TUJUAN
1. Memahami sifat pembiasan cahaya pada lensa.
2. Menentukan jarak fokus lensa.
3. Mengamati cacat bayangan (aberasi) dan mengetahui penyebabnya.
4. Mengurangi terjadinya cacat bayangan.
5. Mengetahui perbedaan antara pembiasan cahaya pada lensa cembung dan lensa cekung
C. TEORI DASAR
Menentukan jarak fokus lensa positif (konvergen)
Sebuah benda O diletakkan disebelah kiri lensa positif, dan bayangan O ' yang terbentuk
disebelah kanan lensa dan dapat diamati pada sebuah layar. Jika M merupakan perbesaran
bayangan (perbandingan panjang O dan O '), dan L adalah jarak antara benda dan bayangan,
maka jarak fokus lensa f, dapat ditentukan dari persamaan berikut:
S'
f= (1)
1+ M
dimana s adalah jarak bayangan terhadap lensa. s
s
layar
O F
F
---------------------------------- L -------------------------------
Cara lain untuk menentukan jarak fokus lensa positif adalah sebagai berikut:
Sebuah benda O diletakkan pada jarak L dari layar. Kemudian lensa positif yang akan
ditentukan jarak fokusnya digeser-geser antara benda O dan layar sehingga diperoleh dua
kedudukan (misalnya kedudukan 1 dan kedudukan 2) dimana lensa memberikan bayangan
yang jelas pada layar. Bayangan yang satu diperbesar dan yang lain diperkecil.
+ +
O’ layar
O
r
L
Jika r adalah jarak antara dua kedudukan itu, jarak fokus lensa dapat ditentukan sebagai
berikut:
L2−r 2
f= (bessel) (2)
4L
O’ Layar sekarang
O
s
Layar mula-mula
Bayangan pada layar itu merupakan bayangan maya dari lensa negatif. Karenanya pada
keadaan ini, jarak dari layar ke lensa negatif disebut jarak benda s. Sekarang, layar digeser ke
belakang menjauhi lensa untuk memperoleh bayang baru. Dalam keadaan ini jarak dari layar
sampai lensa negatif disebut jarak bayangan s’. Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan
dengan persamaan:
s. s'
f= (3)
s+s
Jarak fokus lensa bersusun
Jika dua lensa tipis dengan jarak fokus masing-masing f1 dan f2 digabungkan (dirapatkan),
maka akan diperoleh satu lensa gabungan yang fokusnya adalah fgab, dan dapat diperoleh
dengan persamaan berikut :
1 1 1
= + (4)
f gab f 1 f2
Cacat Bayangan
Rumus-rumus persamaan lensa yang telah diberikan di atas dapat diturunkan dengan syarat
hanya berlaku untuk sinar “paralaksial“. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka akan terjadi
cacat bayangan (aberasi).1
Cahaya
Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang bisa dilihat
dengan mata. Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui
cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter
per detik Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan
1
Tim Dosen Fisika Dasar, “Panduan Praktikum Fisika Dasar II”, Jakarta : Universitas Negeri Jakarta, 2018
panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi
elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak.Cahaya
adalah paket partikel yang disebut foton.
Kedua definisi di atas adalah sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga
disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian
dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya
dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Cahaya mempunyai 4 besaran dalam optika klasik yaitu:
1. Intensitas
2. Frekuensi atau panjang gelombang
3. Polarisasi
4. Fasa
Sifat optik geometris yaitu:
Refleksi
Refraksi
Sifat-sifat Cahaya
1. Dapat dilihat oleh mata
2. Memiliki arah rambat yang tegak lurus arah getar (transversal)
3. Merambat menurut garis lurus
4. Memiliki energy
5. Dipancarkan dalam bentuk radiasi
6. Dapat mengalami pembiasan, interfensi, dfraksi (lenturan), dan polarisasi (terserap
sebagian arah getarnya)2
Pembiasan Cahaya
Pembelokan berkas cahaya yang merambat dari satu medium ke medium lain yang kerapatan
optiknya berbeda disebut pembiasan (refraksi). Pembiasan terjadi karena kerapatan optik
kedua medium berbeda. Kerapatan optik udara lebih kecil dibandingkan kerapatan optik kaca
sehingga proses pembiasan cahaya dari udara ke gelas (kaca) adalah seperti gambar 2 berikut
ini :
2
Iwan Permana S., “Optik”, Bogor : CV. Duta Grafika, 2010
Gambar 1. Proses pembiasan cahaya dari udara ke gelas
Ada dua aturan yang menentukan jalannya pembiasan cahaya, yaitu :
Hukum I pembiasan yang berbunyi sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada
satu bidang, ketiganya berpotongan di satu titik.
Hukum II pembiasan yang berbunyi :
i. Sinar yang datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat
dibiaskan mendekati garis normal.
ii. Sinar yang datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat
dibiaskan menjauhi garis normal.3
Lensa
Lensa adalah benda bening yang dibatasi dua bidang lengkung. Dua bidang lengkung yang
membentuk lensa dapat berbentuk silindris atau bola. Lensa silindris memusatkan cahaya dari
sumber yang jauh pada suatu garis, sedang permukaan bola yang melengkung ke segala arah
memusatkan cahaya dari sumber yang jauh pada suatu titik. Dalam pembahasan ini hanya
dibahas pada lensa bola (lensa sferik) yang tipis. Lensa tipis adalah lensa dengan ketebalan
dapat diabaikan terhadap diameter lengkung lensa, sehingga sinar-sinar sejajar sumbu utama
hampir tepat difokuskan ke suatu titik, yaitu titik fokus.
Jenis-jenis Lensa
Ada dua jenis lensa, yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Lensa cembung (konveks /
convex) memiliki bagian tengah lebih tebal daripada bagian tepinya. Sinar-sinar bias pada
lensa ini bersifat mengumpul (konvergen). Oleh karena itu, lensa cembung bersebut lensa
konvergen.4
Lensa Cembung
Lensa cembung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tebal daripada bagian tepinya.
