2.1 Mikroalga
2.1 Mikroalga
1 Mikroalga
Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran mikroskopis yang
termasuk dalam kelas alga. Mikroalga sering disebut dengan fitoplankton.
Mikroalga ada yang hidup di daerah air tawar dan adapula yang hidup di daerah
air laut. Diameter dari mikroalga berkisar antara (3-30) μm baik sel tunggal
maupun sel yang koloni. Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau
multiseluler namun belum ada fungsi yang jelas pada masing - masing sel-sel
penyusun komponendari mikroalga, hal itu yang membedakan mikroalga dengan
tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).
Fitoplankton merupakan produsen untuk berbagi organisme air. Dengan
adanya klorofil, fitoplankton mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis
pada suatu ekosistem perairan yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen),
merupakan sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral bagi
kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai
dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lainnya yang
membentuk rantai makanan (Barus,2002)
2.2 Fotobioreaktor
Fotobioreaktor (FBR) merupakan bioreaktor yang memanfaatkan cahaya
sebagai sumber energi untuk melakukan proses metabolisme sel. FBR mempunyai
dua fungsi utama, yaitu memproduksi biomassa dalam bentuk mikroalga dan
menyerap CO2 untuk menumbuhkan fotosintesis mikroalga (Mehlitz, T.H, 2009).
Dengan teknologi FBR untuk melakukan kultivasi mikroalga
membutuhkan asupan gas CO2 yang cukup sebagai sumber karbon dalam proses
pembentukan biomassa. (Shiddiqui, S., G N Rameshaiah), (Kavya G, 2015 ).
Pada umumnya dalam metode FBR terbuat dari material tembus pandang
seperti pipa bening dengan sirkulasi tertutup. Pipa bening tersebut akan terisi oleh
air, nutrisi dan mikroalga dalam satu sistem. FBR terdiri atas enam komponen
mayor antara lain sumber pencahayan, the optical transmission system,
fotobiorekator, gas-exchange unit, unit ultrafiltrasi dan sensor untuk
memonitoring kondisi tanaman. Sistem FBR didisain, dibuat dan
diimplementasikan untuk mendapatkan nilai optimum sel alga dalam
berfotosintesis (Javanmardian, M., B.O. Palsson, 1991)
Menurut Hadiyanto & Azim (2012) salah satu metode pengulturan yang
umum digunakan adalah menggunakan fotobioreaktor. Fotobioreaktor dianggap
sebagai perangkat yang paling penting untuk produksi skala besar dari produk
target menggunakan mikroorganisme berfotosintesis. Menurut Huang, dkk. (2017)
kultur menggunakan fotobioreaktor lebih menguntungkan karena efisiensi
fotosintesis yang tinggi, kemungkinan kontaminasi yang rendah, dan kondisi
lingkungan lebih terkontrol. hanya beberapa jenis fotobioreaktor yang bisa
digunakan untuk budidaya massal dan yang paling menjanjikan, seperti
fotobioreaktor tabung, fotobioreaktor kantong plastik, fotobioreaktor kolom airlift,
dan fotobioreaktor panel datar airlift. Namun hanya fotobioreaktor kantong plastik
memerlukan biaya modal yang rendah.
Agar dapat dimanfaatkan dalam skala yang lebih besar untuk menangkap
karbon, mikroalga ditumbuhkan secara khusus dalam sistem tertutup yaitu
fotobioreaktor (FBR), ataupun dalam sistem terbuka yaitu kolam kultur (open
pond culture). FBR memiliki beberapa keuntungan dan sekaligus beberapa
kendala bila dibandingkan dengan kolam kultur, sehingga pemilihan jenis
teknologi ini tergantung dari kebutuhan dan sumberdaya yang tersedia.
Keunggulan dan kendala dari kedua teknologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Dalam sistem FBR, CO2 yang dialirkan ke dalam sistem memiliki waktu kontak
dengan mikroalga yang lebih lama di dalam air sesuai dengan disain
fotobioreaktornya, sedangkan dalam sistem kolam kultur waktu kontak lebih
singkat karena ketinggian permukaan air hanya sekitar 30-40 cm. Sistem FBR
yang tertutup mengurangi peluang kultur mikroalga terkontaminasi dengan
organisme lain yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroalga yang diingini.
Selain itu, dalam sistem yang tertutup kondisi kultur dapat diatur lebih baik.
Tabel 1. Keunggulan dan kendala teknologi penangkapan karbon dengan fotobioreaktor
mikroalga.
2.5 Chlorella sp
Chlorella sp. merupakan salah satu mikroalga uniselular dengan memiliki
ukuran mikroskopis yang tergolong dalam kelompok Chlorophyta. Salah satu
kelebihan mikroalga jenis Chlorella sp. Yaitu memiliki tingkat reproduksi yang
tinggi pada setiap sel Chlorella sp. serta mampu berkembang biak menjadi 10.000
sel dalam kurun waktu 24 jam dan memiliki kandungan minyak sekitar 28-32%.
Kelebihan Chlorella sp. yang lain adalah dapat berkembang biak dengan cepat
dan tidak memerlukan pretreatment dalam pengolahannya.
Faktor penting dalam mengkultur pakan alami Chorella sp. adalah
intensitas cahaya (Fulk dan Main, 1991). Cahaya diperlukan dalam proses
fotosintesis sebagai sumber energi karena fotosintesis terdiri atas reaksi gelap
dan terang (fotoperiod) dengan proses kimia dan fotokimia. Dalam fotoperiod
diketahui bahwa yang terpenting bukanlah intensitas cahaya melainkan lama
ada cahaya (bukan hanya sinar matahari), kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan mikroalga akan lama penyinaran yang ideal, lama penyinaran ini
dapat dimanipulasi (diperpanjang atau dipersingkat) dan biasa disebut juga
siklus gelap terang.
DAFTAR PUSTAKA
Elfiana dan Zulfikar. 2012. Penurunan Konsentrasi Organik Air Gambut Secara
AOP (Advanced Oxidation Processes) dengan Fotokimia Sinar UV dan UV-
Peroksidasi. Politeknik Negreri Lhokseumase.
Fulks, W. and K. L. Main. 1991. The Design and Operation of Commercial-
Scale Live Feed Production Systems in Proceeding of a U.S-Asia Workshop,
Rotifer and Microalgae Culture Systems. January 28-31 991, Hon olulu
Hawaii, 3-23p.
Hadiyanto, & Azim, M. (2012). Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.
Huang, Q., Jiang, F., Wang, L., & Yang, C. (2017). Design of Photobioreactors
for Mass Cultivation of Photosynthetic Organisms. Engineering, 3(3), 318–329.
Kurniawati, L., 2008, Pengaruh Pencahayaan LED terhadap Suasana Ruang Café
dan Restoran,UI, Jakarta.
Nugraha, R.H., 2014, LED Biru: Batu Bata Terakhir Sumber Cahaya Putih
Berbasis LED, www.nugraharidwan.com, diakses November 2016.
Sitorus, B., 2003. Alternatif Kebijakan Bagi Pemecahan Masalah Tanah Gambut.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sutrisno, H., Muhdarina dan Amri, T. A. 2014. Pengolahan Air Gambut Dengan
Koagulan Cair Hasil ekstraksi Lempung Alam Desa Cengar Menggunakan
Larutan H2SO4. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Syafriyudin, Priyambodo, S., Saudah, S., Ledhe, N.T., 2015, Pengaruh Variabel
Warna Lampu Led Terhadap Pertumbuhan Tanaman Krisan, Proseding Seminar
Nasional Teknik Industri, Yogyakarta.