Tanaman Kakao
Untuk memanen kakao digunakan pisau tajam. Jika buah tinggi maka pisau
disambungkan dengan bambu. Pisau berbentuk huruf L, dengan bagian tengah agak
melengkung. Selama memanen buah kakao harus diusahakan untuk tidak melukai
batang/cabang yang ditumbuhi buah. Pelukaan akan mengakibatkan bunga tidak akan tumbuh
b. Fermentasi
di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, serta
Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48 - 50oC. Untuk mencapai suhu itu
diperlukan ketebalan biji tertentu. Agar fermentasi terjadi secara merata pada seluruh biji
diperlukan pengadukan. Pengadukan biasanya dilakukan dua atau tiga kali tergantung tebal
lapisan biji.
Selain itu perendaman biji juga bertujuan untuk, menghentikan proses fermentasi,
memperbaiki penampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul, dan mengurangi warna
Perendaman dilakukan dalam air selama ± 3 jam. Alat yang digunakan adalah terbuat
dari kayu berukuran 200 x 100 x 90 cm, tetapi tidak berlubang- lubang yang memuat biji
bersih ± 1 ton dan air untuk merendam. Bisa pula dipergunakan bak porselin (tetapi terlalu
mahal).
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari biji sampai mencapai 4 -
6 % dan mendapatkan warna kulit biji yang baik (merah cokelat dan mengkilat) serta merata.
penjemuran adalah cara pengeringan yang lebih baik, namun karena mungkin cuaca yang
berubah-ubah dan jumlah yang dikeringkan banyak, maka lebih sering digunakan cara
kombinasi tersebut
Pada pengeringan dengan panas matahari biji kakao dihamparkan pada lantai jemur
dengan ketebalan 5 cm (2 - 3 lapis biji). Penggunaan alas pada lantai jemur seperti kepang
atau tikar akan menghasilkan biji kering lebih baik daripada langsung dihamparkan di atas
lantai semen. Selama penjemuran diadakan pembalikan 1-3 jam sekali. Pada saat hujan dan
pada saat malam hari sebaiknya biji diangkat dari tempat penjemuran. Lama penjemuran
tergantung pada cuaca (intensitas penyinaran, awan dan hujan). Pada umumnya dengan cuaca
yang baik (cerah) waktu penjemuran antara 5 - 7 hari. Apabila cuaca kurang baik, misalnya
terjadi hujan atau berawan maka pengeringan kurang sempurna sehingga biji berjamur dan
bermutu rendah.
Dengan alat pengering barico drier biji kakao dihamparkan pada kasa, selanjutnya
dihembusi udara panas 35 - 45oC dari bagian bawah, selama 32 jam dengan pembalikan biji
setiap 3 jam. Pada tahap berikutnya biji dimasukkan ke dalam peti pengering selama 24 jam
e. Sortasi
Sortasi biji dilakukan berdasarkan pada berat biji, kemurnian, warna, bahan ikutan
dan jamur. Dalam menentukan kualitas biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan
mutunya. Sebanyak akar pangkat dua dari sejumlah karung diambil (maksimum 30 karung)
sebagai contoh. Dari tiap karung diambil 500 gram untuk keperluan analisis mutu biji kakao.
f. Penyimpanan
Biji yang telah disortasi, dimasukkan ke dalam karung goni dengan berat maksimum
60 kg. Penyimpanan biji dapat dilakukan selama tiga bulan tanpa merusak mutu biji.
Penyimpanan yang lebih dari tiga bulan biasanya menyebabkan biji ditumbuhi jamur dan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah sebagai berikut.
a. Biji sebaiknya dikemas dalam karung goni yang bersih dan kuat lalu dijahit dengan
rapi.
c. Tempat penyimpanan harus bersih, ventilasi baik dan tidak berbau kurang sedap
(berbau tajam), karena biji kakao mudah menyerap bau di sekitarnya. Selain itu, ruangan juga
d. Tumpukan karung goni diberi alas kayu dengan jarak ± 10 cm dari lantai.
dengan perannya sebagai sumber penghasil devisa negara, menciptakan lapangan kerja,
pengembangan wilayah.