Lensa cembung juga disebut lensa konveks atau lensa konvergen karena sifatnya yang
memfokuskan sinar. Ada beberapa bentuk lensa cembung seperti diperlihatkan pada Gambar
2.
3
Nirsal, “Perangkat Lunak Pembentukan Bayangan pada Cermin dan Lensa”, Jurnal Ilmiah d’Computare Volume 2
Januari : Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo, 2012
4
R. Yosi Aprian Sari, “Peningkatan Pemahaman Materi Lensa – Cermin Pada Mata Pelajaran Fisika Dengan
Menggunakan Strategi Belajar Contextual Teaching And Learning (Ctl)”, Makalah PPM, Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) November, 2007
Lensa Cekung
Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tipis bagian tepinya. Lensa cekung
juga disebut lensa konkaf atau lensa divergen karena sifatnya yang sifatnya sinar. Ada
beberapa bentuk lensa cekung seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.
5
Bambang Ruwanto, “Asas-Asas Fisika”, Bogor : Yudhistira, 2005
dapat diperbaiki dengan diafragma.
d. Astigmatisme, sama dengan koma dalam hal bahwa koma itu terbentuk akibat
penyebaran gambar dari suatu titik pada suatu bidang yang tegak lurus pada sumbu
lensa sedangkan astigmatisma terbentuk sebagai penyebaran gambar dalam suatu
arah sepanjang sumbu lensa. Dalam ketiga hal tersebut, gambarnya menjadi kabur.
Adapun distorsi timbul akibat dari pembesaran yang berbeda dalam arah yang
menjauhi sumbu lensa, sehingga suatu benda yang tadinya berbentuk garis lurus
berubah bentuknya menjadi melengkung.
2. Aberasi Kromatik
Aberasi kromatik adalah Pembiasan cahaya yang berbeda panjang gelombang pada titik
fokus yang berbeda. Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena fokus lensa
berbeda-beda untuk tiap-tiap warna. Akibatnya bayangan yang terbentuk tampak
berbagai jarak dari lensa. Aberasi kromatik timbul akibat perbedaan indeks bias lensa
untuk panjang gelombang cahaya yang berbeda. Cahaya yang terdiri dari berbagai
panjang gelombang mengalami distorsi atau penguraian warna bila melalui lensa tersebut,
dan fokus pun akan berbeda-beda menurut warna dan panjang gelombang tersebut
sehingga terbentuklah gambar sesuai dengan masing-masing panjang gelombang itu. Ada
dua macam aberasi kromatik:
a. Aberasi kromatik aksial/longitudinal, perubahan jarak bayangan sesuai dengan
indeks bias.
b. Aberasi kromatik lateral, perubahan aberasi dalam ukuran bayangan.
Untuk menghilangkan terjadinya aberasi kromatis dipakai lensa flinta dan kaca krown;
lensa kembar ini disebut “Achromatic double lens”.
3. Aberasi Monokromatik
Aberasi monokromatik sering disebut aberasi tingkat ketiga adalah aberasi yang terjadi
walaupun sistem optik mempunyai lensa dengan bidang speris yang telah sempurna dan
tidak terjadi dispersi cahaya.6
D. CARA KERJA
Menentukan jarak fokus lensa positif
1. Mengukur tinggi anak panah yang digunakan sebagai benda.
2. Menyusun sistem optik berturut-turut sebagai berikut:
a. benda dengan lampu dibelakangnya
b. lensa positif lemah (+), lensa posistif kuat (++), dan
c. layar.
3. Mengambil jarak benda ke layar (L) lebih besar dari 1 meter. Mengukur dan mencatat jarak
benda.
4. Memasang lensa positif lemah (+) diantara benda dengan layar. Menggeser-geser lensa
6
Wahyu Noor Hidayat, “Analisis Pemahaman Konsep Mahasiswa Fisika Terhadap Pembentukan Bayangan Pada
Lensa”, Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang,
2016
hingga mendapat bayangan yang tegak dan jelas pada layar; mencatat kedudukan lensa dan
dan mengukur tinggi bayangan pada layar.
5. Menggeser kembali kedudukan lensa hingga didapat bayangan lain yang jelas ( jarak benda
ke layar jangan diubah ).
6. Mengulangi langkah-langkah tersebut dengan L yang berbeda.
7. Mengulangi langkah-langkah percobaan 4 untuk lensa positif kuat(++)
Menentukan jarak fokus lensa negative
1. Untuk menentukan jarak fokus lensa negatif membuat bayangan yang jelas dari benda O
pada layar dengan pertolongan lensa positif. Kemudian meletakkan lensa negatif antara
lensa positif dengan layar dan mengukur jarak lensa negatif ke layar.
2. Menggeser layar sehingga terbentuk bayangan baru yang jelas pada layar. Mengukur lagi
jarak lensa negatif ke layar.
3. Mengulangi langkah-langkah tersebut beberapa kali.
Menentukan jarak fokus lensa bersusun
1. Untuk menentukan jarak fokus lensa bersusun, merapatkan lensa positif kuat (++) dengan
lensa postif lemah (+) serapat mungkin. Menggunakan cara Bessel untuk menentukan jarak
fokus lensa bersusun tersebut.
2. Mengulangi beberapa kali dengan L yang berubah-ubah.
Mengamati cacat bayangan
1. Untuk mengamati aberasi khromatik digunakan lensa positif kuat (++) dengan lampu pijar
sebagai benda (anak panah tidak digunakan). Menggeser-geser layar, mengamati dan
mencatat keadaan bayangan dari tiap-tiap kedudukan lensa
2. Memasang diafragma di depan lampu pijar. Mengulangi langkah percobaan di atas dan
mencatat apa yang terjadi pada bayangan lampu.
3. Mengulangi percobaan di atas dengan diafragma yang berlainan.
4. Untuk mengamati astigmatisma letakkan lensa dengan posisi miring terhadap sumbu
sistem benda dan layar. Meletakkan kaca baur (benda) di depan lampu.
