan ini sudah dirawat sebanyak 2 kali. Sesak sudah mulai
dirasakan sejak 3 tahun yang lalu
 Batuk berdahak ada sejak 3 hari ini, dahak berwarna putih, batuk sudah
dirasakan sejak 3 tahun ini
 Batuk darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada
 Nyeri dada tidak ada
 Demam tidak ada
 Keringat malam tidak ada
 Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada
 Penurunan nafsu makan ada sejak 3 hari ini
 BAK dan BAB tidak ada dikeluhan

4
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat TB paru ada. Riwayat minum OAT ada, BTA (+) radiologi (+)
diberikan oleh dokter selama 6 bulan, BTA akhir pengobatan (-),
pengobatan dihentikan oleh dokter
 Riwayat DM tidak ada
 Riwayat Hipertensi tidak ada
 Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat TB dalam keluarga tidak ada
 Riwayat hipertensi dalam keluarga tidak ada
 Riwayat DM dalam keluarga tidak ada
 Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Kebiasaan


 Pasien seorang tukang bangunan
 Riwayat merokok sejak usia 25 tahun sebanyak 16 batang / hari selama 40
tahun, sudah berhenti sejak 2 tahun ini. (bekas perokok, IB berat).

Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : CMC
 Tekanan darah : 120/70
 Nadi : 96x/menit
 Pernapasan : 28x/menit
 Suhu : 36,7ºC
 Tinggi badan : 160 cm
 Berat badan : 46 kg

5
Status Generalis
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
 Leher
JVP : 5+1 cmH2O
Deviasi trakea : tidak ada
Pembesaran KGB tidak ada

 Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

 Paru depan (dada)


Inspeksi
Statis : asimetris, dada kiri lebih cembung dari dada kanan
Dinamis : pergerakan kiri tertinggal dari dada kanan
Palpasi : fremitus dada kiri lemah dibanding dada kanan
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : hipersonor
Auskultasi
Kanan : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (-)
Kiri : Suara napas menghilang

 Paru belakang (pungggun)


Inspeksi
Statis : asimetris, dada kiri lebih cembung dari dada kanan
Dinamis : pergerakan kiri tertinggal dari dada kanan
Palpasi : fremitus dada kiri lemah dibanding dada kanan

6
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : hipersonor
Auskultasi
Kanan : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (-)
Kiri : Suara napas menghilang

 Abdomen
Inspeksi : Tidak membuncit, distensi (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Genitalia : tidak diperiksa


 Ekstremitas
Atas : edema -/-, clubbing finger -/-
Bawah : edema -/-, clubbing finger -/-

2.3 Pemeriksaan Laboratorium


Hb : 15,7 gr/dL
Leukosit : 7.530/mm3
Ht : 46%
Trombosit : 265.000/ mm3
GDS : 164 mg/dl
Ureum : 15 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Na/K/Cl : 138/ 3,2/ 108 mmol/l
SGOT : 29 u/l
SGPT : 21 u/l

7
2.4 Gambaran Rontgen Toraks

Rontgen toraks pasien laki-laki usia 65 tahun diambil pada 29 Februari


2020 di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Rontgen tampak sentris, tidak simetris,
densitas cukup. Tampak gambaran hiperlusen avaskular dari atas sampai bawah
hemitoraks kiri dengan pleural line dan gambaran paru kolaps. Tampak
fibroinfiltrat di lapangan paru kanan.
Kesan : Pneumotoraks sinistra dan TB

2.5 Diagnosis Kerja


Pneumotoraks spontan sekunder sinistra ec Sindrom obstruksi pasca TB
Bekas TB

2.6 Diagnosis Banding


TB relaps

8
2.7 Rencana Pengobatan
- O2 2 L/menit
- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
- Drip aminofilin 15 cc + 35 cc NaCl 0,9%
- Injeksi ampicillin sulbactam 3x1,5gr
- Injeksi levofloxacin 1x750 mg
- Nebu combivent 4 x 1
- Metilprednisolon 2x62,5 mg
- N-asetil sistein 2x200 mg
- Pemasangan WSD
- Cek kultur dan sitologi sputum
- Cek TCM, BTA I & II
- Rontgen thoraks post pemasangan WSD

