net/publication/328018714
CITATIONS READS
0 1,007
3 authors:
Rita Rostika
Universitas Padjadjaran
32 PUBLICATIONS 27 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Achmad Rizal on 02 October 2018.
Achmad Rizal
Izza M Apriliani
Rita Rostika
ii
iii
Copyright @2018, Achmad Rizal dkk.
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Katalog
ISBN 978-602-439-324-3
iv
PRAKATA
iv
Akhirnya, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih kepada segenap anggota Tim penulis yang telah bekerja keras
untuk mewujudkan tersusun dan terbitnya Buku ini. Harapan kami
adalah, kiranya buku ini dapat digunakan sebagai referensi bagi
mahasiswa dan peneliti di bidang ketenagakerjaan dalam fokus
pembangunan daerah.
Tim Penyusun
v
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ............................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................... 1
BAB 2 MEMAHAMI DEFINISI DAN KONSEPSI TEORITIS
ASPEK TENAGA KERJA ................................................. 7
2.1. Konsep Tenaga Kerja ....................................................... 7
2.2. Angkatan Kerja dan Ketenagakerjaan di Pedesaan ...... 11
2.3. Permasalahan Pengangguran ....................................... 18
2.4. Solusi Umum Atasi Pengangguran ............................... 19
2.5. Konsep Life Skills............................................................ 22
BAB 3 MEMAHAMI TREN EKONOMI DAN PASAR TENAGA
KERJA .......................................................................... 28
3.1. Tren Ekonomi ................................................................. 28
3.2. Tren Pasar Tenaga Kerja................................................ 31
BAB 4. STUDI KASUS PERAN KETENAGAKERJAAN DI
KABUPATEN SUKABUMI............................................ 37
4.1. Aspek Ekonomi Daerah ................................................. 37
4.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).......... 37
4.1.2. Struktur Ekonomi .............................................. 43
4.1.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi ...............................46
4.2. Ketenagakerjaan ............................................................48
4.2.1. Angkatan Kerja .................................................... 53
4.2.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja .................... 55
4.2.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan
Usaha................................................................. 56
4.2.4. Status Pekerjaan ................................................ 58
4.2.5. Analisis Ketenagakerjaan Kabupaten
Sukabumi........................................................... 59
iii
4.2.6. Analisis Klaster ................................................... 62
4.2.7. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja..................... 67
4.2.8. Analisis Elastisitas Tenaga Kerja ..................... 69
4.2.9. Analisis SWOT .................................................... 70
BAB 5. MEMAHAMI SOLUSI KETENAGA-KERJAAN DARI
MASALAHNYA ............................................................ 77
5.1. Menciptakan Landasan Perlindungan Sosial:
Strategi untuk Menutup Kesenjangan
Pembangunan .............................................................. 77
5.2. Formalisasi ekonomi informal: Pekerjaan rumah
tangga di Indonesia...................................................... 82
BAB 6. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA :
SEBUAH DILEMA ....................................................... 88
6.1. Pembinaan dan Pendayagunaan SDM.......................... 91
6.2. Tantangan, Arah Perkembangan, dan Peningkatan
SDM............................................................................... 93
6.3. Penutup ....................................................................... 100
DAFTAR REFERENSI ................................................................. 101
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
v
Tabel 11 Pusat Klaster Rata-Rata Variabel dari 27
Kabupaten/Kota ......................................................... 65
Tabel 12 Jumlah Kabupaten dan Kota terdistribusi ke
dalam 4 Klaster ........................................................... 65
Tabel 13 Uji Signifikansi Variabel di dalam 4 Klaster ............... 66
Tabel 14 Daya Serap Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan
Ekonomi ...................................................................... 67
Tabel 15 Daya Serap Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan
Ekonomi Tahun 2015-2016 ......................................... 69
Tabel 16 Key Success Factors Acuan Penyusunan
Masterplan Ketenagakerjaan .....................................71
Tabel 17 Hasil Analisis SWOT .................................................... 73
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
Begitu kuatnya hegemoni Barat sehingga merambah di segala aspek
kehidupan negara-negara berkembang. Bahkan dengan segala
kecongkakannya, negara-negara Barat yang dikomandani AS sering
menganggap dirinya sebagai yang paling benar dan disertai pemaksaan
kepada negara-negara berkembang untuk mengikuti jejaknya.
2
masyarakat yang optimal.
Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang
layak serta kualitas sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu
3
muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah
hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha Ekonomi
menyangkut kebutuhan-kebutuhan manusia dan sumber-sumber
pembangunan, keinginan dan kebutuhan manusia tidak terbatas,
sedangkan sumber-sumber selalu terbatas. Dengan demikian ilmu
ekonomi berusaha menerangkan bagaimana memenuhi kebutuhan
masyarakat sebanyak mungkin dengan jumlah sumber-sumber yang
terbatas.
4
Karena itu, permintaan tenaga kerja agregat selain di pengaruhi oleh
upah, juga ditentukan oleh berbagai variabel sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi, seperti konsumsi masyarakat, investasi,
pengeluaran pemerintah, ekspor, impor. Selanjutnya, Mankiw (2003)
menganggap bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja
merupakan faktor esensil dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi,
karena produktivitas tenaga kerja mencerminkan efisiensi dan
kemajuan teknologi.
5
maupun regional (Simanjuntak, 1989).
6
BAB 2 MEMAHAMI DEFINISI DAN KONSEPSI TEORITIS ASPEK
TENAGA KERJA
7
memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (2008) tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau
mengerjakan sesuatu, orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
didalam maupun diluar hubungan kerja. Tenaga kerja merupakan
istilah yang identik dengan istilah personalia, di dalamnya meliputi
buruh. Buruh yang dimaksud adalah mereka yang bekerja pada usaha
perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun
borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, biasanya
imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. Tenaga kerja
merupakan suatu faktor produksi sehinggadalam kegiatan industri
diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai keterampilan dan
kemampuan tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dari segi
keahlian dan pendidikannya tenaga kerja dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu:
8
umur tersebut sudah banyakpenduduk berumur muda terutama di
desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan.
9
2) Setengah menganggur tidak kentara atau menganggur
terselubung adalah mereka yang produktifitas kerja dan
pendapatannya rendah.
10
diusahakan oleh masyarakat pedesaan. Jumlah tenaga kerja yang
besar apabila diikuti dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan yang memadai akan memberikan kekuatan pada industri
rumah tangga.
11
peningkatan pekerja white collar. Ini merupakan sinyal kemajuan
perekonomian dan juga kemajuan pendidikan karena pekerja white
collar secara umum membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai.
Dalam analisis pembagian pekerja menjadi pekerja sektor formal dan
pekerja sektor informal sering terkendala dengan data yang tersedia.
12
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik
kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain orang yang
dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam
usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara
singkat tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja
(working age population). Tenaga kerja atau manpower terdiri dari
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja ataupun
labour force terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan
yang menganggur dan mencari pekerjaan”.
13
Walaupun terjadi perubahan struktur pekerjaan di wilayah
pedesaan, Hayami (1988) melihat, ternyata kontribusi pekerjaan di
pedesaan terhadap total peluang kerja khususnya di sektor
perdagangan dan industri ternyata terus berkurang. Kondisi ini
menyebabkan banyak penduduk pedesaan yang mencari kerja di luar
desanya terutama di perkotaan, sehingga menimbulkan masalah baru,
yaitu derasnya arus mobilitas penduduk dari wilayah desa ke
perkotaan.
14
penduduk perkotaan. Kecenderungan perkembagan beberapa variabel
demografi mendukung argumentasi di atas.
15
Selain umur, variabel yang juga penting untuk dikaji dalam
ketenagakerjaan adalah pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan
salah satu faktor yang menentukan kualitas tenaga kerja. Idealnya,
tenaga kerja yang tersedia di suatu negara memiliki pendidikan yang
memadai sesuai dengan kesempatan kerja yang tersedia, namun di
negara-negara yang dalam kondisi masih sedang berkembang biasanya
sering terjadi mismatch antara pendidikan dan pekerjaan yang
ditekuninya (Setiawan, 2016).
16
persentase lebih kecil jika dibandingkan dengan di wilayah pedesaan.
Sementara itu, tenaga kerja di pedesaan dengan kualifikasi pendidikan
SLTP, juga sudah lumayan banyak, bahkan proporsinya tidak terpaut
terlalu jauh dari tenaga kerja berpendidikan SLTP perkotaan. Mungkin
ini merupakan hasil yang sudah mulai bisa dipetik dengan banyaknya
pembukaan SLTP di wilayah pedesaan, sehingga para lulusan SD yang
ingin melanjutkan ke SLTP tidak perlu lagi pergi ke kota. Dengan
demikian, biaya yang dikeluarkan menjadi tidak terlampau mahal, dan
secara ekonomi menjadi terjangkau oleh orang tua di pedesaan yang
menginginkan anaknya meraih pendidikan yang lebih baik.
