PEMBAHASAN
A. Materi Shalat
1. Pengertian Shalat
Pengertian Shalat menurut bahasa adalah berdoa (memohon). Dalam bahasa Arab,
perkataaan Shalatdigunakan untuk beberapa arti. Diantaranya digunakan untuk arti do’a, seperti
dalam firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat (9) At Taubah, ayat 103: digunakan
untuk arti rahmat dan untuk arti mohon ampunan seperti dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an
surat (33) Al-Akhzab, ayat 43 dan 56.
Dalam istilah ilmu Fiqih, shalat adalah suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan
dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, disertai dengan ucapan-ucapan tertentu, dan
dengan syarat-syarat tertentu pula. Digunakannya istilah shalat bagi ibadah ini, adalah tidak jauh
berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa diatas, karena di dalamnya mengandung do’a-do’a,
baik yang berupa permohonan, rahmat, dan lain sebagainya.[1]
Sedangkan menurut Syara’ sebagaimana kata Imam Rafi’i, pengertian shalat adalah :
َ ْْر ُم ْختَتَ َمةٌ باِلتَّ ْسلِي ِْم بِ َش َرا ئِ ِط َم ْخصُوNِ ال الرَّافِ ِعي اَ ْق َوا ٌل َواَفَعا ٌل ُم ْفتَتَ َحةٌ باِلتَّ ْكبِي
ص ِة َ ََوشَرْ عًا َك َما ق
Shalat ialah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
ditutup dengan salam disertai beberapa syarat yang sudah ditentukan.[2]
Jadi, shalat ialah suatu ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim berupa suatu perbuatan
yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam disertai syarat-syarat dan rukun yang telah
ditentukan oleh syara’.
2. Tujuan shalat
Shalat merupakan ibadah wajib yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Tujuan dalam
melaksanakan shalat sangat banyak sekali. Karena dengan shalat, setiap individu dapat
berkomunikasi secara langsung dengan Allah Swt. Dengan shalat, semua manusia dapat merasa
lebih dekat dengan Allah Swt dan selalu mengingat-Nya. Dengan begitu, shalat dapat menuntun
setiap manusia untuk menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt dan menta’ati segala
perintah-Nya sehingga terciptalah ketenangan dan ketentraman dalam diri seseorang.
3. Macam-macam Shalat
Dilihat dari hukum melaksanakannya, pada garis besarnya shalat dibagi menjadi dua,
yaitu shalat fardhu dan shalat sunnah. Shalat fardhu yaitu shalat yang harus dikerjakan dan tidak
boleh diringgalkan.Artinya, jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan
mendapat dosa. Sedangkan shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan.
Artinya bagi yang mengejakan akan mendapat pahala, jika ditinggalkan maka tidak mendapat
dosa.
Selanjutnya shalat fardhu dibagi menjadi dua, yaitu shalat fardhu ‘ain, dan shalat fardhu
kifayah. Shalat fardhu ‘ain adalah shalat yang harus dikerjakan oleh setiap orang. Shalat ini
sebanyak lima kali dalam satu hari satu malam. Sedangkan shalat fardhu kifayah adalah shalat
yang diwajibkan kepada sekelompok kaum muslimin, yang apabila telah ada seseorang atau
sebagian dari mereka yang mengerjakan, maka berarti telah lepaslah kewajiban tersebut dari
mereka semua, dan jika tidak seorangpun dari mereka yang mengerjakan, maka berdosalah
mereka semua. Dalam hal ini, shalat jenazah dihukumi fardhu kifayah.
Demikian juga shalat sunnah dibagi menjadi dua, yaitu shalat sunnah mu’akkadah dan
shalat sunnah ghoiru mu’akkad. Shalat sunnah mu’akkadah adalah shalat sunnah yang selalu
dikerjakan ileh Rasulullah Saw. Seperti shalat witir, shalat ‘idain dan lain-lain. Sedangkan shalat
sunnah ghoiru mu’akkad adalah shalat sunnat yang jarang dikerjakan oleh Rasulullah Saw.
Seperti shalat dhuha, dan shalat-shalat rawatib yang tidak mu’akkad.