2.8 Follow Up
Tanggal S O A P
1 Maret - Sesak nafas berkurang KU: Sdg - Pneumothoraks - Pemeriksaan kultur &
- Nyeri di tempat Kes: CMC spontan sensitivitas sputum
2020
pemasangan selang Td: 120/80 sekunder ec - Cek BTA I & II
berkurang Nd: 93x/i SOPT - Cek TCM
- Batuk berkurang Nf: 22x/i terpasang WSD - O2 10 L/menit (18.00-
- Demam tidak ada hari ke-2 06.00)
Paru: - CAP
Kanan: suara nafas - IVFD NaCL 0,9% 12
bekspirasi jam/kolf
memanajang, Rh-, - 02 2 L/menit
Wh-. - Inj. Ampisilin
Kiri: suara nafas kiri Sulbactam 3x1,5 g
intensitasnya lemah - Inj. Levofloxacin 1x750
dibanding kanan mg
- Inj. Metilprednisolon
WSD : 2x62,5 mg
- Undulasi (+) - Ranitidin 2x1
- Buble (+) - Nebu combivent 4x1
- Cairan (-) - N-asetil sistein 2x200
mg
Kulit : Krepitasi (-) - Drip aminofilin 15 cc +
35 cc Nacl 0,9% kec. 2,1
cc/jam
2 Maret - Sesak nafas berkurang KU: Sdg - Pneumothoraks - O2 10 L/menit (18.00-
- Nyeri di tempat Kes: CMC spontan 06.00)

9
2020 pemasangan selang Td: 120/80 sekunder ec
berkurang Nd: 90x/i SOPT - IVFD NaCL 0,9% 12
- Batuk (+) sesekali Nf: 20x/i terpasang WSD jam/kolf
- Demam tidak ada hari ke-3 - 02 2 L/menit
Paru: - CAP - Inj. Ampisilin
Kanan: suara nafas - Bekas TB DD/ Sulbactam 3x1,5 g
bekspirasi TB Relaps - Inj. Levofloxacin
memanajang, Rh-, 1x750 mg
Wh-. - Inj. Metilprednisolon
Kiri: suara nafas kiri 2x62,5 mg
intensitasnya lemah - Ranitidin 2x1
dibanding kanan - Nebu combivent 4x1
- N-asetil sistein 2x200
WSD : mg
- Undulasi (+) - Drip aminofilin 15 cc +
- Buble (+) 35 cc Nacl 0,9% kec. 2,1
- Cairan (-) cc/jam

Kulit :
Krepitasi (-)
3 Maret - Sesak nafas berkurang KU: Sdg - Pneumothoraks - O2 10 L/menit (18.00-
- Nyeri di tempat Kes: CMC spontan 06.00)
2020
pemasangan selang Td: 125/80 sekunder ec
berkurang Nd: 98x/i SOPT - IVFD NaCL 0,9% 12
- Batuk berkurang Nf: 23x/i terpasang WSD jam/kolf
- Demam tidak ada hari ke-4 - 02 2 L/menit
Paru: - CAP - Inj. Ampisilin
Kanan: suara nafas - Bekas TB DD/ Sulbactam 3x1,5 g
bekspirasi TB Relaps - Inj. Levofloxacin
memanajang, Rh-, 1x750 mg
Wh-. - Inj. Metilprednisolon
Kiri: suara nafas kiri 2x62,5 mg
intensitasnya lemah - Ranitidin 2x1
dibanding kanan - Nebu combivent 4x1
- N-asetil sistein 2x200
WSD : mg
- Undulasi (+) - Drip aminofilin 15 cc +
- Buble (+) 35 cc Nacl 0,9% kec. 2,1
- Cairan (-) cc/jam

Kulit : Krepitasi (-)


