Anda di halaman 1dari 111

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2018

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien


Pengguna JKN BPJS Kesehatan di
Rumah Sakit Umum Kabanjahe
Kabupaten Karo

Dinah, Rahma
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5233
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA JKN

BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE

KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:
RAHMA DINAH S
140200511

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA JKN


BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
KABUPATEN KARO

Oleh
RAHMA DINAH S
140200511

Disetujui Oleh,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum


NIP: 196602021991032002

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum Maria Kaban ,S.H.,M.Hum


NIP: 196602021991032002 NIP: 196012251987032001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rahma Dinah S

Nim : 140200511

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN


PENGGUNA JKN BPJS KESEHATAN DI RUMAH
SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa skripsi yang saya tulis benar merupakan tulisan saya dan bukan
hasil jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi ini merupakan hasil jiplakan
maka saya siap menanggung segala akibat hukumnya
Demikian pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun

Medan, Desember 2017

Rahma Dinah S
140200511

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas karunia dan

nikmatnya lah penulis dapat menjalani perkuliahan sampai pada menyelesaikan

skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP PASIEN PENGGUNA JKN BPJS KESEHATAN DI RUMAH

SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha mengkaji dan menjabarkan

mengenai pelaksaan pelayanan kesehatan bagi pasien yang menggunakan JKN

BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo. Skripsi ini

disusun guna memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dari para

pihak. Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Budiman Ginting, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin,S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa Melati, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum. selaku Ketua Jurusan

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku

Dosen Pembimbing I skripsi penulis yang telah meluangkan waktu dan

ilmunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Maria Kaban, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II skripsi

penulis yang telah meluangkan waktu dan ilmunya untuk membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo dan Dinas Kesehatan

Kabupaten Karo yang telah membantu penulis dalam penelitian untuk

skripsi ini.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

9. Kepada kedua orang tua tercinta yang menjadi motivasi terbesar penulis

Pandangan Pohan S dan Katarina Br Bangun yang senantiasa memberi

doa, dan dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

10. Kepada adik-adik tercinta Wello Neger S dan Abdullah Gymnastiar S

yang selalu mendoakan dan mendukung penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat terbaik penulis selama masa perkuliahan Lailatul Mardiyah,

Nanda Rizka Syafriani Nasution, Khairani Ulfa Dalimunthe, Yuliana

ii

Universitas Sumatera Utara


Syarifah dan Novira Wahyuni Nst yang selalu menemani penulis dalam

masa sulit maupun senang.

12. Sahabat di kampus Sylvia Rouse Haloho dan Delvina Nova Sigalingging

yang selalu mendukung dan memberi cinta dan kasih sayangnya.

13. Sahabat tercencen, Syahfitri Lubis, Reggy Zurcher, Bonita Anggia, Sarah

Astisa dan Natasha Rosdiana yang selalu mendoakan dan memberi

dukungan dari jauh.

14. Seluruh Anggota Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) yang telah

memberi banyak ilmu dan pengalaman selama diperkuliahan.

15. Kepada seluruh teman dan sahabat yang tidak dapat penulis ucapkan satu

persatu.

Medan, Desember 2017

Penulis

iii

Universitas Sumatera Utara


PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA JKN
BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
KABUPATEN KARO
ABSTRAK
Rahma Dinah S*
Rosnidar Sembiring**
Maria Kaban***

Program JKN BPJS Kesehatan (tahun 2014) merupakan program asuransi


nasional yang dibentuk pemerintah sebagai pengamalan dari pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang hak atas
pelayanan sosial dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan
Sosial Nasional. Program jaminan kesehatan ini merupakan program pemerintah
yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Penyelenggaraan program jaminan kesehatan ini disambut dengan baik oleh
masyarakat Kabupaten Karo. Hal ini terbukti dengan jumlah peserta JKN BPJS
Kesehatan di Kabupaten Karo yang mencapai 248.098 jiwa atau 64,8% dari
seluruh penduduk Kabupaten Karo.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yang
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan mengumpulkan
literatur yang diperlukan berupa buku-buku dan peraturan perundang-undangan
tentang JKN BPJS Kesehatan, tanggung jawab pasien dan tenaga kesehatan serta
rumah sakit, kemudian data selanjutnya di ambil dari hasil wawancara dengan
petugas dari Dinas Kesehatan dan RSU Kabanjahe Kabupaten Karo.
Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap pasien
pengguna JKN BPJS Kesehatan. Peserta JKN BPJS Kesehatan yang merupakan
pengguna asuransi kesehatan memerlukan perlindungan agar dapat menikmati
fasilitas kesehatan yang sama dengan pasien umum. Pada skripsi ini diangkat
beberapa permasalahan seperti prosedur pelayanan kesehatan oleh RSU
Kabanjahe terhadap pasien JKN BPJS Kesehatan, bagaimana tanggung jawab
hukum RSU Kabanjahe terhadap pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan, dan apa
upaya yang dapat dilakukan pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh RSU Kabanjahe Kabupaten Karo. Setelah
dilakukannya penelitian, didapat kesimpulan bahwa pelaksanaan JKN BPJS
Kesehatan di RSU Kabanjahe dikategorikan baik. Hal ini terbukti dengan tidak
adanya keluhan atau pun gugatan hukum kepada rumah sakit terkait pelayanan
yang diberikan. Keluhan dari pasien hanya karena kurang mengertinya pasien
akan prosedur dan alur pelayanan di RSU Kabanjahe.

Kata Kunci : Perlindungan Pasien, JKN BPJS Kesehatan, Rumah sakit

*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I, Dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
***
Dosen Pembimbing II, Dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... i


ABSTRAK ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................. 7
D. Metode Penelitian................................................. 9
E. Keaslian Penelitian ............................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................... 12
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PASIEN
A. Pengertian Pasien ................................................ 15
B. Hak dan Kewajiban Pasien
1. Hak Pasien ..................................................... 24
2. Kewajiban Pasien .......................................... 31
C. Peraturan Perundang-Undangan Mengenai
PerlindunganTerhadap Pasien ............................. 34
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI BPJS KESEHATAN
JKN DAN RSU KABANJAHE KAB. KARO
A. Tinjauan Umum Mengenai BPJS
1. Pengertian dan Dasar Hukum BPJS .............. 50
2. Program BPJS ............................................... 51
3. Iuran BPJS Kesehatan ................................... 53
4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam BPJS
Kesehatan ...................................................... 55
B. Tinjauan Umum Mengenai JKN
1. Pengertian JKN ............................................. 57
2. Ruang Lingkup JKN ..................................... 59
3. Program JKN ................................................. 59

Universitas Sumatera Utara


C. Gambaran Umum Mengenai RSU Kabanjahe
Dan Keikutsertaannya sebagai Penyelenggara
JKN BPJS Kesehatan
1. Sejarah Umum RSU Kabanjahe
Kabupaten.Karo .............................................. 62
2. Peran dan Fungsi RSU Kabanjahe dalam
Pemberian Layanan Kesehatan di Kabanjahe
Kabupaten Karo .............................................. 67
3. Peran dan Fungsi JKN BPJS Kesehatan
Dalam Pemberian Layanan Kesehatan di
RSU Kabanjahe Kabupaten Karo ................... 69
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN
JKN BPJS KESEHATAN TERKAIT PELAYANAN
YANG DIBERIKAN DI RSU KABANJAHE KAB.
KARO
A. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Pelayanan
Kesehatan Kepada Peserta JKN BPJS Kesehatan
Di RSU Kanbanjahe Kab. Karo ............................ 72
B. Tanggung Jawan Hukum Terhadap Pasien
JKN BPJS Kesehatan oleh RSU Kabanjahe
Kab. Karo.............................................................. 78
C. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan oleh
Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Terkait
Pelayanan di RSU Kabanjahe Kab. Karo ............ 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................... 91
B. Saran.................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 93
Lampiran

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara sebagai suatu organisasi yang memiliki kekuasaan tertinggi di

wilayahnya, memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Tidak dapat

dipungkiri bahwa kesehatan masyarakat dapat dijadikan indikator kesejahteraan

masyarakat disamping faktor ekonomi dan sosial. Secara filosofis, kesehatan

sebagai hak setiap manusia, dan kewajiban negara memenuhi hak itu terutama

pada situasi bahwa tidak setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk

menikmati haknya itu, merupakan isi keadilan.1 Kesehatan harus mendapat

perhatian lebih dari pemerintah. Kehidupan dan kebebasan manusia akan menjadi

tiada arti apabila tidak didukung oleh kesehatan yang baik. Hal ini bukan tanpa

alasan, karena kesehatan berkolerasi langsung dengan pengembangan sumber

daya manusia yang mana merupakan salah satu unsur penting dalam

pengembangan suatu negara menjadi negara yang maju. Dengan demikian maka

pemerintah memiliki tujuan untuk memberi pelayanan kesehatan yang baik

kepada masyarakat sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia yang

unggul.

Kesehatan adalah hak mendasar bagi setiap manusia (hak asasi manusia).

Hak atas pemeliharaan kesehatan merupak salah satu dari hak dasar sosial

1
Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di
Indonesia,PT Alumni,Bandung,2007,hlm.2

Universitas Sumatera Utara


masyarakat.2 Negara memperoleh legitimasi kekuasaannya dari rakyat hanya

karena kepercayaan bahwa negara akan merealisasikan hak-hak asasi rakyatnya.3

Maka dari itu, Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi

manusia harus menunjukkan perhatiannya terhadap kesehatan masyarakatnya.

Perhatian pemerintah dalam kesehatan masyarakat dapat dilihat dalam

pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang berbunyi “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan dalam pasal 28 H ayat (3) yang

berbunyi “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”

Mendirikan rumah sakit diberbagai daerah adalah salah satu upaya

pemerintah untuk mencapai tujuan pemerintah dibidang kesehatan . Rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik

tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,

kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap

mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.4 Dalam

perkembangan dunia medis, peran rumah sakit sangatlah penting dalam

menunjang kesehatan dari masyarakat. Dalam pemberian pelayanan kesehatan,

2
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik ,Lembaga Penerbitan
Universitas Airlangga,Surabaya,1984,hlm.22.
3
Titon Slamet Kurnia,Op.cit.,hlm.1
4
Lihat Konsiderat huruf a Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


yang mana hubungan antara pasien dan rumah sakit yang dapat dipandang

hubungan antara pelaku usaha (rumah sakit) dan konsumen (pasien) harus saling

menguntungkan. Walaupun demikian, rumah sakit tidak boleh memberikan

pelayanan yang berbeda terhadap pasien. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai

Pancasila terutama sila kelima yang menyatakan bahwa keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial disini juga merupakan hak seluruh

rakyat Indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa

membedakan status sosial dan lain-lain.

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pembanguna

dibidang kesehatan perlu ditingkatkan dengan suatu sistem kesehatan nasional

yang melibatkan semua pihak agar meningkatkan pelayanan kesehatan baik dalam

hal tenaga kesehatan, sarana dan prasarana yang baik maupun mutu dari

pelayanan kesehatan tersebut. Maka diperlukannya suatu program pemerintah

sebagai lembaga penyelenggara negara untuk membentuk suatu program jaminan

kesehatan yang menjamin pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia. Tujuannya

ialah agar setiap warga negara mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.

Upaya yang ditempuh pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut, maka

diterbitkanlah Undang-Undang Nomer 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (selanjutnya disebut Undang-Undang SJSN). Undang-undang

SJSN ini menyebutkan bahwa “Jaminan sosial adalah salah satu bentuk

perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi

Universitas Sumatera Utara


kebutuhan dasar hidupnya yang layak.”5 Untuk mewujudkan hal tersebut maka

dibentuklah Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu tata cara penyelenggaraan

program jaminan nasional yang dilakukan oleh beberapa lembaga jaminan sosial.6

Dibentuklah badan penyelenggara jaminan sosial yaitu sebagai berikut.

1. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja


(JAMSOSTEK);
2. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (TASPEN);
3. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI); dan
4. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). 7
ASKES yang merupakan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang

diperuntukan memberi jaminan layanan kesehatan (asuransi kesehatan) bagi

kalangan pegawai pemerintah yang meliputi Pegawai Negeri Sipil (sekarang

menjadi Aparatur Sipin Negara), Pejabat Negara, Penerima Pensiunan Pegawai

Negeri Sipil, Penerima Pensiunan TNI/Polri, Penerima Pensiunan Pejabat Negara,

Veteran dan Perintis Kemerdekaan. Dapat dikatakan bahwa hanya pegawai

pemerintah saja yang dapat menerima manfaatnya.

Hal ini tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia untuk

mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia karena dalam program jaminan sosial

ini, masyarakat di golongkan sesuai dengan pekerjaan mereka, sehingga

5
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
6
Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
7
Pasal 5 Ayat (3) Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional

Universitas Sumatera Utara


pemberian jaminan pelayana kesehatan tidak merata dan tidak menjangkau

seluruh kalangan masyarakat Indonesia.

Pada tanggal 25 Nopember 2011 pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(selanjutnya Undang-Undang BPJS) sebagai bentuk dari perwujudan sistem

jaminan sosial utuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan seluruh

rakyat Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut BPJS) merupakan badan

hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan jaminan sosial.8

BPJS dibagi atas dua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan beefungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan

sedangkan BPJS Ketenagakerjaan berfungsi sebagai penyelenggara program

jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan

jaminan hari tua. 9

Dengan hadirnya BPJS terutama BPJS Kesehatan diharapkan dapat

mewujudkan masyarakat Indonesia yang dapat menikmati pelayanan kesehatan

yang baik tanpa memandang status ekonomi dan sosial.

Dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Pasien Pengguna JKN BPJS Kesehatan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo ” ini

mengkaji mengenai peranan RSU Kabanjahe sebagai pemberi jasa pelayanan

8
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
9
Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.

Universitas Sumatera Utara


kesehatan bagi pasien peserta BPJS. Rumah sakit memiliki peran yang sangat

penting dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan ini karena rumah sakit

merupakan pemberi pelayanan tingkat lanjutan yang mana merupakan pelayanan

yang sangat penting dalam pengobatan.

RSU Kabanjahe sebagai rumah sakit pemerintah menangani banyak pasien

BPJS diseluruh Kabupaten Karo yang terdiri dari banyak desa-desa kecil.

Mayoritas penduduk Kabupaten Karo yang bekerja sebagai petani sangat

membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik tetapi dengan biaya yang

terjangkau. Maka dari itu keberadaan dan keikutsertaan RSU Kabanjahe sebagai

penyelenggara pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS sangat

membantu masyarakat di Kabupaten Karo dalam mendapatkan pelayanan

kesehatan yang diperlukan.

Perlindungan hukum bagi pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan

merupakan segala upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum atas segala

tindak medis yang diberikan kepada pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan. Hal

ini dapat dilihat dari pelayanan yang diberikan rumah sakit terhadap pasien

pengguna JKN BPJS Kesehatan sampai dengan upaya hukum apa yang dapat

diambil pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan apabila ada kesalahan dari pihak

rumah sakit yang merugikan pasien.

Pasien secara umum dilindungi dalam Undang-Undang Kesehatan dan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Secara khusus pasien pengguna JKN

BPJS Kesehatan juga dilindungi melalui Undang-Undang SJSN dan Peraturan

Universitas Sumatera Utara


Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Tarif Pelayanan

Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan yang dikeluarkan

oleh Kementrian Kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan kesehatan terhadap pasien peserta

JKN BPJS Kesehatan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum terhadap pasien peserta JKN BPJS

Kesehatan oleh RSU Kabanjahe Kabupaten Karo?

3. Apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pasien peserta JKN

BPJS Kesehatan di RSU Kabanjahe Kabupaten Kabupaten Karo

apabila haknya tidak terpenuhi?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

Dalam buku “Pengantar Penelitian Hukum” Prof. Soerjono Soekanto

menyebutkan bahwa langkah selanjutnya setelah merumuskan masalah adalah

merumuskan tujuan penelitian. Tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif

dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan

penelitian tersebut. 10

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2012, hlm.118

Universitas Sumatera Utara


1. Untuk mengetahui pelaksaan JKN BPJS Kesehatan dalam hal

pemberian pelayanan Kesehatan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo

2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum RSU Kabanjahe Kabupaten

Karo terhadap pasien JKN BPJS Kesehatan.

3. Untuk mengetahui upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh pasien

JKN BPJS Kesehatan jika haknya tidak dipenuhi oleh RSU Kabajahe

Kabupaten Karo.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian

dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari penulisan

skripsi ini yaitu:

a) Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum pada

umumnya serta Hukum Perdata mengenai Perlindungan Hukum

terhadap Pasien JKN BPJS Kesehatan.

b) Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literature dalam dunia kepustakaan tentang Perlindungan Hukum

terhadap Pasien JKN BPJS Kesehatan.

c) Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap

penulisan sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Universitas Sumatera Utara


Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang dapat

dijadikan masukan atau bahan kajian bagi pihak-pihak yang berkaitan

dengan materi penulisan hukum ini, yaitu:

a) Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi

pemerintah dalam membuat regulasi mengenai perlindunga hukum

bagi pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan.

b) Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat, khususnya pasien pengguna JKN BPJS Kesehatan

mengenai perlindungan hukum pasien.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang akan

dipergunakan untuk keperluan penelitian. Metode penelitian sangat penting untuk

mendukung hasil penelitian dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam

penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

a) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif

dan penelitian yuridis empiris. Pada penelitian yuridis normatif

yang digunakan hanya bahan pustaka atau data sekunder yang

mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pada

penelitian yuridis empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah

data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian

Universitas Sumatera Utara


terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat.11

Penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis

terhadap permasalahan dengan menggunakan asas-asas hukum

serta mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan. Penelitian yuridis empiris yaitu dengan

melakukan penelitian secara langsung pada RSU Kabanjahe

Kabupaten Karo.

b) Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala serta menganalisis

gejala yang ada untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara

satu gejala dengan gejala yang lain.

2. Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo sebagai

rumah sakit di Kabupaten Karo yang paling banyak banyak melayani

pasien JKN BPJS Kesehatan sehingga dijadikan lokasi penelitian

untuk penulisan skripsi ini.

3. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data primer

dan data sekunder.

11
Ibid, hlm. 52

10

Universitas Sumatera Utara


a. Data primer yang digunakan penulis ialah data berupa wawancara

yang dilakukan dengan pihak Rumah Sakit Umum Kabanjahe dan

Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

b. Data sekunder yang digunakan merupakan data pendukung bagi

data primer berupa literature-literatur yang berkaitan dengan judul

skripsi ini, peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen

lainnya.

Data sekunder ini terdiri atas:

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum berupa peraturan

perundang-undangan yang ada di Indonesia. Adapun peraturan yang

dipakai penulis ialah Undang-Undand Dasar Negera Republik

Indoneseia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2009 tentang

Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan

Nasional.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku dan

tulisan ilmiah hukum yang berkaitan dengan penelitian penulis

11

Universitas Sumatera Utara


3. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang dapat memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain

sebagainya.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjana hukum.

Sebelum mengajukan judul ini, penulis terlebih dahulu membaca beberapa buku

dan sumber informasi lainya untuk menemukan masalah hukum yang akan

dibahas. Sesuai prosedur yang ditentukan oleh Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Departeman Perdata, penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini

kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan

kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas hukum untuk

menghindari pembahasan masalah yang berulang. Dari hasil pengecekan di

perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sama persis

sebelumnya, sehingga penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila diluar pengetahuan penulis ternyata telah ada penulisan yang

serupa, maka diharapkan penulisan ini dapat saling melengkapi serta menambah

literatur ilmu hukum khususnya dibidang hukum perdata.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat

diperlukan untuk memudahkan dalam membaca dan memahami skripsi ini. Untuk

itu, penulisan skripsi ini dibuat secara menyeluruh dan saling berhubungan satu

12

Universitas Sumatera Utara


sama lain. Skripsi ini dibuat dalam lima bab yang masing-masing terdiri atas sub-

sub bab. Adapun rinciannya ialah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat

penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PASIEN

Bab ini berisikan tiga sub bab yaitu pengertian pasien, sub bab

kedua yaitu hak dan kewajiban pasien dan sub bab ketiga yaitu

peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan terhadap

pasien.

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI BPJS KESEHATAN, JKN

DAN RSU KABANJAHE KAB. KARO

Bab ini berisikan mengenai tinjauan umum mengenai BPJS yang

terdiri dari pengertian dan dasar hukum BPJS, program BPJS,

iuran BPJS serta hak dan kewajiban para pihak dalam BPJS, sub

bab kedua tinjauan umum mengenai Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) terdiri dari pengertian JKN, ruang lingkup JKN, dan

program JKN, sub bab ketiga yaitu gambaran umum mengenai

RSU Kabanjahe Kabupaten Karo dan keikutsertaannya sebagai

penyelenggara JKN BPJS Kesehatan yang terdiri atas sejarah

umum RSU Kabanjahe Kabupaten Karo, peran dan fungsi RSU

13

Universitas Sumatera Utara


Kabanjahe Kabupaten Karo dalam pemberian layanan kesehatan di

Kabanjahe Kabupaten Karo serta peran dan fungsi JKN BPJS

Kesehatan dalam pemberian layanan kesehatan di RSU Kabanjahe

Kabupaten Karo.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN JKN BPJS

KESEHATAN TERKAIT PELAYANAN YANG DIBERIKAN

DI RSU KABANJAHE KABUPATEN KARO

Bab ini berisikan mengenai prosedur pelaksanaan pemberian

pelayanan kesehatan kepada peserta pengguna JKN BPJS

Kesehatan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo, tanggung jawab

hukum terhadapa pasien peserta JKN BPJS Kesehatan di Rsu

Kabanjahe Kabupaten Karo, dan upaya hukum yang dapat

dilakukan oleh pasien peserta JKN BPJS Kesehatan terkait

pelayanan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi

kesimpulan dan saran terhadap analisis dari bab-bab sebelumnya.

14

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PASIEN

A. Pengertian Pasien

Pasien adalah orang yang sedang menderita penyakit atau gangguan

badaniah/rohaniah yang perlu ditolong agar lekas sembuh dan berfungsi kembali

melakukan kegiatannya sebagai salah satu anggota masyarakat.12 Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, pasien adalah orang sakit (yang dirawat dokter),

penderita (sakit).13

Dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran, Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi

masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan

baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Dari

beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien adalah:

a) setiap orang

b) menerima/memperoleh pelayanan kesehatan

c) secara langsung maupun tidak langsung

d) dari tenaga kesehatan

Pasien merupakan setiap orang yang merasakan dirinya sakit sehingga

membutuhkan pertolongan orang lain (dokter dan tenaga kesehatan lainnya) yang

12
Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Medan :Woya Medika, 1997, hlm. 17
13
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pasien diakses tanggal 14 Okt Oktober 2017, pukul
21.18 WIB

15

Universitas Sumatera Utara


memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakitnya. Pasien dianggap

sebagai orang yang memiliki kebutuhan khusus dalam hal kesehatan dan

membutuhkan pemenuhan yang sesuai.

Dalam hubungan antara pasien, tenaga kesehatan dan rumah sakit dapat

ditinjau dari segi hubungan antara kosumen dan pelaku usaha. Pasien sebagai

kosumen merupakan kosumen yang menerima pelayanan dalam bentuk jasa

pelayanan kesehatan sedangkan tenaga kesehatan dan rumah sakit sebagai pelaku

usaha dalam pemberian jasa layanan kesehatan. Hal tersebut karena adanya

hubungan timbal balik antara pasien atau kosumen dengan pelaku usaha atau

tenaga kesehatan yaitu pelaku usaha memberikan jasa dan konsumen memperoleh

jasa tersebut dengan membayar imbalan atas jasa tersebut.

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument / konsument (Belanda). Kata konsument dalam Bahasa Belanda

tersebut oleh ahli hukum pada umumnya telah disepakati untuk mengartikan

sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijk gebruiker van goederen

en dienstent) yang diserahka kepada mereka oleh pengusaha (ondernemer).14

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia konsumen adalah pemakai

barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya), penerima pesan

14
Hermein Hadiati Koeswadji,Op.Cit, hlm. 31.

16

Universitas Sumatera Utara


iklan, pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya). 15 Dalam kamus Inggris-

Indonesia memberi arti consumer sebagai pemakai atau konsumen.16

Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Kosumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau

jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku usaha menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 1

angka 3 adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk

badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirkan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Menurut M. Sofyan Lubis bahwa hubungan antara pelaku usaha dan

konsumen khusus dibidang ekonomi harus dibedakan dengan hubungan antara

dokter dengan pasien dibidang kesehatan (hubungan pelayanan kesehatan).

Sedangkan kaidah-kaidah hukum yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tidak dapat begitu saja diberlakukan dalam hubungan dokter dengan

pasien. M. Sofyan Lubis menyebutkan bahwa:

Pasien secara yuridis tidak dapat diidentikan dengan konsumen, hal ini
karena hubungan yang terjadi diantara mereka bukan merupakan
hubungan jual beli yang diatur dalam KUHPerdata dan KUHD, melainkan

15
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ diakses tanggal 14 Okt Oktober 2017, pukul 21.18
WIB
16
John M. Echols & Hasan Sadily,Kamus Inggris-Indonesia.Jakarta: Gramedia, 1986,
hlm. 124.

17

Universitas Sumatera Utara


hubungan antara dokter dengan pasien hanya merupakan bentuk perikatan
medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning verbintenis) tepatnya
perjanjian usaha kesembuhan (teraupetik), bukan merupakan perikatan
medik “hasil” (resultaat verbintenis), disamping itu profesi dokter dalam
etika kedokteran masih berpegang pada prinsip “pengabdian dan
kemanusiaan” sehingga sukit disamakan antara pasien dengan konsumen
pada umumnya.17

Dalam undang-undang kesehatan tidak menggunakan istilah konsumen

kepada pasien sebagai pengguna jasa kesehatan. Maka dari itu untuk mengetahui

kedudukan pasien sebagai konsumen atau tidak, maka kita dapat membandingkan

unsur-unsurnya yaitu sebagai berikut:

1. Setiap Orang.

Subjek yang disebut sebagai konsumen merupakan setiap orang yang

berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Sedangkan pasien merupakan

setiap orang dan bukan badan usaha, kerena pengobatan yang diberikan oleh

tenaga kesehatan merupakan pengobatan untuk diri sendiri dan tidak dapat

diwakilkan.

2. Pemakai.

Kata pemakai sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa dalam kepustakaan ekonomi dikenal

konsumen antara dan kosumen akhir. Konsumen antara adalah konsumen yang

menggunakan suatu barang untuk memproduksi barang lain untuk mencari

keuntungan. Sedangkan konsumen akhir adalah pemakai akhir dari suatu barang

dan/atau jasa. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dengan tegas

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsumen adalah konsumen akhir.

17
Sofyan Lubis, Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
2009, hlm.38

18

Universitas Sumatera Utara


Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper) tetapi semua

orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau barang.

Jadi, yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer

transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan

kenikmatan dalam menggunakannya. 18

Jika dilihat dari hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan, maka terjadi

peralihan jasa. Pasien merupakan pengguna jasa layanan kesehatan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan. Setalah terjadi peralihan jasa, maka setelah itu akan terjadi

transaksi ekonomi baik secara langsung maupu tidak langsung yaitu pembayaran

atas yang telah diperoleh.

3. Barang dan/atau Jasa

Dalam Undang-Undang Perlindungan Kosumen pasal 1 angka 4 yang

dimaksud dengan barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak

berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak

dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangakan, dipakai, dipergunakan, atau

dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-Undang perlindungan kosumen tidak

menjelaskan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan.”19

Selanjutnya dalam pasal 1 angka 3 dijelaskan bahwa jasa adalah setiap

layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat

untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat”

18
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta: Sinar
Grafika,2008,hlm.28
19
Ibid, hlm.29

19

Universitas Sumatera Utara


menunjuk bahwa jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya lebih dari

satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan

individual, tidak mencakup dalam pengertian tersebut.20

Adapun pelayana kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan

merupakan bagian dari jasa yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen. Hal ini karena jasa (prestasi) yang diberikan berupa pengobatan yang

diberikan kepada masyarakat luas tanpa terkecuali. Secara umum, jasa pelayanan

kesehatan mempunyai beberapa karateristik yang membedakannya dengan

barang, yaitu: 21

a) Intangibility, jasa pelayanan kesehatan mempunyai sifat tidak berbentu,

tidak dapat diraba, dicium, atau dirasakan. Tidak dapat dinilai (dinikmati)

sebelum pelayanan kesehatan diterima (dibeli). Jasa juga tidak mudaj

dipahami secara rohani. Jika pasien akan menggunakan (membeli) jasa

pelayanan kesehatan, ia hanya dapat memanfaatkannya saja, tetapi tidak

dapat memiliki.

b) Inseparability, produk barang harus diproduk dulu sebelum dijual, tetapi

untuk jasa pelayanan kesehatan, prosduk jasa harus diproduksi secara

bersamaan pada saat pasien meminta pelayanan kesehatan.

c) Variability, jasa juga banyak variasinya (nonstandardized output). Bentuk,

mutu, dan jenisnya sangat tergantung dari siapa, kapan dan dimana jasa

20
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007,hlm. 14.
21
A.A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004, hlm. 237-238

20

Universitas Sumatera Utara


tersebut diproduksi. Oleh karena itu, mutu jasa pelayanan kesehatan yang

people based dan high contac personnel sangat ditentukan oleh kualitas

komponen manusia sebagai faktor produksi, dan system pengawasan.

d) Perishability, jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat disimpan dan tidak

tahan lama. Tempat tidur rumah sakit yang kosong, atau waktu tunggu

dokter yang tidak dimanfaatkan oleh pasien akan hilang begitu saja karena

jasa tidak dapat disimpan. Selain itu, dibidang pelayanan kesehatan,

penawaran dari permintaan jasa sangat sulit diprediksi, karena tergantung

dari ada tidaknya orang sakit. Tidak etis jika rumah sakit atau dokter

praktik mengharapka akan ada orang yang jatuh sakit.

4. Yang tersedia dalam masyarakat

Berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e Udang-Undang perlindungan

kosumen, pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, atau

mengiklankan suatu barang dan/atau jasa yang seolah-olah ada. Dalam artian

bahwa seharusnya pelaku usaha hanya boleh menawarkan barang yang sudah

tersedia dipasaran.

Namun seiring dengan perkembangan jaman, terutama kemajuan dibidang

ekonomi hal tersebut tidak lagi menjadi ketentuan mutlak. Misalnya pengusaha

pengembangan (developer), yang telah mengadakan transaksi jual beli dengan

konsumen bahkan sebelum bangunannya jadi.

Jasa pelayanan kesehatan merupakan sesuatu yang sudah tersedia di

masyarakat. Bahkan ketersedian jasa pelayanan kesehatan ini diperhatikan oleh

21

Universitas Sumatera Utara


pemerintah karena merupakan hak setiap masyarakat. Pemerintah melakukan

banyak upaya untuk menjamin ketersedian jasa pelayanan kesehatan di

masyarakat seperti pendirian puskesmas dan rumah sakit disetiap daerah.

