TUJUAN
1. Mampu mengenali bentuk dan jenis resistor.
2. Mampu menghitung nilai resistansi resistor melalui urutan cincin warnanya.
3. Mampu merangkai resistor secara seri maupun paralel.
4. Memahami penggunaan hukum Ohm pada rangkaian resistor.
5. Mengetahui pengaruh hambatan yang dirangkai secara seri dan parallel terhadap
besarnya tegangan dan arus listrik
6. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hambatan kawat penghantar
C. TEORI DASAR
Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi
jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resistif dan umumnya
terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau
dilambangkan dengan simbol W (Omega). Bentuk resistor yang umum adalah seperti
tabung dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk
cincin kode warna untuk mengetahui besar resistansi tanpa mengukur besarnya dengan
Ohmmeter. Ilustrasinya seperti pada gambar berikut.
Berdasarkan kebutuhan dalam rangkaian yang berbeda, maka bentuk dari sebuah
resistor dapat berbeda pula, hal ini terkait dengan daya yang mampu bekerja pada resistor
tersebut. Untuk daya yang rendah, berkisar antara 0,25 Watt – 1 Watt umumnya memiliki
bentuk yang kecil, sedangkan untuk daya yang yang cukup besar, berkisar 2 Watt - 25
Watt, umumnya memiliki bentuk yang lebih besar. Ilustrasinya seperti pada gambar
berikut.
a b c d
Gambar 4. Beberapa bentuk resistor variable: a,b :Trimpot, c: Multiturn, d:potensio meter
Besarnya ukuran resistor sangat tergantung Watt atau daya maksimum yang
mampu ditahan oleh resistor. Berikut ini adalah contoh perhitungan :
Urutan cincin warna (resistor 4 cincin warna): merah kuning biru emas
Urutan cincin warna (resistor 5 cincin warna): coklat merah hitam jingga coklat
Rangkaian Resistor
Rangkaian resistor secara seri akan mengakibatkan nilai resistansi total semakin
besar. Di bawah ini adalah contoh resistor yang dirangkai secara seri.
Sementara itu, pada rangkaian resistor yang disusun secara paralel akan
mengakibatkan nilai resistansi pengganti semakin kecil. Di bawah ini contoh resistor
yang dirangkai secara paralel.
Hukum Ohm
Sekitar tahun 1825, George Simon ohm yang berasal dari Jerman, melakukan
serangkaian percobaan. Percobaan itu menunjukan bahwa tidak ada penghantar listrik
yang sempurna, Artinya setiap jenis zat mempunyai sifat penghambat arus listrik. Ohm
menunjukan bahwa untuk bahan yang sama, kawat panjang memiliki hambatan lebih
besar dari pada kawat pendek. Selain itu, dalam suatu rangkaian, makin besar hambatan
makin besar pula potensial yang diperlukan untuk mengalirkan aliran listrik.
Hukum Ohm yang berbunyi “besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah
penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya”.
Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinya
tidak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya.
Secara matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan
V =I × R (2)
Adapun keterangan dari persamaan tersebut adalah:
V = Beda potensial (tegangan ) kedua ujung penghantar ( Volt )
R = Tahanan atau hambatan ( Ohm )
I = Kuat arus yang mengalir dalam penghantar ( Ampere )
Namun demikian, perlu ditekankan bahwa hubungan ”V = IR” bukanlah
merupakan sebuah pernyataan hukum Ohm. Sebuah penghantar menuruti hukum ini
hanya jika pada beda potensial dan kuat arusnya sebanding. Hukum ohm adalah sebuah
sifat spesifik dari bahan-bahan tertentu dan bukan merupakan suatu hukum umum
mengenai keelektromagnetan.1
Arus listrik
Arus listrik didefinisikan aliran muatan listrik. Arus listrik mengukur berapa
banyak muatan listrik yang mengalir per satuan waktu. Jika dalam selang waktu t
jumlah muatan listrik yang mengalir adalah Q , maka besarnya arus listrik didefinisikan
sebagai
∆Q
I= (3)
∆t
Satuan muatan listrik adalah coulomb dan disingkat C dan satuan arus listrik adalah
ampere, yang disingkat A. Dengan demikian 1 ampere = 1 colulomb/detik. Muatan listrik
ada yang bertanda positif dan ada yang bertanda negatif. Arah arus listrik didefinisikan
searah dengan arah aliran muatan positif. Pada logam-logam sebenarnya yang mengalir
adalah electron-elektron yang memiliki muatan negative. Muatan positif berupa atom-
atom yang ditinggalkan electron tidak dapat mengalir karena terikat kuat membangun
logam tersebut. Mengingat definisi arus listrik searah dengan aliran muatan positif maka
arah arus listrik dalam logam berlawanan dengan arah aliran electron. Jadi, ketika kita
mengambar arah arus dalam kawat dari kanan ke kiri sebenarnya yng terjadi adalah aliran
electron dari kiri ke kanan.