4 Maret - Sesak nafas (+) KU: Sdg - Pneumothoraks - O2 10 L/menit (18.00-
- Batuk (+) Kes: CMC spontan 06.00)
2020
- Demam (-) Td: 120/80 sekunder ec
Nd: 84x/i SOPT - IVFD NaCL 0,9% 12
Nf: 32x/i terpasang WSD jam/kolf
hari ke-5 - 02 2 L/menit
Paru: - CAP - Inj. Ampisilin

10
Suara nafas - Bekas TB Sulbactam 3x1,5 g
bronkovesikuler rh-/- - Inj. Levofloxacin
wh-/- 1x750 mg
Intensitas SN kiri - Inj. Metilprednisolon
lemah dibanding 2x62,5 mg
kanan - Ranitidin 2x1
- Nebu combivent 4x1
WSD : - N-asetil sistein 2x200
- Undulasi (+) mg
- Buble (+) - Drip aminofilin 15 cc +
- Cairan (-) 35 cc Nacl 0,9% kec. 2,1
cc/jam

5 Maret - Sesak nafas (-) KU: Sdg - Pneumothoraks - O2 10 L/menit (18.00-


- Batuk (+) sesekali Kes: CMC spontan 06.00)
2020
- Demam tidak ada Td: 128/80 sekunder ec
Nd: 85x/i SOPT - IVFD NaCL 0,9% 12
Nf: 22x/i terpasang WSD jam/kolf
hari ke-6 - 02 2 L/menit
Paru: - CAP - Inj. Ampisilin
Kanan: suara nafas - Bekas TB Sulbactam 3x1,5 g
bekspirasi - Inj. Levofloxacin
memanajang, Rh-, 1x750 mg
Wh-. - Inj. Metilprednisolon
Kiri: suara nafas kiri 2x62,5 mg
intensitasnya lemah - Ranitidin 2x1
dibanding kanan - Nebu combivent 4x1
- N-asetil sistein 2x200
WSD : mg
- Undulasi (+) - Drip aminofilin 15 cc +
- Buble (+) 35 cc Nacl 0,9% kec. 2,1
- Cairan (-) cc/jam

Kulit : Krepitasi (-)

11
BAB 3
DISKUSI

Dari pemeriksaan vital sign, didapatkan frekuensi pernafasan pasien


28x/menit, lebih cepat dibandingkan pernafasan dewasa normal. Terdapat banyak
eiologi yang dapat menyebabkan sesak nafas, salah satunya pada pasien dengan
pneumotoraks yang muncul karena tidak terjadinya ventilasi pada paru yang
kolaps. Hasil pemeriksaan vital sign lainnya didapatkan didalam batas normal.
Dari pemeriksaan fisik, inspeksi secara statis tampak dinding dada
asimetris dimana dada kiri lebih cembung dibandingkan dada kanan.
Pencembungan pada sisi yang sakit dapat muncul akibat hiperekspansi pada dada.
Inspeksi dinamis tampak pergerakan dinding dada kiri tertinggal dibandingkan
dada kanan. Hal ini menandakan bahwa dada sebelah kanan tertinggal akibat dari
penekanan udara yang terkumpul di rongga pleura sebelah kanan sehingga terjadi
gangguan pengembangan paru.4 Hasil pemeriksaan taktil fremitus dada kiri lemah
dibanding dada kanan. Penurunan fremitus terjadi jika adanya akumulasi udara
pada rongga pleura. Perkusi paru kiri hipersonor, kanan sonor seluruh lapangan
paru. Hal ini terjadi karena adanya pengumpulan udara di rongga pleura
sebelah kiri sehingga menyebabkan suara hipersonor saat perkusi.4 Kolaps
paru yang terjadi juga mengakibatkan suara nafas pada dada kiri menghilang saat
dilakukan auskultasi.
Pasien dengan pneumothoraks minimal (melibatkan <15% dari
hemitoraks) mungkin akan mempunyai pemeriksaan fisik yang normal. Pada
pasien dengan pneumothoraks yang besar, dijumpai pengurangan gerakan dinding
dada, suara hiperresonan atau hipersonor pada perkusi, hilang atau lemahnya taktil
fremitus dan suara pernafasan pada bagian dada yang mengalami pneumothoraks.
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik, maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan
laboratorium pasien didapatkan dalam batas normal. Dari pemeriksaan rontgen
thoraks didapatkan gambaran hiperlusen avaskular dari atas sampai bawah pada
hemitoraks kiri dengan pleural line dan gambaran paru kolaps serta fibroinfiltrat
di lapangan paru kanan. Gambaran hiperlusen tersebut menandakan adanya udara

