Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

DI RUANG LAVENDER BAWAH PRIA RSUD KARDINAH TEGAL

LP MINGGU KE 1

Oleh :

RUNDAH

190104084

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

TAHUN 2019
A. DEFINISI NYERI
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi rasa nyeri dialaminya (Hidayat, 2011).
Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain)
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan atau yang cenderung merusak jaringan, atau seperti yang
dimaksud dengan kata kerusakan jaringan. Nyeri merupakan kondisi berupa
perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri
pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya
orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Tetty, 2015).

B. ANATOMI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus),
somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang
berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor
nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri
yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongarn
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

C. FISIOLOGIS NYERI
Berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri
tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan respon jika
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia
seperti histamine, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang
terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen.
Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare,
2002).
Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf
perifer aferen yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A- delta memiliki
myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas
melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak
memiliki myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls yang
terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus (Potter & Perry, 2005). Ketika
serabut C dan A-delta menyampaikan rangsang dari serabut saraf perifer maka
akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri, seperti :
kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada jaringan yang rusak. Transmisi
stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai berakhir di
bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter
seperti subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari
saraf perifer ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan
dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005), dan dilanjutkan menuju
siklus persepsi nyeri dimana tiap seseorang akan mencerna respon persepsi
seseorang akan berbeda-beda dalam menginterpretasikan nyeri. Modulasi
Modulasi seringkali digambarkan sebagai sistem desendens, proses keempat ini
terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis
medula spinalis. Serabut desendens ini melepaskan zat seperti opiod endogen,
serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya
di kornu dorsalis. Namun, neurotransmiter ini diambil kembali oleh tubuh, yang
membatasi kegunaan analgesiknya. Klien yang mengalami nyeri kronik dapat
diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat ambilan kembali
norepineprin dan serotonin. Tindakan ini meningkatkan fase modulasi yang
membantu menghambat naiknya stimulus yang berbahaya (Kozier, et al.2010).  

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Melaporkan nyeri secara verbal
2. Posisi untuk mengurangi nyeri
3. Gerakan untuk melindungi
4. Tingkah laku berhati-hati
5. Gangguan tidur
6. Menunjukkan kerusakkan
7. Muka topeng
8. Fokus pada diri sendiri
9. Perubahan otonom dalam tonus otot (dalam rentang lemah dan kaku)
10. Respon otonom (perubahan TD, nafas, nadi, dilatasi pupil)
11. Tingkah laku ekspresif (gelisah, memerintah, menangis waspada, iritabel,
nafas panjang, mengeluh)
12. Perubahan dalam nafsu makan

E. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan
jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah
hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit
berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka
tidak mengeluh jika ada nyeri).
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,
guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan
saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung
pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan social


Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.

F. KLASIFIKASI NYERI
1. Klasifikasi nyeri berdasarkan awitan
Berdasarkan waktu kejadian, nyeri fapat dikelompokan sebagai nyeri akut dan
nyeri kronis.
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu daeri 1 detik sampai
dengan kurang dari enam bulan. Umumnya terjadi pada cefera, penyakit
akut, atau pembedahan dengan awitan cepat. Dapat hilang dengan
sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan sermbuh.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam
bulan. Umumnya timbul tidak teratur, intermiten, atau bahkan persisten.
Nyeri kronis dapat mernyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi.
Nyeri ini dapat menimbulkan kelelahan mental dan disik.
2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dibedakan menjadi 6 yaitu:

a. Nyeri superficial
Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperrti pada laserasi, luka
bakar, dan sebagainya. Mermiliki durasi pendek, terlokalisir, dan memiliki
sensasi yang tajam.
b. Nyeri somatic
Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong,
umumnya bersidat tumpul dan stimulasi dengan adanya peregangan dan
iskemia.
c. Nyeri visceral
Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal, durasinya cukup lama,
dan sensasi yang timbul biasanya tumpul.
d. Nyeri sebar (radiasi)
Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke
jaringan sekitar. Nyeri dapat bersidat intermiten atau konstan.
e. Nyeri fantom
Nyeri fantom adfalah nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang
mengalami amputasi.
f. Nyeri alih Nyeri alih adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral
yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa
tempat atau lokasi.
3. Klasifikasi nyeri berdasarkan organ
Berdasarkan tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokan dalam:
a. Nyeri organic
Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan organ.
b. Nyeri neurogenic
Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada
neurologi.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psiokologis. Nyeri ini
umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut
timbul pada klien.

G. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
1. Menetapkan data dasar
2. Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
3. Menyeleksi terapi yang cocok
4. Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan.
Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien
dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan.
2. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien merupakan nyeri akut
atau nyeri kronis.
3. Karakteristik nyeri
Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri
kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
a. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap
atau terasa pada menyebar
b. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang
dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawat biasa menggunakan alat
Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh
memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur
bisa berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala
yang digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan
skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker.
Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah
kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar
pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak
dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk
untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna
dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang
dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam
wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang
sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap
meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
c. Skala nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan.
Penilaian nyeri berdasarkan PQRST:
P : Provokatif / paliatif
Apa kira-kira penyebab timbulnya rasa nyeri..?
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa? Bagaimana rasanya ?
R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan ?
S : Skala
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS
T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan ?
Keterangan:
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul
d. Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu
menggambarkan nyeri yang dirasakan.
e. Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan
nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa
menimbulkan nyeri.
f. Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan
kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk
mengurangi nyeri.
g. Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,
keinginan untuk miksi dll.Gejala penyerta memerlukan prioritas
penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
4. Efek nyeri pada klien
Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah
gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji
hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:
a. Tanda dan gejala fisik
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang
dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.
b. Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan
interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari
pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha
memahami klien.
c. Efek pada ADL
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin
dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana
kemampuan dan proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan
diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.
5. Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap
faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang
normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri. Penting
bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena klien yang
mengalami gangguan neurologis yang diakibatkan oleh penyakit DM tidak
sensitif terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan
kelainan neurologis yang mudah mengalami cidera.

H. FOKUS INTERVENSI
1. Diagnosa yang muncul
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b) Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
2. Perencanaan
Tujuan asuhan keperawatan klien dengan nyeri adalah sebagai berikut:
a) Klien merasakan sehat dan nyaman
b) Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
c) Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
d) Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
e) Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah
Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
NOC :
a) Pasien merasa nyaman kembali
b) Pasien mampu mengungkapkan skala nyeri yang dirasakan
c) pasien mampu mendeskripsikan cara memenejemen nyeri
d) Pasien mampu mengungkapkan kemampuan tidur dan istirahat
e) Pasien mampu mendeskripsikan teraphi nonfarmakologi untuk
mengontrol nyeri
f) TTV normal
NIC :
a) Kaji nyeri yang dialami pasien meliputi PQRST
b) Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri
c) Kaji masa lalu pasien terhadap nyeri
d) Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk pasien
e) lakukan distraksi relaksasi
f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
2. Cemas berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
NOC :
a) Cemas pasien dapat berkurang
b) pasien menunjukkan kontrol Ansietas
c) Pasien dapat meneruskan aktivitasnya tanpa ada kecemasan
d) Pasien tidk menunjukan perilaku yang agresif
NIC :
a) Kaji tingkat kecemasan pasien
b) Berikan penkes pada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien
c) Berikan pengobatan pada pasien untuk mengrangi ansietas
d) Beri dorongan pada pasien serta selalu dampingi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B, Erb, G, Berman, A & Snyder. SJ 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis: Edisi 5: Jakarta: EGC
Mubarak, Iqbal 2010. Buku ajar : Kebutuhan dasar manusia. EGC. Jakarta
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC
Potter, PA & Perry, AG 2009, Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi 7,
Salemba Medika, Jakarta.
Wartonah. 2011. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Salemba
Medika Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai