Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. E


G4P2A1 DENGAN RETENSIO PLASENTA
DI BPM BIDAN A PLAWAD
TAHUN 2019

Karya Tulis Ini Diajukan Sebagai Salah Satu


Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
Ujian Akhir Program Pada Studi Kebidanan

DISUSUN OLEH
MAYA ULFAH APRILIYA
NIM. P17324416021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PRODI KEBIDANAN KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul
“Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Ny. E G4P2A1 Dengan Retensio
Plasenta di BPM Bidan A Plawad Tahun 2019” Laporan Tugas Akhir kebidanan
Prodi Kebidanan Karawang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Bandung.
Penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini tentunya didukung oleh berbagai
pihak yang telah berkontribusi baik dalam memberikan tambahan pengetahuan
maupun dukungan emosional. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari :
1. Dr. H. Osman Syarif, MKM selaku direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Bandung.
2. Eneng Solihah M.Keb selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan
Karawang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung dan
selaku Pembimbing dalam penyusunan laporan tugas akhir ini yang selalu
memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis sehingga
laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan.
3. Rahayu Pertiwi M.KM selaku Penguji II dalam sidang Laporan Tugas Akhir
ini.
4. Herri Sugiri, M.kes selaku Ketua Penguji dalam sidang Laporan Tugas
Akhir ini.
5. Ari Antini M.Keb selaku Pembimbing Asuhan kebidanan yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
6. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi D III Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.
7. Bidan Astri Am.Keb, Bidan Indri Am.Keb selaku pembimbing lahan pada
saat pengambilan kasus yang telah memberikan izin dan membantu penulis
dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
8. Kepada Ny. E dan keluarga besar selaku subjek asuhan kebidanan yang
telah membantu dan bekerja sama dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir
ini, penulis mengucapkan terimakasih atas kerjasama dan ketersediaannya
menjadi subjek kasus yang telah membantu dalam pengumpulan data,
sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
9. Orang tua tercinta, Bapak, mama dan kedua adikku yang tak pernah bosan
mendoakan dan memberi dukungan dari segi moril maupun materil,
memberikan perhatian dan motivasi yang tak terhingga kepada penulis
sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
10. Trieska Oktaverinda sahabat teraneh teman main dari dalam pulau sampe
ke pulau sebrang, teman makan satu piring, terimakasih selalu membuat
perut sakit karena tertawa, selalu memberi motivasi sehingga penulis dapat
melewati ujian hidup selama kuliah dan dapat menyelesaikan Laporan
Tugas Akhir ini.
11. Sahabat-sahabatku (Firly, Siti Aisyah, Ghea Riska, Utari, Wiwin, Elgiana)
yang selalu memberikan bantuan dan semangat selama tiga tahun terakhir.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada kalian untuk 3 tahun ini
telah membuat hari-hari penulis menjadi berwarna.
12. Sahabat di rumah (Tiar, Tari, Firda, Pipit, Nina, Faujiah, Ridwan)
terimakasih selalu menghibur disaat penat dengan tugas kuliah, menjadi
tempat ternyaman saat ingin cerita, dan selalu memberi dukungan disaat
penulis menyusun Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir
ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dan demi perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga
penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan peneliti
khususnya. Aamiin.
Karawang, Mei 2019

Maya Ulfah Apriliya


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
MAYA ULFAH APRILIYA
NIM P17324416021

PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN PADA


NY. E G4P2A1 DENGAN RETENSIO PLASENTA DI BPM
BIDAN A PLAWAD TAHUN 2019

ABSTRAK
Latar Belakang: AKI di Indonesia di semester pertama tahun 2017
sebanyak 1712 kasus. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia
adalah perdarahan (32%), preklampsi (26%) dan infeksi (11%).
Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat AKI di Jawa Barat tahun
2017 yaitu sebanyak 700 kasus . Penyebab terbanyak kematian ibu di
Jawa Barat adalah Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) sebanyak 208
kasus, perdarahan 184 kasus, dan infeksi 36 kasus, gangguan darah 119
kasus, dan lain lain 142 kasus.
Tujuan: Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan kebidanan pada
Ny. E G4P2A1 dengan Retensio Plasenta di BPM Bidan A Plawad.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif,
pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan secara observasional
dengan teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi secara
langsung dan studi dokumentasi.
Hasil: Pada kasus ini faktor predisposisi penyabab retensio plasenta
adalah anemia, riwayat kuretase. Penatalaksanaan asuhan kebidanan di
BPM Bidan A belum sesuai dengan standar asuhan kebidanan dan
terdapat kesenjangan pada saat penatalaksanaan asuhan pada retensio
plasenta, penulisan partograf tidak sesuai dengan kasus yang terjadi,
tidak melakukan penanganan lebih lanjut dalam kasus ibu bersalin
dengan risiko tinggi.
Saran: Diharapkan bidan memberikan tindak lanjut asuhan serta
melakukan pendokumentasian sesuai dengan aturan.

Kata Kunci : Retensio Plasenta, Riwayat kuretase, Anemia


Daftar Pustaka : 20 literatur (2010-2019)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN ORISINALITAS ............................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ..................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN LTA ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan umum ...... ………………………………………………………….3
1.3 Tujuan Khusus .............................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 4
1.5 Asumsi Penulis .............................................................................................. 4
1.6 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Retensio Plasenta .......................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian ............................................................................................. 6
2.1.2 Epidemiologi ....................................................................................... 6
2.1.3 Etiologi ................................................................................................ 6
2.1.4 Faktor Predisposisi ............................................................................... 9
2.1.5 Faktor yang Memperngaruhi .............................................................. 13
2.1.6 Tanda Gejala....................................................................................... 14
2.1.7 Deteksi Dini ........................................................................................ 14
2.1.8 Diagnosis ............................................................................................ 15
2.1.9 Penatalaksanaan.................................................................................. 16
2.1.10 Prosedur klinik .................................................................................. 17
2.1.11 Komplikasi ........................................................................................ 21
2.1.12 Kewenangan Bidan............................................................................ 23
2.2 Post Natal Care ........................................................................................... 25
2.2.1 Standart Pelayanan ............................................................................ 25
2.2.2 Perawatan Masa Nifas ........................................................................ 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Dan Metode Penelitian ........................................................ 28
3.2 Teknik Pengumpulan data ...................................................................... 28
3.3 Sumber Data ........................................................................................... 29
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 29
3.5 Pelaksanaan Pengumpulan Data ............................................................. 29
3.6 Analisa Data ........................................................................................... 29
3.7 Penyajian Data ........................................................................................ 30
BAB IV TEMUAN PENELITIAN, INTERPRETASI DAN PEMBAHASAN
4.1 Temuan Penelitian ..................................................................................... 31
4.1.1 Gambaran Umum Kronologi Kasus .................................................... 39
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ......................................................................... 41
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 45
4.3.1 Faktor Penyebab Retensio Plasenta ..................................................... 45
4.3.2 Deteksi Dini ......................................................................................... 47
4.3.3 Penatalaksanaan Retensio Plasenta ..................................................... 48
4.3.4 Kualitas dan Kuantitas Post Natal Care .............................................. 49
4.3.5 Pendokumentasian Hasil Asuhan ........................................................ 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 52
5.2 Saran .......................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gambaran dugaan dan penyebab Retensio Plasenta.

Tabel 4.1 Pemantauan Kala IV


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Klien (InformedConsent)

Lampiran 2. Buku KIA

Lampiran 3. Foto Kunjungan Nifas

Lampiran 4. Hasil Wawancara pada Ny. C


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari

indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu

selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh

kehamilan, persalinan dan nifas atau pengelolaannya. Angka Kematian Ibu

(AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan

masyarakat, sehingga menjadi salah satu target yang telah ditentukan dan

harus dicapai dalam tujuan pembangunan Sustainable Development Goals

(SDGs) yaitu pembangunan manusia (Human Development) diantaranya

pendidikan dan kesehatan.

Tujuan dari SDG’s pada tahun 2030 AKI Indonesia mencapai 70 per

100.000 KH, AKB menjadi 25 per 1000 KH dan AKN menjadi 12 per 1000

KH, diproyeksikan jika tidak ada terobosan baru pada tahun 2030 AKI

Indonesia masih mencapai 212 per 100.000 KH, dan AKN masih 18 per 1000

KH, diperlukan kerja keras untuk memperbaiki pelayanan kesehatan salah

satunya dengan melaksanakan keselamatan pasien di Puskesmas dengan

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). (1)

AKI menurut WHO tahun 2015 didunia mencapai angka 289.000 jiwa.

Dimana terbagi atas beberapa Negara, seperti Amerika Serikat mencapai

9300 jiwa, Afrika Utara 197.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 Jiwa. AKI
di negara-negara Asia tenggara yaitu Indonesia 190 per 100.000 kelahiran

hidup, Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 26 per 100.000

kelahiran hidup. Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup dan Malaysia 29 per

100.000 kelahiran hidup.