17
pendidikan tenaga kerja pedesaan, akan tetapi masih perlu upaya-
upaya untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikannya. Mengingat
umumnya masyarakatpedesaan masih terjerat kemiskinan, maka
kebijaka pendidikan gratis, atau palingtidak kebijakan pendidikan yang
murah tapi berkualitas, serta dapat terjangkauoleh hampir semua
lapisan masyarakat di pedesaan urgensi untuk segeradiupayakan.
18
puluhan) struktur ekonomi yang timpang tidak banyak
membaik.Untukmasukan bagai perencana dan pembuat kebijakan
untuk memecahkan masalahketenagakerjaan (Sigit, 2000)
19
jumlah angkatan kerja semakin bertambah dan pengangguran pun
terus menumpuk? Untuk menjawab tantangan tersebut, Program
Pengentasan Kemiskinan harus lebih menyempurnakan modelnya agar
dapat memberikan life skill pada tenaga keraja. Setidaknya sekitar 70
persen tenaga kerja membutuhkan pendidikan keahlian yang dapat
dipergunakan untuk hidup. Sebab, dari total siswa yang bersekolah
sejak SD hingga SLTA, hanya sekitar 30 persen yang akhirnya bisa
melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi, sedangkan
persentase terbesar langsung harus terjun ke masyarakat (Satori,
2003).
20
perekonomian modern,misalnya, pertukangan tidak banyak
mendapatkan tempat. (Direktorat PLB, 2002).
21
hidup. Mereka perlu tambahan bekal kecakapan hidup, pembekalan
ketrampilan tersebut selain memberi berbagai ketrampilan juga
diperkuat dengan pembekalan mental dan manajemen. Tujuannya agar
kelak para remaja lulusan SLTA atau drop out, yang tidak bisa
melanjuktan sekolahnya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena
alasan ekonomi tersebut selain siap menjadi SDM siap pakai tapi juga
memiliki visi dan misi berwira usaha yang jelas.
22
memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan
tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif. Kecakapan hidup
mencakup lima jenis, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri, (2) kecakapan
berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan (5)
kecakapan kejuruan (Silitonga, 2010).
23
akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan hidup dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup dapat
dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik,
emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang
materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada.
Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan agar peserta didik mengenal dan
memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi dan
bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yang
terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri.
24
aptitudes that are necessary for a person to functioneffectively and to
avoid interruption of employment experience”.
25
Pengembangan program life skills pada umumnya bersumber
padapenelitian bidang-bidang berikut: (1) The world of work, (2)
Practical LivingSkills, (3) personal Growth andManagement, and (4)
Social Skills.Employabilityskills mengacu kepada serangkaian
keterampilan yang mendukung seseoranguntuk menunaikan
pekerjaannya secara berhasil.Employability skills terdiri dari 3 (tiga)
gugus k eterampilan, yaitu: (1)keterampilan dasar (2) keterampilan
berfikir tingkat tinggi (3) Karakter danketerampilan afektif.
26
Inti darivocational skills adalah specific occupational skills, yaitu
keterampilan khususuntuk melakukan pekerjaan tertentu.
27
BAB 3 MEMAHAMI TREN EKONOMI DAN PASAR TENAGA KERJA
28
Sumber: Bank Dunia (2013) Indikator Perkembangan Dunia, Bank Dunia,
Washington
29
Terlepas dari tren positif di kawasan ini, iklim domestik telah
mengalami penurunan dalam hal indikator ekonomi tahun 2013 karena
gabungan dari faktor internal dan eksternal. Penurunan ini dikaitkan
dengan volatilitas pasar keuangan internasional, pengetatan kebijakan
moneter di AS, dan revisi subsidi BBM dalam negeri yang memicu inflasi.
Inflasi mencapai 8,40 persen dari tahun ke tahun pada bulan September
2013. Tingkat inflasi diperkirakan mencapai puncaknya pada kuartal
terakhir tahun 2013, dan bila tidak ada gejolak yang signifikan, tingkat
inflasi diperkirakan akan stabil pada 6,7 persen di tahun 2014. Bank Dunia
memperkirakan bahwa tingkat pertumbuhan PDB akan menurun
hingga 5,6 persen di tahun 2013 dan 5,3 persen di tahun 2014.
30
perdagangan yang terbatas serta fluktuasi musiman yang terkait dengan
perayaan Idul Fitri. Langkah yang diambil Pemerintah tanggal 22 Juni 2013
untuk mengurangi subsidi solar sebesar Rp 1.000 per liter dan subsidi
bensin sebesar Rp 2.000 per liter menyebabkan peningkatan inßasi secara
tajam, dan penyesuaian harga kemungkinan akan terus berlanjut hingga
tahun 2014.