5. Kemudian meletakkan diafragma di depan benda (kaca baur), dan menggeser-geser lagi
layar. Mencatat perubahan apa yang terjadi pada bayangan dari benda.
E. PERTANYAAN
L2−r 2
Rumus (2) : f =
4L
S1=S 2 ' ………………….…(1)
S1 '=L−S 1 ………………....(2)
L=S1 +r + S 1 '
L=2 S1 +r
L−r
S1 = … … … … … … … …(3)
2
S1 '=L−S 1
S1 '=L− ( L−r2 )
2 L−L+r
S1 '=
2
L+r
S1 '= … … … … … … … .(4)
2
1 1 1
Subtitusi persamaan 3 dan 4 ke rumus : = +
f S1 S'1
1 1 1
= +
f L−r L+r
( )( )
2 2
1 2 2
= +
f L−r L+r
1 2 ( L+ r ) +2 ( L−r )
=
f ( L−r ) ( L+ r )
1 2 L+ 2r + 2 L+2 r
=
f L2−r 2
L2 + r 2
f=
4L
s .s'
Rumus (3): f =
s+s
1 1 1
= +
f S S'
1 S' + S
=
f S.S'
S. S'
f=
S +S '
1 1 1
Rumus (4): = +
f gab f 1 f2
1 1 1
= +
f 2 S2 S2'
S2=r−S'1
1 1 1
= + … … … … … … … … … …. ( 1 )
f 2 S2 S2'
1 1 1
= +
f 1 S1 S1'
−1 1 1
= − … … … … … … … … … …(2)
f 1 S1 f 1
Subtitusi (1) dan (2)
1 1 1 1
= − +
f 2 S1 f 1 S2
1 1 1 1
+ = + → S1=S
f 1 f 2 S1 S 2 S2 '=S '
1 1 1 1
+ = + … … … … … … … … … (3)
f 1 f 2 S' S
1 1 1
= + … … … … … … … … … … … .. ( 4 )
f S S'
Substitusikan (3) dan (4)
1 1 1
= + … … … … … … … … … … …(terbukti)
f f1 f 2
3. Dari rumus Bessel (2), bagaimana L dapat dipilih agar dapat terjadi 2 bayangan yang
diperbesar dan diperkecil pada layar?
Jawab : Dengan menggeser lensa sampai didaat bayangan yang berbenar-benar tajam
sehingga diperoleh dua bayangan yang memiliki perbesaran berbeda.
4. Mengapa untuk menentukan jarak fokus lensa negatif harus menggunakan bantuan lensa
positif?
Jawab : Lensa negative akan memberikan bayangan semu pada benda rill yang berarti
tidak diperoleh gambaran pada layar. Untuk mengatasi hal ini, kita tempatkan dan
tempelkan pada lensa negative sebuah lensa positif yang fokusnya diketahui.
5. Apakah yang dimaksud dengan aberasi khromatis?
Jawab : Aberasi kromatik adalah Pembiasan cahaya yang berbeda panjang gelombang pada
titik fokus yang berbeda. Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena fokus lensa
berbeda-beda untuk tiap-tiap warna. Akibatnya bayangan yang terbentuk tampak berbagai
jarak dari lensa. Aberasi kromatik timbul akibat perbedaan indeks bias lensa untuk panjang
gelombang cahaya yang berbeda.
6. Apakah yang disebut dengan astigmatisma?
Jawab : Astigmatisma terbentuk sebagai penyebaran gambar dalam suatu arah sepanjang
sumbu lensa.
7. Terangkan terjadinya cacat bayangan yang terjadi pada percobaan di atas?
Jawab : Dapat dijawab setelah melakukan percobaan serta pengolahan data dan akan
dijawab pada pertanyaan akhir.
8. Cacat bayangan dapat dikurangi dengan menggunakan diafragma yang kecil. Mengapa?
Adakah cara lain untuk mengurangi cacat bayangan? Terangkan!
Jawab : Karena celah diafragma yang digunakan kecil, maka bayangan akan terlihat
lebihtajam dan jelas. Sehingga cacat bayangan akan diminimalisasi atau diperkecil.
Terdapat cara lain, yaitu pengukuran dilakukan di dalam ruang vakum dan gelap sehingga
indeks bias medium dan indeks bias lensa tidak mempengaruhi pembentukan bayangan,
serta penggunaan laser sebagai alat pengukur (pengganti mistar).