AKI di Indonesia berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan

mengalami penurunan sejak 2015 hingga semester pertama 2017. Kematian

ibu saat melahirkan turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi 4.912 kasus di

tahun 2016, sementara di tahun 2017 terjadi 1.712 kasus kematian ibu saat

proses persalinan. (2)

AKI berdasarkan laporan profil dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat

tahun 2018 tercatat jumlah kematian ibu sebanyak 700 orang/100.000 KH,

dengan proporsi sebab kematian dengan perdarahan 184 orang, hipertensi 208

orang, infeksi 36 orang, gangguan darah 119 orang, gangguan metabolik 11

orang dan lain-lain 142 orang. (3)

Berdasarkan laporan data Kematian Ibu dan Bayi tahun 2018 di Kab

Karawang, Angka Kematian Ibu sebanyak 43/tahun yang disebabkan oleh

perdarahan 11 kasus, Hipertensi 13 kasus, infeksi 5 kasus, gangguan darah 7

kasus dan lain-lain 7 kasus. (4)

Adapun data yang terdapat di BPM Bidan A tidak terdapat AKI dan

AKB. Jumlah persalinan pada 2018 yaitu 120 persalinan. 10 persalinan

dengan perdarahan yang diakibatkan oleh retensio plasenta, 1 dengan

persalinan sungsang, 4 dengan perdarahan karena atonia uteri, dan 7

diantaranya dirujuk karena preeklamsi berat. (5)


Banyak faktor penyabab kematian Ibu diantaranya adalah Perdarahan

(32%), Hipertensi yang menyebabkan kejang (26%) dan keracunan

kehamilan sehingga menyebabkan Ibu meninggal, partus lama (5%) dan

penyebab lain selain faktor hormonal, kardiovaskuler, dan infeksi. (1)

Kematian ibu di Jawa Barat yang disebabkan oleh retensio plasenta

sebanyak 5 kasus, sedangkan di Kabupaten Karawang tidak ditemukan

laporan kematian karena retensio plasenta. (3)

Banyak upaya untuk menurunkan AKI karena retensio plasenta di

Indonesia, diantaranya dengan menyediakan pelayanan KIA di tingkat desa

sesuai standar, menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat dasar

yang mampu memberikan pertolongan persalinan sesuai standar selama 24

jam, terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi, meningkatkan

kemitraan lintas sektor dan swasta, serta meningkatkan perubahan perilaku

dan pemberdayaan masyarakat melalui pemahaman dan pelaksanaan P4K

serta Posyandu. (6)

Perdarahan post partum yang disebabkan oleh retensio plasenta

merupakan masalah penting yang sangat erat hubungannya dengan masalah

mortalitas ibu, kasus retensio plasenta seharusnya bisa ditatalaksana dengan

baik jika bidan bisa menditeksi risiko dengan tepat. Maka berdasarkan latar

belakang diatas, peneliti memiliki keinginan untuk menganalisa

penatalaksanaan mengenai kejadian retensio plasenta yang merupakan salah

satu penyebab perdarahan pascabersalin di BPM Bidan A Plawad Kabupaten

Karawang.
1.2 Tujuan Umum

Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui penatalaksanaan

asuhan kebidanan pada Ny. E G4P2A1 gravida 38 minggu di BPM A Plawad

2019

1.3 Tujuan Khusus

1.3.1 Untuk mengetahui faktor penyebab persalinan dengan retensio plasenta

pada Ny. E G4P2A1 di BPM Bidan A Plawad

1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana diteksi dini kasus Retensio Plasenta pada

Ny. E G4P2A1 di BPM Bidan A Plawad

1.3.3 Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan persalinan dengan retensio

plasenta pada Ny. E G4P2A1 di BPM Bidan A Plawad

1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana kuantitas dan kualitas kunjungan nifas

pada Ny. E G4P2A1 di BPM Bidan A Plawad

1.3.5 Untuk mengetahui pendokumentasian hasil asuhan pada kasus Ny.E

G4P2A1 di BPM Bidan A Plawad

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk mengetahui aplikasi teori terhadap kejadian retensio plasenta

pada Ny E di BPM Bidan A.

1.4.2 Untuk Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan dan

menambah wawasan bagi seluruh civitas Poltekkes Kemenkes

Bandung Prodi Kebidanan Karawang terutama tentang penatalaksanaan


asuhan kebidanan pada Ny. E G4P2A1 gravida 38 minggu dengan

Retensio Plasenta di BPM Bidan A Plawad tahun 2019.

1.4.3 Untuk Penulis

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan

kasus retensio plasenta dengan lebih rinci dan lebih baik sebagai proses

pembelajaran agar lebih memahami dan dapat melakukan deteksi dini

pada kasus Retensio Plasenta.

1.5 Asumsi Penulis

Menurut asumsi penulis, faktor jarak kehamilan, usia ibu, status anemia,

paritas dan riwayat perdarahan sebelumnya adalah penyebab langsung

kejadian retensio plasent

1.6 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah faktor penyebab terjadinya retensio plasenta pada Ny. E?

2. Bagaimana penatalaksanaan bidan terhadap kasus retensio plasenta pada

Ny. E?

3. Bagaimana diteksi dini yang dilakukan bidan terhadap kasus retensio

plasenta?

4. Bagaimana kuantitas dan kualitas kunjungan nifas pada Ny. E?

5. Bagaimana pendokumentasian hasil asuhan terhadap kasus retensio

plasenta pada Ny. E?


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Retensio Plasenta

2.1.1 Definisi

Retensio plasenta adalah keadaan di mana plasenta belum lahir

dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin

apakah plasenta lengkap. (7)

Retensio Plasenta yaitu bila plasenta tetap tertinggal dalam

uterus setengah jam setelah anak lahir. Pada sebagian kasus (mencapai

80%) lamanya kala tiga adalah kurang dari 10 menit. Hanya 6% wanita

yang kala tiga lebih dari 30 menit, definisi retensio plasenta yang

konvensional tetapi berubah-ubah. (8)

2.1.2 Epidemiologi

Insiden kematian ibu karena Retensio Plasenta adalah 0,8-1,2%

untuk setiap kelahiran. Penyebab utamanya adalah 67% dari atonia

uteri, 16,2% robekan jalan lahir, 19,40% sisa plasenta, 40,30% retensio

plasenta. (8)
2.1.3 Etiologi Retensio Plasenta

Etiologi retensio plasenta tidak diketahui dengan pasti

sebelum tindakan. Beberapa penyebab retensio plasenta adalah:

1. Fungsional

a. His kurang kuat (penyebab terpenting). Plasenta sudah lepas

tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan

perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran

konstriksi pada bagian bawah rahim (ostium uteri) akibat

kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi

plasenta keluar (plasenta inkarserata).

b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut

tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis);

dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang

sukar lepas karena penyebab ini disebut plasenta adhesiva.

Plasenta adhesiva ialah jika terjadi implantasi yang kuat dari

jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan

mekanisme perpisahan fisiologis. (9)

2. Patologi-anatomi

a. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi

fisiologis.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium.


c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/ memasuki miometrium

d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding

e. Plasenta inkarserata adalah tertahannnya plasenta didalam kavum

uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri.

Tabel 2.1 Gambaran dugaan dan penyebab Retensio Plasenta

Gejala Separasi/ Akreta Plasenta Plasenta Akreta

Persial Inkarserata

Konsistensi Kenyel Keras Cukup

uterus

Tinggi Fusndus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk Uterus Discoid Agak globuler Discoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali Pusat Terjulur Sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium Uteri Terbuka Kontriksi Terbuka

Separasi Plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali,

kecuali akibat

inversion oleh
tarikan kuat pada tali

pusat

Penyebab retensio plasenta yaitu (7):

a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

b. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena

tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah

penanganan kala III)

c. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis

menembus desidua sampai myometrium sampai dibawah

peritonium (plasenta akreta-prekreta)

d. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.8

2.1.4 Faktor Predisposisi dari Retensio Plasenta

Faktor predisposisi kejadian Retensio Plasenta :

1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa kejadian

retensio plasenta banyak dialami oleh ibu yang berumur <20

tahun dan >35 tahun. (10)

Umur memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya

retensio plasenta, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan

oleh Rahmawati bahwa wanita yang melahirkan anak pada usia

dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor


resiko terjadinya retensio plasenta yang dapat mengakibatkan

kematian maternal. hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20

tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang

dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi

reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan

dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan

untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama

perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pasca persalinan yang

mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang

melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari

pada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29

tahun. Perdarahan meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.


(11)

2. Paritas

Paritas risiko (>3) memililiki resiko 3 kali lebih besar untuk

terjadinya retensio plasenta, hal ini sesuai dengan teori bahwa

paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian

perdarahan pasca persalinan lebih tinggi, hal ini di hubungkan

dengan fungsi reproduksi ibu bersalin yang mengalami

penurunan karena seringnya hamil atau melahirkan menyebabkan

parut pada dinding uterus. Jika plasenta melekat pada bekas parut

maka plasenta akan berimplantasi dengan sangat kuat, sehingga

kemungkinan akan terjadi retensio plasenta. (12)


Terlalu sering bersalin (jarak antara kelahiran <2 tahun)

akan menyebabkan uterus menjadi lemah sehingga kontraksi

uterus kurang baik dan resiko terjadinya retensio plasenta

meningkat, sedangkan pada jarak persalinan ≥ 10 tahun, dalam

keadaan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama

lagi, menyebabkan otot polos uterus menjadi kaku dan kontraksi

uterus jadi kurang baik sehingga mudah terjadi retensio plasenta.