Muatan listrik dapat mengalir dari satu tempat ke tempat lain karena adanya beda
potensial. Tempat yang memiliki potensial tinggi melepaskan muatan ke tempat yang
memiliki potensial rendah. Besarnya arus yang mengalir berbanding lurus dengan beda
potensial, V, antara dua tempat, atau I V . Kesebandingan di atas selanjutnya dapat
ditulis
1
I= V (4)
R
dengan R didefinisikan hambatan listrik antara dua titik. Satuan hambatan listrik adalah
Ohm dan disingkat . R disebut hambatan listrik, sebab berperan menghambat
mengalirnya muatan listrik. Makin besar R maka arus listrik makin sulit mengalir yang
ditandai dengan arus yang makin kecil. Persamaan (4) dinamakan hukum Ohm. Simbol
untuk hambatan listrik tampak pada Gambar 82
1
Tim Dosen Fisika Dasar, 2018, “Panduan Praktikum Fisika Dasar II”, Jakarta, Universitas Negeri Jakarta
2
Mikrajuddin Abdullah, “Fisika Dasar II” (3) : 208-209, Kampus Ganesa, 2017
Gambar 8 Simbol Hambatan Listrik
Hambatan jenis juga dipengaruhi oleh suatu penghantar tersebut. Akibatnya, hambatan
suatu penghantar juga tergantung suhu. Satuan dari hambatan adalah ohm dan diberi
simbol ( Ω ).6
Hambatan Komersial
Di pasar kita mejumpai hambatan listrik pada berbagai nilai hambatan.
Hambatan-hambatan tersebut digunakan dalam perancangan rangkaian elektronika. Nilai
hambatan bervariasi mulai dari di bawah 1 hingga di atas 107 (10 M). Nilai yang
dimiliki hambatan tersebut tidak tertera pada komponen. Nilai hambatan dinyatakan dalam
kode-kode warna yang melingkar pada komponen seperti diilustrasikan pada Gambar 3.9.
Jumlah kode umumnya 3 buah. Tetapi untuk hambatan yang lebih teliti, jumlah kode warna ada
empat buah.
6
Dianradika Prasti dan Vicky Bin Djusmin, “Aplikasi Menghitung Nilai Hambatan Resistor (Studi Kasus
Pada Mata Kuliah Elektronika)”, Jurnal Ilmiah d’ComPutarE Volume 2, 2012
Gambar 10. Cara menentukan nilai hambatan berdasarkan kode warna
7
Mikrajuddin Abdullah, “Fisika Dasar II” (3) : 219-221, Kampus Ganesa, 2017
8
Saminan, “Pembelajaran Konsep Listrik dan Magnet”, (2) : 58-60, Banda Aceh, 2018
L=¿ panjang kawat (m)
R=R 0 [ 1+ α ( T −T 0 ) ] (5)
dengan T suhu, T 0suhu acuan, R nilai hambatan pada suhu T, R0 nilai hambatan pada
suhu acuan , dan koefisien suhu dari hambatan (℃ )-1. 9
9
Mikrajuddin Abdullah, “Fisika Dasar II” (3) : 216, Kampus Ganesa, 2017
A. CARA KERJA
Kuat arus tetap
1. Memasang rangkaian listrik seperti gambar (seri dan paralel) diatas dan
memberitahu kepada Asisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum rangkaian
tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan
2. Setelah memeriksa, mengatur saklar dalam posisi terhubung (ON )
3. Mengatur potensi pada catu daya sehingga amperemeter menunjukan pada angka
tertentu ( I1) mencatat penujukan pada Amperemeter dan voltmeter serta besarnya
resistor yang digunakan
4. Mengulangi langkah 2-3 dengan mengganti resistor
5. Dengan mengubah nilai arus, melakukan langkah 2-4
6. Mengulangi hingga 7 variasi arus
Hambatan tetap
1. Memasang rangkaian listrik seperti gambar diatas (seri dan paralel) dan meberitahu
kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum rangkaian tersebut dihubungkan
dengan sumber tegangan.