F. DATA PENGAMATAN
Lensa Positif
1. O = 1 cm
L = 50 cm
Lensa F +50 mm
O1 (cm) S (cm) S1 (cm)
7,5 5.4 40.6
7,5 5.5 40.5
7,5 5.5 40.5
7,5 5.5 40.5
7,5 5.4 40.6
2. O = 1 cm
L = 60 cm
Lensa F +50 mm
O1 (cm) S (cm) S1 (cm)
9.5 5.5 50.5
9.5 5.3 50.7
9.5 5.2 50.8
9.5 5.5 50.5
9.5 5.5 50.5
3. O = 1 cm
L = 70 cm
Lensa F +50 mm
O1 (cm) S (cm) S1 (cm)
11.5 5.4 60.6
11.5 5.4 60.6
11.5 5.3 60.7
11.5 5.4 60.6
11.5 5.3 60.7
Lensa Negatif
O = 7.5 cm
O1 (cm) S (cm) S1 (cm)
4 30.5 10.5
4 30.5 10.5
4 30.5 10.5
4 30.4 10.4
4 30.5 10.5
Lensa Bersusun
O = 1 cm
L = 50 cm
Lensa 1 F +100
Lensa 2 F +100
Jarak antar lensa = 0 cm
O1 (cm) S (cm) S1 (cm)
7.5 5.4 60.6
7.5 5.4 60.6
7.5 5.4 60.6
7.5 5.4 60.6
7.5 5.3 60.7
O = 1 cm
L = 60 cm
Lensa 1 F +100
Lensa 2 F +100
Jarak antar lensa = 0 cm
O1 (cm) S (cm) S1 (cm)
9.5 5.5 50.5
9.5 5.5 50.5
9.5 5.5 50.5
9.5 5.5 50.5
9.5 5.4 50.6
Cacat Bayangan
1) Aberasi kromatik (memakai lensa positif tanpa diafragma)
a. Makin jauh layar, maka bayangan yang dihasilkan semkin tidak jelas dan buram
b. Makin dekat layar dengan lensa maka bayangan semakin jelas dan tajam
2) Aberasi kromatik (memakai lensa positif dengan diafragma)
a. Semakin jauh layar, maka bayangan yang dihasilkan semakin luas (dan tetap jelas)
b. Semakin dekat layar, maka bayangan yang terbentuk semakin kecil
3) Astigmatisme (memiringkan lensa dengan kaca baur didepan sumber cahaya)
a. Sebelum diletakkan kaca baur, bayangan sesuai dengan benda
b. Setelah diletakkan kaca baur, bayangan yang dihasilkan menjadi agak kabur
4) Astigmatisme (memiringkan lensa dengan kaca baur didepan lensa)
a. Sebelum diletakkan kaca baur, bayangan yang dihasilkan cukup jelas
b. Setelah diletakkan kaca baur, bayangan yang dihasilkan sangat buram dan kabur
G. PENGOLAHAN DATA
DATA TUNGGAL
O
̅O ΔO Ksr O
1 ΔO
ΔO= ×nst Ksr= ×100%
2 O
O=( O± ΔO )
1 cm 1 0, 025
= ×0 ,05 = ×100% =( 1±0,03 ) cm
2 1
=0 ,025 cm =2,5 % ( 3 AP )
1 ΔO
ΔO= ×nst Ksr= ×100 %
2 O
O=( O± ΔO )
7,5 cm 1 0,025
= ×0 ,05 = ×100% =( 7,5±0,025 ) cm
2 7,5
=0 ,025 cm =0,333 % ( 4 AP )
̅L ΔL Ksr L
1 ΔL
ΔL= ×nst Ksr= ×100 %
2 L
L=( L± ΔL )
50 cm 1 0, 025
= ×0 ,05 = ×100% =( 50±0,03 ) cm
2 50
=0 ,025 cm =0, 05% ( 4 AP )
1 ΔL
ΔL= ×nst Ksr= ×100 %
2 L
L=( L± ΔL )
60 cm 1 0, 025
= ×0 ,05 = ×100% =( 60±0,03 ) cm
2 60
=0 ,025 cm =0, 04% ( 4 AP )
1 ΔL
ΔL= ×nst Ksr= ×100 %
2 L
L=( L± ΔL )
70 cm 1 0, 025
= ×0 ,05 = ×100% =( 70±0,03 ) cm
2 70
=0 ,025 cm =0, 03% ( 4 AP )
DATA MAJEMUK
Menentukan Jarak Fokus Lensa Positif
1. O = 1 cm; L = 50 cm; Lensa F + 50
No O' O'2 S S2 S' S'2
1. 7,5 56,25 5,4 29,16 40,6 1648,36
2. 7,5 56,25 5,5 30,25 40,5 1640,25
3. 7,5 56,25 5,5 30,25 40,5 1640,25
4. 7,5 56,25 5,5 30,25 40,5 1640,25
5. 7,5 56,25 5,4 29,16 40,6 1648,36
Σ 37,5 281,25 27,3 149,07 202,7 8217,47
Pengolahan O'
√
¿
O' = '1 n ( ∑ O ) −( ∑ O ) Ksr= ×100 %
n ΔO = O'
n n−1
37, 5 0
= 1 5 (281,25 )−( 37,5 )
2 = ×100 %
5
=7,5 cm
=
5 5−1 √
1 1406 ,25−1406 , 25
7,5
=0 %
=
5 5−1
1 0
√
=
5 4
=0 cm
√
O' =( O' ±ΔO' )
=( 7,5±0 ) cm
Pengolahan S
̅S ΔS Ksr
∑S 2 2 ΔS
S=
=
n
27, 3
ΔS=
n n−1√
1 n ( ∑ S ) −( ∑ S )
=
S
×100 %
0 ,025
×100 %
5
=5,46 cm
=
√
5 5−1
1 745 ,35−745 ,29
5 ,46
=0 ,458 % ( 4 AP )
=
√
5 5−1
1 0 , 06
=
5 4 √
=0 , 025 cm
S=( S±ΔS )
=( 5,46±0,025 ) cm
Pengolahan S'