(7)

Menurut hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan

antara paritas dengan kejadian retensio plasenta. Jarak

Kehamilan. (13)

Jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan

sebelumnya memiliki banyak resiko yang menimpa baik ibu ataupun

janin. Rahim yang masih belum pulih akibat persalinan sebelumnya

belum bias memaksimalkan pembentukkan cadangan makanan bagi

janin dan ibu sendiri, hal ini juga meningkatkan anemia akut. (10)

3. Plasenta Previa

Menurut teori pada kondisi normal plasenta biasanya

melekat pada bagian atas rahim dan jauh dari leher rahim. Pada

kondisi yang langka, plasenta dapat melekat pada bagian bawah

rahim. Karena letaknya ini plasenta dapat menutupi sebagian atau

keseluruhan jalan lahir menyebabkan indikasi dilakukan manual

plasenta. (14)
4. Anemia

Anemia pada ibu hamil dan bersalin dapat menyebabkan

kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada di sekitar

pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan

plasenta menjadi lemah sehingga memperbesar resiko terjadinya

retensio plasenta karena myometrium tidak dapat berkontraksi. Ibu

dengan anemia dapat menimbulkan gangguan pada kala uri yang

diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum.

Menurut hasil penelitian menyimpulkan terdapat hubungan

antara anemia dengan kejadian retensio plasenta. Terdapat ibu

bersalin dengan anemia berjumlah 29,0% mengalami retesio

plasenta. Ibu bersalin dengan anemia mempunyai risiko 3,467 kali

untuk mengalami retensio plasenta dibandingkan dengan ibu

bersalin yang tidak anemia. (10)

5. Riwayat Kuretase

Penelitian menunjukan adanya hubungan riwayat kuretase

dengan kejadian retensio plasenta. Riwayat kuretase sebelumnya

memiliki hubungan dengan kejadian retensio plasenta dimana

terjadi pengembangan desidua pada segmen bawah uterus relative

jelek, penipisan endometrium sehingga perlekatan plasenta menjadi

abnormal. (15)
Dengan adanya riwayat kuretase pada ibu kemungkinan

terjadinya perforasi rahim, tumbuh jaringan parut pada dinding

rahim, infeksi, dan perdarahan parah. (14)

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Retensio Plasenta

Faktor yang mempengaruhi terjadinnya Retensio Plasenta

diantarannya :

1. Kelainan pada Uterus

Kelainan pada uterus dapat menyebabkan terhambatnya

pengeluaran plasenta seperti anomali dari uterus atau serviks,

kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang

tetanik dari uterus, serta pembentukan constriction ring.

2. Kesalahan Penanganan Kala III

Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari

uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta

menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik

yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks

kontraksi dan menahan plasenta, serta pemberian anestesi.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Hubungan

Manajemen Aktif Kala III dengan Perdarahan pada Saat Persalinan

di Ruang Bersalin RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Oktober

2014-April Tahun 2015 mengatakan ada hubungan antara

manajeman aktif kala III yang tidak sesuai dengan standar dengan

ibu yang mengalami retensio plasenta. (15)


2.1.6 Tanda Gejala Retensio Plasenta

Menurut teori tanda gejala Retensio plasenta diantarannya:

1. Gejala yang selalu ada : Plasenta belum lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik.

2. Gejala yang kadang-kadang timbul : Tali pusat putus akibat traksi

yang berlebihan, inversio uteri akibat tarikan, perdarahan

lanjutan. (18)

2.1.7 Deteksi Dini Retensio Plasenta

Deteksi dini kejadian Retensio Plasenta (16)

A. Anamnesis:

Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi

mengenai riwayat perdarahan post partum sebelumnya, paritas serta

riwayat multiple fetus dan polihidramnion. Serta riwayat post

partum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau

timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. (16)

B. Pada Pemeriksaan Pervaginam

Tidak ditemukan didalam kanalis servikalis tetapi secara parsial

atau lengkap menempel didalam uterus. (16)

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap untuk menentukan tingkat hemoglobin

(Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia,

serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan

infeksi, leukosit biasanya meningkat. (16)


2. Menentukan adanya gangguan

Koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated

Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan

Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk

menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh factor lain

terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

2.1.8 Diagnosis Retensio Plasenta

Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi

baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu uterus berkontraksi baik

tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Diagnosa penilaian klinis sulit

untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong

persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.

Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat

keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa

plasenta ditentukan dengan melakukan eksplorasi dengan tangan,

kuretase atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya

perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi Rahim

baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga

rahim.

2.1.9 Penatalaksanaan Retensio Plasenta

2.1.9.1 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Medis Retensio Plaenta (18)


1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan

kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid

(sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat,

apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan

saturasi oksigen. Transfuse darah apabila diperlukan yang

dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah

2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 1000 ml larutan

Ringer laktat atau Nacl 0,9 % (normal salinc) sampai uterus

berkontraksi.

3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil

lakukan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.

Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga

persalinan kurang lebuh 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit

anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep

tinngi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi

jalan lahir, tali pusat putus.

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan

dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret

sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan

dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan

hati-hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan

kuretase pada abortus.


6. Setelah selesai tindakan pengeluaan sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntukan atau per oral

7. Pemberian antibiotic apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk

pencegahan infeksi sekunder.

2.1.10 Prosedur Klinik Manual Plasenta

Berikut penatalaksanaan Retensio Plasenta di BPM Bidan Astri

Plawad, mengacu pada SOP yang diterbitkan oleh RSUD Karawang

No 024.03.029 tahun 2016:

A. Langkah Klinik

1. Persetujuan Tindakan Medik

a. Bidan menjelaskan kepada klien tentang prosedur yang

akan dilakukan

b. Bidan mendengarkan keluhan klien

c. Bidan memberikan dukungan emosional kepada klien

2. Persiapan sebelum tindakan

a. Underpad

b. Oksitosin injek 10 IU

c. Cairan 500 cc NS/RL

d.Set infus

e. Larutan antiseptik povidon lodin 10%

f. Sarung tangan DTT/ steril panjang

g.Instrument

- Spuit 3 ml
- Tourniquet

- Abocat No. 23 G

h.Tempat plasenta

i. Klem 2 buah

j. Partus set

k.Kateter karet dan penampung air kemih

B. Prosedur Manual Plasenta

1. Bidan mencuci tangan hingga siku dengan air dan sabun

kemudian keringkan

2. Pasang infuse oksitosin 10 unit dalan 500cc NS/RL dengan 40

tetesan per menit Bidan memakai sarung tangan hingga mencapai

siku

3. Bidan mengkaterisasi kandung kemih apabila ibu tidak dapat

berkemih sendiri

4. Bidan memasukkan satu tangan secara obstetrik (punggung

tangan ke bawah) dalam vagina dengan menelusuri bagian bawah

tali pusat

5. Setelah tangan mencapai pembukaan servik, meminta asisten

untuk memegang klem, kemudian tangan penolong yang lain

menahan fundus uteri

6. Sambil menahan fundus uteri, memasukkan tangan dalam ke

klavum uteri sehingga mencapai tempat implatasi plasenta


7. Bidan membuka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam

(ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk)

Melepas plasenta dari dinding uterus:

1. Bidan menentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi

plasenta paling bawah

a) Bila berada di belakang, tali pusat tetapdi sebelah atas. Bila

dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tali pusat

dengan punggung tangan menghadap ke atas

b) Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari

tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di

antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan

menghadap ke dinding dalam uterus

c) Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama

(pungggung tangan pada dinding kavum uteri) tetapi tali

pusat berada di bawah telapak tangan kanan

2. Bidan menggerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil

bergeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta

dapat dilepaskan, Sambil melakukan tindakan, perhatikan

keadaan ibu, lakukan penanganan yang seuai bila terjadi penyulit

Mengeluarkan plasenta:
1. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan

eksplorasi ulang untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang

masih melekat pada dinding uterus

2. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus saat

plasenta dikeluarkan

3. Instruksikan asisten yang memegang klem untuk menarik tali pusat

sambil tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari percikan

darah)

4. Bidan meletakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan

5. Bidan melakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar)

ke dorsokranial setelah plasenta lahir

6. Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar

7. Bidan memeriksa kelengkapan plasenta

8. Bidan mendekontaminasikan alat bekas pakai kedalam larutan

klorin 0,5% dan membuka sarung tangan di dalam larutan klorin

0,5%

9. Bidan membersihkan dan merapihkan ibu

10. Bidan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

C. Perawatan pasca tindakan

1. Perika kembali tada vital pasien, segera lakukan intruksi apabila

masih diperlukan
2. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang

tersedia

3. Buat intruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk

dipantau

4. Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan sudah

selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan

5. Jelaskan kepada petugas tentang apa yang masih diperlukan, lama

perawatan, dan apa yang perlu dilaporkan

(SOP Penatalaksanaan Retensio Plasenta di BPM Bidan Astri)

2.1.11 Komplikasi Retensio Plasenta

Retensio plasenta bukan hanya menyebabkan sulit lahirnya plasenta

pada ibu, tapi juga dapat menyebabkan kondisi lain yang turut

memperberat keadaan ibu. Komplikasinya adalah sebagai berikut. (20)

A. Perdarahan

Kondisi ini terjadi saat kontraksi turut memompa darah

namun bagian yang melekat menyebabkan luka tidak tertutup,

sehingga darah terus keluar. Retensio plasenta juga menjadi salah

satu faktor terjadinya kasus perdarahan post partum primer

sebesar 38,5% berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP dr.