2. Setelah memeriksa, mengatur saklar dalam posisi terhubung (ON )
3. Mengatur ujung Voltmeter pada hambatan dengan nilai tertentu (R1) dan mencatat
besarnya arus dan tegangan
4. Pada resistor yang sama, melakukan 7 variasi nilai tegangan dan mencatat besar
tegangan dan arus yang diperoleh.
5. Mengulangi langkah 2-4 dengan mengganti resistor (R2)
6. Mengulangi hingga 3 variasi hambatan.
B. PERTANYAAN
R1=220 Ω
R2=1000 Ω
Rangkaian Seri
V sumber I total VR 1 VR 2
3,362 2,72 0,579 2,694
3,362 2,73 0,579 2,694
3,361 2,73 0,579 2,694
3,360 2,72 0,578 2,695
3,362 2,73 0,579 2,695
V sumber I total VR 1 VR 2
6,58 5,39 1,167 5,38
6,58 5,39 1,167 5,39
6,60 5,39 1,167 5,39
6,58 5,37 1,168 5,40
6,59 5,40 1,167 5,40
Rangkaian Paralel
VR paralel I total IR 1 IR 2
3,382 18,38 15,67 3,20
3,382 18,38 15,67 3,18
3,380 18,39 15,67 3,20
3,381 18,40 15,65 3,15
3,382 18,38 15,66 3,15
VR paralel I total IR 1 IR 2
6,50 36,35 30,16 6,40
6,50 36,44 30,14 6,39
6,49 36,43 30,15 6,38
6,49 36,44 30,16 6,38
6,49 36,45 30,14 6,40
D. PENGOLAHAN DATA
VR=
∑ VR VR=
∑ VR
n n
3 , 273 3 , 273
= =
2 2
=1 ,6365 Volt =1 ,6365 Volt
2 2 2 2
ΔVR=
n n−1√
1 n ( ∑ VR ) −( ∑ VR )
VR=
∑ VR VR=
∑ VR
n n
3 , 273 3 , 273
= =
2 2
=1 ,6365 Volt =1 ,6365 Volt
2 2 2 2
ΔVR=
n n−1√
1 n ( ∑ VR ) −( ∑ VR )
1 2 ( 7 , 597 )− (3 ,273 )
2
=
√
2 2−1
=1 ,058 Volt
=
√
2 2−1
=1 ,058 Volt
ΔVR ΔVR
Ksr= ×100 % Ksr= ×100 %
VR VR
1,058 1,058
= ×100 % = ×100 %
1,6365 1,6365
=64,650 %(2 AP) =64,650 %(2 AP)
VR=( VR±ΔVR ) VR=( VR±ΔVR )
=( 1,6±1,1 ) Volt =( 1,6±1,1 ) Volt
Saat Vs = 3,362 Volt dan I= 2,73×10-3A
Perc. VR VR2
1 0,579 0,335
2 2,695 7,263
Σ 3,274 7,598
VR=
∑ VR
n
3 ,274
=
2
=1 ,637 Volt
2 2
ΔVR=
n n−1 √
1 n ( ∑ VR ) −( ∑ VR )
VR=
∑ VR VR=
∑ VR
n n
6 ,547 6 , 557
= =
2 2
=3 ,274 Volt =3 , 279 Volt
2 2 2 2
ΔVR=
n n−1√
1 n ( ∑ VR ) −( ∑ VR )
VR=
∑ VR VR=
∑ VR
n n
6 , 557 6 ,568
= =
2 2
=3 , 279 Volt =3 ,284 Volt
2 2 2 2
ΔVR=
n n−1√
1 n ( ∑ VR ) −( ∑ VR )
1 2 ( 30 , 524 ) −( 6 ,568 )
2
=
√
2 2−1
=2 ,112 Volt
=
√
2 2−1
=2 ,116 Volt
ΔVR ΔVR
Ksr= ×100% Ksr= ×100%
VR VR
2,112 2,116
= ×100% = ×100%
3,279 3,284
=64 ,410%(2 AP ) =64,434 %(2 AP)
VR=( VR±ΔVR ) VR=( VR±ΔVR )
=( 3,3±2,1 ) Volt =( 3,3±2,1 ) Volt
Saat Vs = 6,59 Volt dan I= 5,40×10-3A
Perc. VR VR2
1 1,167 1,362
2 5,40 29,16
Σ 6,567 30,522