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain.

Dalam upaya manusia untuk mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

ialah untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan mahluk

hidup lain. Dengan demikian bahwa jika barang dan/jasa tersebut bukan

digunakan untuk pemenuhan kepentingan itu, maka tidak dapat dikatakan orang

tersebut ialah konsumen.

Demikian juga halnya dalam pelayanan kesehatan, bahwa pelayanan

kesehatan yang diperoleh seseorang adalah untuk memenuhi kepentingan diri

sendiri, keluarga,orang lain bahkan mahluk lain yang memerlukan pelayanan

kesehatan tersebut. Setiap tindakan manusia merupaka bagian dari

kepentingannya, walaupun kepentingan itu tidak langsung untuk diri sendiri,

melainkan untuk orang disekitarnya dan lingkungannya

6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan tegas dikatakan

bahwa konsumen yang dimaksud dalam udang-undang ini adalah konsumen akhir.

22

Universitas Sumatera Utara


Konsumen yang berkedudukan sebagai intermediate consumer tidak dapat

menuntut pelaku usaha dengan undang-undang ini.22

Dalam hal pelayanan kesehatan, pasien merupakan konsumen akhir,

karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang langsung di berikan

kepada konsumen yang membutuhkan. Orang yang membutuhkan pelayanan

kesehatan tidak mewakilkan orang lain untuk menerima pelayanan kesehatannya

terlebih dahulu. Pelayanan kesehatan baru dapat dirasakan apabila orang yang

memerlukannya merasakan langsung pelayanan tersebut.

Berdasarkan uraian unsur-unsur diatas penulis menyimpulkan bahwa

pasien juga dapat dikategorikan sebagai konsumen. Hal ini karena pasien

memenuhi unsur-unsur untuk dapat dikatakan sebagai pasien. Jika dikaitkan

dengan konsep konsumen dan pelaku usaha maka dokter dan tenaga kesehatan

lain merupakan pelaku usaha dalam bidang jasa kesehatan, sedangkan pasien

merupakan konsumen dalam bidang kesehatan.

B. Hak dan Kewajiban Pasien

1. Hak Pasien

Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang
23
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Hak merupakan sesuatu yang pasti

dimiliki setiap orang, baik haknya sebagai bagian dari suatu sistem masyarakat

bahkan haknya sebagai manusia.

22
Ahmad Miru dan Sutarman, Op.cit ,hlm.6
23
Muhamaa Sais Is, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Kharisma Putra
Utama,2015,hlm.102

23

Universitas Sumatera Utara


Dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi

oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk

dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang

pemenuhannya dilindungi oleh hukum.24 Jenis-jenis hak dapat dibedakan menjadi:

a) Hak legal dan hak moral. Hak legal adalah hak yang didasarkan atas

hukum, sedangkan hak moral adalah hak yang didasarkan hanya pada

etis saja.

b) Hak positif dan hak negatif. Hak positif ialah suatu hak yang bersifat

positif, yakni jika itu merupakan haknya seseorang harus berbuat sesuatu

untuk memenuhi haknya tersebut. Sedangkan hak negatif adalah hak

yang bersifat negative, yakni jika seseorang memiliki hak tersebut maka

tidak ada orang yang boleh melarangnya untuk melakukan haknya

tersebut.

c) Hak khusus dan hak umum. Hak khusus adalah suatu relasi khusus

antara beberapa manusia karena fungsi khusus yang dimiliki orang

terhadap orang lain. Sedangkan hak umum adalah hak yang dimiliki

manusia bukan kerana hubungan atau fungsi tertentu, melainkan semata-

mata karena dia manusia (hak asasi manusia).

d) Hak individual dan hak sosial. Hak individu disini menyangkut hak yang

dimiliki individu-individu terhadap negara. Negara tidak boleh

menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan haknya.

Sedangkan hak sosial disini bukan saja hak kepentingan terhadap negara

24
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Yogyakarta, Liberty
Yogyakarta,1985,hlm.24

24

Universitas Sumatera Utara


saja, tetapi sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-

anggota lainnya.25

Hak pasien merupakan hak asasi yang bersumber dari hak dasar individu

dalam bidang kesehatan. Dalam hubungan antara dokter dan pasien, secara

relative pasien berada dalam posisi yang lebih lemah. Kekurang mampuan pasien

untuk membela kepentingannya dalam situasi pelayanan kesehatan menyebabkan

timbulnya kebutuhan untuk mempermasalahkan hak-hak pasien dalam

menghadapi para professional kesehatan. 26

Dahulu hubungan antara tenaga kesehatan di rumah sakit dengan pasien

bersifat komando, yakni pasien selalu menuruti apa yang dikatakan petugas tanpa

mempertanyakan alasannya. Tetapi sekarang hubungan tersebut telah berubah,

yakni pasien dan tenaga kesehatan memiliki kedudukan yang sama. Secara umum,

pasien berhak mendapatkan pelayanan yang manusiawi dan perawatan yang

bermutu.

Adapun beberapa hak pasien adalah sebagai berikut: 27

1) Hak atas informasi dan/atau memberi persetujuan, hal ini biasanya dikenal

dengan informed consent.

2) Hak memilih petugas (dokter, perawat, bidan) dan sarana pelayanan

kesehatan. Hak ini menjadi relative pada kondisi tertentu, seperti adanya

25
Muhamad Said Is, Op.cit, hlm.103-105
26
Danny Wiradharma dan Dionisia Sri Hartati, Penuntun Kuliah Hukum
Kedokteran,Sagung Seto,Jakarta, 2014,hlm. 51
27
Ns. Ta,adi, Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesionla,Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2010, hlm. 28-30

25

Universitas Sumatera Utara


aturan tertentu (lex specalis) memungkinkan terjadinya pengaturan yang

lebih spesifik dengan berbagai pertimbangan.

3) Hak atas rahasia penyakit. Perumusan dari rahasia kedokteran adalah

segala sesuatu yang oleh pasien secara sadar atau tidak disampaikan

kepada dokter/perawat dan pula segala sesuatu yang oleh dokter/perawat

diketahui sewaktu mengobati dan merawat pasien. Namum hak pasien ini

dapat dikesampingkan jika memenuhi salah satu unsur dibawah ini.

a. Adanya undang-undang yang mengatur (misalnya undang-undang

wabah)

b. Keadaan pasien dapat membahayakan kepentingan umum.

c. Pasien memperoleh hak sosial.

d. Secara jelas atau kesan diberikan ijin oleh pasien.

e. Adanya hal untuk kepentingan yang lebih tinggi.

4) Hak menolak tindakan pengobatan atau perawatan. Dalam penolakan ini

pasien harus menandatangani surat penolakan dan yang lebih penting

petugas harus sudah menjelaskan tentang alasan tindakan dan resiko jika

tidak dilakukan tindakan tersebut.

5) Hak atas pendapat kedua (second opinion). Terkadang pasien tidak

nyaman dengan petugas pertama, kemudian pasien mencari petugas kedua

secara mandiri. Sebenarnya hal ini dapat dilakukan atas saran petugas itu

sendiri, tidak ada masalah ketersinggungan pada petugas satu dengan

lainnya sepanjang pasien terbuka dengan itikad baik.

26

Universitas Sumatera Utara


6) Hak atas rekam medis. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran, pasal 47 ayat (1) menyatakan tentang hak atas

kepemilikan rekam medis. Rekam medis adalah milik sarana pelayanan

kesehatan sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien. Bagi dokter dan

petugas kesehatan lainnya rekam medis merupakan kekuatan yang

membuktikan bahwa petugas berusaha dengan teliti dan hati-hati dalam

merawat pasien.

Selian itu ada beberapa hak pasien menurut Dr. Amrin, DSF dalam buku

Bunga Rampai Hukum Kesehatan, yaitu:

1) Hak memilih dokter dan rumah sakit. Hak ini kadang tidak bersifat

mutlak. Di rumah sakit telah ada jadwal dan pembagian tugas dokter jaga.

Pasien harus menaati tata kerja di rumah sakit tersebut. Demikian juga hak

pasien dalam memilih rumah sakit, sebab pemerintah telah menyediakan

sarana dan tenaga kesehatan untuk berobat. Jelas pemilihan ini

menimbulkan konsekuensi kepada pasien/keluarga termasuk konsekuensi

dibidang keuangan.

2) Hak memperoleh informasi medis dan persetujuan. Sampai kini kalangan

kesehatan masih sering mengabaikan hak pasien atas informasi ini. Hak

atas informasi ini bias menjadi sangat penting pada tindakan invasive dan

beresiko yang harus dilakukan dokter baik untuk tindakan terapeutik atau

diagnostik.

3) Hak menolak pengobatan. Hak menolak pengobatan berhubungan dengan

hak seseorang untuk menentukan nasibnya sendiri. Oleh kerenanya itu,

27

Universitas Sumatera Utara


dokter harus mendapat ijin dari pasiennya atau keluarganya sebelum

melakukan tindakan medic.

4) Hak atas rahasia dirinya. Hak atas rahasia tentang diri pasien telah

diketahui oleh semua dokter dan dilaksanakan selama ini.

5) Hak untuk memutus hubungan antara dokter dengan pasien. Hak ini sama

dengan hak dokter memutus hubungan pengobatan dengan pasien. Pasien

lazimnya diminta untuk menandatangani pertanyaan bahwa ia pulang atas

permintaan sendiri dengan menanggung segala resiko kesehatan akibat

langkah yang diambil itu.

6) Hak menerima ganti rugi. Apabila pasien merasa ia dirugikan akibat

pelayanan kesehatan atau perawatan yang tidak memenuhi standar medic,

ia berhak mendapat ganti rugi.

7) Hak atas bantuan yuridis. Hak atas bantuan hukum (yuridis) ini

sebenarnya berlaku umum dan dimiliki setiap warga negara. Hak ini tidak

hanya berlaku untuk pasien saja tetapi untuk semua yang berperkara.

Menurut pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, hak.-hak dari pasien yang dipenuhi oleh rumah sakit adalah:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di

Rumah Sakit.

b. Memperoleh informasi mengenai hak dan kewajiban pasien.

c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.

d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi dan

standar prosedur operasional.

28

Universitas Sumatera Utara


e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar

dari kerugian fisik dan materi.

f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapat.

g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan

peraturan yang berlaku di Rumah sakit.

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang diderita kepada dokter lain

yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar

Rumah Sakit.

i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

data-data medisnya.

j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,

tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan komplikasi yang

mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta

perkiraan biaya pengobatan.

k. Memberi persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan

oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya

selama itu tidak mengganggu pasien lain.

n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan

di Rumah sakit.

o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap

dirinya.

29

Universitas Sumatera Utara


p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama

dan kepercayaan yang dianutnya.

q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga

memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara

perdata ataupun pidana, dan

r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan melalui media cetak dan media elektronik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari

kemungkinan upaya pelayanan kesehatan yang tidak bertanggung jawab seperti

penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan

terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut, maka

konsumen kesehatan akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam

kesehatan atau keselamatannya. 28

Hak pasien lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan

mendapat ganti rugi apabila yang didapat tidak sebagai mana mestinya.

Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada rumah

sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dan pelayanannya. 29

28
Titik Triwulan Tutik dan Shinta Febriana, Op.cit, hlm. 30
29
Ibid,hlm. 31

30

Universitas Sumatera Utara


2. Kewajiban Pasien

Dengan adanya hak pasien, maka secara otamatis akan muncul juga

kewajiban pasien. Kewajiban pasien adalah hal-hal yang harus diberikan pasien

kepada petugas kesehatan atau dokter. Walaupun pasien memiliki kewajiban,

seorang petugas kesehatan tidak seharusnya mengutamakan kewajiban pasien

sebelum memenuhi hak-hak pasien. Dokter dan petugas kesehatan memiliki tugas

utama untu melayani masyarakat atau pasien.

Hak-hak yang dimiliki pasien harus diseimbangkan dengan kewajibannya.

Maka masyarakat atau pasien yang baik akan memenuhi kewajibannya setelah

haknya dipenuhi oleh petugas kesehatan atau dokter yang melayaninya. Secara

garis besar, kewajiban pasien adalah sebagai berikut:30

a) Memeriksa diri sedini mungkin pada petugas kesehatan atau dokter.

Banyak kasus komplikasi atau kematian yang sebenarnya tidak perlu

terjadi apabila sedini mungkin penyakit tersebut terditeksi dan

memperoleh pengobatan.

b) Memberi informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya.

Sering terjadi, masyarakat datang kepetugas kesehatan atau dokter tetapi

tidak memberikan informasi yang jelas mengenai tanda-tanda atau gejala

penyakit yang dialaminya. Bahkan terkadang pasien menyembunyikan

penyakit yang dideritanya. Hal-hal semacam ini sebenarnya merugikan

pasien sendiri, karena informasi yang tidak lengkap dapat mengakibatkan

30
Soekidjo Notoatmodjo, Etika Hukum dan Kesehatan,PT Rineka Cipta,
Jakarta,2010,hlm.175-177

31

Universitas Sumatera Utara


salah diagnosis dan yang lebih fatal mengakibatkan pengobatan yang tidak

tepat atau bahkan pengobatan yang salah.

c) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.

Masalah kepatuhan pasien terhadap dokter merupakan faktor paling

dominan dalam proses penyembuhan penyakit. Kegagalan proses

penyembuhan bahkan sampai meninggalnya pasien sering terjadi karena

tidak patuhnya pasien terhadap perintah atau petunjuk petugas kesehatan.

Oleh karena itu, bagi pasien yang telah mnyerahkan proses penyembuhan

kepada petugas kesehatan, berkewajiban untuk mematuhi segala petunjuk

dan perintah petugas kesehatan.

d) Menandatangani surat-surat pernyataan persetujuan tindakan (inform

concent)

Apabila dalam proses penyembuhan, petugas kesehatan atau dokter harus

melakukan tindakan invasi atau operasi terhadap pasien, maka pasien

berkewajiban untuk menandatangani persetujuan setelah penjelasan yang

telah disiapkan oleh dokter. Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar,

maka inform concent tersebut dapat diberikan oleh anggota keluarga.

e) Yakin pada dokter dan yakin akan sembuh.

Faktor keyakinan kepada petugas kesehatan atau dokter sangat besar

pengaruhnya terhadap proses penyembuhan penyakit. Dalam psikologi,

keyakinan kepada seseorang atau sesuatu akan menimbulkan efek sugesti.

Sehingga keyakinan terhadap dokter dan kesembuhan merupakan

kewajiban pasien demi tercapainya kesembuhan bagi pasien.

32

Universitas Sumatera Utara


f) Melunasi biaya perawatan, biaya pemeriksaan dan pengobatan serta

honorarium dokter.

Sering terjadi di masyarakat, seseorang mengalami proses penyembuhan

dari tenaga kesehatan, tetapi bukan kesembuhan yang datang tetapi

kematian. Walaupun demikian, pasien dan keluarganya wajib membayar

biaya perawatan karena selama perawatan hak-hak pasien telah dipenuhi.

Dalam pasal 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, pasien dalam menerima pelayanan dalam praktik kedokteran,

mempunyai kewajiban:

a. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan, dan

d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Selain kewajiban diatas, pasien atau keluarganya mempunyai kewajiban-

kewajiban yang harus dilakukan untuk kesembuhannya dan sebagai imbangan dari

hak-hak yang diperolehnya. Kewajiban tersebut dapat dikelompokkan menjadi

kewajiban terhadap: 31

a) Kewajiban terhadap dokter

1. memberikan informasi mengenai keluhan utama, keluhan tambahan,

riwayat penyakit. Kerja sama pasien juga diperlukan pada waktu dokter

melakukan pemeriksaan fisik.