M. Djamil Padang periode januari 2016-September 2017. (21)

B. Infeksi
Sisa plasenta sebagai benda mati yang tertinggal dalam

rahim dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri dan bila

dibiarkan akan menjadi infeksi pada tubuh.

C. Plasenta Inkarserata

Kondisi ini apabila plasenta melekat terus, sementara

kontraksi terus terjadi pada ostium.

D. Polip Plasenta

Kondisi ini muncul sebagai massa proliferative yang

menjadi infeksi sekunder dan nekrosis yang masuknya mutagen.

Perlukaan yang awalnya fisiologis dapat berubah menjadi

patologis dan akhirnya berubah menjadi karsinoma invasif dan

setelah menjadi invasif keganasan akan terus berlangsung.

E. Degenerasi Sel

Masuknya mutagen pada daerah perlukaan yang semula

fisiologi dapat berubah menjadi patologi.kondisi lanjutan dapat

menjadi karsinoma invasif, sehingga proses keganasan akan

terus berlanjut. Sel ini Nampak abnormal namun tidak ganas dan

para ilmuan mempercayai bahwa perubahan abnormal

merupakan keadaan pra kanke yang dapat berubah menjadi

kanker.

2.1.12 Kewenangan Bidan dalam Penanganan Retensio Plasenta


Menurut keputusan Mentri Kesehatan RI tentang standar

profesi bidan bagian kompetensi ke-4: (22)

“Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap

terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama

persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan

tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi baru lahir”

Pada bab keterampilan dasar nomor 23 yaitu melakukan pengeluaran

plasenta secara manual.

Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta

1. Tujuan : Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika

terjadi retensio plasenta total/ parsial

2. Pernyataan standar :

Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan

pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penanganan

perdarahan, sesuai dengan kebutuhan. (Nurmawati, 2010)

Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 28

tahun 2017 Pasal 19 (23)

(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

huruf a diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa

persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua

kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi pelayanan:
a. konseling pada masa sebelum hamil;

b. antenatal pada kehamilan normal;

c. persalinan normal;

d. ibu nifas normal;

e. ibu menyusui; dan

f. konseling pada masa antara dua kehamilan.

(3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), Bidan berwenang melakukan:

a. episiotomi;

b. pertolongan persalinan normal;

c. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

d. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

e. pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;

f. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

g. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu

ibu eksklusif;

h. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

postpartum;
i. penyuluhan dan konseling;

j. bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan

k. pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.

2.2 PNC (Postnatal Care)

Masa nifas (purperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari pasca persalinan. (17)

Pelayanan kesehatan ibu nifas oleh bidan dan dokter dilaksanakan

minimal 3 kali yaitu :

a. Pertama: 6 jam-3 hari setelah melahirkan

b. Kedua: hari ke 4-28 hari setelah melahirkan

c. Ketiga: hari ke 29-42 hari setelah melahirkan

2.2.1 Standar Pelayanan Postnatal Care

Menurut PERMENKES 97 tahun 2014 pelayanan kesehatan ibu nifas

meliputi (18):

1. Menanyakan kondisi ibu nifas secara umum

2. Pengukuran tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan, dan nadi

3. Pemeriksaan lochea dan perdarahan

4. Pemeriksaan kondisi jalan lahir dan tanda infeksi

5. Pemeriksaan kontraksi rahim dan tinggi fundus uteri

6. Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI eksklusif

7. Pemberian kapsul Vit.A


8. Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan

9. Konseling

10. Tatalaksana ibu nifas sakit atau ibu nifas dengan komplikasi

2.2.2 Perawatan masa nifas

Selama ibu berada pada masa nifas, paling sedikit 3 kali bidan

harus melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan

bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani

masalah-masalah yang terjadi. Seorang bidan pada saat memberikan

asuhan kepada ibudalam masa nifas, ada beberapa hal yang harus

dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas

tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya

antara lain:

1) Kunjungan ke-1 (6jam -3 hari setelah persalinan): mencegah

perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat

penyebab lain perdarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut,

memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga

bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri,

pemberian ASI awal, melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru

lahir, menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia, ia

harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama

setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.

2) Kunjungan ke-2 (4-28 hari setelah persalinan) : memastikan involusi

uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah


umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau:

memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat:

memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperhatikan

tanda-tanda penyulit: memberikan konseling pada ibu mengenai

asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat

bayi sehari-hari.

3) Kunjungan ke-3 (29-42 hari setelah persalinan), sama seperti diatas

ditambah memberikan konseling untuk KB secara dini (25)

Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :

a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);

b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);

c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;

d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran asi eksklusif;

e. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Jenis Penilitan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Deskriptif. Metode Deskriptif ini

merupakan metode yang digunakan untuk menggambarkan masalah yang terjadi

pada masa yang sedang berlangsung bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa

yang terjadi sebagai mestinya pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan hal

tersebut, jenis penelitian studi kasus ini dipilih juga karena sifat

kecenderungannya yang biasa memperhatikan permasalahan mengenai bagaimana

gambaran pelaksanannya terhadap kasus yang ingin peneliti temukan.

3.2 Tehnik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu

dengan wawancara, observasi, dokumentasi. Teknik pengumpulan data


merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama

dalam penelitian adalah mendapatkan data. Pada penelitian kualitatif

pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), sumber

data primer, dan teknik pengumpulan data dengan metode observasi dan

wawancara mendalam in depth interview, dan dokumentasi.

Pada penelitian ini sumber data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data yang diperoleh dari hasil observasi penatalaksanaan tindakan yang

dilakukan pada responden, wawancara langsung kepada responden dan

dokumentasi rekam medik responden di BPM Bd. A Plawad.

3.3 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data,

yaitu data primer dan data sekunder. Yang menjadi sumber data dalam penelitian

ini adalah Bidan dan Pasien dengan sumber data Primer, dan Dokumentasi Rekam

Medik di BPM bidan A Plawad dan Buku KIA pasien sebagai data sekunder.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data

adalah pedoman wawancara, buku catatan hasil observasi, kamera.

3.5 Pelaksanaan Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada Maret 2019, mulai dari tahap

orientasi, eksplorasi atau mengkaji lebih dalam tentang kasus sampai tahap
pemeriksaan terhadap kebenaran data yang dilakukan dengan Indep Interview atau

dengan melakukan Triangulasi.

3.6 Analisa Data

Analisis data dimulai dengan koleksi data yang diperoleh dari

pengumpulan data yang telah dilakukan seperti Observasi, Wawancara dan

Dokumentasi, kemudian dilanjutkan dengan Reduksi data yaitu menggali data

yang diperoleh dari hasil penelitian tentang gambaran penatalaksanaan retensio

plasenta di BPM Bd A Plawad, setelah tahap Reduksi untuk melakukan

rangkuman data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu mengetahui

penatalaksanaan retensio plasenta di BPM Bd A Plawad sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan dan penatalaksanaan yang dianjurkan, dan peneliti dapat

mengetahui jawaban pertanyaan yang diperoleh dari hasil penelitian

3.7 Penyajian Data

Penyajian data akan disampaikan secara Deskriptif dengan singkat

yang dituangkan pada Bab Temuan Penelitian dan Pembahasan dengan singkat,

jelas, mudah dipahami dan menggambarkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan

peneliti.
BAB IV

TEMUAN PENELITIAN, INTERPRETASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Temuan Penelitian

Pada hari senin, 11 Februari 2019 Pukul 00.00 WIB Ny.E datang

ke BPM Bd. A bersama suami di terima oleh bidan A, dan dilakukan

asuhan sebagai berikut:

A. Pengkajian Data subyektif

Keluhan : Ny. E mengeluh mulas-mulas sejak jam 20.00wib dan

keluar lendir bercampur darah pukul 23.00 WIB, belum keluar air-air

dan ibu masih merasakan gerakan janin.

B. Pengkajian Data Obyektif

Bidan A melakukan pemeriksaan pada Ny.E yaitu:

1. Tanda- tanda Vital : TD : 120/80 mmHg, Nadi :85 x/ menit,

pernafasan: 20x/m suhu: 37,1 C

2. TFU: 32 cm, Leopold I: 3 jari dibawah px. Teraba lunak tidak

melenting, Leopold II: Kanan ibu teraba keras memanjang seperti

ada tahanan. Kiri ibu teraba bagian- bagian kecil janin, Leopold III:

Teraba bulat keras tidak melenting, Leopold IV: sejajar, Perlimaan

3/5, DJJ : 145 x/ menit, His: 3x/ 10 menit, durasi: 40 detik.