Luas perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2009 mencapai 1.475.344 ha. Sentra
pertanaman kakao Indonesia tersebar di Sulawesi (63,3%), kemudian disusul beberapa daerah
lainnya seperti Sumatera (16,5%), NTT, NTB dan Bali (4,1 %), Kalimantan (6,3%) serta
Maluku dan Papua (7,2%). Sebagian besar (92,4%) areal pertanaman kakao ini merupakan
perkebunan rakyat dengan jumlah petani yang terlibat secara langsung 80.999 KK.
Indonesia menjadi produsen kakao kedua terbesar di dunia dengan produksi 758.412
ton per tahun setelah Pantai Gading (1.380.000 ton per tahun). Ekspor kakao Indonesia
mencapai 515.523 ton dengan nilai US$ 1,266.91 juta pada tahun 2009, menjadikan
komoditas kakao sebagai penghasil devisa terbesar ketiga dalam sub sektor perkebunan
setelah kelapa sawit. Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat
rendah (berada di kelas 3 dan kelas 4). Hal ini disebabkan oleh penanganan pasca panen
kakao belum dilakukan dengan baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan oleh petani
menyebabkan tumbuhnya jamur serta volume biji kakao yang difermentasi relatif masih
sedikit sehingga para pedagang pengumpul mencampurkan antara kakao fermentasi dan non
fermentasi.
Petani enggan melakukan fermentasi karena tidak ada perbedaan harga yang
signifikan antara biji kakao asalan dan biji fermentasi. Disatu sisi pembeli tidak mau
memberikan perbedaan harga karena jumlah biji yang difermentasi hanya sedikit. Kegiatan
fermentasi umumnya dilakukan oleh petani secara sporadis atau dalam jumlah dan perlakuan
yang berbeda satu sama lain, sehingga mengakibatkan biji kakao yang difermentasi oleh
internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban
pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban
pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan
kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader
asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan).
Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji
kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap.
Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dengan penerapan
fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa
pembangunan unit pengolahan biji kakao non fermentasi menjadi biji kakao fermentasi. Unit
fermentasi biji kakao yang dibangun dilengkapi dengan sarana pendukung seperti kotak
fermentasi, mesin pengering, alat ukur kadar air, timbangan duduk, bangunan unit
pengolahan dan bantuan modal kerja untuk pembelian kakao basah serta pelatihan pasca
panen.
Kriteria mutu biji kakao meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta tahapan
proses produksinya. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao,
karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon cita rasa khan kakao dan pengurangan cita
1. Sortasi Buah
Sortasi buah meupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, hal ini dilakukan untuk
proses pemilahan hasil panen yang masak dan yang baik dari buah yang rusak atau cacat
Tujuannya adalah untuk mengurangi kandungan pulpa yang melapisi biji kakao karena
dengan pulpa yang berlebihan akan menghambat proses fermentasi. Tujuan lainnya yaitu
untuk menunggu terkumpulnya buah kakao mencapai 400-500 buah atau setara dengan 35-40
kg biji kakao basah, yang merupakan persyaratan minimal untuk proses fermentasi dapat
dilakukan. Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao selama 5-12 hari atau
tergantung kondisi tingkat kematangan buah. Buah dimasukkan dalam keranjang atau karung
goni dan atau diletakkan dipermukaan tanah dengan diberi alas daun kering, kemudian
permukaan tumpukan ditutup dengan daun kering. Selama proses pemeraman agar selalu
diawasi perkembangan kematangan buah, hal ini untuk menghindari kerusakan atau
pembusukan buah.