31
Danny Wiradharma dan Dionisia Sri Hartati, Op.cit,hlm. 66

33

Universitas Sumatera Utara


2. Mengikuti petunjuk taua nasihat untuk mempercepat proses

kesembuhan.

3. memberi honorarium.

b) Kewajiban terhadap Rumah sakit.

1. menaati peraturan rumah sakit yang pada dasarnya dibuat dalam rangka

menunjang upaya penyembuhan pasien-pasien yang dirawat.

2. melunasi biaya perawatan.

Berdasarkan dengan pengaturan hak dan kewajiban pasien diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa hak dan kewajiban pasien merupakan satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Setiap orang yang mempunyai hak, maka harus

disertai dengan kewajiban. Oleh karena itu hak dan kewajiban memiliki hubungan

timbal balik, dengan ketentuan bahwa:

a. Setiap kewajiban seseorang berkaitan atau berhubungan dengan hak orang

lain, dan sebaliknya hak yang diterima berhubungan dengan kewajibannya

terhadap pihak lain.

b. Hak atas diri sendiri tidak ada, yang ada adalah kewajiban terhadap diri

sendiri. Yaitu setiap orang berkewajiban mempertahankan hidup dengan

cara memelihara kesehatan sendiri

C. Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Perlindungan Terhadap


Pasien
Hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa norma/kaidah baik

tertulis maupun tidak tertulis yang dapat mengatur dan menciptakan tata tertib

dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat, berdasarkan

34

Universitas Sumatera Utara


keyakinan dan kekuasaan hukum itu.32 Menurut Van Apeldoorn, tujuan hukum

ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Perdamaian diantara

manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan

manusia tertemtu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta, dan sebagainya terhadap

yang merugikan.

Peraturan perundang-undangan terhadap perlindungan bagi pasien

merupakan salah satu upaya pemerintah sebagai pembentuk undang-undang

dalam rangka melindungi kepentingan bagi pengguna jasa pelayanan kesehatan

atau pasien. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan adalah tempat

berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya) melindungi. 33 Perlindungan adalah

suatu perbuatan atau hal yang dilakukan untuk melindungi sesuatu.

Jadi, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu upaya yang

dilakukan untuk melindungi subjek hukum dengan menggunakan hukum (aturan)

uang dibuat oleh yang berwenang. Perlindungan ini dapat berupa upaya preventif

ataupun represif. Perlindungan hukum bagi pasien menyangkut berbagai hal yaitu

masalah hubungan hukum pasien dengan tenaga kesehatan, hak dan kewajiban

para pihak, pertanggungjawaban dan aspek penegakan hukum.

Jika membicarakan mengenai perlindungan hukum bagi pasien, maka

tidak dapat dikesampingan mengenai malapraktik. Malapraktik berasal dari kata

“mala” artinya salah atau tidak semestinya, sedangkan praktik adalah proses

32
Muhamad Said Is, Op.cit, hlm. 51
33
https://kbbi.kemdikbud.go.ig/entri/Perlindungan diakses pada 20 November 2017 pukul
20.00 WIB

35

Universitas Sumatera Utara


penanganan kasus (pasien) dari seorang professional yang sesuai dengan prosedur

kerja yang telah ditentukan kelompok profesinya. Dalam bidang kesehatan,

malapraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan

(termasuk penyakit) oleh petugas kesehatan, sehingga menyebabkan dampak

buruk bagi penderita atau pasie. 34

Tetapi perlindungan hukum terhadap pasien tidak terbatas hanya pada

malapraktik yang dilakukan tenaga kesehatan, tetapi juga segala hal yang

dianggap merugikan pasien. Merugikan dalam artian perbuatan yang dilakukan

tenaga kesehatan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati atau

perbuatan yang merugikan pasien yang tidak berhubungan dengan proses

penyembuhan pasien.

Pengaturan mengenai perlindungan hukum pasien ini tersebar dalam

berbagai peraturan perundang-undangan yaitu:

1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Hubungan antara dokter dan pasien pada ilmu kedokteran umunya

berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut

hanya terlihat suprioritas dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis,

hanya ada kegiatan dokter sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan ini berat

sebelah dan tidak sempurna. Oleh karena hubungan dokter-pasien merupaka

34
Muhamad Said Is, Op.cit, hlm.56

36

Universitas Sumatera Utara


hubungan antara manusia, lebih dikehendaki hubungan yang mendekati

persamaan hak antara manusia.35

Upaya perlindungan hukum dalam KUHPerdata dibidang hukum

perjanjian kepada pihak yang posisi kontraktualnya lemah, dewasa ini

berkembang pesat dan mulai mengintrodusirkan norma penyalahgunaan keadaan

(misbruik van omstandigheden atau undue influence). Hal ini berhubungan dengan

prinsip sahnya perjanjian supaya kesetaraan kedudukan para pihak dapat

diwujudkan secara factual sehingga prinsip konsensualnya berdasarkan prinsip

kebebasan berkontrak para pihak tidak diciderai. 36

Perjanjian yang dikenal dalam bidang pelayanan jasa kesehatan adalah

perjanjian teraupetik. Perjanjian teraupetik adalah perjanjian antara dokter dengan

pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua

belah pihak. Adapun objek dari perjanjian itu adalah upaya yang dilakukan dokter

untuk menyembuhkan pasien.37

Jadi, hubungan yang dibangun antara dokter dengan pasien dalam

pandangan hukum perdata adalah perjanjian. Untuk sahnya suatu perjanjian ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi. Hal ini diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata yang unsur-unsurnya sebagai berikut.

a. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan diri

b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

35
Ibid,hlm. 96
36
Titon Slamet Kurnia,Op.cit, hlm. 118
37
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter,Rineka Cipta,
Jakarta, 2005,hlm.11

37

Universitas Sumatera Utara


c. Mengenai suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Berdasarkan perjanjian teraupetik, pelanggaran yang dapat terjadi adalah

perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

Wanprestasi (ingkar janji) dalam pelayanan kesehatan adalah suatu keadaam yang

mana pelayan kesehatan tidak melakukan kewajibannya bukan karena keadaan

memaksa (overmacht). Suatu perbuatan dapat dapat dikatakan wanprestasi

apabila: 38

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan

b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Pasien yang mengalami kerugian akibat perbuatan wanprestai yang

dilakukan rumah sakit atau tenaga kesehatan dapat menuntut ganti kerugian. Dan

rumah sakit atau tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk memberikan

tanggunh jawan sesuai pasal 1239 KUHPerdata, yaitu:

Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu
apabila siberhutang tidak memenuhi kewajiban, medapatkan
penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan pergantian biaya, rugi dan
bunga. 39
Apabila pasien atau keluarga merasa dirugikan akibat dari perbuatan

wanprestasi tenaga kesehatan atau rumah sakit yang tidak melaksakana kewajiban

38
Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Bandung, 1990, hlm. 45
39
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
2004,hlm.324

38

Universitas Sumatera Utara


yang telah disepakati sebelumnya dalam perjanjian teraupetik, maka mereka dapat

menuntu ganti rugi.

Sedangkan untuk perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam

hukum perdata diatur pada pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi:

Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang melanggar hukum, yang


membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.40
Menurut Rosa Agustina, dalam menentukan suatu perbuatan agar dapat

dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, diperlukan syarat, yaitu: 41

a. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku

b. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain

c. Bertentangan dengan kesusilaan

d. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.

Apabila petugas kesehatan atau rumah sakit dianggap melakukan

perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian terhadap pasien makan

dapat dituntuntu untuk mengganti kerugian yang terjadi akibat perbuatan tersebut.

Dokter atau tenaga kesehatan tidak dapat berdalih dari tuntutan pasien akan

kesalahan atau kelalaiannya karena hal tersebut menyebabkan kerugian bagi

pasien, dan pasien berhak menuntut ganti rugi akan hal tersebut.

Tuntutan sebanarnya dapat dilakukan secara individu kepada dokter atau

tenaga kesehatan saja. Tetapi rumah sakit juga mempunyai tanggung jawab

40
Ibid, hlm. 346
41
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia,
Jakarta, 2003,hlm.117

39

Universitas Sumatera Utara


terhadap kesalahan yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berada

dinaungannya. Hal ini berdasarkan pasal 1367 KUHPerdata yang berbunyi:

Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan


perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada dibawah pengawasannya…42
Dengan demikian rumah sakit juga dapat dimintai pertangung jawaban

atas kesalahan yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berada

dibawah naungan rumah sakit tersebut.

2. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Suatu tindakan dapat dikatakan merupakan tindak pidana apabila secara

teoritis mengandung tiga unsur, yaitu:

a. Melanggar norma hukum pidana tertulis

b. Bertentangan dengan hukum (melanggar hukum)

c. Berdasarkan suatu kelalaian/ kesalahan besar,

Seorang dokter dapat dikenakan pasal 359,360, dan 361 KUHP bila

kesalahan medis dilakukan dengan sangat tidak hati-hati, kesalahan serius, dan

sembrono. Dalam KUHP, perbuatan yang menyebabkan orang lain luka berat atau

mati yang dilakukan secara tidak sengaja dirumuskan dalam pasal 359 dan 360

KUHP. Adapun unsur-unsur pasal tersebut adalah:43

a. Adanya unsur kelalaian

42
Subekti, Loc.cit
43
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2000,hlm. 125

40

Universitas Sumatera Utara


b. Adanya wujud perbuatan tertentu

c. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain

d. Adanya hubungan kasual atau wujud perbuatan dan akibat kematian orang

lain

Hukum pidana digunakan dalam dunia kesehatan apabila timbulnya akibat

berupa kematian atau cacatnya seseorang. Hukum pidana berperan sebagai hukum

sanksi. Pelaksanaan pelayanan kesehatan menggunakan hukum kesehatan, namun

apabila ada permasalahan dalam pelayanan tersebut, makan penyelesaiannya

dapat melalui hukum pidana.

Pertanggungjawaban dibidang hukum pidana dilakukan dengan cara

mencari siapa yang salah dalam suatu peristiwa yang dipidanakan dan dimintai

pertanggungjawabannya. Dalam tindakan medik oleh dokter, masalah dalam

lingkup pidana adalah kelalaian oleh dokter dalan melaksanakan tindakan medik.

Untuk menentukan kelalaian tersebut, Sofyan Dahlan mengemukakan dengan cara

membuktikan unsur 4D yaitu:44

a. Duty, yaitu adanya kewajiban yang timbul dari hubungan teraupetik.

b. Dereliction of Duty, yaitu tidak melaksakan kewajiban yang seharusnya

dilaksanakan

c. Damage, yaitu timbulnya kerugian atau kecideraan

d. Direct Causation, yaiutu adanya hubungan langsung antara kecederaan

atau kerugian dengan kegagalan melakukan kewajiban

44
Sofyan Dahlan, Hukum Kesehatan Rambu-Rambu bagi Profesi Dokter, Badan Penerbit Undip,
Semarang, 1999, hlm. 63

41

Universitas Sumatera Utara


Dalam kejadian malpraktik medis, harus diperhatikan dengan cermat

apakah tindakan yang dilakukan oleh dokter sudah sesuai dengan prosedur dan

kewajibannya, serta perjanjian teraupetik antara dokter dengan pasien. Karena hal

ini merupakan hal yang berkaitan dengan kepercayaan pasien terhadap terhadap

tenaga kesehatan.

3. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Pasien sebagai konsumen juga mendapat perlindungan melalui Undang-

Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Menurut pasal 1 angka 1 UUPK,

perlindunga hukum bagi konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Adapun tujuan perlindungan konsumen sesuai dengan pasal 3 UUPK

adalah:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dan memilih, menentukan dan

menuntut hak-hak sebagai konsumen

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi

42

Universitas Sumatera Utara


e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingny perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab

dalam berusaha

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselatamatan kosumen

Walaupun dalam UUPK ini tidak disebutkan secara spesifik mengenai

pasien, tetapi karena pasien juga merupakan konsumen dalam bidang kesehatan,

maka undang-undang ini dapat digunakan dalam melindungi pasien sebagai

konsumen kesehatan. Perlindungan konsumen yang dijamin oleh UUPK ini

adalah adanya kepastian hukum terhadap segala kebutuhan konsumen, yang

bermula dari “benih hidup dalam rahim ibu sampai tempat pemakaman dan segala

kebutuhan diantaranya”. Kepastian hukum ini meliputi segala upaya berdasarkan

hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan

pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau

memperoleh hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan

konsumen tersebut. Di samping itu, juga kemudahan dalam proses menjalankan

sengketa konsumen yang timbul karena kerugian harta bendanya,

keselamatan/kesehatan tubuhnya, penggunaan dan/atau pemanfaatan produk

konsumen.45

45
Titik Triwulan dan Shita Febriana, Op.cit, hlm. 38

43

Universitas Sumatera Utara


4. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Keehatan merupakan hak dasar setiap manusia. Dalam konsiderans

Undang-Undang Kesehatan ini ditegaskan bahwa latar belakang pembentukan

undang-undang ini adalah untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sesuai

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Perwujutan hak asasi tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam hak dan

kewajiban setiap orang dalam kesehatan. Hak setipa orang dalam kesehatan yaitu:

a. Hak untuk medapatkan kesehatan46

b. Hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang

kesehatan47

c. Hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan

terjangkau48

d. Hak untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi

dirinya49

e. Hak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat

kesehatan50

f. Hak mendapat informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang

dan bertanggung jawab51

46
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
47
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
48
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
49
Pasal 5 ayat (3 ) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
50
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
51
Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

44

Universitas Sumatera Utara


g. Hak memperoleh informasi data kesehatan dirinya dan termasuk tindakan

dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterima dari tenaga

kesehatan52

Dalam Undang-Undang kesehatan ini juga mengatur secara khusus

mengenai perlindungan hukum bagi pasien. Hal ini terdapat dalam Bab IV,

Bagian kedua, paragraf kedua yaitu:

Pasal 56

(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut
secara lengkap
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada :
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular
kedalam masyarakat yang lebih luas
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri, atau
c. gangguan mental berat
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan perundang-
udangan
Pasal 57
(1) Setiap orang bersedia atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya
yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan
(2) Ketentuan mengenai hak rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang
b. perintah pengadilan
c. izin yang bersangkutan
d. kepentingan masyarakat, atau
e. kepentingan orang tersebut
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/ atau penyelenggara kesehatan yang

52
Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

45

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

5. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran

Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter

dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dalam

undang-undang ini mengatakan pengaturam praktik kedokteran bertujuan untuk:

a. Memberikan perlindungan kepada pasien

b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan

oleh dokter dan dokter gigi, dan

c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara merupakan dua hal yang korelatif. Dalam memberikan pelayanan

kesehatan dokter atau tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan

pasien sudah seharusnya melakukan yang terbaik untuk pasien atau masyarakat.

Itu merupakan kewajiban umum yang harus dipenuhi dokter dan tenaga

kesehatan. Sebaliknya pasien dan masyarakat, selain berhak menerima pelayanan

kesehatan yang baik juga berkewajiban mematuhi semua anjuran dokter maupun

tenaga medis lainnya untuk mencegah hasil pengobatan yang negatif maupun

yang tidak diinginkan.