3. Pemeriksaan dalam : vulva vagina tidak ada kelainan, porsio tebal

lunak, pembukaan 4 cm, ketuban utuh, presentasi kepala,


denominator uuk kanan depan, molase 0, penurunan bagian

terendah hodge 2, tidak ada bagian- bagian yang menyertai.

4. Pemeriksaan Laboratorium : HB : 10,3 gr%

Bidan A mendiagnosa pasien dengan:

Diagnosa : Ibu G4P2A1 hamil 38 minggu inpartu kala I fase aktif

Janin tunggal hidup intrauterin presentasi kepala

Bidan A memberi penatalaksaan kepada Ny. E yaitu:

1. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam keadaan baik

2. Menginfus pasien dengan cairan RL 20 tpm

3. Menyiapkan alat untuk persalinan yaitu ruang persalinan, partus

set, hecting, obat-obatan

4. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin seperti miring kiri

Pukul 03.00 WIB

A. Pengkajian Data Subyektif

Keluhan : Ibu mengatakan pada asisten bidan A merasa mulas

yang semakin sering dan ingin mengedan dan sudah keluar air-air

jam 02.55 WIB

B. Pengkajian Data Obyektif

Bidan A melakukan pemeriksaan pada Ny. E yaitu:

Pemeriksaan dalam : vulva vagina tidak ada kelainan, porsio tidak

teraba, pembukaan 10 cm, ketuban pecah pukul 02. 55 WIB

berwana jernih, presentasi kepala, denominator UUK depan,


molase 0, penurunan bagian terendah hodge 3+, tidak ada bagian-

bagian yang menyertai.

bidan mendiagnosa: Ibu G4P2A1 inpartu kala II dalam keadaan

baik. Janin hidup tunggal intra uterin dalam

keadaan baik.

Penatalaksanaan yang dilakukan bidan

1. Bidan mengosongkan kandung kemih pada ibu.

2. Mengecek alat partus dan memakai APD lengkap

3. Bidan memimpin persalinan

Bayi lahir spontan pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 03.30 WIB, hidup

segera menangis, warna kulit kemerahan otot aktif, jenis kelamin

perempuan, bidan melakukan penjepitan dan pemotongan tali pusat, hasil

APGAR skor 1 menit pertama 7 dan 5 menit pertama 8. Bayi langsung di

IMD kan selama 10 menit. Lalu Asisten membersihkan tubuh bayi dari

bekas darah dan memakaikan pakainan bayi dan topi. Selanjutnya bayi di

pindahkan ke inkubator sederhana.

Jam 03.30 WIB ibu telah disuntikan oksitosin di 1/3 paha atas bagian

luar oleh asisten bidan A, bidan melakukan managemen akif kala III. Bidan

A memindahkan klem 5-10 cm di depan vulva dan melakukan peregangan

tali pusat terkendali, sambil melihat tanda-tanda pelepasan plasenta seperti

tali pusat memanjang, semburan darah tiba-tiba dan uterus globuler, setelah

15 menit menunggu ternyata tidak terlihat tanda-tanda pelepasan plasenta

namun darah sudah mulai keluar sedikit-sedikit. Setelah itu, bidan A


menyuntikan oksitosin ke dua 10 iu di 1/3 paha kiri atas bagian luar pukul

03.45 WIB.

Jam 03.45 Bidan A melakukan PTT kembali. Setelah

menunggu selama 15 menit kedua, belum ada tanda-tanda pelepasan

plasenta bidan A memutuskan untuk melakukan manual plasenta

dengan memberitahu terlebih dahulu kepada ibu bahwa tangan bidan

A akan masuk untuk mengambil plasenta secara manual. Ibu bersedia

untuk dilakukan manual plasenta.

Pukul 04.00 WIB, bidan A melakukan manual plasenta.

Asisten Bidan A memasukan 10 iu oksitosin kedalam larutan RL 500

mL dengan tetesan 40 tpm dan melakukan manual plasenta

menggunakan sarung tangan panjang. Pukul 04.10 WIB plasenta lahir

asisten bidan melakukan massase uterus, dan bidan A mengecek

kelengkapan plasenta. Setelah dilakukan masase uterus, uterus teraba

keras dan penurunan tinggi fundus uteri yaitu 2 jari bawah pusat.

Perdarahan 300cc

Jam 04.10 bidan A melakukan eksplorasi untuk memastikan

apakah masih ada sisa plasenta yang tertinggal di dalam atau tidak dan

hasil eksplorasi tidak ada sisa plasenta yang tertinggal. Setelah itu,

bidan A melakukan pengecekan apakah ada laserasi pada jalan lahir

dan perineum ibu dan di dapatkan ada robekan pada jalan lahir dan

perineum ibu sehingga bidan A melakukan penjahitan laserasi grade II.


Pukul 04.15 WIB asisten bidan A memberikan obat amoxilin

500 mg 1 tab, asam mefenamat 500 mg 1 tab dan etabion 250 mg 1 tab

setelah selesai melakukan tindakan manual plasenta.

Pukul 04.15 WIB bidan A meminta kepada asistennya untuk

dilakukan pemantauan atau observasi kala IV yaitu keadaan umum,

tanda-tanda vital, tinggi fundus uteri, keadaan kandung kemih, jumlah

perdarahan dan konsistensi uterus pada Ny. E selama 2 jam pertama

setelah persalinan yaitu setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan

setiap 30 menit sekali pada 1 jam kedua. Setelah kondisi ibu baik Ny.

E dipindahkan ke kamar ibu.

Table observasi Nifas

Jam Waktu Tekanan Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Darah


ke darah Uterus kemih yg
keluar

1 04.25 110/80 80x/menit 36,7 oc 2 jari di Keras Kosong ±50 cc


WIB mmHg bawah
pusat
2 04.40 110/80 80x/menit - 2 jari di Keras Kosong ±40 cc
WIB mmHg bawah
pusat

3 04.55 110/80 80x/menit - 2 jari di Keras Kosong ±30 cc


WIB mmHg bawah
pusat
4 05.10 110/80 80x/menit - 2 jari di Keras Kosong ±20 cc
WIB mmHg bawah
pusat
5 05.40 110/80 80x/menit 36,7 2 jari di Keras Kosong ±10 cc
WIB mmHg bawah
pusat
6 06.10 110/80 80x/menit - 2 jari di Keras Kosong ±10 cc
WIB mmHg bawah
pusat

Tanggal 11 Februari 2019 (KN dan KF) 8 jam

Pukul 14.10 WIB

Pasien terlihat semakin membaik, sudah bisa duduk, dan berjalan ke

kamar mandi. Bayi dimandikan oleh mahasiswa atas intrusi bidan, dan

pasien dianjurkan untuk mandi sebelum pulang agar terlihat rapih dan

bersih, setelah bayi dimandikan bidan melakukan imunisasi Hb0 di

paha kanan bayi.

Pukul 14.30 WIB

Ibu dan bayi bersiap pulang, sebelum pulang bidan melepas

infuse ibu. Lalu bidan memberikan pendidikan kesehatan tentang cara

perawatan tali pusat dan cara merawat luka bekas jahitan. Ibu diberitahu

akan dikunjungi ke rumah pada hari ke 3. Ibu pulang setelah

menyelesaikan administrasi dan bidan memberikan obat-obatan

diantaranya adalah:
1. Cefadroxil 2x1

2. Tablet fe 1x1

3. Farsifen 3x1

4.1.2 Asuhan Post Natal hari ke 3

Kamis, 14 Februari 2019

Bidan melakukan kunjungan rumah, lalu bidan melakukan

anamnesa, pasien mengatakan bahwa saat ini pasien masih takut untuk

membersihkan luka jahitannya. Lalu bidan melakukan pemeriksaan

dengan hasil: Tekanan darah 120/90 MmHg, respirasi 20x/menit, nadi

83x/menit, suhu 37º C, TFU: 3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus

keras, lochea rubra. Bidan menegakkan diagnose: Ibu P3A1 post partum

3 hari dalam keadaan baik. Kemudian bidan melakukan

penatalaksanaan, yaitu:

1. Memberitahu kondisi ibu sekarang bahwa ibu dalam keadaan baik

2. Memberikan penkes tentang membersihkan luka jahitan

3. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang ke bidan pada hari ke 7

Senin 18 Februari 2019 (Nifas hari ke 7)

Pasien melakukan kunjungan ulang ke bidan, bidan melakukan

anamnesa dan didapatkan hasil: ibu tidak pernah tidur siang karena

menurut mitos yang beredar dilingkungannya ibu nifas dilarang tidur

siang dan pada malam hari ibu tidur hanya 5 jam karena bayi sering
menangis ingin menyusu. Kemudian bidan A melakukan pemeriksaan

dan didapatkan hasil: TD 90/70 mmHg, TFU sudah tidak teraba, lochea

sanguinolenta

Bidan A menegakkan diagnose Ibu P3A1 post partum 7 hari

dalam keadaan baik.

Setelah bidan A menegakkan diagnosa, bidan melakukan

penatalaksanaan terhadap ibu yaitu:

1. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam keadaan baik

2. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara memenuhi

kebutuhan istirahat yaitu menganjurkan ibu tidur saat bayinya tidur

3. Memberitahu tanda bahaya masa nifas

Senin 23 Maret 2019 (Nifas hari ke 40)

Pasien melakukan kunjungan ulang ke bidan, bidan melakukan

anamnesa dan didapatkan hasil: ibu sudah bisa tidur siang dan ibu

mengatakan tidak ada keluhan. Kemudian bidan A melakukan

pemeriksaan dan didapatkan hasil: TD 120/80 mmHg.