Pengolahan O'
√
¿
O' = 1 n ( ∑ O ) −( ∑ O )
' Ksr= ×100 %
n ΔO = O'
n n−1
47 ,5 0
= 1 5 ( 451,25 )−( 47,5 )
2 = ×100 %
5
=9,5 cm
=
5 5−1 √
1 2256 ,25−2256 , 25
9,5
=0 %
=
5 5−1
1 0
√
=
5 4
=0 cm
√
O' =( O' ±ΔO' )
=( 9,5±0 ) cm
Pengolahan S
̅S ΔS Ksr
∑S 2 2 ΔS
S=
=
n
27
ΔS=
n n−1√
1 n ( ∑ S ) −( ∑ S )
1 5 (145,88 )−( 27 )
2
Ksr=
=
S
×100 %
0,063
×100%
5
=5,4 cm
=
√
5 5−1
1 729 , 4−729
5,4
=1,167 % ( 3 AP )
=
√
5 5−1
1 0,4
=
5 4 √
=0 , 063 cm
S=( S±ΔS )
=( 5,4±0,06 ) cm
Pengolahan S'
3. O = 1 cm; L = 70 cm
No O' O'2 S S2 S' S'2
1. 11,5 132,25 5,4 29,16 60,6 3672,36
2. 11,5 132,25 5,4 29,16 60,6 3672,36
3. 11,5 132,25 5,3 28,09 60,7 3684,49
4. 11,5 132,25 5,4 29,16 60,6 3672,36
5. 11,5 132,25 5,3 28,09 60,7 3684,49
Σ 57,5 661,25 26,8 143,66 303,2 18386,06
Pengolahan O'
√
¿
O' = ' 1 n ( ∑ O ) −( ∑ O ) Ksr= ×100 %
n ΔO = O'
n n−1
57 ,5 0
= 1 5 (661,25 )−( 57,5 )
2 = ×100 %
5
=11,5 cm
=
5 5−1 √
1 3306 ,25−3306 , 25
11, 5
=0 %
=
5 5−1
1 0
√
=
5 4
=0 cm
√
O' =( O' ±ΔO' )
=( 11, 5±0 ) cm
Pengolahan S
̅S ΔS Ksr
∑S 2 2 ΔS
S=
=
n
26 ,8
ΔS=
n n−1 √
1 n ( ∑ S ) −( ∑ S )
=
S
×100 %
0, 025
×100 %
5
=5,36 cm
=
5 5−1 √
1 718 ,3−718 ,24
5, 36
=0, 466 % ( 4 AP )
=
5 5−1 √
1 0 , 06
=
5 4 √
=0 , 025 cm
S=( S±ΔS )
=( 5,36±0,025 ) cm
Pengolahan S'
̅ S' ΔS' Ksr
∑ S' ' 2 ΔS
'
√
¿
'
S= ' 1
n ( ∑ S ) −( ∑ S ) Ksr= '
×100 %
n ΔS= S
n n−1
303 ,2 0 , 025
=
1 5 ( 18386 , 06 )−( 303,2 )
2 = ×100 %
5
=60, 64 cm
=
√
5 5−1
1 91930 ,3−91930 , 24
60 , 64
=0 , 041 % ( 4 AP )
=
√
5 5−1
1 0 , 06
=
5 4√
=0 , 025 cm
S ' =( S' ± ΔS ' )
=( 60 ,64±0 , 03 ) cm
Menentukan Jarak Fokus Lensa Negatif
O = 7,5 cm
No O' O'2 S S2 S' S'2
1. 4 16 30,5 930,25 10,5 110,25
2. 4 16 30,5 930,25 10,5 110,25
3. 4 16 30,5 930,25 10,5 110,25
4. 4 16 30,4 924,16 10,4 108,16
5. 4 16 30,5 930,25 10,5 110,25
Σ 20 80 152,4 4645,16 52,4 549,16
Pengolahan O'
̅ O' ΔO' Ksr
' '
∑O ' 2 ΔO
√
¿
1 n ( ∑ O ) −( ∑ O )
'
O= ' Ksr= ×100 %
n ΔO = O'
20 n n−1
0
= 2 = ×100 %
1 5 ( 80 )−( 20 )
5
=4 cm
=
√
5 5−1
1 400−400
4
=0 %
=
√
5 5−1
1 0
=
5 4
=0 cm
√
O' =( O' ±ΔO' )
=( 4±0 ) cm
Pengolahan S
̅S ΔS Ksr
∑S 2 2 ΔS
S=
=
n
152,4
ΔS=
n n−1 √
1 n ( ∑ S ) −( ∑ S )
1 5 ( 4645,16 )− (152,4 )
2
Ksr=
=
S
×100 %
0 , 02
×100 %
5
=30 ,48 cm
=
5 5−1 √
1 23225 ,8−23225 , 76
30, 48
=0 , 066 % ( 4 AP )
=
5 5−1 √
1 0 , 04
=
5 4 √
=0 , 02 cm
S=( S±ΔS )
=( 30,48±0,02 ) cm
Pengolahan S'
̅ S' ΔS' Ksr
' '
∑S ' 2 ΔS
√
¿
S'= '1 n ( ∑ S ) −( ∑ S ) Ksr= ×100 %
n ΔS= S'
n n−1
52,4 0 ,02
=
1 5 ( 549 , 16 ) −( 52,4 )
2 = ×100 %
5
=10,48 cm
=
√
5 5−1
1 2745 ,8−2745 , 76
10, 48
=0 ,191% ( 4 AP )
=
√
5 5−1
1 0 , 04
=
√
5 4
=0 , 02 cm
S ' =( S' ± ΔS ' )
=( 10,48±0 , 02 ) cm
Pengolahan O'
̅ O' ΔO' Ksr
' '
∑O ' 2 ΔO
√
¿
O' = ' 1 n ( ∑ O ) −( ∑ O ) Ksr= ×100 %
n ΔO = O'
n n−1
37, 5 0
= 1 5 (281,25 )−( 37,5 )
2 = ×100 %
5
=7,5 cm
=
5 5−1 √
1 1406 ,25−1406 , 25
7,5
=0 %
=
5 5−1
1 0
√
=
5 4
=0 cm
√
O' =( O' ±ΔO' )
=( 7,5±0 ) cm
Pengolahan S
̅S ΔS Ksr
∑S 2 2 ΔS
S=
=
n
26, 9
ΔS=
n n−1√
1 n ( ∑ S ) −( ∑ S )
=
S
×100%
0,02
×100%
5
=5, 38 cm
=
√
5 5−1
1 723 ,65−723 , 61
5,38
=0,372 % ( 4 AP )
=
√
5 5−1
1 0 , 04
=
5 4 √
=0 , 02 cm
S=( S±ΔS )
=( 5,38±0,020 ) cm
Pengolahan S'
√
¿
S='
' 1
n ( ∑ S ) −( ∑ S ) Ksr= '
×100 %
n ΔS= S
n n−1
303 ,1 0 ,02
=
1 5 ( 18373 , 93 ) −( 303,1 )