46

Universitas Sumatera Utara


Dalam pelaksanaan praktik kedokteran, pasien memiliki hak yaitu: 53

a. Mendapatkan penjelasan lengkap mengenai tindakan medis

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain

c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis

d. Menolak tindakan medis, dan

e. Mendapat isi rekam medis

Selain itu, pasien juga memiliki beberapa kewajiban yaitu: 54

a. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatan

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan,

d. Memberi imbalan atas jasa pelayanan yang diterima

Perlindungan kepada pasien yang merupakan salah satu tujuan dari

undang-undang ini diatur dalam Bab VII, Bagian Kedua tentang Pengaduan yang

menyatakan bahwa:

Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas
tidakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran dapat mengadu secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Dokter Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:

53
Pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
54
Pasal 53 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran

47

Universitas Sumatera Utara


a. Identitas pengadu
b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan
waktu tindakan dilakukan;dan
c. Alasan pengaduan
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak pidana kepada pihan yang berwenag dan/atau menggugat
kerugian perdata ke pengadilan

6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan kepada

masyarakat sudah semestinya memberi perlindungan kepada pasien. Rumah sakit

memberi perlindungan kepada pasien dengan cara memberika hak-hak kepada

pasien. Hak – hak pasien yang diberikan rumah sakit selaku penyelenggara

pelayanan kesehatan tertuang dalam pasal 32 undang-undang ini yaitu:

Setiap pasien mempunyai hak:


a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit.
b. Memperoleh informasi mengenai hak dan kewajiban pasien.
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi dan
standar prosedur operasional.
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi.
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapat.
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan
peraturan yang berlaku di Rumah sakit.
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang diderita kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit.
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya.
j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.

48

Universitas Sumatera Utara


k. Memberi persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama itu tidak mengganggu pasien lain.
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah sakit.
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap
dirinya.
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana, dan
r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan media elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah sakit selain memberi hak pasien juga harus senantiasa menjaga

keselamatan pasien dalam menjalani pengobatan. Standar keselamatan pasien

dilakukan melalui pelaporan insiden, menganalisis dan menetapkan pemecahan

masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang diharapkan. 55 Selain itu

rumah sakit juga bertanggung jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan akibat

kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Untuk menampung

segala keluhan dari pasien, biasanya di rumah sakit terdapat sebuah unit yang

dibentuk oleh rumah sakit sebagai bentuk kepedulian rumah sakit akan kinerjanya.

55
Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.

49

Universitas Sumatera Utara


BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI BPJS KESEHATAN, JKN DAN RSU

KABANJAHE KAB. KARO

A. Tinjauan Umum Mengenai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

1. Pengertian dan Dasar Hukum BPJS

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah badan hukum yang


56
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS merupakan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan khusus oleh pemerintah

untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk

Indonesia termasuk orang asing yang berkerja paling singkat 6 (enam) bulan di

Indonesia.

BPJS bertanggung jawab kepada presiden. Organ BPJS terdiri dari Dewan

Pengawas dan Direksi. Anggota direksi BPJS diangkat dan diberhentikan oleh

presiden. Presiden menetapka Direktur Utama BPJS. BPJS diawasi oleh pengawas

internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan oleh organ

BPJS, yaitu Dewan Pengawas dan sebuah unit kerja di bawah Direksi yang

bernama Satuan Pengawas Internal. Pengawas eksternal dilaksanakan oleh badan-

56
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional

50

Universitas Sumatera Utara


badan diluar BPJS, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 57

2. Program BPJS

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 5 ayat (2), BPJS terbagi atas

dua yaitu:

a. BPJS Kesehatan

b. BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan,

sedangkan BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan

kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan

program jaminan hari tua.58

Dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS mempunyai hak untuk:59

1) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang

bersumber dari dana jaminan sosial dan atau sumber lainnya

2) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program

jaminan sosial dan DSJN setiap 6 bulan

Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:

57
Susatyo Herlambang, Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit, Gosyen
Publishing, Yogyakarta, 2016,hlm. 61
58
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2001
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
59
Susatyo Herlambang, Op.cit, hlm. 62

51

Universitas Sumatera Utara


1) Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta

2) Mengembangkan aset dana jaminan sosial dan aset BPJS untuk sebesar-

besarnya kepentingan peserta

3) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik

mengenai kinerja, kondisi keuangan, seta kekayaan dan hasil

pengembangannya

4) Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan undang-

undang SJSN

5) Memberi informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk

mengikuti ketentuan yang berlaku

6) Memberi informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk

mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya

7) Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua

dan pengembanganny satu kali dalan satu tahun

8) Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak pensiun sekali

dalam setahun.

9) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktikum aktuaria

yang lazim dan berlaku umum

10) Melakukan pembukuan sesua dengan standar akuntansi yang berlaku

dalam penyelenggaraan jaminan sosial

11) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,

secara berkala 6 bulan sekali kepada presiden dengan tebusan kepada

DSJN.

52

Universitas Sumatera Utara


3. Iuran Peserta BPJS Kesehatan

Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta,

pemberi kerja, dan/atau pemerintah. Peserta BPJS terbagi menjadi 2 kategori yaitu

peserta penerima bantuan iuran (PBI) merupakan masyarakat yang memiliki

strata ekonomi tidak mampu yang telah didata oleh kelurahan untuk mendapatkan

bantuan dan Peserta Mandiri yang membayar sendiri iuran wajib setiap bulannya.

PBI terdaftar melalui Dinas Sosial sedangkan peserta mandiri mendaftar

sendiri ke Kantor BPJS, peserta mandiri masuk dalam kelompok masyarakat yang

terbilang mampu atau memiliki ekonomi menengah keatas. Sehingga mereka

diwajibkan membayar iuran sendiri.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016, jenis iuran dibagi

menjadi:

a. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan

dibayar pemerintah

b. Iuran jaminan kesehatan bagi penduduk yang di daftarkan oleh

pemerintah daeraj dibayarkan oleh pemerintah daerah

c. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah dibayar

oleh pemberi kerja dan pekerja

d. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja bukan penerima upah

dan peserta bukan pekerja dibayar oleh peserta atau pihak lain atas

nama peserta.

53

Universitas Sumatera Utara


Adapun jumlah iuran yang harus dibayarkan peserta mandiri adalah: 60

a. Untuk manfaat pelayana di ruang perawatan kelas III dikenakan

iuran Rp 30.000 per nulan

b. Untuk manfaat pelayanan di ruang perawat kelas II dikenakan iuran

Rp 51.000 per bulan,

c. Untuk manfaat pelayanan di rumah perawat kelas I dikenakan iuran

Rp 80.000

Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan paling lambat dilakukan tanggal 10

setiap bulanya. Apabila peserta BPJS melakukan keterlambatan dalam

pembayaran akan dikenakan denda. Namum jika keterlambatan pembayaran

tersebut lebi dari satu bulan, maka peserta BPJS Kesehatan akan diberhentikan

sementara.61

Apabila peserta BPJS Kesehatan ingin agar keanggotaanya aktif kembali,

peserta diwajibkan membayar tunggakan iuran beserta dendanya. Dan dalam 45

(empat puluh lima) hari sejak pengaktifan keanggotaan kembali, peserta BPJS

Kesehatan melakukan perawatan rawat inap, maka ia wajib membayar denda

kepada BPJS Kesehatan sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap

bulan tertunggak dengen ketentuan:

60
Pasal 16F ayat (1)Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan
61
Pasal 17A.1 ayat (1)Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan

54

Universitas Sumatera Utara


a. Jumlah tunggakan paling banyak 12 (dua belas) bulan

b. Besar denda paling tinggi Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah)

Pada 31 Maret, Presiden kembali menandatangani Peraturan Presiden

Nomo 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor

12 Tahun 2013 tentang Jaminan Sosial. Pada peraturan ini mengubah besaran

iuran Jaminan Kesehatan peserta pekerja bukan penerima upah kategori golongan

III yang semula sebesar Rp 30.000 per orang perb bulan menjadi Rp 25.500 per

orang per bulan. Ketentuan ini berlaku sejak 1 April 2016. Dalam hal ini,

membuktikan sensitivitas hati presiden terhadap gejolak publik terkait kenaikan

tersebut.

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam BPJS Kesehatan

Hak dan kewajiban para pihak dalam BPJS Kesehatan diatur dalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Bab IV Bagian Keempat, yaitu:

a. Pihak BPJS

Dalam melaksanakan kewenangan BPJS berhak untuk:62

a. Memperoleh dana oprasional untuk menyelenggarakan program yang

bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lain sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, dan

62
Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial

55

Universitas Sumatera Utara


b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program

Jaminan sosial dari DSJN setiap 6 (enam) bulan

Dalam melaksanakan tugasnya BPJS Kesehatan berkewajiban untuk:

a. Memberi nomor identitas tunggal kepada peserta

b. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-

besarnya kepentingan peserta

c. Memberi informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai

kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangan

d. Memberi manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang –Undang

tentang Sistem Jaminan Sosial

e. Memberi informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk

mengikuti ketentuan yang berlaku

f. Memberi informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapat hak

dan memenuhi kewajibannya

g. Memberi informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan

pengembangannya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun

h. Memberi informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiunan 1(satu)

kali dalam 1(satu) tahun

i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik akuaria yang

lazim dan berlaku umum

j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku

dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial, dan

56

Universitas Sumatera Utara


k. Melaporkan pelaksanaan setiap program termasuk kodisi keuangan secara

berkala 6(enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada

DJSN63

B. Tinjauan Umum Mengenai JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)


1. Pengertian JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program pemerintah yang

bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi rakyat

Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, serat sejahtera. JKN merupakan

bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan

menggunakan sistem asuransi kesehatan sosial. Jaminan ini disebut JKN karena

semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang

dikelola oleh BPJS ini termasuk orang asing yang telah bekerja paling sedikit

enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.64

JKN mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Januari 2014 serta

mengacu pada prinsip SJSN, yaitu:

a. Prinsip Kegotongroyongan

Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu

membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu

peserta yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat

wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,

63
Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
64
Kementrian Kesehatan RI, Buku Saku FAK BPJS Kesehatan, Sekretariat Jendral,
hlm.16

57

Universitas Sumatera Utara


melalui prinsip gotong royong dapat menumbuhkan keadilan bagi seluruh

rakyat Indonesia.

b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS merupakan nirlaba (non profit) bukan

untuk mencari laba (for profit oriented). Tujuan utamanya ialah untuk

memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dihimpun

dari masyarakat merupakan amanat, sehingga hasil pengembangannya

akan dimanfaatkan untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-

hatian, akuntabilitas, efesiensi, dan efektivitas merupakan prinsip

manajemen yang mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana peserta.

c. Prinsip Prortabilitas

Prinsip ini dimaksud untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan

kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal

dalam Wilayah Kesatuan Republik Indonesia

d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksud agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

kebutuhan akan kesehatan dapat dipenuhi dan terlindungi. Meskipun

bersifat wajib, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan

ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaran program.

e. Prinsip amanat

Dana yang terhimpun dari peserta BPJS merupakan dana titipan yang

harus dipergunakan dan dikelola dengan sebaik-baiknya.

f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

58

Universitas Sumatera Utara


Dana yang terkumpul dari iuran peserta dipergunakan uttuk

pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

2. Ruang Lingkup JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)

Salah satu prinsip dalam penyelenggaraan jaminan sosial ialah

keanggotaan yang bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia dan warga negara

asing yang tinggal di Indonesia minimal 6 (enam) bulan. Pada penjelasan pasal 4

Undang-Undang SJSN butir g menyatakatan bahwa prinsip kepesertaan wajib

dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi

peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.

Peserta JKN dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Penerima bantuan iuran, yang meliputi fakir miskin dan orang tidak

mampu. Iuran dapi peserta ini dibayar oleh Pemerintah.

2. Bukan penerima bantuan iuran, yang meliputi pekerja formal dan

informal beserta keluarganya.

Atas dasar pembayaran iuran, maka anggota program jaminan sosial

berhak atas pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahas medis habis

pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. 65

3. Program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)

Pada masa sekarang ini, kehidupan manusia selalu diliputi akan rasa

kekhawatiran akan segala aspek kehidupan, tak terkecuali kesehatan. Tutuntutan

hidup yang banyak, persaingan yang semakin ketat menyebabkan banyak aspek

65
Ibid, hlm.22

59

Universitas Sumatera Utara


kehidupan terutama kesehatan yang tidak dapat dipenuhi dengan baik. Oleh

karena itu seiring pesatnya resiko yang dihadapi, pemerintah perlu membentengi

diri dari kemungkinan meningkatnya klaim akan hak-hak sosial.

Masalah sistem jaminan sosial khususnya dibidang kesehatan bagi seluruh

rakyat Indonesia sudah selaknya ditata secara komprehensif dalam perspektif

hukum HAM dalam satu undang-undang serta diwijudkan dalam kelembagaan

yang transparan dan profesional. Solusinya adalah program asuransi kesehatan

bagi seluruh rakyat Indonesia yang diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Udang-Undang SJSN)

Sesuai dengan Undang-undang SJSN, program ini dilakukan dengan

sistem asuransi sosial dimana setiap peserta wajib membayar iuran demi

melindungi dirinya dan/atau keluarganya dari resiko ekonomi dan kesehatan

dimasa yang akan datang. Dalam SJSN terdapat Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) yang merupakan perwujutan komitmen pemerintah dalam menjamin

tersedinya pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau bagi seluruh masyarakat

Indonesia.

Sebelum JKN, pemerintah telah berusaha merintis beberapa bentuk

jaminan sosial dibidang kesehatan. Antara lain Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi

pegawai negeri sipil (PNS), penerima pensiunan dan veteran, Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi pegawai BUMN dan swasta, serta

Jaminan Kesehatan bagi TNI dan Polri. Untuk masyarakat miskin dan tidak

mampu, sejak tahun 2005 Kementrian Kesehatan telah melaksanakan program

jaminan kesehatan sosial yang awalnya dikenal dengan nama Jaminan

60

Universitas Sumatera Utara


Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau lebih popular

dengan nama program Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin).

Kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 program ini berubah nama

menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, semua program

jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK

Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sama halnya dengan

program Jamkesmas, pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran

JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta

Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Jumlah peserta BPJS Kesehatan per 1 Desember mencapai 186.602.571

jiwa.66 Sedangkan jumlah penduduk Indonesia per Juli 2017 mencapai

257.912.349 jiwa.67 Jumlah peserta dapat menunjukan keberhasilan program

BPJS Kesehatan dalam memberi pelayanan kesehatan bagi rakyat Indonesia

karena sebesar 72,3% penduduk Indonesia telah terdaftar sebagai peserta BPJS

Kesehatan.

66
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/jumlahPeserta diakses pada 10 Desember
2017 pukul 15.30 WIB
67
http://jogja.tribunnews.com/2017/08/02/hingga-juli-2017-jumlah-penduduk-indonesia-
bertambah-jadi-262-juta-jiwa-lebih diakses pada 10 Desember 2017 pukul 16.00 WIB

61

Universitas Sumatera Utara


C. Gambaran Umum Mengenai RSU Kabanjahe Kab. Karo dan

Keikutsertaannya sebagai Penyelenggara JKN BPJS Kesehatan.

1. Sejarah Umum RSU Kabanjahe Kab. Karo

Di Indonesia, rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan

kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa

pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,

rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan

melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap.68

Perkembangan rumah sakit awalnya hanya memberi pelayanan yang

bersertifikat penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap.

Selanjutnya, rumah sakit karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya teknologi

kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat, pelayanan

rumah sakit bertambah bukan saja kuratif tapi juga bersifat pemulihan

(rehabilitatif). Kedua layanan tersebut secara terpadu melalui upaya promosi

kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian, sarana

pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga

berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. 69

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menyebutkan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

68
Susatyo Herlambang,Op.cit,hlm. 33
69
Ibid.

62

Universitas Sumatera Utara


Kabupaten Karo merupakan sebagai salah satu kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara yang memiliki jumlah penduduk sekitar 382.622 jiwa (tahun

2014)70. Jumlah penduduk ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan

pertumbuhan penduduk yang meningkat dan juga disertai dengan kemajuan

ekonomi di Kabupaten Karo. Oleh karenanya pembangunan sarana dan prasara di

Kabupaten Karo harus ditingkatkan guna menyeimbangi pertumbuhan penduduk.