Bidan A menegakkan diagnose Ibu P3A1 post partum 40 hari dalam

keadaan baik.

Setelah bidan A menegakkan diagnosa, bidan melakukan

penatalaksanaan terhadap ibu yaitu:

1. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam keadaan baik


2. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana

4.1.3 Data sekunder buku KIA

Ny.E mengaku hamil anak empata pernah keguguran pada usia

kehamilan 3 bulan tahun 2017 dan pernah melahirkan dua kali pada tahun

2007 dengan premature dan bayi meninggal pada usia bayi 3 bulan, lalu

tahun 2009 lahir di rsud karawang dengan premature, bayi laki-laki dan

sekarang usia 10 tahun. Ny. E mengaku melahirkan pertama dan kedua di

rumah sakit, dan mengatakan ia selalu lahir dengan usia kehamilan yang

belum 9 bulan dan Ny. E memiliki riwayat kuretase pada tahun 2017.

Pada setiap kunjungan ke bidan, Ny. E mengatakan selalu dilakukan

pemeriksaan perut dan tekanan darah, Ny. E mengatakan pernah dilakukan

pemeriksaan Hb pada usia kehamilan 5 minggu Hb nya yaitu 9,8 gr%, saat

usia kehamilan 26 minggu Hb nya 10 gr% dan 38 minggu Hb nya 10,3 gr%.

Pada kehamilan ini, Ny. E pernah melakukan pemeriksaan USG dan

hasilnya normal.

Ny. E tidak menggunakan alat kontrasepsi selama setahun ini,

karena ingin mempunyai anak. Ny. E tidak memiliki riwayat alergi dan tidak

ada riwayat penyakit.

4.1.1 Gambaran Umum

Dalam bab ini akan disajikan temuan-temuan penelitian

mengenai penatalaksanaan retensio plasenta di BPM Bidan A tahun 2019.

Adapun temuan penelitian ini peneliti sajikan dengan menggunakan

narasi agar pembaca mudah memahami tujuan dan hasil penelitian. Dalam
proses in depth interview, peneliti menghimpun 3 partisipan diantaranya

partisipan (Ny E), suami partisipan (Tn S), dan Bidan (Bidan A).

4.1.2 Profil BPM (Bidan Praktek Mandiri) Bidan A

BPM Bidan A merupakan salah satu bentuk usaha yang bergerak

dalam bidang kesehatan. BPM Bidan A berlokasi di Karang Tengah

Rt/Rw 12/03 Plawad kabupaten Karawangyang berdiri sejak tahun

2013. Pada prinsipnya, keberadaan BPM Bidan A ini sangat strategis

yaitu terletak di tengah lingkungan masyarakat umum. Terdapat 2 bidan

pelaksana yang memiliki latar belakang diploma III kebidanan.

4.1.2.2 Karakteristik Partisipan

1. Karakteristik Partisipan Utama ibu yang mengalami perdarahan post

partum dengan retensio plasenta (P1)

Partisipan 1 (P1) berumur 35 tahun adalah seorang ibu

rumah tangga. Saat ini ia memasuki 1 minggu masa nifas, sebelum

dilakukan wawancara, peneliti melakukan observasi langsung pada

partisipan melakukan persalinan. Tanda fisik menunjukan

konjungtiva pucat, bibir terlihat pucat. P1 mengatakan telah

melahirkan anak ke tiganya namun pada saat bidan membantu

mengeluarkan plasenta, plasenta masih belum lahir setelah 30

menit sehingga bidan melakukan tindakan bantuan dengan

megeluarkan plasenta manual menggunakan tangan. Partisipan

mengaku periksa ANC sebanyak 9x, biasanya pemeriksaan


dilakukan di posyandu sebanyak 2x dan di BPM Bidan A sebanyak

7x. Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di

trimester II menunjukan bahwa ibu mengalami anemia karena Hb

ibu 9,8 gr%, dan pemeriksaan di trimester III menunjukan bahwa

ibu masih anemia dengan Hb 10 gr%.

2. Karakteristik Partisipan Pendukung dalam Keluarga

Partisipan 2 (P2) Tn. S adalah suami dari partisipan utama. P2

berusia 35 tahun dan bekerja sebagai karyawan di PT Global

Cikarang.

3. Karakteristik Partisipan Pendukung dalam Pelayanan Kesehatan

Partisipan 3 (B1) Bidan A yang merupakan bidan pelaksana di BPM

Bidan A.

4.1.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Temuan yang didapatkan oleh peneliti selama penelitian berlangsung

sesuai dengan catatan dan fenomena yang ada. Baik dari hasil in depth

interview, observasi maupun dokumen-dokumen penunjang. Adapun hasil

in depth interview yang peneliti sajikan diperoleh dari ketiga partisipan

sesuai dengan tujuan penelitian yaitu sebagai berikut:

4.1.3.1 Faktor Penyebab Persalinan dengan Retensio Plasenta

P1 usia 35 tahun hamil ke 4 pernah keguguran satu kali, usia

kehamilan 9 bulan. P1 pernah dilakukan kuretase ditahun 2017 saat

hamil anak ke 3. P1 selalu memeriksakan kehamilannya setiap bulan


ke Bd A, diperiksa darah sudah 3 kali, terakhir diperiksa darah pada

saat persalinan yaitu 10,3 gr%. P1 tahu bahwa ibu kurang darah

karena dari awal periksa P1 selalu anemia. (doc 1; 12.03.2019)

Menurut wawancara mendalam, penulis bertanya tentang tablet Fe,

riwayat kuretase dan usia ibu. P1 dan P2 menuturkan sebagai berikut:

“ Waktu periksa kehamilan jalan 4 bulan, saya di cek darah oleh

bidan sebanyak 3 kali. Pas hamil 4 bulan, hamil 7 bulan dan pas

lahiran. Hasilnya bidan memberitahu bahwa saya kurang darah.

Bidan memberitahu saya untuk selalu minum tablet Fe yang dikasih

bidan. Saya suka males minum tablet Fe dan jarang saya minum

karena saya suka lupa. Saya minum kalo lagi inget aja. Kalo umur

mah saya gatau kalo umur 35 tahun itu beresiko, soalnya saya masih

mau punya anak. Untuk masalah kuretase saya pernah dikuret 2017

soalnya saya keguguran karena kecapean.” (P1.03.03.2019)

“ Ibu mah ga bisa dikasih tau neng, disuruh diminum vitaminnya

malah ga mau, jadi gini akibatnya kan kalo ga nurut.”

(P2.03.03.2019)

4.1.3.2 Penatalaksanaan Bidan Terhadap Kasus Retensio Plasenta

Menurut hasil observasi pada kasus P1, setelah bayi lahir jam

03.30 WIB bidan menyuntikkan 10 iu oksitosin di 1/3 paha atas

bagian luar dan melakukan managemen aktif kala III namun setelah

15 menit menunggu ternyata tidak terlihat tanda-tanda pelepasan


plasenta tetapi darah sudah mulai sedikit-sedikit. Setelah itu, bidan A

menyuntikkan oksitosin ke dua 10 iu di 1/3 paha kiri atas bagian luar

pukul 13.45 WIB. Bidan A kembali melakukan PTT dan menunggu

tanda-tanda pelepasan plasenta selama 15 menit. Setelah menunggu

selama 15 menit kedua, beluam ada tanda-tanda pelepasan plasenta

sehingga bidan memutuskan usntuk melakukan manual plasenta.

Namun saat akan melakukan manual palasenta bidan tidak

memberikan obata analgeteik perectal.

Dalam hal ini bidan memberikan alasan mengapa tidak memberikan

obat analgetik perectal yaitu:

“ eta mah kayanya replas gara-gara anemia neng soalna plasentana

meni lengket. Biasanya suka dikasih analgetik kalo ada yang replas,

tapi sekarang stock obatnya lagi habis neng. Ibu belum sempet

belanja soalnya lagi banyak yang lahiran” (B1.02.03.2019)

4.1.3.3 Deteksi dini yang dilakukan bidan terhadap kasus retensio plasenta

Menurut wawancara yang dilakukan kepada bidan tentang

bagimana bidan menditeksi retensio plasenta pada P1, bidan

menuturkan bahwa:

“ Saat P1 datang juga ibu tau kalo Hb dia itu suka rendah, makanya

ibu takut sebenernya nolong dia. Ibu gak nanya umur soalnya umur

udah ada di buku KIA, ibu mengecek tanda-tanda vital dan Hb nya

biar bisa kediteksi dari awal kalo dia bakal berisiko. Kan bener aja
pas diperiksa Hb dia masih anemia, tapi tanda-tanda vitalnya masih

bagus jadi ibu engga ngerujuk. Pas lahiran bener aja di kala III nya

ada masalah. Ibu udah nyuntikin oksitosin ke 2 dan nunggu 15 menit

belum lahir juga jadi ibu manual aja biar servik nya gak keburu

nutup”

4.1.3.4 Kualitas dan Kuantitas Post Natal Care

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada bidan pasca

tindakan manual plasenta, bidan menuturkan sebagai berikut:

“ pas udah dimanual mah tetep observasi takutnya ada perdarahan,

terus ibu kasih anti biotik amoxilin 500 mg 1 tab, asam mefenamat 500

mg 1 tab dan etabion 250 mg 1 tab untuk mencegah perdarahan.”

