Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP BENCANA
eksternal pada tingkat nasional maupun internasional; (3) Sebuah istilah yang
interaksi dari stresor eksternal dengan komunitas manusia. Istilah ini digunakan
(WHO, 2014).
lain: (1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor; (2)
Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
wabah penyakit; (3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
2012).
hal tersebut sebagai akibat bertemunya tiga lempeng tektonik utama dunia, yakni
Pergerakan relatif ketiga lempeng tektonik tersebut dan dua lempeng lainnya,
(BMKG, 2013). Menurut Tanjung dan Kamtini (2005), gempa bumi adalah
getaran di tanah yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi. Gempa bumi
yang kuat dapat menyebabkan kerusakan besar pada gedung, jembatan dan
bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi terhadap kejadian, sistem pendukung
yang dimiliki dan mekanisme koping yang digunakan. Terdapat tiga tahapan
reaksi emosi yang dapat terjadi setelah bencana, yaitu: (1) Reaksi individu segera
(24 jam pertama) setelah bencana dapat berupa tegang, cemas, panik, terpaku,
linglung, syok, tidak percaya, gembira atau euforia, tidak terlalu merasa
menderita, lelah, bingung, gelisah, menangis, menarik diri dan merasa bersalah.
Reaksi ini masih termasuk reaksi normal terhadap situasi yang abnormal dan
memerlukan upaya pencegahan primer; (2) Minggu pertama sampai ketiga setelah
kesulitan tidur, khawatir, sangat sedih. Reaksi positif yang masih dimiliki:
berharap atau berpikir tentang masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan
respons normal yang membutuhkan tindakan psikososial minimal; (3) Lebih dari
tiga minggu setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan dapat menetap dan
bencana secara umum, yaitu: (1) Periode impak (impact periode) biasanya
berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini, korban selalu diliputi
perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini berlangsung singkat;
hari setelah kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai
merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka
harta benda mereka yang hilang; (3) Periode post traumatik (post-trauma period)
tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat bencana yang mereka alami. Hal
ini berarti bencana selalu menyisakan masalah, bahkan untuk jangka lama.
Masa anak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan dan
saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Periode
anak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu periode awal kanak-kanak
(usia pra-sekolah) yang berlangsung dari usia 2-6 tahun dan periode akhir kanak-
kanak (usia sekolah) dari 6-13 tahun (Hurlock, 1980). Menurut Yusuf (2011),
pengalaman yang terjadi pada masa anak mempunyai pengaruh yang kuat
a. Perkembangan Fisik
anak menjadi matang secara seksual. Kesehatan dan gizi serta ketegangan
b. Perkembangan Kognitif
operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan daya pikir anak masih
atau peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata atau
kejadian. Sedangkan pada anak usia sekolah, daya pikirnya sudah berkembang
c. Perkembangan Emosi
Selama awal masa kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat
emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Pada masa akhir kanak-
sedangkan anak perempuan lebih banyak mengalami rasa takut, khawatir, dan
peran seksnya. Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu
amarah, takut, cemburu, ingin tahu (curiosity), iri hati, gembira, sedih, dan
kasih sayang.
d. Perkembangan Kepribadian
pengaruh dari keluarga. Pada masa akhir kanak-kanak, lingkungan sosial anak
(Hurlock, 1980).
yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria,
yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
Remaja adalah suatu masa di mana: (1) Individu berkembang dari saat
psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; (3) Terjadi
Rentang usia remaja berlangsung dari umur 13-18 tahun, yaitu usia matang
secara hukum. Rentang usia remaja ini dibagi lagi menjadi dua periode, yaitu awal
masa remaja (13-16 tahun) dan akhir masa remaja (17-18 tahun) (Hurlock, 1980).
a. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada saat masa puber berakhir,
dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja. Terdapat
b. Perkembangan Kognitif
operasi formal. Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang
berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain berpikir operasi formal lebih
bersifat hipotesis dan abstrak serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan
c. Perkembangan Emosi
Masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” suatu masa
dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi
badai dan tekanan dalam periode ini akan berkurang menjelang berakhirnya
d. Perkembangan Sosial
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan
e. Perkembangan Kepribadian
dengan kondisi pada masa anak-anak, tetapi banyak yang merupakan akibat
mereka sendiri. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang
ideal ini dan mereka yang tidak berhasil cenderung mengubah kepribadian
merupakan istilah lain dari Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Pada
tahun 1980, untuk pertama kalinya ciri-ciri sindroma trauma psikologis yang
dialami oleh para veteran perang Vietnam diterima sebagai suatu diagnosa oleh
Statistical Manual of Mental Disorder atau DSM (Yule dkk., 1999; Parkinson,
National Center for Post Traumatic Stress Disorder (NCPTSD), yaitu suatu
melalui mimpi buruk atau bayangan kilas balik, sulit tidur, dan merasa terpisah
atau terasing. Gejala-gejala ini dapat berlangsung lama serta bertambah berat
2009).
Menurut Zlonick dkk. (2001 dalam Chandra, 2009), Post Traumatic Stress
traumatis (Nevid J dkk., 2002 dalam Chandra, 2009). Hal serupa diungkapkan
oleh Darmono S dkk. (2008 dalam Chandra, 2009) bahwa PTSD merupakan salah
satu gangguan kejiwaan berat yang sangat mengganggu kualitas hidup dan apabila
tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis atau menahun dan
berkembang menjadi stres pasca trauma yang kompleks. Sadock & Sadock
waktu 30 tahun.
lama dan bertambah berat, sehingga berdampak pada kualitas hidup seseorang.
Sadock, 2007). Stresor ini dapat bersumber dari bencana alam atau peristiwa yang
melibatkan peran manusia. Peristiwa yang bersumber dari bencana alam dapat
berupa gempa bumi, banjir, badai, tanah longsor dan berbagai macam bencana
alam lainnya. Sedangkan peristiwa kekerasan yang melibatkan peran manusia dan
Menurut Sadock & Sadock (2007), tidak semua orang akan mengalami
traumatik harus melibatkan rasa takut intens atau horor. Selain itu, perlu
individu seperti, faktor biologis, faktor psikososial dan peristiwa yang dialami
dirasakan sebagai ancaman terhadap integritas fisik atau konsep diri. Hal ini
menyebabkan ansietas berat yang tidak dapat dikendalikan oleh ego dan
super ego dapat menghukum dan menyebabkan individu merasa bersalah terhadap
pengaruh yang disebabkan oleh trauma; (3) Somatisasi dan alexithymia mungkin
menjadi salah satu efek samping dari trauma; (4) Kurangnya kemampuan
trauma yang dialami. Mereka terus mengalami stres dan berusaha untuk
sebagai hasil pembelajaran dari kejadian trauma yang dialaminya dimana individu
adanya peningkatan aktivitas dan respons dari sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan gangguan tidur (Sadock &
Sadock, 2007).
Ketika dihadapkan dengan trauma yang luar biasa, kebanyakan orang bisa
saja tidak mengalami gejala PTSD. Namun sebaliknya peristiwa atau kejadian
biasa dapat menimbulkan gejala PTSD pada sebagian besar orang. Hal ini
disebabkan oleh adanya faktor resiko yang berperan apakah seseorang akan
mendapatkan PTSD atau tidak. Faktor-faktor resiko tersebut, yaitu: adanya trauma
teman sebaya yang tidak memadai, jenis kelamin: perempuan, kerentanan genetik
persepsi locus of control eksternal dan asupan alkohol yang berlebihan (Sadock &
Sadock, 2007).
PTSD dapat terjadi pada anak dan remaja, tetapi kebanyakan penelitian
lebih berfokus pada orang dewasa. Dalam DSM-IV-TR, PTSD pada anak-anak
menggambarkan gejala seperti kejadian mimpi yang berulang, mimpi buruk, dan
gejala fisik seperti sakit perut dan sakit kepala (APA, 2000; Sadock & Sadock,
2007). Pada kelompok usia anak dan remaja, gejala yang ditampilkan memang
tidak selalu sama dengan orang dewasa. Cara dimana anak mengingat kembali
kemungkinan akan berbeda pada orang dewasa. Gejala PTSD sangat bervariasi
pada kalangan anak-anak dan remaja tergantung pada peristiwa traumatis itu
sendiri, tingkat keparahan, durasi, dan usia perkembangan anak pada saat trauma
PTSD, karena gejala yang dirasakan disimpulkan sebagai penyakit biasa, seperti
kehilangan nafsu makan, sering sakit kepala, perut kembung, dan sesak napas
(Idrus, 2011).