Salah satu sarana dan prasarana yang harus menjadi perhatian khusus

Pemerintah Kabupaten Karo ialah sarana pelayanan kesehatan. Sarana dan

prasarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur penting demi

mewujudkan masyarakat Kabupaten Karo yang sehat. Dalam strategi

pembangunan Kabupaten Karo juga disebutkan bahwa peningkatan sarana dan

prasarana kesehatan merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan demi

pembangunan sumber daya manusia yang unggul. 71 Salah satunya ialah dengan

mendirikan Rumah Sakit Pemerintah. Rumah Sakit Pemerintah milik Kabupaten

Karo adalah Rumah Sakit Umum Kabanjahe (selanjutnya disebut RSU

Kabanjahe).

RSU Kabanjahe terletak di tengah Kota Kabanjahe yang merupakan

ibukota Kabupaten Karo, merupakan unit pelayanan kesehatan yang didirikan

oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1921 dengan nama Bataks Institute

dan kemudian diserahkan kepada Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG).

70
https://karokab.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/42 diakses pada 10 Desember 2017
pukul 22.00 WIB
71
http://www.karokab.go.id/id/profil/strategi-pembangunan diakses pada 10 Desember
2017 pukul 22.05 WIB

63

Universitas Sumatera Utara


Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) adalah lembaga Misionaris

dari Belanda yang melakukan penyebaran Injil di Tanah Karo, sehingga Bataks

Institute (sekarang RSU Kabanjahe) merupakan aset dari Nederlandsch Zendeling

Genootschap sejak 1935.

Pada 1942-1945 Jepang menjajah Indonesia dan juga menguasai serta

mengelola rumah sakit tersebut. Selanjutnya pada 1945 setelah proklamasi

kemerdekaan Republik Indonesia, rumah sakit ini diserahkan kepada Pemerintah

Daerah Kabupaten Karo dengan nama Rumah Sakit Umum Kabanjahe (RSU

Kabanjahe).

Semenjak pengelolaan RSU Kabanjahe diserahkan kepada Pemerintah

Daerah Kabupaten Karo, terdapat beberapa pimpinan yang telah memimpin

berjalannya pelayanan kesehatan di RSU Kabanjahe. Adapun pimpinan RSU

Kabanjahe sampai saat ini adalah sebagai berikut.

NO NAMA PIMPINAN/DIREKTUR MASA JABATAN

1 dr. Kwee Bingkok 1945-1963

2 dr. Gosiat Titat 1963-1972

3 dr. Batur Sembiring 1972-1974

4 dr. Djeki Tarigan 1974-1983

5 dr. DH. Munthe 1983-1985

6 dr. Sobat Sinulingga 1985-1989

7 dr. Jolinson Saragih 1989-1991

8 dr. Selamat Sebayang 1991-1994

9 dr. Ngarap Dat Tarigan 1994-1996

64

Universitas Sumatera Utara


10 dr. Melky Tarigan 1996-1999

11 dr. Lidia Melanita Weko 1999-2002

12 dr. Saberina Tarigan 2002-2005

13 dr. Suara Giting,SpPD 2005-2010

14 dr. Thomas Silangit, SpPK 2010-2011

15 dr. Suara Ginting, SpPD 2011-2012

16 dr. Jansen Perangin-angin 2012 PLH Direktur

17 dr. Terry Surbakti 2012-2013

18 dr. Jasura Pinem, M.Kes 2013-Maret 2015

19 dr. Arjuna Wijaya, Sp.P Maret 2015-sekarang

RSU Kabanjahe adalah rumah sakit umum daerah milik Pemerintah

Daerah Kabupaten Karo. RSU Kabanjahe merupakan pusat rujukan kesehatan

untuk wilayah Kabupaten Karo. RSU Kabanjahe menerima rujukan dari 19

Puskesmas yang tersebar di seluruh Kabupaten Karo.

Rumah sakit merupakan sebuah oraganisasi yang kompleks. 72 Sebagai

sebuah organisasi, tentunya rumah sakit memiliki visi dan misi. Visi merupakan

pedoman yang mengarah orientasi strategis organisasi dalam menentukan

posisinya dimasa depan berkaitan dengan perubahan lingkungannya. 73 Visi RSU

Kabanjahe adalah “Menjadikan Rumah Sakit Umum kabupaten yang Terbaik di

Provinsi Sumatera Utara.”

72
A.A.Gde Muninjaya,Op.cit, hlm. 226
73
Soedarmono Soejitno, Reformasi Perumahsakitan Indonesia,PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2002,hlm.94

65

Universitas Sumatera Utara


Misi merupakan upaya atau perbuatan yang dilakukan demi mencapai

visi. Adapun misi RSU Kabanjahe adalah:

a. Memberi pelayanan rumah sakit yang prima.

b. Melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit secara bertahap

c. Meningkatkan profesionalisme pegawai.

d. Melaksanakan akreditasi dan sertifikasi.

Rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan

fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.74 Rumah sakit dibedakan dalam

beberapa kategori secara berjenjang, yaitu: 75

a. Rumah sakit umum kelas A

b. Rumah sakit umum kelas B

c. Rumah sakit umum kelas C

d. Rumah sakit umum kelas D

RSU Kabanjahe merupakan rumah sakit kelas C sesuai dengan Sertifikat

Penetapan Kelas Rumah Sakit yang titetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.03/I/2000/2014 tanggal 12 Agustus

2014. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar,

dan 4(empat) spesialis penunjang medik.76

74
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
75
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
76
Penjelasan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit

66

Universitas Sumatera Utara


Sesuai dengan berjalannya waktu, RSU Kabanjahe kini telah tumbuh dan

berkembang, berbagai fasilitas sarana dan prasarana pelayanan diupayakan untuk

memenuhi tingkat mutu pelayanan yang baik. Pada 8 Desember 2009, RSU

Kabanjahe mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor:

445.5213.K/Thn.2009 tentang pemenang pertama penampilan kerja rumah sakit

umum pemerintah kelas C tingkat Provinsi Sumatera Utara tahun 2009.

Pada 23 Desember 2009, RSU Kabanjahe menjadi rumah sakit yang

terakreditasi penuh untuk 5 jenis kegiatan pelayanan dasar atas penilaian Komite

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yakni:

a. Pelayanan administrasi dan manajemen.

b. Pelayanan medis.

c. Pelayanan keperawatan.

d. Pelayanan gawat darurat.

e. Rekam medis.

RSU Kabanjahe telah ditetapkan sebagai SKPD yang menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) dengan

status BLUD penuh sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Karo Nomor:

900/192/RSU/Tahun 2014 tanggal 19 Juli 2014.

2. Peran dan Fungsi RSU Kabanjahe dalam Pemberian Layanan


Kesehatan di Kabanjahe Kab. Karo

Rumah sakit sebagai salah satu penyedia jasa pelayanan kesehatan sangat

berpemgaruh terhadap penanggulangan masalah kesehatan di wilayah tersebut.

67

Universitas Sumatera Utara


Keberadaan rumah sakit merupakan sarana yang wajib disediakan pemerintah

sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakatnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

fungsi rumah sakit adalah: 77

a. Penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorang melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dalam

rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika

ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah Sakit Umum Kabanjahe sebagai rumah sakit milik Pemerintah

Daerah Kabupaten Karo memiliki fungsi yang sangat penting dalam pemberian

pelayanan kesehatan di Kabupaten Karo. Rumah Sakit Umum Kabanjahe

merupakan pusat rujukan dari 19 Puskesmas yang tersebar di seluruh Kabupaten

Karo. Sehingga keberadaan Rumah Sakit Umum Kabanjahe ini merupakan

kebutuhan akan kesehatan yang sangat penting bagi masyarakat Kabupaten Karo.

Kualitas pelayanan rumah sakit akan sangat ditentukan oleh ketersediaan

jenis pelayanan maupun tenaga pelayanan dokter spesialis yang ada. Dalam

77
Pasal 5 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit

68

Universitas Sumatera Utara


memberi pelayanan kesehatan di Kabupaten Karo, RSU Kabanjahe didukung oleh

tenaga kesehatan dan pekerja lain serta fasilitas medis yang memadai. RSU

Kabanjahe memiliki 12 (dua belas) orang dokter umum, 23 (dua puluh tiga) orang

dokter spesialis dan 4 (empat) orang dokter gigi. 78

Selain itu, RSU Kabanjahe juga telah terakreditasi penuh untuk 5 (lima)

jenis kegiatan pelayanan dasar atas penilaian Komite Akreditasi Rumah Sakit

(KARS). Hal ini semakin meningkatkan mutu pelayanan di RSU Kabanjahe

sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakata Kabupaten

Karo.

3. Peran dan Fungsi JKN BPJS Kesehatan dalam Pemberian Layanan

Kesehatan di RSU Kabanjahe Kab. Karo.

JKN BPJS Kesehatan merupakan program Pemerintah dalam mewujudkan

upaya memberi pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk

Indonesia. Adapun manfaat dari JKN BPJS Kesehatan adalah:79

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non

spesialistik mencakup:

1. Administrasi pelayanan

2. Pelayanan promotif dan preventif

3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6. Tranfusi darah sesuai kebutuhan medis

78
Profil Rumah Sakit Umum Kabanjahe, hlm.4
79
Susatyo Herlambang, Op.cit, hlm. 63-64

69

Universitas Sumatera Utara


7. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboraturium tingkat pertama

8. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan yaitu pelayanan kesehatan

mencakup:

1. Rawat jalan, meliputi:

(a) Administrasi pelayanan

(b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh

dokter spesialis dan sub spesialis

(c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

(d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

(e) Pelayanan alat kesehatan implant

(f) Perlayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan

indikasi medis

(g) Rehabilitasi medis

(h) Pelayanan darah

(i) Pelayanan kedokteran forensik

(j) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

2. Rawat inap meliputi:

(a) Perawatan inap non intensif

(b) Perawatan inap di ruang intensif

(c) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh mentri

RSU Kabanjahe merupakan rumah sakit yang menerima pasien rujukan

BPJS Kesehatan. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan

70

Universitas Sumatera Utara


tingkat lanjutan setelah Puskesmas. Jadi sebelum pasien BPJS menerima

pelayanan kesehatan dari rumah sakit, terlebih dahulu peserta harus meminta

pelayanan ke Puskesmas. Apabila fasilitas Puskesmas tidak memadai dalam

pengobatan, maka pasien dapat dirujuk ke rumah sakit.

RSU Kabanjahe sebagai satu-satunya rumah sakit umum milik pemerintah

memiliki peran yang sangat penting dalam pemberian pelayanan kesehatan di

Kabupaten Karo. Terutama setelah adanya program JKN BPJS Kesehatan,

semakin meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Sebagai rumah

sakit milik pemerintah, RSU Kabanjahe secara otamatis menjadi mitra dari BPJS

Kesehatan. Hal ini sebagai bentuk singkronisasi program yang dijalankan oleh

pemerintah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSU Kabanjahe, pada tahun 2016

jumlah pasien yang melakukan perawatan baik rawat jalan maupun rawat inap

adalah sebanyak 68.093 jiwa. Dari jumlah pasien tersebut, 58.516 jiwa merupakan

pasien peserta JKN BPJS Kesehatan. Dengan kata lain, 86% dari seluruh total

pasien di RSU Kabanjahe menggunakan JKN BPJS Kesehatan.

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa JKN BPJS Kesehatan

memberikan kontribusi yang sangat baik dalam membantu masyarakat Kabupaten

Karo dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang baik.

71

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN JKN BPJS

KESEHATAN TERKAIT PELAYANAN YANG DIBERIKAN DI RSU

KABANJAHE KAB. KARO

A. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Kesehatan Kepada Peserta

JKN BPJS Kesehatan di RSU Kabanjahe Kab. Karo

Program JKN BPJS Kesehatan merupakan program yang dilaksanakan

pemerintah sejak 2014 sebagai perwujutan perhatian pemerintah terhadap

pemberian pelayanan yang baik bagi seluruh penduduk Indonesia. Program ini

merupakan asuransi kesehatan nasional yang bersifat wajib bagi seluh masyarakat

Indonesia dan orang asing yang telah bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

Indonesia.

Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah salah satu penyelenggara program

BPJS Kesehatan, yang mana rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik

pemerintah daerah sehingga secara langsung menjadi mitra dari BPJS Kesehatan.

RSU Kabanjahe telah bekerjasana dengan BPJS Kesehatan sejak tahun 2014. Dan

sejak saat itu RSU Kabanjahe terus berkomitmen untuk memberi pelayanan

kesehatan bagi peserta JKN BPJS Kesehatan tanpa membeda-bedakannya dengan

pasien umum.

RSU Kabanjahe merupaka salah satu pelayanan publik dibidang kesehatan

yang memiliki tugas yaitu memberi pelayanan kesehatan perseorangan secara

paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif). Sebagai rumah sakit

72

Universitas Sumatera Utara


milik pemerintah, maka sudah seyogianya mendukung program pemerintah

terutama dalam bidang kesehatan.

Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk

peserta JKN terdiri atas:

1) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), mecakup

a. Puskesmas atau yang setara

b. Praktik dokter

c. Praktik dokter gigi

d. Klinik pratama atau yang setara

e. Rumah sakit kelas D pratama atau yang setara

2) Fasilits Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) mencakup

a. Klinik utama atau yang setara

b. Rumah Sakit Umum

c. Rumah Sakit Khusus

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional prosedur pelayanan

bagi pasien JKN BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

(FKRTL) yang mana RSU Kabanjahe juga termasuk di dalam kategorinya adalah

sebagai berikut:

1) Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas

peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus emergency, tanpa surat

rujukan.

73

Universitas Sumatera Utara


2) Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan

pelayanan

3) Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap

sesuai dengn indikasi medis.

4) Apabila dokter spesialis/subspesialis memberi surat keterangan bahwa

pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL terserbut, maka untuk

kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL dengan

membawa surat keterangan dokter tersebut.

5) Apabila dokter spesialis/subspesialis memberi surat keterangan rujuk

balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP

membawa surat rujukan balik dari dokter spesialis/subspesialis

6) Apabila dokter spesialis/subspesialis tidak memberi surat keterangan

sebagaimana dimakasud pada poin sebelumnya maka kunjungan

selanjutnya pasein harus melalui FKTP

7) Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan fisioterapi secara

mandiri (sebagai bagian dari jenjang FKTP untuk pelayanan rehabilitasi

medik dasar) atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

8) Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis

kedokteran fisik dan rehabilitasi medik

9) Dalam hal rumah sakit belum memiliki dokter spesialis kedokteran fisik

dan rehabilitasi fisik, maka kewenangan dapat diberikan kepada dokter

yang selama ini ditugaskan sebagai koordinator pada bagian/departemen/

instalasi rehabilitas medik rumah sakit, dengan kewenangan terbatas

74

Universitas Sumatera Utara


sesuai kewenangan klinis dan rekomendasi surat penugasan klinis yang

diberikan oleh komite medik rumah sakit kepada direktur/kepada rumah

sakit.

10) Apabila dikemudian hari rumah sakit tersebut sudah memiliki dokter

spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik maka semua layanan

rehabilitasi medik kembali menjadi wewenang dan tanggung jawab dokter

spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi fisik.

RSU Kabanjahe yang termasuk dalam kategori FKRTL melaksanakan

prosedur pelayanan pasien JKN BPJS Kesehatan sesuai dengan Peraturan Mentri

Kesehatan ini. Selain itu, pelayanan-pelayanan yang diberikan rumah sakit

kepada pasien mulai dari awal kedatangan sampai pasien dinyatakan boleh pulang

terdiri dari:

1) Pelayanan Administrasi

Bagian admistrasi merupakan tahapan bagi pasien sebelum mendapat

pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Bagian ini merupakan tempat

dimana kesan pertama terhadap kualitas pelayanan suatu rumah sakit

didapat oleh pasien.

2) Pelayanan Dokter

Pelayanan dokter dapat dikatakan sebagai pelayaan inti dan yang menjadi

tujuan pasien datang kesuatu rumah sakit. Pelayanan yang diberikan

dokter akan sangat mempengarughi citra suatu rumah sakit.

3) Pelayanan Perawat

75

Universitas Sumatera Utara


Tenaga perawat merupakan unsur dari rumah sakit yang mempunyai

hubungan paling erat dengan pasien. Hal ini karena tenaga perawat berada

24 jam dilingkungan pasien.

4) Pelayanan Penunjang Medis

Ruang lingkup penunjang medik ini berupa pelayanan farmasi, fasilitas

radiologi, laboratorium, patologi, klinik, patologi anatomi, ruang bedah

dan fasilitas lainnya

5) Pelayanan Obat

Pelayanan obat merupakan pelayan yang berfungsi sebagai pemenuh

kebutuhan obat pasien. Rumah sakit berkewajiban menyediakan obat-

obatan dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan masyarakat.

6) Lingkungan Perawatan

Lingkungan perawatan merupakan daerah pasien tinggal untuk

menghabiskan waktu dalam masa perawatan. Jadi lingkungan perawatan

harus diperhatikan oleh rumah sakit sebagai bentuk perhatian terhadap

kenyamanan pasien yang juga mempengaruhi proses pemulihan pasien.

7) Pelayanan Makanan dan Gizi

Pelayanan makan dan gizi untuk pasien yang menjalani rawat inap di

rumah sakit haruslah diperhatikan. Pasien yang pada dasarnya sedang

sakit, membutuhkan makanan yang bergizi dan mudah dicerna demi

membantu proses penyembuhannya.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien

76

Universitas Sumatera Utara


membandingkan apa yang diharapkannya. 80 Definisi tersebut menerangkan

apabila harapan pasien terhadap rumah sakit terpenuhi, maka pelayanan dapat

dikatakan baik. Sedangkan apabila harapan pasien tidak terpenuhi makan

pelayanan dikatakan buruk. Kepuasaan pengguna jasa pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 81

1) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.

Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting.

2) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini

akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat

kepatuhan pasien

3) Biaya. Biaya yang mahal akan memberatkan pasien dan keluarganya

4) Penampilan fisik petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan

5) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Ketepatan

jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.

6) Keandalan dan keterampilan petugas dalam memberi layana kesehatan

7) Kecepatan petugas dalam memberi tanggapan terhadap keluhan pasien.

Berdasarkan penelitian di RSU Kabanjahe, dapat dikatakan bahwa tingkat

kepuasan pasien terhadap rumah sakit sangat baik. Hal ini karena tidak

ditemukannya adanya keluhan yang berarti dari pasien terhadap RSU Kabanjahe.

Keluhan keluhan yang disampaikan pasien tidak mencakup mengenai kinerja

petugas maupun pelayanan rumah sakit.

80
Imbalo S. Pohan, Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Buku Kedokteran BGC,
Jakarta, 2004, hlm.239
81
A.A.Gede Muninjaya, Op.cit, hlm. 239

77

Universitas Sumatera Utara


Selain melihat dari tingkat kepuasaan pasien, pelaksanaan pelayanan

kesehatan bagi peserta JKN BPJS Kesehatan di RSU Kabanjahe juga dapat

ditinjau dari pemenuhan hak-hak pasien. Sejauh ini RSU Kabanjahe secara umum

sudah memenuhi hak-hak pasien. Hal ini sesuai dengan hasil pengawasan dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang tidak menemukan atau menerima laporan

terkait hak pasien yang tidak dipenuhi oleh RSU Kabanjahe.

B. Tanggungjawab Hukum Terhadap Pasien JKN BPJS Kesehatan oleh RSU

Kabanjahe Kab. Karo

Tanggung jawab hukum adalah jenis tanggung jawab yang dibebankan

kepada subjek hukum baik itu manusia maupun badan hukum yang melakukan

perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata atau melakukan tindak pidana.82

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan

sebagai berikut:83

1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability besed on

fault);

2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

3) Prinsip parduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non

liability)

4) Prinsip tanggung jawab mutlak ( strict liability)

5) Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability)

82
Sunarto Adi Wibowo, Hukum Kontrak Teraupetik di Indonesia,Pustaka Bangsa Press,
Medan, 2009, hlm. 49
83
Titik Triwulan dan Shinta Febriana, Op.cit, hlm. 49

78

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit, pasal 5 Rumah Sakit harus dapat

mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah sakit.

Dokter yang merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berkerja dirumah sakit,

bertanggung jawab atas setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien.

Tanggung jawab dokter terhadap pasien terdiri atas:84

1) Tanggung Jawab Etis

Tanggung jawab etis dokter terhadap pasien didasarkan pada Kode Etik

Kedokteran. Kode Etik Kedokteran Indonesia mengatur hubungan antara manusia

yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasien,

kewajiban dokter terhadap sejawatnya, dan kewajiban dokter terhadap dirinya

sendiri.

Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya

pelanggaran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran. Berikut

diajukan beberapa contoh.

a. Pelanggaran etik murni:

1. Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan atas jasa dari

keluarga sejawat dan dokter gigi

2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya

3. Memuji diri sendiri dihadapan pasien

4. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran yang berkesinambungan

5. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri

84
Muhamad Said Is, Op.cit, hlm. 101-104

79

Universitas Sumatera Utara


b. Pelanggaran Etikolegal

1. Pelayanan dokter di bawah standar

2. Menerbitkan surat keterangan palsu

3. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter

4. Abortus provokatus

2) Tanggung Jawab Profesi

Tanggung jawab profesi dokter berkaitan erat dengan profesionalisme

seorang dokter. Hal ini berkaitan dengan:

a. Pendidikan, pengalaman, dan kualifikasi lainnya

Dalam menjalankan tugas profesinya seorang dokter harus mempunyai

derajat pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian yang ditekuninya. Dengan

dasar ilmu yang diperoleh selama pendidikan yang ditekuninya.

b. Derajat Resiko Perawatan.

Derajat resiko perawatan diusahakan untuk sekecil-kecilnya, sehingga efek

samping dari pengobatan diusahakan seminimal mungkin. Disamping itu

mengenai derajat resiko perawatan harus diberitahukan terhadap penderita

maupun keluarganya, sehingga pasien dapat memilih alternatif dari perawatan

yang diberitahukan oleh dokter.

80

Universitas Sumatera Utara


c. Peralatan Perawatan

Perlu digunakan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan perawatan,

apabila dari hasil pemeriksaan luar didapatkan hasil yang kurang akurat sehingga

diperlukan pemeriksaan menggunakan alat.

3) Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab hukum dokter adalah suatu keterikatan dokter terhadap

ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya. Tanggung jawab

dokter dalam bidang hukum yaitu dalam bidang hukum perdana, hukum pidana

dan hukum administrasi.

Rumah sakit sebagai salah satu sarana penyedia layanan kesehatan juga

tidak lepas dari tanggung jawab hukum terhadap pasien. Pertanggungjawaban

hukum rumah sakit dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

1. Tanggung Jawab Perdata

Kontrak teraupetik adalah suatu perjanjian/persetujuan antara pasien

dengan tenaga kesehatan, dokter atau dokter gigi dan rumah sakit dalam hal

pelayanan kesehatan. Karena adanya hubungan perdata berupa perjanjian

teraupatik ini maka secara langsung akan menyebabkan tanggung jawab perdata

dokter atau rumah sakit. Tanggung jawab perdata ini berupa wanprestasi

(onrechtmatig daad) yang terdapat dalam pasal 1239 KUHPerdata dan perbuatan

melawan hukum yang terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata. Wanprestasi

81

Universitas Sumatera Utara


dalam pelayanan kesehatan timbul karena tindakan seorang dokter dalam memberi

pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan baru terjadi bila telah terpenuhi

unsur-unsur berikut:85

a. Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi berdasarkan kontrak

teraupetik

b. Dokter telah memberi pelayanan kesehatan yang tidak patut yang

menyalahi tujuan kontrak teraupetik

c. Pasien menderita kerugian akibat tidakan dokter yang bersangkutan

Sedangkan untuk melakukan gugatan perbuatan melawan hukum,

memiliki empat syarat yaitu:

a. Pasien harus mengalami kerugian

b. Adanya kesalahan maupun kelalaian

c. Adanya hubungan klausul antara kesalahan dan kerugian

d. Perbuatan itu melawan hukum (bertentangan denag kewajiban hukum

pelaku, asas kepatutan serta melanggar hak orang lain ataupun tata susila)

Pertanggungjawaban rumah sakit melalui jalur perdata penyelesaianya

berupa pengganti biaya, kerugian, maupun bunga (1239 KUHPerdata) yang

diakibatkan dari tindakan tenaga medis. Dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen pasal 19 menegaskan bahwa ganti rugi dapat berupa pengembalian

uang atau penggantian barang/jasa yang sejenisnya atau setara dengan nilainya.
85
Bahder Johan Nasution, Op.cit, hlm. 63

82

Universitas Sumatera Utara


Pertanggungjawabatan perdata dalam bentuk penggantian kerugian juga

terdapat pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Yang

mana setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan/atau penyelenggaraan kesehatan yang merugikan.

2. Tanggungjawab Pidana

Hubungan antara dokter dan pasien yang lahir dari transaksi teraupetik

selain menyangkut aspek hukum perdata, tetapi juga menyangkut aspek hukum

pidana. Pertanggungjawaban pidana dalam hukum kesehatan hanya dapat

dilakukan jika pasien menderita cacat permanen atau meninggal dunia. Dalam

KUHP, perbuatan yang menyebabkan orang lain luka berat atau mati secara tidak

sengaja dirumuskan dalam pasal 359 dan 360 KUHP. Adapun unsur-unsur pasal

tersebut adalah:86

a. Adanya unsur kelalaian

b. Adanya wujud perbuatan tertentu

c. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain

d. Adanya hubungan kausula antara wujud perbuatan dan akibat kematian

orang lain.

Dasar untuk mempersalahkan aspek pidananya, berawal dari hubungan

keperdataan antara dokter dan pasien (teraupetik). Namum langkah yang diambil

dokter, dalam usaha memenuhi kewajibannya itu menimbulkan suatu kesalahan

86
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta, Raja Grafindo
Persada,2000,hlm. 125

83

Universitas Sumatera Utara


atau kelalaian yang terwujud dalam suatu perbuatan yang diatur oleh hukum

pidana.

Hukum pidana digunakan apabila adanya kematian atau cacatnya orang

setelah menerima pelayanan dari rumah sakit. Apabila terjadi sebuah cacat atau

kematian setelah perawatan dokter atau tenaga medis lainnya maka harus

dibuktikan melalui hukum pidana. Pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat menggunakan norma hukum kesehatan, sedangkan terhadap

penyimpangannya digunakan hukum pidana dalam bidang kesehatan.

Pertanggungjawaban di bidang pidana dilakukan dengan mencari siapa yang salah

dalam terjadinya suatu peristiwa.

Beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan dalam tindak pidana

adalah penipuan pasien (pasal 378 KUHP), tindak melanggar kesopanan (pasal

290,294 285 dan 286 KUHP), sengaja membiarkan pasien tidak tertolong (304

KUHP), pengguguran kandungan tanpa indikasi medis (299, 384, dan 349

KUHP), membocorkan rahasia medis (322KUHP), lalai sehingga menyebabkan

kematian dan luka-luka (359,360 dan 361 KUHP), memberi atau menjual obat

palsu (386 KUHP), dan membuat surat keterangan palsu (263 dan 267 KUHP.

3. Tanggung Jawab Administrasi

Kesalahan yang dilakukan oleh tenaga medis dan rumah sakit dalam

pemberian pelayanan kesehatan dominan merugikan pasien. Salah satu sanksi

yang dapat diberikan kepada tenaga medis dan rumah sakit adalah sanksi

84

Universitas Sumatera Utara


administratif. Sanksi administratif ini bias berupa pencabutan izin atau tindakan

disiplin.

RSU Kabanjahe yang merupakan rumah sakit umum milik pemerintah

diawasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Selain itu RSU Kabanjahe juga

memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan setiap kegiatan di RSU

Kabanjahe kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Dikarenakan RSU

Kabanjahe merupakan rumah sakit milik pemerintah, maka tidak ada perjanjian

khusus antara Dinas Kesehatan dengan RSU Kabanjahe terhadap pelaksaan JKN

BPJS Kesehatan.

Jadi hak dan kewajiban RSU Kabanjahe dalam pelaksanaan JKN BPJS

Kesehatan di sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan. Adapun sanksi

administratif yang bisa diberikan oleh Dinas Kesehatan apabila RSU Kabanjahe

tidak melakukan pelayanan dengan baik adalah melalui surat teguran.

C. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan oleh Pasien Peserta JKN BPJS

Kesehatan Terkait Pelayanan di RSU Kabanjahe Kab. Karo

Sebelum membicarakan upaya hukum yang dapat ditempuh pasien JKN

BPJS Kesehatan terkait pelayana kesehatan di RSU Kabanjahe. Dalam pemberian

pelayanan kesehatan di Kabupaten Karo terkhusus pasien JKN BPJS Kesehatan,

tidak ada kendala berarti yang dihadapi oleh RSU Kabanjahe. Hal ini karena RSU

Kabanjahe telah berusaha dalam memberi pelayanan kesehatan yang nyaman dan

aman bagi seluruh pasien.

85

Universitas Sumatera Utara


Namun beberapa kendala yang ada terjadi di RSU Kabanjahe terkhusus

pasien JKN BPJS Kesehatan adalah kendala yang datang dari diri pasien itu

sendiri. Kabupaten Karo merupakan wilayah yang memiliki luas 2.127 km 2 yang

terdiri dari 17 Kabupaten. Sebagai wilayah yang masih didominasi oleh penduduk

yang tinggal dipedesaan, kendala yang dialami adalah banyaknya peserta JKN

BPJS Kesehatan yang menunggak pembayaranya. Sehingga ketika akan

menggunakan asuransi JKN BPJS Kesehatan untuk pengobatannya, peserta harus

melunasi terlebih dahulu tunggakannya.

Keterlambatan pembayaran ini juga bukan karena rendahnya kesadaran

peserta JKN BPJS Kesehatan akan kewajibannya, melainkan karena tidak adanya

fasilitas di desa-desa untuk membayar iuran BPJS Kesehatan mereka. Sehingga

masyarakat hanya membayar iuran ketika mereka memiliki keperluan ke kota atau

ke kecamatan yang memiliki fasiltas tersebut.