VR=
∑ VR
n
6 ,567
=
2
=3 ,284 Volt
2 2
ΔVR=
n n−1√
1 n ( ∑ VR ) −( ∑ VR )
IR=
∑ IR IR=
∑ IR
n n
18 ,87×10−3 18 , 85×10−3
= =
2 2
=0, 009435 A =0 ,009425 A
2 2
Δ IR=
√
2
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2
Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2
=
√
1 2 ( 255 , 789×10−6 ) −( 18 , 87×10−3 )
2 2−1
2 =
√
1 2 ( 255 , 661×10−6 ) −( 18 , 85×10−3 )
2 2−1
=0 , 006 A
=0 , 006 A Δ IR
Δ IR Ksr= ×100 %
Ksr= ×100 % IR
IR 0,006
0,006 = ×100 %
= ×100 % 0,009
0,009 =66,667%(2 AP)
=66,667%(2 AP) IR=( IR± Δ IR )
IR=( IR± Δ IR ) =( 0,9±0,6 )×10−2 A
=( 0,9±0,6 )×10−2 A
Saat Vp = 3,380 Volt dan I= 18,39×10-3 Saat Vp = 3,381 Volt dan I= 18,40×10-3
A A
IR=
∑ IR IR=
∑ IR
n n
18 ,87×10−3 18 , 80×10−3
= =
2 2
=0, 009435 A =0 ,0094 A
2 2 2 2
Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
−3 2
Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2
=
√
1 2 ( 255 , 789×10−6 ) −( 18 , 78×10 )
2 2−1
=0 , 006 A
=
√
1 2 ( 254 ,846×10−6 ) −( 18 , 80×10−3 )
2 2−1
=0 , 006 A
Δ IR Δ IR
Ksr= ×100 % Ksr= ×100 %
IR IR
0,006 0,006
= ×100 % = ×100 %
0,009 0,009
=66,667%(2 AP) =66,667%(2 AP)
IR=( IR± Δ IR ) IR=( IR± Δ IR )
=( 0,9±0,6 )×10−2 A =( 0,9±0,6 )×10−2 A
Saat Vp = 3,382 Volt dan I= 18,38×10-3
A
Perc. IR IR2
1 15,66×10-3 245,236×10-6
2 3,15×10-3 9,923×10-6
Σ 18,81×10-3 255,159×10-6
IR=
∑ IR
n
18 ,81×10−3
=
2
=0 , 009405 A
2 2
Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2
=
√
1 2 ( 255 , 159×10−6 ) −( 18 , 81×10−3 )
2 2−1
=0 , 006 A
Δ IR
Ksr= ×100 %
IR
0,006
= ×100 %
0,009
=66,667%(2 AP)
IR=( IR± Δ IR )
=( 0,9±0,6 )×10−2 A
Tegangan Pada Saat R=1000 Ω
Saat Vp = 6,50 Volt dan I= 36,35×10-3 Saat Vp = 6,50 Volt dan I= 36,44×10-3 A
A
Perc. IR IR2
2
Perc. IR IR 1 30,14×10-3 908,420×10-6
-3 -6
1 30,16×10 909,626×10 2 6,39×10-3 40,832×10-6
2 6,40×10-3 40,96×10-6 Σ 36,53×10-3 949,252×10-6
-3 -6
Σ 36,56×10 950,586×10
IR=
∑ IR
IR=
∑ IR n
n 36 , 53×10−3
36 , 56×10−3 =
= 2
2 =0 ,018 A
=0 ,018 A 2 2
Δ IR=
√
2
1 n ( ∑ IR )−( ∑ IR )
n n−1
2 Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2
=
√
1 2 ( 950 , 586×10−6 )−( 36 ,56×10 )
2 2−1
−3 2 =
√
1 2 ( 949 , 252×10−6 ) −( 36 , 53×10−3 )
2 2−1
=0 , 012 A
=0 , 012 A Δ IR
Δ IR Ksr= ×100%
Ksr= ×100% IR
IR 0,012
0,012 = ×100%
= ×100% 0,018
0,018 =66,667 %(2 AP)