berlebihan (APA, 2000; Sadock & Sadock, 2007; Perrin dkk., 2000 dalam
seperti impulsif dan tidak perhatian yang memiliki pengaruh negatif terhadap
encopresis, mengisap ibu jari dan takut tidur sendirian (Sadock & Sadock, 2007;
Armsworth & Holaday, 1993 dalam Anderson, 2005). Anak-anak juga merasa
untuk dapat menjalani hidup dengan normal, menikah, memiliki karir serta terjadi
Tingkat PTSD pada anak cukup tinggi akibat terpajan peristiwa yang
atau terbakar, transplantasi sumsum tulang, dan sejumlah bencana alam maupun
dianggap serius dan dianggap remeh pada anak-anak dan remaja (Sadock &
Sadock, 2007).
umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi), peristiwa kehidupan (positif dan
negatif), sosial dan budaya, komorbiditas psikiatri, dan strategi mekanisme koping
menentukan gejala pada anak (Sadock & Sadock, 2007). Morison dan Anders
mengancam hidupnya, kematian, luka parah, atau ancaman serius bagi diri
anak-anak hal ini mungkin diperlihatkan dalam perilaku yang tidak teratur
4. Tekanan psikologis yang kuat jika dihadapkan pada hal-hal internal dan
5. Adanya reaksi fisik jika dihadapkan pada hal-hal internal dan eksternal
mematikan perasaan atau tidak berespon terhadap suatu hal (sebelum trauma
masih berespon (avoidance symptoms). Gejala ini meliputi tiga atau lebih hal
di bawah ini:
dialaminya.
berkurang.
memiliki anak).
D. Gejala hiperarousal yang persisten (tidak ada sebelum trauma) meliputi dua
3. Sulit berkonsentrasi.
Spesifikasi:
With delayed onset: gejala dimulai sedikitnya 6 bulan setelah ada stresor.
PTSD. Kriteria diagnosis PTSD dibuat untuk orang dewasa dan tidak sepenuhnya
keterbatasan dalam kemampuan verbalnya dan memiliki cara yang berbeda dalam
bereaksi terhadap stres. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak mungkin tidak
memenuhi kriteria DSM-IV-TR secara penuh meskipun secara jelas anak tersebut
memiliki gangguan psikiatri yang analog dengan PTSD pada orang dewasa
pedoman dalam mendiagnosis PTSD pada anak, tahap perkembangan anak juga
Anak usia ≤ 5 tahun . Anak-anak dalam rentang usia ini dapat bereaksi
dengan cara: menunjukkan ekspresi wajah ketakutan, melekat terus pada orang tua
tidak mau bergerak (freezing) atau kaku, timbul gejala regresif, yaitu mengalami
mengompol dan takut gelap. Reaksi anak-anak sangat dipengaruhi oleh reaksi
Anak usia 6-11 tahun, bereaksi dengan cara: mengisolasi diri, mengalami
gangguan tidur, mimpi buruk, tingkah laku yang agresif seperti mudah marah dan
tertekan, merasa bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian traumatik yang
dialaminya, kemunduran dalam berhubungan dengan orang lain (mati rasa), post
dengan buruk.
Anak usia 12-18 tahun. Anak-anak dalam rentang usia ini memiliki
tidak sopan dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku destruktif, adanya
tidur seperti mimpi buruk atau masalah tidur lainnya, menarik diri dari pergaulan
atas peristiwa yang terjadi dan memiliki hasrat untuk balas dendam atas peristiwa
yang dialaminya.
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) terbagi atas tiga jenis, yaitu: (1)
PTSD akut, yaitu dimana tanda dan gejalanya terjadi pada rentang waktu 1-3
bulan. Namun, biasanya berakhir dalam kurun waktu satu bulan. Jika dalam
waktu lebih dari satu bulan, individu tersebut harus segera menghubungi
pelayanan kesehatan terdekat; (2) PTSD kronik, yaitu dimana tanda dan gejalanya
berlangsung lebih dari tiga bulan dan jika tidak ada treatment yang dilakukan
orang tersebut; (3) PTSD with delayed onset, walaupun sebenarnya tanda dan
gejala PTSD muncul pada saat setelah trauma, ada kalanya tanda dan gejalanya
traumatik itu terjadi. Hal ini timbul pada saat memperingati hari kejadian
traumatis tersebut atau bisa juga karena individu mengalami kejadian traumatis
lain yang akan mengingatkan dia terhadap peristiwa traumatis masa lalunya
(APA, 2000; Sadock & Sadock, 2007; Ross, 1999 dalam Erwina, 2010).
yang bekerja untuk satu orang mungkin tidak bekerja bagi orang lain. Beberapa
dilakukan pada individu atau secara berkelompok yang biasanya berlangsung 6-12
minggu atau lebih. Adanya dukungan dari keluarga maupun teman terdekat
merupakan bagian penting selama terapi dilakukan. Salah satu bentuk psikoterapi
yang dianggap lebih efektif untuk mengatasi PTSD, yaitu Cognitive Behavior
Therapy (CBT) (NIMH, 2008). CBT merupakan suatu bentuk psikoterapi yang
rasa takut mereka. Bentuk terapi ini menggunakan imaginasi tentang trauma,
menulis atau mengunjungi tempat dimana peristiwa itu terjadi yang disajikan
secara hati-hati, berulang, dan terinci dalam situasi yang aman dan terkontrol; (2)
kenangan buruk. Terkadang mereka mungkin merasa bersalah atau malu tentang
apa yang bukan kesalahan mereka. Terapis membantu orang dengan PTSD
melihat apa yang terjadi dengan cara yang realistis; (3) Stress inoculation
training, merupakan terapi yang mencoba untuk mengurangi gejala PTSD dengan
dengan latar belakang bencana yang sama. Anak-anak yang terlibat dalam
Exposure therapy, merupakan bentuk terapi yang dilakukan dengan cara meminta
lanjut tentang perasaan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
Studi lain yang dilakukan oleh Catani dkk. dan didukung oleh studi yang
dilakukan oleh Van Der Oord dkk. pada tahun 2009 (dalam Tumanggor, 2013),
mengamati 23 anak usia 8-18 tahun yang mengalami peristiwa traumatik berat
diminta untuk menuliskan sesuatu dan orang tua mereka mengamati perilaku anak
setelah pengobatan selama enam bulan dan gejala PTSD dapat diminimalkan.
Namun, alat ini mungkin tidak sesuai untuk anak-anak prasekolah karena
keterbatasan dalam baca tulis, untuk itu pada anak prasekolah dapat digunakan
pedoman National Collaborating Centre for Mental Health (2005). Pedoman ini
bermain dan menggambar untuk membantu anak-anak berfokus pada apa yang
distraksi. Penelitian oleh Carrion dkk. tahun 2002 dan Scheeringa tahun 2006
menunjukkan adanya gangguan dan penurunan fungsional. Hal ini penting untuk
dan NIMH (2008) ada beberapa jenis pengobatan yang dapat digunakan untuk
penderita PTSD, yaitu: (1) Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti
pertama yang efektif untuk mengurangi gejala-gejala PTSD. Kedua obat ini
samping yang mungkin ditimbulkan seperti sakit kepala, mual, sulit tidur dan
dengan anti-depresan lainnya; (3) Obat-obatan lain yang dapat digunakan, yaitu:
[Depakene]).
Yosep (2011) dan Wilkinson (2005), yaitu: sindrom pasca trauma, ansietas,
berduka.
untuk beradaptasi terhadap stresor, perubahan yang dirasakan, atau ancaman yang
masalah atau perasaan pasien, dan juga pada orang yang berarti bagi klien untuk
penerapan strategi pemecahan masalah untuk situasi sosial dan interpersonal; (6)
antara lain: diskusikan persepsi klien tentang apa yang menyebabkan ansietas,
faktor jika mulai terjadi perasaan tidak berdaya dan hilangnya pengendalian diri,
gali tindakan yang dapat digunakan klien selama periode stres (napas dalam,
dalam program latihan/aktivitas dan olahraga, evaluasi adanya destruktif diri atau
perilaku bunuh diri, izinkan klien mengekspresikan perasaan secara bebas, dan