Selain kendala diatas, kendala lain adalah kurangnya pemahaman

masyarakat mengenai JKN BPJS Kesehatan ini, sehingga ada beberapa kebijakan

yang tidak diketahui oleh peserta. Walaupun berdasarkan program dari BPJS

Kabanjahe yaitu penyuluhan akan BPJS Kesehatan ke desa-desa, masih banyak

masyarakat terutama yang di desa tidak mengerti akan prosedurnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 Tahun 2014 tentang

Pedoma Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam upaya

penanganan keluhan di dalam penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan

meliputi beberapa prinsip yaitu:

86

Universitas Sumatera Utara


a. Obyektif, penanganan keluhan masyarakat harus berdasarkan fakta atau

bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

b. Responsif, (cepat dan akurat) setiap pengaduan dan permasalahan perlu

ditangani/ditanggapi secara cepat dan tepat

c. Koordinatif, penanganan keluhan masyarakat harus dilaksanakan dengan

kerjasama yang baik diantara pejabat yang berwenang dan terkait,

berdasarkan mekanisme, tata kerja dan prosedur yang berlaku sehingga

permasalahan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya

d. Efektif dan efisien, penanganan keluhan masyarakat harus dilaksanakan

secara tepar sasaran , hemat tenaga, waktu dan biaya

e. Akuntabel, proses penanganan keluhan masyarakatdan tindaklanjutnya

harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

f. Transparan, penanganan keluhan masyarakat dilakukan berdasarkan

mekanisme dan prosedur yang jelas dan terbuka sehingga masyarakat yang

berkepentingan dapat mengetahui perkembangan tindak lanjutnya.

Penyelesaian sengketa yang ini dapat dilakukan baik di dalam wilayah

rumah sakit maupun diluar wilayah rumah sakit.

1. Di dalam wilayah Rumah Sakit.

RSU Kabanjahe untuk memberikan ruang bagi pasien dalam

menyampaikan keluhannya dengan cara

a. Menyediakan informasi tentang kebijakan dan sistem pelayanan

kesehatan di RSU Kabanjahe

87

Universitas Sumatera Utara


b. Melakukan verifikasi terhadap keluhan

c. Menangani masalah keluhan dengan cepat dan transparan

Adapun prosedur pengaduan di RSU Kabanjahe yaitu:

a. Meneriman kritik, saran dan keluhan melalui kotak saran

b. Mengidentifikasi keluhan

c. Menindaklanjuti /merespon keluhan secara langsung ke unit yang

dituju.

d. Melakukan pengawan terhadap unit yng mendapat keluhan dari

pasien

Selama tahun 2016, ada beberapa keluhan yang disampaikan melalui kotak

saran. Akan tetapi keluhan tersebut terkait ketidak mengertian pasien akan

alur/prosedur pelayanan JKN BPJS Kesehatan, bukan karena ketidakpuasan

terhadap pelayanan rumah sakit.

2. Di luar wilayah Rumah Sakit

Apabila upaya penyelesaian masalah yang dilakukan di dalam rumah sakit

tidak mencapai kesepakatan yang baik, pasien dapat membawa kasus ke luar

pengadilan. Terdapat dua alternatif dalam yaitu:

a. Melalui Jalur Non Litigasi

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 Tahun 2014

tentang Pedoma Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Apabila

terjadi masalah antara peserta dengan fasilitas kesehatan atas pelayanan yang

diberikan tidak memuaskan maka peserta dapat mengajukan pengaduan /keluhan

kepada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS maka sebaiknya

88

Universitas Sumatera Utara


diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah. Jika keluhan tidak dapat

diselesaikan maka dapat diteruskan ke jenjang selanjutnya yaitu ke BPJS

Kesehatan setempat, Tim Monev Kabupaten/Kota, Tim Monev Provinsi, Tim

Monev Pusat, dan Kementrian Kesehatan selaku mediator.

Profesi dokter merupakan profesi yang rentan akan sengketa karena

menyangkut kesehatan seseorang. Maka untuk menegakkan disiplin dokter dan

dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran dibentuklah Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). MKDKI merupakan

lembaga otonom dari Komisi Kedokteran Indonesia yang bertugas: 87

1) Menerima pengaduan , memeriksa, memutuskan kasus pelanggaran

disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan

2) Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin

dokter atau dokter gigi.

Setiap orang yang merasakan dirugikan oleh tindakan dokter dapat

mengadu secara tertulis kepada MKDKI. Pelaporan kepada MKDKI ini tidak

menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya tindak pidana pada

pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian ke pengadilan.

b. Melalui Litigasi

Jalur litigasi merupakan jalur penyelesai sengketa melalui pengadilan.

Penyelesaian sengketa ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui jalu

perdata dan jalur pidana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sengketa

medik yang diselesaikan melalui jalur perdata adalah untuk mendapat ganti rugi

87
Pasal 64 Undan-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran

89

Universitas Sumatera Utara


dari tenaga kesehatan atau rumah sakit akibat kesalahan atau kelalaian yang

mereka lakukan. Sedangkan jalur pidana hanya dapat ditempu apabila pasien

mengalami cacat atau meninggal dunia setelah menerima pengobatan yang

diakibatkan kelalaian atau kesalahan petugas kesehatan atau rumah sakit.

Berdasarkan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menyatakan bahwa konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui peradilan

umum. Untuk kasus perdata pihak konsumen diberi hak mengajukan gugatan

menurut pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:

1) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan

2) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama

3) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi

syarat dan/atau

4) Pemerintah dan atau institusi terkait jika barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar

dan/atau korban yang tidak sedikit.

90

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pelayaan kesehatan di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo

dilaksanakan dengan baik. Hal ini terbukti tidak adanya keluhan dari

pasien terkait pelayanan kesehatan di RSU Kabanjahe. Keluhan yang

diterima hanya mengenai kekurang pahaman pasien terhadap alur dan

prosedur pelayanan kesehatan.

2. Pertanggungjawaban hukum RSU Kabanjahe terhadap pasien dapat dilihat

dari berbagai sisi mulai dari pertanggungjawaban perdata (KUHPerdata),

pidana (KUHPidana) dan tanggung jawab administrasi.

Selain tanggung jawab kepada pasien, RSU Kabanjahe juga memiliki

tanggung jawab kepada kepada pemerintah melalui Dinas Kesehatan

Kabupaten Karo sebagai pengawas dalam fungsi RSU Kabanjahe dalam

memberi pelayanan kesehatan.

3. Kedala yang dalam pelaksanaan JKN BPJS Kesehatan di RSU Kabanjahe

ialah kurang mengertinya pasien akan prosedur dan alur pelayana

kesehatan di RSU Kabanjahe. Tidak ada kendala yang menyebabkan

pasien merasa tidak puas akan pelayanan di RSU Kabanjahe. Walaupun

tidak ada sengketa sampai saat ini ada beberapa upaya hukum yang dapat

ditempuh oleh pasien terkait pelayanan RSU Kabanjahe apabila

91

Universitas Sumatera Utara


mengalami sengketa baik dalam hal kualitas pelayanan dan tindakan medis

yang dilakukan oleh tenaga medis. Upaya tersebut adalah upaya non

litigasi yaitu upaya melalui jalur di luar pengadilan dan upaya hukum

litigasi yaitu upaya hukum melalui jalur pengadilan.

B. Saran

1. Pemerintah, BPJS Kesehatan maupun Rumah Sakit diharapkan memberi

pelayanan yang baik kepada pasien dan sesuai dengan prosedur akan

mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan medis dalam proses

pengobatan. Hal ini sangat penting karena menyangkut keselamatan

seseorang dan juga pertanggungjawaban dari tenaga kesehatan itu sendiri.

2. Perlunya aturan yang khusus dan terkodifikasi mengenai tanggung jawab

hukum petugas kesehatan dan rumah sakit terhadap pasien. Aturan ini

sangat penting karena menyangkut upaya pemerintah memberikan

perlindungan hukum yang pasti bagi pasien.

3. Perlunya penyuluhan kepada masyarakat mengenai upaya hukum apa yang

dapat ditempuh dalam upaya penyelesaian sengketa jika ada permasalahan

yang terjadi dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien

pengguna JKN BPJS Kesehatan terkhusus di RSU Kabanjahe Kabupaten

Karo.

92

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Agustina, Risa, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pasca Sarjana FH

Universitas Indonesia.

Amir, Amri, 1997, Bunga Serampai Hukum Kedokteran, Medan: Woya Medika.

Chazawi, Adami, 2000, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Raja

Persada Grafindo.

Dahlan, Sofyan, 1999, Hukum Kesehatan Rambu-Rambu bagi Profesi Dokter,

Semarang: Badan Penerbit Undip.

Echlos, John M dan Hasan Sadily, 1986, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:

Gramedia.

Herlambang, Susatyo, 2016, Manajemen Pelayanan Rumah Sakit, Yogyakarta:

Gosyen Publising.

Is, Muhamad Said, 2015, Etika Hukum Kedokteran, Jakarta: PT Kharisma Putra

Utama.

Is, Muhanad Said, 2015, Etika Hukum Kesehatan, Jakarta: Prenada Media Grup.

Koeswadji, Hermein Hadiati,1984, Hukum dan Masala Medik, Surabaya: Penerbit

Universitas Airlangga.

93

Universitas Sumatera Utara


Kristiyanti, Celine Tri, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar

Grafika.

Kurnia, Titen Slamet, 2007, Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM

Indonesia, Jakarta: PT Alumni.

Lubis, Sofyan, 2009, Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Yogyakarta: Pustaka

Yustisia.

Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mortokusumo, Sudikno, 1985, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta:

Liberty Yogyakarta.

Muningjaya, A.A Gde, 2004, Manajemen Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Nasution, Bander Johan, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter,

Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Etika Hukum dan Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Pohan, Imbalos. S, 2004, Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Soejitno, Soedarmono, 2002, Reformasi Rumah Sakit Indonesia, Jakarta: PT

Gramedia Widia Sarana.

94

Universitas Sumatera Utara


Soekanto, Soejono, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Intermasa.

Subekti, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya

Paramita.

Ta’adi, NS, 2010, Hukum Kesehatan menuju Perawat Profesional, Jakarta: Buku

Kedokteran AGC.

Wibowo, Sunarto Adi, 2009, Hukum Kontrak Teraupetik di Indonesia, Medan:

Pustaka Bangga

Widharma, Danny dan Dionisa Sri Hartati, 2014, Penuntun Kuliah Hukum

Kedokteran, Jakarta: Sagung Seto

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

95

Universitas Sumatera Utara


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Kesehatan,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

INTERNET

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pasien

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/jumlahPeserta

96

Universitas Sumatera Utara


PERTANYAAN SEPUTAR RSU KABANJAHE

1. Bagaimana sejarah berdirinya RSU Kabanjahe?


Rumah Sakit Umum Kabanjahe didirikan pada masa penjajahan Belanda
sekitar tahun 1921 dan dikelola oleh gereja yang dibentuk Belanda untuk
menyebarkan agam Kristen di Kabanjahe.
2. Bagaimana jumlah pasien di RSU Kabanjahe dalam beberapa tahun
terakhir?
Jumlah pasien di RSU Kabanjahe beberapa tahun terakhir bisa dikatakan
mengalami peningkatan. Hal ini karena kesadaran masyarakat akan
kesehatan yang samakin tinggi dan juga faktor pengaruh bencana Erupsi
Gunung Sinabung.
3. Dari jumlah pasien tersebut apakah banyak pasien yang terdaftar sebagai
peserta JKN BPJS Kesehatan?
Dari jumlah pasien yang ada di RSU Kabanjahe, sebagian besar memang
peserta JKN BPJS Kesehatan. Karena masyarakat di Kabanjahe yang
sebagian besar bermata pencarian sebagai petani, maka dengan adanya
JKN BPJS ini sangat membantu dalam pengobatan bagi masyarakat di
Kabanjahe dan Kabupaten Karo. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa karena
ada JKN BPJS lah yang meningkatkan kesadaran masyarakat akan
kesehatan karena tidak di pungut biaya lagi.
4. Sejak kapan RSU Kabanjahe menjadi penyelenggara BPJS Kesehatan?
Karena RSU Kabanjahe merupakan rumah sakit milik pemerintah maka
ketika JKN BPJS diberlakukan sejak 2014, maka secara otamatis RSU
Kabanjahe juga menjadi penyelenggara JKN BPJS Kesehatan.
5. Bagaimana prosedur pelaksanaan JKN BPJS Kesehatan di RSU
Kabanjahe?
Terkait tentang prosedur pelayanan untuk pasien JKN BPJS itu udah ada
aturannya dari Kementrian Kesehatan. Karena Rumah sakit merupakan
pelayana kesehatan tingkat lanjutan, jadi sebelum berobat ke rumah sakit,
pasien harus ke Puskesmas. Jika puskesmas mengganggap penyakitnya

97

Universitas Sumatera Utara


perlu perawatan lebih intensif, ,maka puskesmas akan memberi surat
rujukan ke rumah sakit.
6. Jika RSU Kabanjahe tidak melaksanakan pelayanan JKN BPJS Kesehatan
apa sanksinya?
Sebenarnya tidak mungkin sebuah rumah sakit milik pemerintah tidak
melaksanakan program yang di jalankan oleh pemerintah. Tapi jika
masalah pelayanan yang kurang memuaskan, RSU Kabanjahe bisa
mendapat teguran dari pemerintah melalui Dinas Kesehatan.
7. Apakah ada keluhan dari pasien JKN BPJS Kesehatan terhadap pelayanan
RSU Kabanjahe? Jika ada, berapa banyak dan terkait apa saja?
Terkait keluhan akan pelayanan kesehatan sampai saat ini belum ada.
Yang sering menjadi permasalahan adalah ketidak pahaman pasien akan
prosedur yang terkadang memperlambat pemberian pelayanan kesehatan.
8. Kemana keluhan tersebut dapat dilaporkan?
Jika memang ada keluhan, bisa disampaikan memalui kotak saran yang
disediakan rumah sakit. Selain itu juga dapat dilaporkan ke bagian
pengaduan pasien yang ada di RSU Kabanjahe.
9. Jika RSU melakukan kesalahan terhadap pasien BPJS Kesehatan,
bagaimana penyelesaiannya?
Terkait penyelesaian sengketa, bisa dilakukan melalui jalur musyawarah
untuk mencari titik terang apakah benar memang ada kesalahan yang
dilakukan pihak rumah sakit terhadap pasien. Jika memang ada,
penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian atau melalui jalur
hukum.

98

Universitas Sumatera Utara


PERTANYAAN SEPUTAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN KARO

1. Apa saja peran Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dalam penyelenggara


JKN BPJS Kesehatan di Kabupaten Karo?
Dalam penyelenggaraan JKN BPJS Kesehatan di Kabupaten Karo, Dinas
Kesehatan berperan sebagai pengawas dan pihak yang menghubungkan
Puskesmas dengan BPJS Kesehatan.
2. Berapa banyak Puskesmas dan Rumah Sakit yang menjadi penyelenggara
JKN BPJS Kesehatan?
Untuk di Kabupaten Karo terdapat 19 Puskesmas dan 5 Rumah Sakit
3. Berdasarkan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, bagaimana
pelasanaaan penyelenggaraan JKN BPJS Kesehatan di Kab. Karo terutama
di RSU Kabanjahe?
Untuk penyelenggaraannya cukup baik dan sudah sesuai prosedur yang
ditetapkan.
4. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaran JKN BPJS kesehatan di
Kab. Karo?
Kendalanya sebenarnya kurangnya pemahaman masyarakat akan JKN
BPJS Kesehatan ini. Sehingga sering kali ketika akan melakukan
pengobatan, terhambat karena ketidak pahamanan pasien tersebut.
5. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kendala tersebut?
Dinas Kesehatan bersama dengan BPJS Kesehatan telah bekerjasama
untuk melakukan sosialisasi mengenai program JKN BPJS ini ke seluruh
wilyah di Kabupaten Karo untuk menambahkan pemahaman masyarakat
akan program jaminan kesehatan ini. Selain itu sosialisasi ini juga
bertujuan untuk nemanbah kesadaran masyarakat yang belum menjadi
peserta JKN BPJS Kesehatan untuk segera mendaftarkan dirinya dan
keluarganya.

99

Universitas Sumatera Utara


100

Universitas Sumatera Utara


101

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai