Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. F DENGAN Dx MEDIS TB PARU

DOSEN PEMBIMBING
YUNI ASTINI S.KM., M.Kes

DISUSUN OLEH
PUPUT WULANDARI
1914401036
TINGKAT 2 REGULER 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Dx medik
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007). Tuberkulosis atau biasa
disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi kompleks
Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita
TBC kepada individu lain yang rentan (Ginanjar, 2008). Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus
limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk.
Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis
kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).

2. Etiologi Dx Medik
Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut
sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb.
Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan
gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than
Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan
TBC.
Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta
bersifat fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat
mikolik, kaya akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi
kuman terhadap serangan sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna
fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna tahan asam). Bakteri Mycobacterium
tuberculosis ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain
dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).
3. Patofisiologi
Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium
tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung
dari bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.
Ketika seorang pengidap TB paru aktif batuk, bersin, menyanyi, atau meludah,
orang ini dapat mengeluarkan titik-titik air liur kecil (droplets) ke udara bebas.
Droplets yang berisi Mycobacterium tuberculosis ini, apabila terinhalasi orang lain
akan masuk sampai di antara terminal alveoli paru. Organisme kemudian akan
tumbuh dan berkembang biak dalam waktu 2-12 minggu sampai jumlahnya mencapai
1000-10.000. Jumlah tersebut akan cukup untuk mengeluarkan respon imun seluler
yang mampu dideteksi melalui reaksi terhadap tes tuberkulin.
Namun, tubuh tidak tinggal diam, dan akan mengirimkan pertahanan berupa
sel-sel makrofag yang memakan kuman-kuman TB ini. Selanjutnya, kemampuan
basil tahan asam ini untuk bertahan dan berproliferasi dalam sel-sel makrofag paru
menjadikan organisme ini mampu untuk menginvasi parenkim, nodus-nodus
limfatikus lokal, trakea, bronkus (intrapulmonary TB), dan menyebar ke luar jaringan
paru (extrapulmonary TB).
Organ di luar jaringan paru yang dapat diinvasi oleh Mycobacterium
tuberculosis diantaranya adalah sum-sum tulang belakang, hepar, limpa, ginjal,
tulang, dan otak. Penyebaran ini biasanya melalui rute hematogen. Apabila terjadi
keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan yang lebih
lama, hal ini biasanya sebagai konsekuensi terhadap ketidakpatuhan penderita
terhadap tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis.
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda
dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan
sputum)
c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru
d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot
dan keringat di waktu di malam hari.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik

b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali
yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu
positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan
ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.

c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum)


Positif jika diketemukan bakteri tahan asam.

d. Skin test (PPD, Mantoux)


Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium
dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.

g. Biopsi jaringan paru


Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.

h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.

i. Analisa Gas Darah (AGD)


Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan
paru.

j. Pemeriksaan fungsi paru


Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis).

6. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan TBC Paru
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per
hari
dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakteri
sidal),
menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah
timbulnya resistensi obat
2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri
yang
tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur
berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari
50kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu
makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis
paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung
dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan
sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada
permulaan,
akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis
dada,
kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto
dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila
nanti timbul kasus kambuh.

b. Perawatan bagi penderita tuberculosis


Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat
yaitu
keluarga
2) Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima
dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik

c. Pencegahan penularan TBC


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1) Menutup mulut bila batuk
2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah
tertutup yang diberi lisol
3) Makan makanan bergizi
4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5) Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)

7. Referensi
1)  Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
2014. Dirjen P3L Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. LITBANG DEPKES
RI. Jakarta.
3) International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public
Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006
4) http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.pdf

B. Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi


1. Pengertian Oksigenasi
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia,
dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolisme sel tubuh.
Kekurangan oksigen bisa menyebabkan hal yang sangat berarti bagi tubuh, salah
satunya adalah kematian. Karena nya berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Pemenuhan
kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernafasan dan system
kardiovaskuler secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi dan kardiovaskuler, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan
(Haswita, Sulistyowati, 2017).
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia
dan fisika). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak
tetap, dalam waktu tertentu membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak karena suatu
sebab. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam tubuh antara lain
lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup, dan status kesehatan ( Sutanto, Fitriana,
2017).

2. Proses Oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Prosesnya terdiri
dari 3 tahapan yaitu:
a) Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dan alveoli.
Masuknya O2 atmosfir ke dalam alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi).
b) Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida antara
alveoli dengan darah pada membran kepiler alveolar paru.
c) Transportasi gas merupakan perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah) (Haswita, Sulistyowati, 2017).

3. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Oksigenasi


a. Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui
peran sistem respirasi, oksigen diambil dari atmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru
dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida di alveoli, selanjutnya
oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses
metabolisme.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer, kemudian
oksigen masuk melalui organ pernafasan bagian atas seperti hidung dan mulut, faring,
laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti trakea,
bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier (segmental), terminal bronkiolus,
dan selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk jalan masuknya udara ke organ
pernapasan bagian bawah, organ pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk
pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian
bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melembapkan gas.
Sementara itu, fungsi organ pernapasan bagian bawah, selain sebagai
tempat untuk masuknyan oksigen, berperan juga dalam proses difusi gas.

b. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan tubuh,
yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen di transportasikan ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Aliran darah yang adekuat hanya dapat terjadi
apabila fungsi jantung normal. Dengan demikian, kemampuan oksigenasi pada
jaringan sangat ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang
adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa darah dan perubahan
tekanan darah.
1) Jantung sebagai pemompa, jantung merupakan organ pemompa
yaitu, memompa darah melalui sirkulasi sistemik maupun pulmonal. Pada
keadaan normal, jumlah darah yang dipompakan oleh venterikel kanan dan
ventrikel kiri sama sehingga tidak terjadi penimbunan.

2) Tekanan darah, daya dorong darah ke seluruh dinding pembuluh darah pada
permukaan yang tertutup. Tekanan darah timbul dari adanya tekanan arteri
yaitu
takanan yang terjadi pada dinding arteri. Tekanan arteri terdiri atas tekanan
sistole, tekanan diastole, tekanan pulsasi, dan tekanan arteri rata-rata.

3) Pengaturan tekanan darah


Pengaturan tekanan darah dilakukan oleh sistem persarafan dan sistem
endikrin.
a) Pengaturan oleh sistem persarafan
Dilakukan melalui aktivitas saraf otonom, yaitu aktivitas saraf simpatis dan
parasimpatis. Perubahan aktivitas saraf simpatik dan parasimpatis merupakan
respon yang dikirim oleh reseptor sensorik dari bagian tubuh. Ada tiga
reseptor
penting dalam refleks kardiovaskuler, yaitu: baroresptor reseptor yang
sensitive
terhadap perubahan tekanan darah arteri terletak pada arkus aorta dan sinus
karotid, stretch reseptor yang sensitive terhadap perubahan renggangan pada
reflex status volume sirkulasi, dan kemoreseptor yang sensitive terhadap
perubahan kimia pada peningkatan karbon dioksida dan penurunan pH
darah arteri.
b) Pengaturan oleh sistem endokrin
Melalui peran hormon tertentu, seperti hormon yang di produksi oleh medulla
adrenal yaitu, epinefrin berperan sebagai vasokonstriktor atau vasodilator
tergantung pada reseptor otot polos pada pembuluh darah organ dan
norepinerin
berperan sebagai vasokonstriktor.

c. Sistem Hematologi
Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah
merah, karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu
mengikat oksigen.
1) Transpor oksigen
Setelah didifusi dari kapiler pulmonal, oksigen dibawa ke seluruh tubuh
melalui
sistem sirkulasi sistemik. Setiap 100 ml darah yang meninggalkan kapiler
alveolus membawa 20 ml oksigen. Molekul oksigen dibawa darah melalui dua
jalur yaitu melalui ikatan dengan hemoglobin (Hb) sekitar 97% dan larut
melalui plasma sekitar 3%.

Hemoglobin merupakan molekul yang mengandung empat subunit protein


globular dan unit heme. Setiap molekul Hb dapat mengikat empat molekul
oksigen dan membentuk ikatan oksi-hemoglobin (Hb O2). Setiap sel darah
merah mempunyai kira-kira 280 juta hemoglobin sehingga kemampuan sel
darah merah untuk membawa oksigen sangat besar. Presentase hemoglobin
yang mengandung oksigen disebut saturasi hemoglobin. Jika semua molekul
Hb
dapat mengikat oksigen, maka saturasinya menjadi 50%. Ada beberapa factor
yang mempengaruhi ikatan hemoglobin dengan oksigen, diantaranya:
1) Hemoglobin dengan pO2, pengikatan dan penguraian oksigen dengan
hemoglobin merupakan tekanan oksigen di alveolus sekitar 100 mmHg,
sehingga saturasi Hb di kapiler pulmonal sangat tinggi sekitar 97,5%.
Hubungan
antara pO2 dengan saturasi hemoglobin memberikan mekanisme regulasi
otomatis dari kebutuhan oksigen tubuh. Jaringan yang tidak aktif
membutuhkan
lebih sedikit oksigen dibandingkan jaringan yang aktif.
2) Hemoglobin dan pH, jika pH nya turun atau dalam keadaan asam, maka
saturasinya menjadi turun.
3) Hemoglobin dan tempratur, pada tempratur yang meningkat, Hb
melepaskan lebih banyak oksigen.
4) Hemoglobin dan aktivitas metabolisme sel, peningkatan metabolisme sel
akan mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen karena oksigen sangat
dibutuhkan untuk metabolisme.

2) Transpor karbon dioksida.


Hasil metabolisme aerob pada jaringan perifer. Normalnya sekitar 200 karbon
dioksida diproduksi setiap menit.

4. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi


a. Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas, penyakit asma.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2
terganggu seperti pada hipertensi, syok, dan dehidrasi.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan penyakit hipertiroid.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis
seperti TB paru.

b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan
stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru paru.
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.

c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: seperti gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang.
2) Latihan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen karena
meningkatnya metabolisme.
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan)
5) Kecemasaan

d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja
2) Temperatur lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.

5. Tipe Kekurangan Oksigen dalam Tubuh


Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), masalah keperawatan kebutuhan
oksigen terdiri dari:
a. Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri. Pada keadaan hipoksemia tubuh, akan melakukan
kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke
volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi.
b. Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen
yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Hipoksia
terjadi diakibatkan oleh menurunnya hemoglobin, berkurangnya konsentrasi
oksigen, ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, menurunnya difusi
oksigen dari alveoli ke dalam darah, menurunnya perfusi jaringan, kerusakan
atau gangguan ventilasi.
c. Perubahan pola nafas
Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar 12
20X/menit, dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernapasan normal disebut eupnea.

C. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Alasan pasien masuk RS adalah pasien mengalami sesak napas, batuk
berdarah, seluruh tubuh lemas, dan pasien tampak lemah

2. Riwayat Kesehatan Terdahulu


Pasien mengatakan baru pertama kali masuk rumah sakit.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama seperti pasien. Pasien tinggal serumah bersama 3 orang anak. Istri
pasien sudah meninggal karena jantung.

b) Pengkajian Kebutuhan Dasar Oksigenasi


a. Identitas klien
Meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit, no register,
dan dx medis.
b. Keluhan utama
Pada masalah oksigenasi biasanya pasien merasakan sesak napas, batuk
berdahak, batuk berdarah, nyeri dada.
c. Data riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Riwayat alergi (makanan/obat/lainnya).
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi 4 teknik, yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Inspeksi
Pada saat inspeksi perawat menglihat penampilan umum, postur tubuh,
kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga intercosta; diameter
anteroposterior (AP), struktur toraks, pergerakan dinding dada), pola napas
(frekuensi dan kedalaman pernapasan; durasi inspirasi dan ekspirasi), ekspansi
dada secara umum, adanya sianosis, adanya deformitas dan jaringan perut
pada
dada, dll.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar
diatas dada pasien. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi nyeri tekan,
peradangan setempat, metastasis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan
dan benjolan pada dada. Palpasi dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit,
pengembangan dada, adanya nyeri tekan, abnormalitas massa dan kelenjar,
sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisi kapiler, dan lain-lain.
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan bertujuan untuk menentukan ukuran dan
bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau
udara di dalam paru. Hal-hal tersebut dapat dinilai dari normal tidaknya suara
perkusi paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor dengan bunyi
seperti “dug-dug”.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam tubuh.
Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop.
Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan
kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi
sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada pemeriksaan fisik paru,
auskultasi
dilakukan untuk mendengarkan bunyi napas vesikuler, bronkial,
bronkovesikuler, rales, ronki, juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi
napas serta lokasi dan waktu terjadinya (Mubarak, Chayatin, 2008).
e. Pola Respirasi
Kaji frekuensi napas, ada/tidaknya otot bantu napas, bunyi tambahan pada
napas, ada/tidaknya napas cuping hidung, ada/tidaknya sumbatan/cairan pada
jalan napas, dan saturasi oksigen.
f. Pola Sirkulasi
Kaji frekuensi nadi, tekanan darah, adanya kelainan pada sirkulasi, edema.
g. Pola Aktivitas dan Istirahat
Kaji aktivitas sehari-hari, pola tidur, nyeri, kelainan pada aktivitas dan
istirahat,
kantung mata, kondisi fisik.
h. Pola Nutrisi dan Cairan
Kaji BB sebelum dan sesudah sakit, pola makan, bising usus, kemampuan
menghabiskan makanan, defekasi, peristaltik usus.
i. Pola Integritas dan Ego
Kaji perilaku pasien terhadap penyakit, kontak mata, postur tubuh ketika
berjalan maupun berbicara, penilaian terhadap diri sendiri, respon pasien
terhadap penyakit.

c) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu
kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali
positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika diketemukan bakteri tahan asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa Gas Darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio
residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen
sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b. Gangguan Penyapihan Ventilator
c. Gangguan Pertukaran Gas
d. Gangguan Ventilasi Spontan
e. Pola Napas Tidak Efektif
f. Risiko Aspirasi

3. Perencanaan
a. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Sekresi yang tertahan
2. Defisit Nutrisi b.d Faktor psikologis (keengganan untuk makan)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Kurang kontrol tidur
4. Ansietas b.d Krisis situasional

b. Tujuan
No. Dx Keperawatan Tujuan
1. Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
Tidak Efektif b.d 24 jam diharapkan bersihan jalan napas meningkat,
Sekresi yang tertahan dengan kriteria hasil:
1. Batuk efektif meningkat.
2. Produksi sputum menurun.
3. Dispnea menurun.
4. Sianosis menurun.
5. Gelisah menurun.
6. Frekuensi napas membaik.
7. Pola napas membaik.
2. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
Faktor psikologis 24 jam diharapkan status nutrisi membaik, dengan
(keengganan untuk kriteria hasil :
makan) 1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2. Frekuensi makan membaik
3. Nafsu makan membaik
3. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
b.d Kurang kontrol 24 jam diharapkan pola tidur membaik, dengan
tidur kriteria hasil :
1. Keluhan sulit tidur meningkat
2. Keluhan sering terjaga meningkat
3. Keluhan istirahat tidak cukup meningkat
4. Keluhan pola tidur berubah meningkat
4. Ansietas b.d Krisis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
situasional 24 jam diharapkan tingkat ansietas menurun,
dengan kriteria hasil :
1. Verbalisasi khawatir terhadap kondisi yang
dihadapi menurun
2. Perilaku gelisah menurun
3. Pola tidur membaik

c. Rencana Tindakan

No Tujuan Rencana Intervensi Keperawatan


Dx.
1. Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk Efektif
a. Observasi
keperawatan selama 1 x 24 jam
- Identifikasi kemampuan batuk
diharapkan bersihan jalan - Monitor adanya retensi sputum
- Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan
napas meningkat, dengan
karakteristik)
kriteria hasil: b. Terapeutik
- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
1. Batuk efektif meningkat.
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
2. Produksi sputum menurun. - Buang sekret pada tempat sputum
c. Edukasi
3. Dispnea menurun.
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
4. Sianosis menurun. - Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
5. Gelisah menurun.
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
6. Frekuensi napas membaik. (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3
7. Pola napas membaik.
kali
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
a. Observasi
keperawatan selama 1 x 24 jam
- Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi - Identifikasi makanan yang disukai
membaik, dengan kriteria - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Monitor asupan makanan
hasil :
- Monitor berat badan
1. Porsi makanan yang - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b. Terapeutik
dihabiskan meningkat
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
2. Frekuensi makan membaik piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
3. Nafsu makan membaik
sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
c. Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3. Setelah dilakukan asuhan Dukungan Tidur
a. Observasi
keperawatan selama 1 x 24 jam
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur
diharapkan pola tidur - Identifikasi faktor pengganggu tidur
b. Terapeutik
membaik, dengan kriteria
- Modifikasi lingkungan
hasil : - Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
1. Keluhan sulit tidur
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan
meningkat kenyamanan
c. Edukasi
2. Keluhan sering terjaga
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
meningkat - Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
3. Keluhan istirahat tidak
nonfarmakologi lainnya
cukup meningkat
4. Keluhan pola tidur berubah
meningkat
4. Setelah dilakukan asuhan Redukasi Ansietas
a. Observasi
keperawatan selama 1 x 24 jam
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
diharapkan tingkat ansietas - Monitor tanda-tanda ansietas
b. Terapeutik
menurun, dengan kriteria
- Ciptakan suasana terapeutik untuk
hasil : menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
1. Verbalisasi khawatir
jika memungkinkan
terhadap kondisi yang dihadapi - Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
menurun
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
2. Perilaku gelisah menurun meyakinkan
c. Edukasi
3. Pola tidur membaik
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih teknik relaksasi

Anda mungkin juga menyukai