2 = ×100 %
5
=60 , 62 cm
=
√
5 5−1
1 91869 ,65−91869 , 61
60 ,62
=0 ,033 % ( 4 AP )
=
√
5 5−1
1 0 , 04
=
√
5 4
=0 , 02 cm
S ' =( S' ± ΔS ' )
=( 60 ,62±0, 02 ) cm
Pengolahan O'
√
¿
O' = ' 1 n ( ∑ O ) −( ∑ O ) Ksr= ×100 %
n ΔO = O'
n n−1
47 ,5 0
= 1 5 ( 451,25 )−( 47,5 )
2 = ×100 %
5
=9,5 cm
=
√
5 5−1
1 2256 ,25−2256 , 25
9,5
=0 %
=
√
5 5−1
1 0
=
5 4
=0 cm
√
O' =( O' ±ΔO' )
=( 9,5±0 ) cm
Pengolahan S
̅S ΔS Ksr
∑S 2 2 ΔS
S=
=
n
27,4
ΔS=
n n−1 √
1 n ( ∑ S ) −( ∑ S )
=
S
×100%
0,02
×100%
5
=5,48 cm
=
5 5−1√
1 750 ,8−750 , 76
5,48
=0,365 % ( 4 AP )
=
5 5−1√
1 0 , 04
=
5 4 √
=0 , 02 cm
S=( S±ΔS )
=( 5,48±0,020 ) cm
Pengolahan S'
̅ S' ΔS' Ksr
' '
∑S ' 2 ΔS
√
¿
S'= '1 n ( ∑ S ) −( ∑ S ) Ksr= '
×100 %
n ΔS= S
n n−1
252 ,6 0 ,02
=
1 5 ( 12761 , 36 )−( 252,6 )
2 = ×100 %
5
=50 ,53 cm
=
√
5 5−1
1 63806 , 8−63806 , 76
50 ,53
=0 ,040 % ( 4 AP )
=
√
5 5−1
1 0 , 04
=
√
5 4
=0 , 02 cm
S ' =( S' ± ΔS ' )
=( 50 ,53±0 ,02 ) cm
H. PERHITUNGAN DAN ANALISIS
PERHITUNGAN
1. Tentukan jarak fokus lensa positif lemah (+) dan lensa positif kuat (++) dengan persamaan
2!
L2−r 2
Jawab : Persamaan 2: f =
4L
L = 50 cm
Lensa F = +50 mm
L2−( S' −S)2 1 ∆f
f= ∆ f = × nst Ksr= ×100 %
4L 2 f
(50)2−(40,54−5,46)2 1 0,0005
f= ∆ f = × 0,1 Ksr= × 100 %
4 (50) 2 0,0635
∆ f =0,05 cm Ksr=0,78 % (4 AP )
2500−(35,08)2
f= ∆ f =0,0005m
200
2500−1230,61
f=
200
1269,39
f=
200
f =6,35 cm
f =0,0635 m
∴ f =( f ± ∆ f ) m
∴ f =( 0,063 ± ( 0,005× 10−1 ) ) m
L = 60 cm
Lensa F = +50 mm
L2−( S' −S)2 1 ∆f
f= ∆ f = × nst Ksr= ×100 %
4L 2 f
(60) −(50,6−5,4 )2
2 1 0,0005
f= ∆ f = × 0,1 Ksr= × 100 %
4 (60) 2 0,0649
∆ f =0,05 cm Ksr=0,77 %(4 AP)
3600−(45,2)2
f= ∆ f =0,0005m
240
3600−2043,04
f=
240
1556,93
f=
240
f =6,49 cm
f =0,0649 m
∴ f =( f ± ∆ f ) m
∴ f =( 0,064 ± ( 0,005 ×10−1 ) ) m
Lensa = 70 cm
Lensa F = +50 mm
s' 1 ∆f
f= ∆ f = × nst Ksr= ×100 %
1+ M 2 f
1
40,54 ∆ f = × 0,1 0,05
f= 2 Ksr= × 100 %
1 35,87
1+ ∆ f =0,05 cm
7,5
Ksr=0,139 % ( 4 AP )
40,54
f=
1,13
f =35,87 cm
∴ f =( f ± ∆ f ) m
∴ f =( 35,87 ±0,05 ) cm
L = 60 cm
s' 1 ∆f
f= ∆ f = × nst Ksr= ×100 %
1+ M 2 f
1
50,6 ∆ f = × 0,1 0,05
f= 2 Ksr= ×100 %
1 45,79
1+ ∆ f =0,05 cm
9,5
Ksr=0,109 % ( 4 AP )
50,6
f=
1,105
f =45,79 cm
∴ f =( f ± ∆ f ) m
∴ f =( 45,79 ± 0,05 ) cm
L = 70 cm
s' 1 ∆f
f= ∆ f = × nst Ksr= ×100 %
1+ M 2 f
1
60,64 ∆ f = × 0,1 0,05
f= 2 Ksr= × 100 %
1 55,78
1+ ∆ f =0,05 cm
11,5
Ksr=0,089 % ( 4 AP )
60,64
f=
1,08
f =55,78 cm
∴ f =( f ± ∆ f ) m
∴ f =( 55,78± 0,05 ) cm
3. Terangkan cara mana yang lebih teliti!
Jawab : Yang lebih teliti dengan menggunakan cara persamaan (1) dimana besar nilai
kesalahan relatif sangat kecil sebesar 0.05 cm sehingga sesuai dengan yang
diharapkan pada percobaan.
4. Tentukan jarak fokus lensa negatif dengan menggunakan persamaan (2)!
Jawab :
s × s'
Persamaan 2 : f =
s+ s
s×s' 1 ∆f
f= ∆ f = × nst Ksr= ×100 %
s+ s 2 f
30,48×1 10,48
f = ∆ f = × 0,1 0,05
2
30,48+30,48 Ksr= × 100 %
5,26
∆ f =0,05 cm
319,4304
f=
60,69 Ksr=0,95 % ( 4 AP )
f =5,26 cm
∴ f =( f ± ∆ f ) m
∴ f =( 0,950 ±0,050 ) cm
5. Tentukan jarak fokus lensa gabungan (bersusun) dengan menggunakan rumus Bessel dan
rumus berikuta; 1/fgab = 1/f+ + 1/f++ dimana f+ dan f++ merupakan hasil perhitungan
soal di atas. Sesuaikan kedua hasil tersebut? Jelaskan mengapa!