=66,667 %(2 AP) IR=( IR± Δ IR )
IR=( IR± Δ IR ) =( 1,8±1,2 ) ×10−2 A
=( 1,8±1,2 ) ×10−2 A
Saat Vp = 6,49 Volt dan I= 35,43×10-3 Saat Vp = 6,49 Volt dan I= 36,44×10-3 A
A
Perc. IR IR2
Perc. IR IR2 1 30,16×10-3 909,626×10-6
1 30,15×10-3 909,023×10-6 2 6,38×10-3 40,704×10-6
2 6,38×10-3 40,704×10-6 Σ 36,54×10-3 950,330×10-6
Σ 36,53×10-3 949,727×10-6
IR=
∑ IR
IR=
∑ IR n
n 36 ,54×10−3
36 , 53×10−3 =
= 2
2 =0 , 018 A
=0 ,018 A 2 2
Δ IR=
√
2
1 n (∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2 Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR ) −( ∑ IR )
n n−1
2
=
√
1 2 ( 949 , 727×10−6 )−( 36 ,53×10−3 )
2 2−1
2 =
√
1 2 ( 950 , 330×10−6 )−( 36 , 54×10−3 )
2 2−1
=0 , 012 A
=0 , 012 A
Δ IR Δ IR
Ksr= ×100% Ksr= ×100%
IR IR
0,012 0,012
= ×100% = ×100%
0,018 0,018
=66,667 %(2 AP) =66,667 %(2 AP)
IR=( IR± Δ IR ) IR=( IR± Δ IR )
=( 1,8±1,2 ) ×10−2 A =( 1,8±1,2 ) ×10−2 A
Saat Vp = 6,49 Volt dan I= 36,45×10-3
A
Perc. IR IR2
1 30,14×10-3 908,420×10-6
2 6,40×10-3 40,96×10-6
Σ 36,54×10-3 949,380×10-6
IR=
∑ IR
n
36 ,54×10−3
=
2
=0 , 018 A
2 2
Δ IR=
√
1 n ( ∑ IR )−( ∑ IR )
n n−1
2
=
√
1 2 ( 949 , 380×10−6 )−( 36 , 54×10−3 )
2 2−1
=0 , 012 A
Δ IR
Ksr= ×100%
IR
0,012
= ×100%
0,018
=66,667 %(2 AP)
IR=( IR± Δ IR )
=( 1,8±1,2 ) ×10−2 A
Perhitungan
∑ y⋅∑ x 2 −∑ x⋅∑ xy
a=
n ∑ x 2−(∑ x ) 2
0 , 01363⋅13 , 392298−8 , 183⋅0 , 02230686
¿
5⋅13 , 392298−(8 ,183 )2
0 , 1825370217−0 , 1825370354
¿
66 , 96149−66 ,961489
−0 , 0000000137
¿
0 , 000001
¿−0 , 0137
n ∑ xy−∑ x ∑ y
b=
n ∑ x 2−(∑ x )2
5⋅0 , 02230686−8 ,183⋅0 , 01363
¿
5⋅13 , 392298−(8 ,183 )2
0 , 1115343−0 , 11153429
¿
0 , 000001
0 , 0000001
¿
0 , 000001
¿ 0,1
y=ax+b
=−0,0137 x+0,1
X Y=(-0,0137x+0,1)
1,6365 0,07757995
1,6365 0,07757995
1,6365 0,07757995
1,6365 0,07757995
1,637 0,0775731
Grafik I Terhadap V Rangkaian Seri Pada Saat R = 220𝛺
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
1,636 1,636 1,636 1,636 1,637
Column2
X X2 Y
No XY
(V) (V2) (I)
1. 3,274 10,719076 0,00539 0,01764686
2. 3,279 10,751841 0,00539 0,01767381
3. 3,279 10,751841 0,00539 0,01767381
4. 3,284 10,784656 0,00537 0,01763508
5. 3,284 10,784656 0,0054 0,0177336
∑ 16,4 53,79207 0,0269 0,08836316
a=
∑ y⋅∑ x 2−∑ x⋅∑ xy
n ∑ x 2−( ∑ x) 2
0 , 0269⋅53 , 79207−16 , 4⋅0 , 08836316
¿
5⋅53 , 79207−(16 , 4 )2
1 , 447006683−1 , 449155824