Dengan adanya pembagian shalat fardhu dan sunnah tersebut, menunjukkan bahwa
agama Islam merupakan agama yang penuh dengan kemurahan. Dimana banyak sekali waktu
ibadah shalat baik yang fardhu maupun yang sunnah untuk dapat dikerjakan oleh setiap muslim.
Sedangkan yang dimaksud dengan shalat lima kali yaitu, shalat dhuhur, asar, maghrib, isya’
dan subuh. Termasuk ke dalam pengertian shalat lima kali ini, yaitu shalat jumat, yang menurut
jumhur ulama’, diwajibkan kepada laki-laki muslim, yang bukan budak, tidak sedang bepergian
atau sakit, kewajiban shalat jumat ini didasarkan kepada firman Allah dalam Al-qur’an surat Al-
jumuah : 9, juga didasarkan kepada beberapa hadits antara lai hadits dari Jabir yang
menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia wajib (shalat) jumuah,
kecuali wanita atau orang yang sedang yang bepergian, atau seorang hamba atau orang yang
sedang sakit.” (HR. Ad-daruquthniy dan Al-Baihaqi).
a. Shalat fardhu kifayah, yaitu shalat yang diwajibkan kepada sekelompok kaum muslimin, yang
apabila telah ada seseorang atau sebagian dari mereka yang mengerjakan, maka berarti telah
lepaslah kewajiban tersebut dari mereka semua, dan jika tidak seorangpun dari mereka yang
mengerjakan, maka berdosalah mereka semua. Dalam hal ini ulama’ sepakat bahwa shalat
jenazah hukumnya fardhu kifayah.
b. Shalat Sunnat
Shalat sunnat disebut juga dengan shalat tathawwu’, shalat nawafil, shalat mandhub, dan
shalat mustahab, yaitu shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan. Artinya bagi yang mengerjakan
akan mendapat pahala, jika ditinggalkan maka tidak mendapat dosa.
1). Shalat sunnat mu’akkad, yaitu shalat sunnat yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah
SAW. Seperti : shalat witir, shalat ‘idain, dan lain-lain.
2). Shalat sunnat ghairu mu’akkad, yaitu shalat sunnat yang jarang dikerjakan oleh
Rasulullah SAW, seperti shalat dhuha, dan shalat-shalat rawatib yang tidak mu’akkad.
Semua shalat, termasuk shalat sunnat dilakukan adalah untuk mencari keridhoan atau pahala
dari Allah SWT. Namun shalat sunnat, jika dilihat dari ada atau tidak adanya sebab-sebab
dilakukannya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: shalat yang bersebab dan shalat
sunnah yang tidak bersebab.
1). Shalat sunnah yang bersebab, yaitu shalat sunnah yang dilakukan karena ada sebab-sebab
tertentu, seperti shalat istisqo’ (minta hujan) dilakukan karena terjadi kemarau panjang, shalat
qushof (gerhana) dilakukan karena terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan dan lain
sebagainya
2). Shalat sunnah yang tidak bersebab, yaitu shalat sunnah yang dilakukan tidak karena ada sebab-
sebab tertentu. Sebagai contoh : shalat witir, shalat dhuha danlain sebagainya.
1. Mengetahui waktunya
Seperti kita ketahui, bhwasannya setiap shalat mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan
untuk melakukannya. Untuk itu, orang yang akan melakukan shalat harus mengetahui bahwa
paad saat itu sudah masuk shalat yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat diperoleh, misalnya
dengan melihat tanda-tanda sebagaimana yang diterangkan oleh hadits-hadits tentang waktu
shalat, atau mendengar suara adzan, atau dengan pemberitahuan dari orang yang dapat dipercaya
atau dari jadwal waktu shalat yang dibuat oleh para ahli, dan lain sebagainya.
2. Suci dari hadast besar dan hadast kecil
Orang yang shalat harus suci baik dari hadats kecil maupun dari hadats besar. Apabila ia
berhadats ketika akan shalat, terlebih dahulu ia harus bersuci untuk menghilangkan hadatsnya
terlebih dahulu. Syarat ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah : 8, juga
didasarkan pada sabda Rasulullah SAW :
) وابن ماجه عن ابن عمرNصاَل ةً اِاّل بِطُهُو ٍر ( رواه مسلم والترمذى
َ ُاَل يَ ْقبَ ُل هللا
Artinya : “Allah tiada menerima shalat tanpa bersuci.”
(HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan Ibnu Umar).
4. Menutup aurat
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raaf :31
Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534],
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al-A’raaf : 31)
Artinya : kami shalat bersama dengan Rasulullah SAW selama 16 atau 17 bulan menghadap ke
Baitul Maqdis, keudian diperintahkan menghadap ke ka’bah. (HR. Muslim dari Al-Barra’).
Syarat sah shalat adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi dengan sempurna atau cukup
selama shalat, yaitu memenuhi syarat dan rukunnya, dan dikerjakan secara benar. Dengan begitu,
shalatnya sah. Tetapi kalau tidak dikerjakan maka shalatnya tidak sah.
5. Rukun Shalat
1. Niat
Arti niat ada dua:
a. Asal makna niat ialah “menyengaja” suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini,
perbuatan dinamakan ikhtijari (kemauan sendiri, bukan dipaksa).
b. Niat pada syara’ (yang menjadi rukun salat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja suatu
perbuatan karena mengikuti perintah Alla supaya diridhai-Nya. Inilah yang dinamakan
ikhlas. Maka orang yang shalat hendaklah sengaja mengerjakan shalat karena mengikuti
perintah Allah semata-mata agar mendapat keridhaan-Nya, begitu juga ibadat yang lain.
2. Berdiri bagi orang yang kuasa
Orang yang tidak kuasa berdiri, boleh shalat sambil duduk, kalau tidak kuasa duduk, boleh
berbaring, dan kalau tidak kuasa berbaring, boleh menelentang, kalau tidak kuasa jga demikian,
shalatlah sekuasanya, sekalipun dengan isyarat.
3. Takbiratul Ihram (membaca “Allahu Akbar”)
Takbirorul ihram adalah ucapan takbir untuk memulai shalat. Rukun atau kewajiban ini,
didasarkan keterangan hadist, sabda Rasulullah Saw :
َّ اِ َذا قُ ْمتَ اِلَى ال
) عن ابي هريرةNصالَ ِة فَ َكبِّرْ (رواه البخاري ومسلم
Artinya: Jika kamu akanmengerjakan shalat, maka bertakbirlah. (Hr. Al-Bukhori dan Muslim
dari Abi Hurairah).
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu
dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.(QS. Al-Hajj: 77).
9. Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir, shalawat atas Nabi Muhammad Saw dan atas keluarga beliau,
keterangan yaitu amal Rasulullah Saw. (beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan
shalawat).
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw
Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun
shalawat atas keluarga beliau menurut Syafi’i tidak wajib melainkan hanya sunnat. Sekurang-
kurangnya membaca shalawat seperti berikut:
َ اَللّهُ َّم.
ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ُم َح َّم ٍد
Artinya: “Ya Tuhanku, berilah rahmat atas Muhammad dan keluarganya.”
13. Menertibkan rukun
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang
telah disebutkan di atas.
Rasulullah Saw bersabda :
ارأَ ْيتُ ُموْ نِ ْي
َ صلُوْ ا َك َم َ ِ ل هّللاNُ ْال َرسُو
َ : صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ َ ق: ال ِ ك ب ِْن ْال ُح َوي ِْر
َ َث رضي هللا عنه ق ِ َِوع َْن َما ل
)(رواه البخاري .صلِّ ْى َ ُا
Artinya: Dari Malik Bin Huwairits Ra. Rasulullah Saw bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana
kamu melihat saya shalat.” (HR. Bukhari).[3]
Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan dan merupakan bagian pokok yang tidak boleh
ditinggal, seperti membaca surat Al-Fatihah dalam shalat. Tegasnya, tidak membaca surat Al-
Fatihah dalam shalat maka shalatnya tidak sah. Jadi, surat Al- Fatihah tidak bisa ditinggalkan
dalam shalat. Begitu juga dengan rukun-rukun yang lainnya.