Jawab :
2
L2−( s' −s )
Rumus Bessel : f =
4L
L = 50 cm L = 60 cm
2
L2 −( s ' −s )
f 1= L2 −( s ' −s )
2
4L f 2=
4L
(50 )2−( 60,62−5,38 )2
f 1= ( 60 )2−( 50,52−5,48 )2
4 ( 50 ) f 2=
4 ( 60 )
f 1=2.500−¿ ¿ f 2=3.600−¿ ¿
3.600−2.028,60
2.500−3.051,45 f 2=
f 1= 240
200
1.571,4
f 1=
−551,45 f 2=
200 240
f 1=−2,76 cm f 2=6,55 cm
Rumus Fokus Lensa Gabungan
1 1 1
= +
f gab f 1 f2
1 1 1
= +
f gab −2,76 6,55
1 −1895
=
f gab 9039
f gab =−4,77 cm
Hasil perhitungan fokus lensa dengan rumus Bessel pada f 1 sebesar -2,76 cm dan
f 2 sebesar 6,55 dengan rumus lensa gabungan sebesar -0,21 cm, terdapat ketidak
kesesuaian yaitu pada nilai yang diperoleh karena fokus lensa positif menggunakan
jarak benda 50 cm sedangkan lensa positif menggunakan 60 cm. Hal ini
menyebabkan hasil yang tidak akurat. Sedangkan dengan rumus bessel langsung
menggunakan lensa bersusun yang menghasilkan nilai fokus lensa lebih akurat.
ANALISIS
Praktkum kali ini dilakukan pengamatan mengenai sifat lensa dan cacat bayangan. Lensa
adalah benda bening yang dibatasi dua bidang lengkung. Dua bidang lengkung yang
membentuk lensa dapat berbentuk silindris atau bola. Lensa silindris memusatkan cahaya dari
sumber yang jauh pada suatu garis. Sedangkan permukaan bola yang melengkung ke segala
arah memusatkan cahaya dari sumber yang berasal dari suatu titik.
Setiap lensa mempunyai sifat tersendiri. Sifat lensa cembung mengumpulkan sinar
sehingga disebut lensa konvergen, dan sifat lensa cekung menyebarkan sinar sehingga disebut
lensa divergen. Semua bayangan maya yang dibentuk lensa cembung selalu tegak terhadap
bendanya. Semua bayangan nyata yang dibentuk lensa cekung pasti terbalik terhadap
bendanya. Lensa cekung menghasilkan bayangan maya, tegak, diperkecil.
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk memahami sifat pembiasan pada lensa,
menentukan jarak fokus lensa, mengetahui jenis-jenis lensa berdasarkan bentuknya,
mengamati cacat bayangan dan mengetahui penyebabnya, serta cara untuk mengurangi cacat
bayangan. Prinsip pada percobaan ini adalah bila sebuah benda diletakkan disebelah kiri lensa
positif dan bayangan yang terbentuk berada disebelah kanan lensa yang dapat diamati pada
sebuah layar. Percobaan dilakukan sebanyak empat kali, pertama menentukan jarak fokus
pada lensa cembung (+), kedua menentukan jarak fokus pada lensa cekung (-). Ketiga
menentukan jarak fokus pada lensa bersusun, dan keempat mengamati cacat bayangan.
Dalam percobaan sifat lensa dan cacat bayangan, digunakan dua jenis lensa yaitu
cembung lemah (+) dan cekung (-). Sebelum melakukan percobaan pertama dilakukan dengan
meletakan lensa cembung (+) didepan diafragma sampai terlihat bayangan yang tegas di
layar. Diukur jarak (s) dari lampu pijar ke lensa dan (s’) dari lensa ke layar. Diukur tinggi
bayangan yang dihasilkan. Percobaan ini dilakukan 5 kali dengan hasil Lensa cembung
menghasilkan bayangan nyata, terbalik, diperbesar. Lensa cembung identik dengan
menyebarkan (spread) cahaya.
Percobaan kedua menggunakan lensa cekung (-). Diletakkan lensa cekung didepan
diafragma sampai mendapatkan bayangan yang tegas dilayar. Diukur jarak (s) dari lampu
pijar ke lensa dan (s’) dari lensa ke layar. Diukur tinggi bayangan yang dihasilkan. Percobaan
dilakukan sebanyak 5 kali dengan hasil Lensa cekung menghasilkan bayangan maya, tegak
dan diperkecil karena lensa cekung identik dengan menyatukan atau memusatkan cahaya.
Pada percobaan lensa bersusun, lensa yang pertama diletakan adalah lensa cembung (+)
karena akan mendapatkan bayangan yang tegas, lalu diletakan lensa cekung (-) sebagai
pemusat cahaya. Lensa cembung dan cekung dirapatkan agar pengaturan cahaya pada kedua
lensa tersebut tidak keluar dari lebar lensa. Lensa bersusun digerakkan menjauh dari lampu
pijar agar mendapatkan bayangan yang tegas di layar. Pengukuran (s) dan (s’) tetap.
Untuk mengamati cacat bayangan aberasi kromatik, hal pertama yang dilakukan adalah
meletakkan diafragma di antar lensa positif dan lampu pijar. Lalu mengamati yang terjadi
pada bayangan. Setelah itu meletakkan kaca baur didepan lampu pijar dan mengamati yang
terjadi pada bayangan. Untuk mengamati cacat bayangan astigmatisme, langkahnya sama
dengan aberasi kromatik akan tetapi posisi lensa dimiringkan(serong).
