LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. F DENGAN Dx MEDIS TB PARU
DOSEN PEMBIMBING
YUNI ASTINI S.KM., M.Kes
DISUSUN OLEH
PUPUT WULANDARI
1914401036
TINGKAT 2 REGULER 1
2. Etiologi Dx Medik
Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut
sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb.
Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan
gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than
Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan
TBC.
Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta
bersifat fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat
mikolik, kaya akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi
kuman terhadap serangan sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna
fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna tahan asam). Bakteri Mycobacterium
tuberculosis ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain
dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).
3. Patofisiologi
Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium
tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung
dari bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.
Ketika seorang pengidap TB paru aktif batuk, bersin, menyanyi, atau meludah,
orang ini dapat mengeluarkan titik-titik air liur kecil (droplets) ke udara bebas.
Droplets yang berisi Mycobacterium tuberculosis ini, apabila terinhalasi orang lain
akan masuk sampai di antara terminal alveoli paru. Organisme kemudian akan
tumbuh dan berkembang biak dalam waktu 2-12 minggu sampai jumlahnya mencapai
1000-10.000. Jumlah tersebut akan cukup untuk mengeluarkan respon imun seluler
yang mampu dideteksi melalui reaksi terhadap tes tuberkulin.
Namun, tubuh tidak tinggal diam, dan akan mengirimkan pertahanan berupa
sel-sel makrofag yang memakan kuman-kuman TB ini. Selanjutnya, kemampuan
basil tahan asam ini untuk bertahan dan berproliferasi dalam sel-sel makrofag paru
menjadikan organisme ini mampu untuk menginvasi parenkim, nodus-nodus
limfatikus lokal, trakea, bronkus (intrapulmonary TB), dan menyebar ke luar jaringan
paru (extrapulmonary TB).
Organ di luar jaringan paru yang dapat diinvasi oleh Mycobacterium
tuberculosis diantaranya adalah sum-sum tulang belakang, hepar, limpa, ginjal,
tulang, dan otak. Penyebaran ini biasanya melalui rute hematogen. Apabila terjadi
keterlibatan multi organ, maka TB paru akan memerlukan pengobatan yang lebih
lama, hal ini biasanya sebagai konsekuensi terhadap ketidakpatuhan penderita
terhadap tatalaksana pengobatan TB, atau keterlambatan diagnosis.
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda
dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan
sputum)
c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru
d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot
dan keringat di waktu di malam hari.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali
yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu
positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan
ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
6. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan TBC Paru
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per
hari
dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakteri
sidal),
menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah
timbulnya resistensi obat
2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri
yang
tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur
berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari
50kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu
makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis
paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung
dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan
sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada
permulaan,
akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis
dada,
kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto
dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila
nanti timbul kasus kambuh.
7. Referensi
1) Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
2014. Dirjen P3L Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. LITBANG DEPKES
RI. Jakarta.
3) International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public
Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006
4) http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.pdf
2. Proses Oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Prosesnya terdiri
dari 3 tahapan yaitu:
a) Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dan alveoli.
Masuknya O2 atmosfir ke dalam alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi).
b) Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida antara
alveoli dengan darah pada membran kepiler alveolar paru.
c) Transportasi gas merupakan perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah) (Haswita, Sulistyowati, 2017).
b. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan tubuh,
yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen di transportasikan ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Aliran darah yang adekuat hanya dapat terjadi
apabila fungsi jantung normal. Dengan demikian, kemampuan oksigenasi pada
jaringan sangat ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang
adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa darah dan perubahan
tekanan darah.
1) Jantung sebagai pemompa, jantung merupakan organ pemompa
yaitu, memompa darah melalui sirkulasi sistemik maupun pulmonal. Pada
keadaan normal, jumlah darah yang dipompakan oleh venterikel kanan dan
ventrikel kiri sama sehingga tidak terjadi penimbunan.
2) Tekanan darah, daya dorong darah ke seluruh dinding pembuluh darah pada
permukaan yang tertutup. Tekanan darah timbul dari adanya tekanan arteri
yaitu
takanan yang terjadi pada dinding arteri. Tekanan arteri terdiri atas tekanan
sistole, tekanan diastole, tekanan pulsasi, dan tekanan arteri rata-rata.
c. Sistem Hematologi
Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah
merah, karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu
mengikat oksigen.
1) Transpor oksigen
Setelah didifusi dari kapiler pulmonal, oksigen dibawa ke seluruh tubuh
melalui
sistem sirkulasi sistemik. Setiap 100 ml darah yang meninggalkan kapiler
alveolus membawa 20 ml oksigen. Molekul oksigen dibawa darah melalui dua
jalur yaitu melalui ikatan dengan hemoglobin (Hb) sekitar 97% dan larut
melalui plasma sekitar 3%.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan
stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru paru.
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: seperti gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang.
2) Latihan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen karena
meningkatnya metabolisme.
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan)
5) Kecemasaan
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja
2) Temperatur lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.
C. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Alasan pasien masuk RS adalah pasien mengalami sesak napas, batuk
berdarah, seluruh tubuh lemas, dan pasien tampak lemah
c) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu
kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali
positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika diketemukan bakteri tahan asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa Gas Darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio
residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen
sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b. Gangguan Penyapihan Ventilator
c. Gangguan Pertukaran Gas
d. Gangguan Ventilasi Spontan
e. Pola Napas Tidak Efektif
f. Risiko Aspirasi
3. Perencanaan
a. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Sekresi yang tertahan
2. Defisit Nutrisi b.d Faktor psikologis (keengganan untuk makan)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Kurang kontrol tidur
4. Ansietas b.d Krisis situasional
b. Tujuan
No. Dx Keperawatan Tujuan
1. Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
Tidak Efektif b.d 24 jam diharapkan bersihan jalan napas meningkat,
Sekresi yang tertahan dengan kriteria hasil:
1. Batuk efektif meningkat.
2. Produksi sputum menurun.
3. Dispnea menurun.
4. Sianosis menurun.
5. Gelisah menurun.
6. Frekuensi napas membaik.
7. Pola napas membaik.
2. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
Faktor psikologis 24 jam diharapkan status nutrisi membaik, dengan
(keengganan untuk kriteria hasil :
makan) 1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2. Frekuensi makan membaik
3. Nafsu makan membaik
3. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
b.d Kurang kontrol 24 jam diharapkan pola tidur membaik, dengan
tidur kriteria hasil :
1. Keluhan sulit tidur meningkat
2. Keluhan sering terjaga meningkat
3. Keluhan istirahat tidak cukup meningkat
4. Keluhan pola tidur berubah meningkat
4. Ansietas b.d Krisis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
situasional 24 jam diharapkan tingkat ansietas menurun,
dengan kriteria hasil :
1. Verbalisasi khawatir terhadap kondisi yang
dihadapi menurun
2. Perilaku gelisah menurun
3. Pola tidur membaik
c. Rencana Tindakan