“Asisten bidan kunjungan nifas sebanyak 2x yaitu pada saat 8 jam dan

3 hari. Bidan memeriksa luka jahitan, menyuntikkan obat, memeriksa

perut dan ngasih tau bahaya nifas dan pentingnya nutrisi. Bidan

ngasih tau keadaan saya baik-baik saja” (P1.03.03.2019)

“saya juga datang periksa pas seminggu udah lahiran sama 2 minggu

udah lahiran, bidan meriksa tekanan darah dan jahitan. Bidan bilang

saya baik-baik aja” (P1.03.03.2019)

4.1.3.5 Pendokumentasian Asuhan kebidanan

Menurut hasil observasi, semua asuhan dari awal P1 datang dicacat

di buku rekam medic berupa SOAP, B1 melengkapi partograf, tetapi tidak


melengkapi assessment dan partograf tidak sesuai dengan kasus, dimana

di partograf P1 tidak mengalami komplikasi saat kala III.

Adapun wawancara yang dilakukan kepada bidan mengapa tidak mencatat

partograf dengan baik, bidan menjawab:

“kalo partografmah yang bikin asisten, dia suka dinormalin aja kalo

bayinya udah lahir selametmah.” (B1.03.03.2019)

4.3 Interpretasi dan Pembahasan

4.3.1 Faktor Penyebab terjadinya retensio plasenta

Pada kasus P1 tidak ditemukan faktor penyebab Retensio Plasenta

secara langsung, tetapi kemungkinan terjadinya retensio plasenta

dikarenakan oleh fakto-faktor berikut:

1. Usia

P1 bersalin dibatas usia reproduksi yaitu usia 35 tahun

Hal ini sesuai dengan teori bahwa wanita yang melahirkan

anak pada lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya

retensio plasenta yang dapat mengakibatkan kematian maternal. hal

ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang

wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi


normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca

persalinan terutama perdarahan akan lebih besar. (26)

Teori lain menyatakan bahwa usia ibu lebih dari 35 tahun

mempunyai resiko tinggi terjadi komplikasi persalinan dikarenakan

otot-otot rahim yang sudah lemah sehingga persalinan akan

berlangsung lama yang salah satunya akan menyebabkan terjadinya

retensio plasenta. (14)

Didukung oleh penelitian menyatakan bahwa kejadian

retensio plasenta banyak dialami oleh ibu yang berumur >35

tahun.(10)

2. Riwayat Kuretase

P1 mengalami abortus pada tahun 2017 dan langsung dilakukan

kuretase.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa dengan adanya riwayat

kuretase pada ibu kemungkinan terjadinya perforasi rahim, tumbuh

jaringan parut pada dinding rahim, infeksi, dan perdarahan parah. (16)

Didukung oleh penelitian yang menyatakan adanya

hubungan riwayat kuretase dengan kejadian retensio plasenta. (15)

3. Anemia

Pada saat persalinan Hb P1 10,3 gr%, P1 mengalami anemia dari

sejak hamil.
Menurut Kemenkes RI kebutuhan kandungan zat besi pada

ibu hamil adalah 800 mg. Adapun kebutuhan tersebut terdiri atas 300

mg yang dibutuhkan untuk janin, dan 500 gram untuk menambah

masa hemoglobin maternal. Kelebihan sekitar 200 mg dapat

diekskresikan melalui usus, kulit dan urine. Pada makanan ibu

hamil, tiap 100 kalori dapat menghasilkan sebanyak 8-10 mg fe.

Suplemen besi yang dibutuhkan adalah 30-50 mg/hari dan

disarankan pada ibu hamil dengan hemoglobiln <10 atau <10,5 g/dl

pada kehamilan. Maka untuk pencegahan anemia dengan Hb <11

gr% yaitu diberi 1 tablet besi (60 mg elemen iron dan 0,25 mg asam

folat) per hari selama 90 hari, mulai dari pemberian pertama ibu

hamil memeriksakan kehamilannya K1. (27)

Hal ini sejalan dengan teori bahwa anemia pada ibu hamil

dapat menyebabkan kontraksi serat-serat myometrium terutama

yang berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada

tempat perlengketan plasenta menjadi lemah sehingga memperbesar

resiko terjadinya retensio plasenta karena myometrium tidak dapat

berkontraksi. (28)

Didukung oleh penelitian menyatakan terdapat hubungan

antara anemia dengan kejadian retensio plasenta. Terdapat ibu

bersalin dengan anemia berjumlah 29,0% mengalami retesio

plasenta. Ibu bersalin dengan anemia mempunyai risiko 3,467 kali


untuk mengalami retensio plasenta dibandingkan dengan ibu

bersalin yang tidak anemia. (10)

Menurut asumsi penulis dapat disimpulkan bahwa faktor

selain faktor usia, anemia, riwayat kuretase adalah P1 tidak

meminum tablet fe secara rutin yang menyebabkan P1 anemia dan

mengalami retensio plasenta. Hal ini sudah bidan lakukan

penanganan anmia dengan memberikan tablet Fe setiap P1 periksa,

namun P1 tidak meminumnya dengan rutin. Hal ini dapat dibuktikan

dengan hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 03 Mei

2019 yang menyatakan bahwa P1 jarang mengkonsumsi tablet fe.

4.3.2 Diteksi dini Retensio Plasenta

Pada kasus P1 bidan telah melakukan diteksi dini dari

Retensio Plasenta dengan cara melakukan anamnesa pada saat P1

datang ke BPM meliputi usia ibu, riwayat kehamilan sebelumnya,

dan memeriksa Hb. Bidan mendeteksi bahwa P1 retensio plasenta

saat sudah menyuntikkan oksitosin kedua dan menunggunya 15

menit, tetapi tidak ada tanda pelepasan plasenta, sehingga bidan

memutuskan untuk melakukan manual plasenta.

Hal ini sejalan dengan teori deteksi dini retensio plasenta

dapat dilakukan dengan cara melakukan anamnesa mengenai umur

ibu, riwayat obsteri, riwayat kehamilan sekarang, dan dengan

dilakukannya pemeriksaan pervaginam dan pemeriksaan penunjang


seperti memeriksa Hb untuk mengetahui apakah P1 beresiko atau

tidak. (19)

Hal ini sesuai dengan teori bahwa Retensio plasenta adalah

tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi

waktu 30 menit setelah bayi lahir. (29)

Didukung oleh penelitian yang mengemukakan bahwa

deteksi dini sangat penting untuk menentukan retensio plasenta

maka dari itu pentingnya melakukan pencegahan seperti

pemeriksaan Hb, maka dari itu bidan bisa melakukan pencegahan

dengan memberikan tablet fe dan memantau kunjungan antenatal

care. (10)

Menurut asumsi penulis, tenggang waktu bidan untuk

melakukan manual plasenta sudah tepat yaitu menunggu 30 menit

setelah bayi lahir. Hasil deteksi pada P1 adalah kategori ibu bersalin

dengan risiko karena usia P1 35 tahun, anemia, dan memiliki riwayat

kuretase, seharusnya bidan merujuk P1 untuk bersalin di fasilitas

kesehatan yang lebih lengkap, karena bidan dari awal sudah

mendeteksi bahwa P1 itu beresiko. Dalam kenyataannya B1 tidak

merujuk P1, dengan alasan tanda-tanda vital P1 masih bagus dan

memungkinkan untuk ditolong B1. Akan tetapi jika kita melihat

kewenangan bidan, jika bidan menemukan adanya risiko saat

menditeksi, seharusnya bidan melakukan rujukan terhadap pasien

tersebut ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Karena di


khawatirkan akan terjadi kegawatdaruratan yang menyebabkan

kematian Ibu.

4.3.3 Penatalaksanaan Retensio Plasenta

Pada kasus ini, prosedur penatalaksanaan yang B1 lakukan

belum sudah sesuai dengan SOP, karena saat tindakan B1 tidak

memberikan obat analgetik per rectal dengan alasan bahwa obatnya

sedang habis. Saat tindakan manual plasenta B1 memindahkan bayi ke

tempat bayi. Setelah tindakan bidan tidak memantau setiap 5 menit di

15 menit pertama.

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dengan teori yang

mengatakan bahwa sebelum melakukan tindakan penetrasi kedalam

kavum uteri, bidan harus terlebih dahulu melakukan anastesi verbal

atau analgetik per rectal untuk mengurangi nyeri. (14)

Menurut penelitian yang mengemukakan bahwa Inisiasi

Menyusui dini pada saat Manajemen Aktif kala III sangat berpengaruh

terhadap waktu kelahiran plasenta. (30)

Menurut asumsi penulis, prosedur penatalaksanaan retensio

plasenta yang dilakukan B1 belum sudah sesuai SOP. Hal ini bisa

dibuktikan dengan hasil observasi saat B1 melakukan tindakan

retensio plasenta. (Doc 2;11.03.2019)

Seharusnya bidan membiarkan bayi untuk IMD karena akan

menghasilakan hormone oksitosin yang akan menyebabkan serat-serat


otot rahim berkontraksi sehingga mempercepat lahirnya plasenta.