12
pada rongga pleura yang menekan dan mengakibatkan kolaps paru. Gambaran
fibroinfiltrat memberi kesan TB paru. Dari pemeriksaan penunjang ini
menunjukkan pneumothoraks dengan bekas TB.
Luas kolaps paru dapat dihitung dari hasil foto rontgen thoraks. Adapun
cara untuk menghitung luasnya kolaps paru adalah rasio antara selisih luas
hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks. Luas ini
menentukan indikasi terapi dekompresi, dimana kasus pneumothoraks yang
luasnya >15% diindikasikan terapi dekompresi dengan water seal drainage
(WSD).5

Luas hemithoraks (AxB) – luas paru yang kolaps (axb) x100


AxB

Dilakukan pemeriksaan kultur dan sitologi sputum, tes cepat molekur dan
pemeriksaan BTA untuk menyingkirkan diagnosis banding pada pasien, yaitu TB
relaps. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil BTA I negatif dan BTA II negatif,
sehingga diagnosis banding dapat disingkirkan dan dapat dinyatakan pasien bekas
TB.

Terapi

Tujuan utama penatalaksanaan pneumothoraks spontan adalah evakuasi


udara dalam rongga pleura, memfasilitasi penyembuhan pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. Pemilihan tatalaksana pneumothoraks pada
umumnya bergantung pada tipe, luas pneumothoraks, gejala klinis dan faktor
risiko lain pada pasien.

13
Tindakan dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumothoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara pemasangan WSD. Pada pasien dimasukkan chest tube
dengan trocar pada kulit yang telah diinsisi di sela iga ke-4 line mid aksilaris dan
dihubungkan dengan WSD. Dengan demikian, tekanan udara positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif karena dialirkan keluar.6
Pasien diberikan terapi oksigen 2 L/menit dan disaat tertentu 10 L/menit
secara berulang. Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada di dalam rongga pleura tersubt akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2.6
Pasien diberikan antibiotik injeksi ampicillin sulbactam 3x1,5gr dan
injeksi levofloxacin 1x750 mg sebagai profilaksis setelah tindakan dan selama
rawatan. Hal ini dipertimbangkan agar tidak terjadi komplikasi pada pasien.
Pemberian nebu combivent yang merupakan bronkodilator, metilprednisolon dan
N-asetil sistein merupaka tatalaksana tambahan untuk penyebab dasar
pnumothoraks pada pasien, yaitu adanya obstruksi kronis yang terjadi pasca TB.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Light RW, Lee YCG. Pneumothorax, Chylothorax, Hemothorax and


Fibrothorax. In: Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory
Medicine. Editors: Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA.
4th Eds. Pennsylvania. Elsevier Saunders 2005. p. 1961-82
2. Nasution AR, Sumariyono. Pneumotorak. Dalam: buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi VI Jiild III. 2014. Jakarta : Interna Publishing
3. Yusup SS, Eddy S, Suradi, Raharjo AF. Tuberkulosis paru sebagai
penyebab tertinggi kasus pneumotoraks di bangsal paru RSUD Dr
Moewardi (RSDM) Surakarta tahun 2009.
4. Choi WI. Pneumothorax. Tuberc Respir Dis. 2014;76(3):99–104.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2014.
6. Alsagaff H, Mukhty HA. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-dasar ilmu
penyakit paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2009. h. 162-179.

15

Anda mungkin juga menyukai