¿
268 , 96035−268 , 96
−0 , 002149141
¿
0 , 00035
¿−6 ,1404
n ∑ xy−∑ x ∑ y
b=
n ∑ x 2−(∑ x )2
5⋅0 , 08836316−16 , 4⋅0 , 0269
¿
5⋅53 , 79207−(16 , 4 )2
0 , 4418158−0 , 44116
¿
0 , 00035
0 , 0006558
¿
0 , 00035
¿ 1 ,8737
y=ax+b
=−6 ,1404 ,x+1,8737
X Y=(-6,1404x+1,8737)
3,274 -18,2299
3,279 -18,2607
3,279 -18,2607
3,284 -18,2914
3,284 -18,2914
-182,200
-182,400
-182,600
-182,800
-183,000
Column2
X X2 Y
No XY
(V) (V2) (I)
1. 3,382 11,437924 0,009435 0,030438
2. 3,382 11,437924 0,009425 0,030438
3. 3,380 11,4244 0,009435 0,03042
4. 3,381 11,431161 0,0094 0,030429
5. 3,382 11,437924 0,009405 0,030438
∑ 16,907 57,169333 0,0471 0,152163
∑ y⋅∑ x 2 −∑ x⋅∑ xy
a=
n ∑ x 2−(∑ x ) 2
0 , 0471⋅57 , 169333−16 , 907⋅0 ,152163
¿
5⋅57 , 169333−(16 , 907)2
2 ,692675584−2 , 572619841
¿
285 , 846665−285 , 846649
0 , 120055743
¿
0 , 000016
¿ 7503 , 4839
n ∑ xy−∑ x ∑ y
b=
n ∑ x 2−( ∑ x)2
5⋅0 , 152163−16 ,907⋅0 , 0471
¿
5⋅57 , 169333−(16 , 907)2
0 , 76 ,0815−0 , 7963197
¿
0 , 000016
−0 , 0355047
¿
0 , 000016
¿−2219 ,04375
y=ax+b
=7503 ,48396 x−219 ,04375
X Y= (7503,48396x - 2219,04375)
3,382 23157,73900272
3,382 23157,73900272
3,380 23142,7320348
3,381 23150,23551876
3,382 23157,73900272
Grafik I Terhadap R Rangkaian Paralel Pada Saat R = 220𝛺
25,000,000
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0
3,382 3,382 3,380 3,381 3,382
Column2
No X X2 Y XY
(V) (V2) (I)
1. 6,50 42,25 0,01828 0,1182
2. 6,50 42,25 0,018265 0,1187225
3. 6,49 42,1201 0,017715 0,1187225
4. 6,49 42,1201 0,01822 0,1182478
5. 6,49 42,1201 0,018225 0,11828025
∑ 32,47 210,8603 0,090705 0,5884209
a=
∑ y⋅∑ x 2−∑ x⋅∑ xy
n ∑ x 2−( ∑ x ) 2
0 , 090705⋅210 , 8603−32 , 47⋅0 , 5884209
¿
5⋅210 , 8603−(32 , 47)2
19 ,12608351−19 , 10602662
¿
1054 , 3015−1054 ,3009
0 , 02005689
¿
0 , 0006
¿ 33 , 42815
n ∑ xy−∑ x ∑ y
b=
n ∑ x 2−( ∑ x )2
5⋅0 , 5884209−32 , 47⋅0 , 090705
¿
5⋅210 , 8603−(32 , 47)2
2 ,94221045−2 , 94519135
¿
0 , 000001
−0 , 00308685
¿
0 , 0006
¿−5 ,14475
y=ax+b
=33,42815 x−5,14475
X y = 33,42815x - 5,14475
6,50 212,138225
6,50 212,138225
6,49 211,8039435
6,49 211,8039435
6,49 211,8039435
21,210,000
21,200,000
21,190,000
21,180,000
21,170,000
21,160,000
6.5 6.5 6.49 6.49 6.49
Column2
ANALISIS
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang resistor dan hukum ohm.
Kami melakukan percobaan yaitu kuat arus tetap dan hambatan tetap. Percobaan dilakukan
mengggunakan 2 rangkaian yaitu rangkaian seri dan rangkaian parallel, dimana pada masing–
masing percobaan kami melakukan 5 kali percobaan pada setiap resistor, kami menggunakan
2 resistor yaitu 200 Ω dan 1000 Ω. Dari percobaan tersebut, perbandingan nilai arus dan
tegangan di setiap resistor memiliki nilai yang berbeda terhadap pemberian suatu tegangan
catu daya. Metode prakteknya diukur dengan multimeter sebagai amperemeter dan voltmeter.
Amperemeter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik.
Pemakaian alat ukur ini dihubungkan ke dalam rangkaian, sehingga terhubung seri dengan
komponen yang akan dihitung kuat arusnya. Voltmeter merupakan alat ukur beda potensial
antara dua titik. Pemakaian voltmeter dipasang secara paralel dengan komponen yang akan
diukur beda potensialnya.
Hukum Ohm yang berbunyi “besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah
penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya”.
Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinya tidak
bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya. Secara
matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan :
V =I × R
Berdasarkan perhitungan dari data yang telah di dapatkan dengan menggunakan rumus diatas
pada rangkaian seri dengan resistor 220 Ω didapatkan nilai arus dan tegangan sebesar
Berdasarkan perhitungan dari data, pada rangkaian paralel dengan resistor 220 Ω didapatkan
nilai arus dan tegangan sebesar
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat perbedaan antara rangkaian seri dengan paralel.
Pada rangkaian seri nilai arus akan sama untuk masing-masing resistor, sedangkan tegangan
berbeda yang mana nilainya tergantung nilai resistansi dan resistornya. Pada rangkaian paralel
nilai tegangan akan bernilai tetap pada masing-masing resistor, sedangkan nilai arus yang
diperoleh berbeda pada masing-masing resistor.
Dari data tersebut juga dapat membuktikan bahwa semakin besar tegangan yang
digunakan, maka semakin besar pula arusnya. Hal tersebut sesuai dengan Hukum ohm yang
menjelaskan hubungan antara tegangan listrik dengan kuat arus listrik akan selalu berbanding
lurus. Perbandingan beda potensial dan kuat arus listrik selalu tetap. Semakin besar beda
potensial semakin besar juga kuat arus yang mengalir.
Pada percobaan ini, data hasil percobaan yang saya coba bersama kelompok saya
sangatlah kurang akurat. Adapun kesalahan-kesalahan dalam percobaan bisa disebabkan
karena beberapa faktor seperti, alat yang digunakan untuk percobaan kurang berfungsi dengan
baik ataupun sudah rusak, kurangnya ketelitian dalam membaca alat ukur, dan kesalahan pada
praktikum dalam pengukuran dan perhitungan.
F. PERTANYAAN AKHIR
1. Gambarkan grafik arus versus tegangan (I vs V)!
a. Pada rangkaian seri R = 220
Column2
Column2
Column2
Column2
G. KESIMPULAN
1. Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus
yang mengalir dalam suatu rangkaian. Bentuk resistor yang umum adalah seperti tabung
dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk cincin
kode warna untuk mengetahui besar resistansi tanpa mengukur besarnya dengan
Ohmmeter. Jenis-jenis resistor yaitu, resistor karbon, resistor variable, potensiometer,
fotoresistor (LDR), dan Trimpot (Trimer Potensio).
2. Menghitung nilai resistansi resistor melalui urutan cincin warna dengan di gunakan rumus
Hambatan = (nilai gelang pertama)(nilai gelang kedua) 10(nilai gelang ketiga).
Dengan nilai hambatan dinyatakan dalam kode-kode warna yang melingkar. Nilai
hambatan ditentukan oleh tiga kode warna pertama. Kode warna keempat disebut toleransi
yang menentukan ketelitian nilai hambatan. Angka yang berkaitan dengan kode-kode
warna
3. Rangkaian seri dan paralel dapat dirangkai seperti pada gambar dibawah ini :
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Fisika Dasar, 2018, “Panduan Praktikum Fisika Dasar II”, Jakarta, Universitas
Negeri Jakarta
Abdullah, Mikrajuddin, 2017, “Fisika Dasar II”, Kampus Ganesa
Dianradika Prasti dan Vicky Bin Djusmin, 2012, “Aplikasi Menghitung Nilai Hambatan Resistor
(Studi Kasus Pada Mata Kuliah Elektronika)”, Jurnal Ilmiah d’ComPutarE Volume 2