3. Pemecahan Buah
Pemecahan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar biji kakao yang dikeluarkan dari
kulit buah dan plasentanya tidak rusak, tidak kotor ataupun terjadinya perubahan warna
atau dengan memukulkan buah satu dengan buah lainnya. Setelah buah terbelah, biji kakao
diambil dari belahan buah dan ikatan empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan.
Kebersihan tangan harus sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk,
pestisida, minyak dan kotoran dapat mengganggu proses fermentasi atau mencemari produk
akhirnya.
Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran maupun biji cacat, sekaligus
membuang empulur yang melekat di biji, yang selanjutnya ditampung dalam ember plastik
sebelum dimasukkan dalam kotak fermentasi yang terbuat dari kayu. Proses ini harus
dilakukan dengan cepat dan tepat, karena penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh
4. Fermentasi Biji
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai
melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak
memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak
glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme
Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga
perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji,
peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji membentuk cita rasa khas
coklat serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada di dalam biji kakao sehingga
menghasilkan biji kakao dengan mutu dan aroma yang khas serta warna coklat cerah dan
bersih, untuk melepaskan selaput lendir serta menghasilkan biji yang tahan terhadap hama
dan jamur. Faktor yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi adalah :
1. Berat biji kakao yang akan difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan
untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan
baik.
3. Lama fermentasi optimal adalah 4-5 hari (4 hari bila udara lembab dan 5 hari bila udara
terang). Proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari) menghasilkan
fermentasi yang terlalu lama (lebih dari 5 hari) menghasilkan biji rapuh dan berbau kurang
4. Sarana fermentasi yang ideal adalah dengan menggunakan kotak dari kayu yang diberi
luang-lubang.
5. Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu fermentasi 45-49oC.
a. Biji kakao dimasukkan ke dalam peti pertama (tingkat atas) sampai ketinggian 40 cm,
kemudian permukaannya ditutup dengan karung goni atau daun pisang kering.
b. Setelah 48 jam (2 hari), biji kakao dibalik dengan cara dipindahkan ke peti kedua sambil
diaduk.
c. Setelah 4 - 5 hari, biji kakao dikeluarkan dari peti fermentasi dan siap untuk proses
selanjutnya.
Perendaman dna pencucian biji bukan merupakan cara yang baku, namun dilakukan atas
dasar permintaan pasar. Pencucian ditujukan untuk mengurangi kadar kulit/pulpa atau kadar
kotoran lain, dapat mempercepat proses pengeringan serta memperbaiki penampakan biji.
Biji direndam selama 1-3 jam, kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual atau
mekanis.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao sampai 7,5 % sehingga
aman untuk disimpan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran (dilakukan
diatas para-para atau lantai jemur, waktu penjemuran 7-9 hari), cara mekanis yaitu dengan
menggunakan alat pengering (diperlukan waktu 40-50 jam), dan cara kombinasi (dilakukan
penjemuran terlebih dahulu selama 1-2 hari atau tergantung cuaca hingga mencapai kadar air
12-30%, setelah biji kakao dijemur kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengering
diperlukan waktu selama 15-20 jam untuk dapat mencapai kadar air maksimal 7,5%.
Sortasi biji dimaksudkan untuk memilah biji kakao berdasarkan ukuran dan memisahkan
dari kotoran atau benda asing lainnya seperti batu,kulit dan daun-daunan. Sortasi dilakukan
dengan menggunakan ayakan atau mesin sortasi yang memisahkan biji kakao berdasarkan
ukuran.Sesuai dengan SNI biji kakao No. 2323-2008, biji kakao dikelompokkan ke dalam
5. Mutu S : Jumlah lebih besar dari 120 biji pe 100 gram
5. Penyimpanan
Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap karung goni diisi 60 kg biji
kakao kering kemudian karung tersebut disimpan dalam ruangan yang bersih, kering dan
memiliki lubang pergantian udara. Antara lantai dan wadah biji kakao diberi jarak ± 8 cm dan
jarak dari dinding ± 60 cm. Biji kakao dapat disimpan selama ± 3 bulan.