Dari percobaaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Hasil Perhitungan Fokus Lensa dengan Rumus Percobaan pertama
50 35,87
Positif 60 45,79
70 55,78
50 6,35
2 2
L −r
f=
4L
Positif 60 6,49
70 6,59
Hasil perhitungan menunjukan bahwa pada persamaaan (1) dari percobaan jarak 50 cm, 60
cm, dan 70 cm didapatkan hasil perubahan yang signifikan. Sedangkan pada persamaan (2)
dari percobaan dengan jarak 50 cm, 60 cm, dan 70 cm didapatkan hasil perubahan yang tidak
terlalu signifikan. Ketiga percobaan pada dua persamaan ini menandakan ketika jarak benda
ke layar semakin besar maka jarak fokus pada lensa juga semakin besar. Sifat bayangan yang
tebentuk pada lensa postif kuat adalah nyata, terbalik dan diperbesar
Ada cacat bayangan aberasi kromatik, bayangan yang dihasilkan ketika layar didekatkan
pada lensa positif kuat yang berbentuk lingkaran dan sangat jelas tetapi semakin layar
dijauhkan maka bayangan yang dihasilkan akan membentuk garis sehingga bentuk bayangan
tidak bulat sempurna dan terlihat tidak fokus. Kemudian saat ditambah dengan penggunaan
diafragma dan kaca baur, semakin jauh dari layar maka semakin besar dan kabur bayangan
yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan fungsi kaca baur itu sendiri untuk menyetarakan
bayangan yang dihasilkan ketika posisi lensa lurus. Ada astigmatisme yang juga merupakan
cacat bayangan, dan digunakan kaca kontak. Lensa yang digunakan lenca cembung kuat yang
diletakkan diantara kaca garis dan diafragma. Kaca garis sedikit dimiringkan dan diatur lensa
cembung maka akan dihasilkan bayangan garis vertikal dan horizontal. Jadi kaca baur dan
diafragma disini berguna untuk mengurangi cacat bayangan yang dihasilkan lensa.
Pada percobaan kali ini, mungkin terjadi kesalahan-kesalahan selama praktikum. Adapun
kesalahan dalam percobaan bisa disebabkan karena beberapa faktor seperti, alat yang
digunakan untuk percobaan kurang berfungsi dengan baik ataupun sudah rusak, kurangnya
ketelitian dalam membaca alat ukur, dan kesalahan dalam pengukuran serta perhitungan.
I. PERTANYAAN AKHIR
1. Terangkan terjadinya cacat bayangan yang terjadi pada percobaan di atas?
Jawab : Pada percobaan di atas dengan menggunakan lensa positif kuat, diafragma
bergaris, kaca baur dan layar. Terjadi cacat bayangan yakni terdapat aberasi kromatis,
bayangan yang dihasilkan ketika layar didekatkan pada lensa positif kuat yang berbentuk
lingkaran dan sangat jelas tetapi semakin layar dijauhkan maka bayangan yang dihasilkan
akan membentuk garis sehingga bentuk bayangan tidak bulat sempurna dan terlihat tidak
fokus. Kemudian saat ditambah dengan penggunaan diafragma dan kaca baur, semakin
jauh dari layar maka semakin besar dan kabur bayangan yang dihasilkan. Selain itu,
terdapat astigmatisme yang juga merupakan cacat bayangan, dan digunakan kaca kontak.
Lensa diletakkan diantara kaca garis dan diafragma. Kaca garis sedikit dimiringkan dan
diatur lensa cembung maka akan dihasilkan bayangan garis vertikal dan horizontal.
J. KESIMPULAN
1. Sifat pada pembiasan, dipengaruhi oleh lensa yang digunakan. Ketika menggunakan lensa
positif atau cembung akan bersifat konvergen yakni mengumpulkan sinar di satu titik
fokus. Sedangkan pada lensa negative atau cekung akan bersifat divergen yakni
memancarkan sinar.
2. Jarak fokus suatu lensa dipengaruhi oleh jarak benda ke lensa dan jarak lensa ke bayangan,
jari-jari kelengkungan lensa dan niai indeks bias bahan lensa.
3. Aberasi adalah kelainan bentuk bayangan yang dihasilkan oleh lensa atau cermin. Cacat
bayangan seperti ini disebabkan oleh berkas sinar yang jauh dari sumbu utama tidak
dibiaskan sebagaimana yang diharapkan. Berkas sinar sejajar yang jauh dari sumbu utama
dibiaskan lensa tidak tepat di fokus utama, tetapi cenderung untuk mendekati pusat optic
4. Untuk mengurangi terjadinya cacat bayangan dapat digunakan diafragma dan kaca baur.
5. Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tipis daripada begian tepinya.
Sinar-sinar bias lensa cekung bersifat memancar (divergen). Sedangkan lensa cembung
adalah lensa yang bagian tengah lebih tebal daripada bagian tepinya. Sinar-sinar bias lensa
cembung bersifat mengumpul (konvergen).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Fisika Dasar. 2018. Panduan Praktikum Fisika Dasar II. Jakarta : Universitas
Negeri Jakarta
Permana, Iwan S. 2010. Optik. Bogor : CV. Duta Grafika
Nirsal. 2012. Perangkat Lunak Pembentukan Bayangan pada Cermin dan Lensa. Jurnal Ilmiah
d’Computare Volume 2 Januari, Fakultas Teknik Komputer. Palopo : Universitas Cokroaminoto
Palopo
Yosi, R. Aprian Sari. 2007. Peningkatan Pemahaman Materi Lensa – Cermin Pada Mata
Pelajaran Fisika Dengan Menggunakan Strategi Belajar Contextual Teaching And Learning
(Ctl). Makalah PPM, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
Ruwanto, Bambang. 2005. Asas-Asas Fisika. Bogor : Yudhistira
Noor, Wahyu Hidayat. 2016. Analisis Pemahaman Konsep Mahasiswa Fisika Terhadap
Pembentukan Bayangan Pada Lensa. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Semarang : Universitas Negeri Semarang