Adapun sebaiknya sebelum melakukan tindakan manual plasenta

memberikan obat analgetik dengan tujuan memberikan asuhan sayang

ibu, agar ibu tidak merasa kesakitan ketika dilakukan tindakan manual

plasenta.

Seharusnya bidan melakukan observasi 2-3 kali di 15 menit

pertama setelah plasenta lahir, karena pada saat-saat itu merupakan

masa kritis post partum, dan bidan bisa menangani langsung bila

terjadi perdarahan atau kegawatdaruratan masa nifas.

4.3.4 Kualitas dan Kuantitas kunjungan Post Natal Care


Pada kasus ini P1 hanya mendapatkan pemeriksaan nifas oleh

tenaga kesehatan sebanyak 4x, 1 kali saat masih di BPM dan saat P1

pulang bidan memberikan obat cefadroxil 2x1, tablet fe 1x1 dan

farsifen 3x1, selanjutnya 1 kali kunjungan rumah pada hari ke 3, 1x P1

ke BPM pada hari ke 7, dan 1 x P1 ke BPM pada hari ke 40. Asuhan

yang dilakukan oleh bidan pada saat melakukan pemeriksaan meliputi:

pemeriksaan tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan kontraksi uterus,

dan penurunan rahim (TFU), dan memeriksa keadaan luka jahitan

perineum, melakukan pendidikan kesehatan mengenai nutrisi, istirahat,

tanda-tanda bahaya. Pada hari ke 40 B1 baru memberikan Penkes

tentang KB

Menurut PERMENKES No. 97 tahun 2014, paling sedikit 3 kali

bidan harus melakukan kunjungan. Kunjungan dilakukan untuk menilai


keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan

menangani masalah-masalah yang terjadi. Kunjungan ke-1 (6 jam-3

hari setelah persalinan), kunjungan ke-2 (4-28 hari setelah persalinan),

kunjungan ke-3 (29-42 hari setelah persalinan).

Didukung oleh penelitian yang mengemukakan bahwa

monitoring ibu nifas terbukti hubungannya dengan kejadian morbiditas

nifas karena dapat memonitor keluhan atau kejadian morbiditas ibu

sehingga dengan memonitoring ibu yang baik diteksi morbiditas itu

lebih banyak. Sehingga minimal melakukan kunjungan selama masa

nifas itu 4 kali untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk

mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang tejadi.

Menurut UU Tenaga Kesehatan pasal 62 ayat (1): “kewenangan

berdasarkan kompetensi” adalah untuk melakukan pelayanan kesehatan

secara mandiri sesuai lingkup dan tingkat kompetensinya, antara lain

untuk bidan adalah memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan

kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan

reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Menurut teori kunjungan ke 3 dilakukan pada 2 minggu setelah

persalinan, kunjungan ini tujuannya sama dengan kunjungan yang ke 2.

Setelah kunjungan ke 3 ini bertujuan untuk memberikan konseling

pelayanan KB secara dini.


Menurut asumsi penulis kuantitas kunjungan nifas pada P1

sudah sesuai dengan anjuran pemerintah. Namun kualitas

kunjungannya belum sesuai karena B1 memberikan obat antibiotic

kepada P1, jika dilihat dari kewenangannya, bidan tidak ada

kewenangan untuk memberikan obat antibiotik.

Asuhan tentang KB secara dini pada P1 pada hari ke 40,

seharusnya B1 sudah memberikan konseling KB pada kunjungan ke 3

karena jika memberikan konseling di hari ke 40, P1 sudah dalam masa

subur.

4.3.5 Pendokumentasian hasil asuhan

Pada kasus ini sistem pendokumentasian dibuat menggunakan

SOAP, namun dalam praktiknya bidan tidak melengkapi pencatatan

assessment, dan pencatatan partograf yang tidak sinkron dengan kasus.

Hal ini tidak sejalan dengan teori Standar Pelayanan Kebidanan

yaitu standar 2, bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang

dilakukan dengan seksama seperti yang sesungguhnya yaitu, pencatatan

semua ibu hamil diwilayah kerja, rincian pelayanan yang telah

diberikan sendiri oleh bidan kepada seluruh ibu hamil/bersalin, nifas

dan bayi baru lahir semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada

masyarakat.

Menurut asumsi penulis pendokumentasian yang dilakukan

bidan belum sesuai dengan teori dikarenakan bidan melakukan


pencatatan diagnose belum sinkron dengan kasus. Hal ini dapat

merugikan bidan apabila terjadi hal yang tidak diinginkan sehingga

bidan tidak bisa mempertanggungjawabkannya.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengkajian asuhan secara menyeluruh dari berbagai

aspek terhadap Ny. E G4P2A1 hamil 38 minggu dengan Retensio Plasenta dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyebab dan faktor predisposisi yang berkaitan dengan kasus Ny. E

dengan Retensio Plasenta yaitu karena usia ibu, anemia, dan riwayat

kuretase.

2. Deteksi dini yang dilakukan Bidan dalam kasus Retensio Plasenta adalah

dengan melakukan anamnesa yang berkaitan dengan kasus Retensio

Plasenta yaitu Umur, Riwayat obsetri, Riwayat kehamila sekarang, serta

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan kadar Hb.

3. Penatalaksanaan Retensio Plasenta yang dilakukan oleh bidan belum sesuai

karena bidan melakukan manual plasenta tanpa memberikan obat analgetik

sehingga ibu merasa kesakitan saat dilakukan manual plasenta.

4. Kualitas dan kuantitas Post Natal Care sudah sesuai dengan teori yang ada.

5. Pendokumentasian hasil asuhan yang dilakukan oleh bidan belum sesuai

dengan teori, karena bidan belum melengkapi pencatatan assessment dan

pencatatan partograf yang tidak sinkron dengan kasus.


4.2 Saran

1. Diharapkan bidan dapat memberikan tablet fe pada ibu hamil dengan

memberikan pendidikan kesehatan cara meminumnya agar ibu hamil

tersebut mau meminumnya.

2. Diharapkan tindakan lanjut untuk kasus persalinan, kehamilan, nifas

berisiko agar bisa dirujuk dan ditangani di fasilitas kesehatan yang lebih

lengkap.

3. Diharapkan bidan selalu memeriksa kelengkapan obat agar saat ada

kegawatdaruratan bisa ditangani dengan lebih maksimal.

4. Diharapkan pencatatan partograf dilengkapi dan disesuaikan dengan

kejadian kasus tersebut. Dikhawatirkan terjadi kegawatdaruratan dan kita

tidak bisa mempertanggungjawabkannya di depan hukum.


Daftar Pustaka

1. RI, Kemenkes. Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta : Kementrian Kesehatan

Replubik Indonesia, 2016.

2. —. capaian kinerja kesehatan 2015-2017. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI,

2018.

3. Jabar, Dinkes. Profile Jawa Barat. Jawa Barat : Dinas Kesehatan Jawa Barat,

2017.

4. Karawang, Dinkes. Laporan Angka Kematian Ibu. Karawang : Dinas Kesehatan

Karawang, 2018.

5. Astri, Bidan. Laporan Jumlah Persalinan. Plawad : Astri, 2018.

6. Bappenas. upaya pencegahan AKI dan AKB Indonesia. Jakarta : Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015.

7. Siwi, Walyani. Asuhan kebidanan patologi. Yogyakarta : Pustaka Barupess,

2015.

8. WHO. Epidemiologi perdarahan. 2015.

9. Rohani, dkk. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalnan. Jakarta : Salemba

Medika, 2011.

10. Faktor risiko kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin di RSUD Dr. Bob

Bazar, Skm Kalianda. Riyanto. Kalianda : https:/ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id,

2015, Vol. 3.

11. Pudiastuti. asuhan kebidanan pada ibu bersalin patologi. yogyakarta : nuha

medika, 2012.
12. faktor risiko ibu bersalin dengan kejadian perdarahan. damayanti.

yogyakarta : s.n., 2015, Vol. 4.

13. Hubungan riwayat kuretase dengan kejadian retensio plasenta di RSIA Bunda

Husada Salo. Azmalini, Novridiati. Riau, Universitas Pahlawan Tuanku

Tambusai : s.n., 2014.

14. Ketahui Efek Samping Kuret dan Bahayanya. . Adrian, Dr. Kelvin. s.l. :

http://www.alodokter.com/ketahui-efek-samping-kuret-dan-bahayanya, 2018.

15. Hubungan Manajemen Aktif Kala III dengan retensio plasenta. Ningrum. 2015.

16. Prabowo., E. Ilmu Kebidanan penyakit Kandungan dan keluarga Berencana.

Jakarta : EGC, 2014.

17. Prawiroharjdo, sarwono. ilmu kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka, 2014.

18. 2014, Peraturan menkes no 97 tahun. pelayanan kesehatan masa sebelum

hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan.

penyelenggaraan alat kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual. 2014.

Anda mungkin juga menyukai