31
atau menurun sepanjang tahun. Namun, data dari survei Sakernas bulan
Februari dan Mei menunjukkan hasil yang berbeda, dan mengindikasikan
bahwa pekerjaan telah berkembang (dari tahun ke tahun) pada semester
pertama tahun 2013.
32
2012 dan 2013. Dalam hal pekerjaan, pada tahun 2013 sekitar 62 persen
laki-laki bekerja, sementara perempuan sekitar 38 persen yang bekerja
(ILO 2013).
33
kaum muda dapat dikaitkan dengan peningkatan tingkat pendidikan,
khususnya bagi kaum muda perempuan, yang akan membantu
meningkatkan hasil gender rasio lapangan pekerjaan dan penduduk dari
waktu ke waktu. Lebih dari itu, terdapat kemungkinan bahwa rasio
lapangan pekerjaan dan penduduk tinggi karena Indonesia saat ini
sedang mengalami “dividen demografi” (persentase penduduk dengan
usia kerja tinggi dan rasio dependensi rendah). Guna mengoptimalkan
manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan rasio dependensi rendah ini
(ILO, 2013).
34
Situasi pengangguran menegaskan bahwa saat ini perumusan
strategi sangat penting untuk memulihkan tren pengangguran yang
menurun sebelumnya, untuk memastikan bahwa target menurunkan
pengangguran antara lima dan enam persen dapat dicapai pada tahun
2014. Lebih dari itu, perhatian lebih lanjut mengenai hasil
pengangguran dijamin, karena pengangguran terus tersebar secara
tidak merata di seluruh kelompok demograÞs. Contohnya, dari 70
persen pengangguran pada tahun 2013, 4,9 juta berusia antara 15 dan
29 tahun (BPS, 2013).
35
dan penurunan jumlah orang yang tidak sekolah dan lulus sekolah dasar
sebagai tingkat tertinggi pencapaian pendidikan mereka. Sangatlah
penting agar kebijakan terus memberikan dukungan bagi penduduk usia
kerja, khususnya kaum muda, untuk melanjutkan pendidikan mereka,
dengan demikian akan mengurangi jumlah pekerja berpendidikan rendah
yang memasuki pasar kerja di masa yang akan datang.
36
BAB 4. STUDI KASUS PERAN KETENAGAKERJAAN DI
KABUPATEN SUKABUMI
37
sedikit bergeser, mengingat kegiatan sektor Bangunan, tengah
menunjukkan pertumbuhan yang cenderung meningkat dari tahun
sebelumnya.
38
Gambar 2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Tahun
2010 – 2013 (dalam milyar rupiah)
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi
39
2012 menjadi Rp. 4.402,1 milyar di tahun 2013. Kendati demikian
peningkatan tersebut belum menunjukkan peningkatan riil dari
kelompok sektor bersangkutan, karena pada NTB atas dasar harga
berlaku masih terkandung inflasi.
40
sebesar 0,57 persen dari tahun 2012. PDRB sektor primer tersebut pada
tahun 2012 sebesar Rp. 3.445,0 milyar naik menjadi Rp. 3.464,8 milyar
pada tahun 2013. Sedangkan kelompok sektorsekunder pada tahun
2013 ini meningkat sebesar 5,49 persen dari tahun sebelumnya. Jika
pada tahun 2012 PDRB kelompok sektor sekunder sebesar Rp. 1.851,5
milyar maka pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp. 1.953,2 milyar.
41
sedangkan tahun 2012 sebesar Rp. 3.345,4 milyar atau mengalami
peningkatan yaitu sebesar 6,87 persen.
Bila dilihat dari sektor yang paling tinggi peningkatannya atas dasar
harga berlaku (Tabel 6), maka sektor Bangunan dan Jasa-jasa
merupakan sektor dengan nilai peningkatan mencapai 12,46 persen
dan 12,43 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Disusul
kemudian sektor Perdagangan, Hotel & Restoran yang mengalami
kenaikan sebesar 11,88 persen, berturut turut sektor Angkutan dan
Komunikasi, Keeuangan dan Persewaan, Industri Pengolahan yaitu
masing-masing sebesar 10,13 persen dan 9,92 persen. Sedangkan
sektor yang terkecil kenaikannya adalah sektor Pertanian sebesar 4,17
persen.
42
Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi
43
demikian, struktur perekonomian daerah sangat dipengaruhi oleh
kemampuan tiap-tiap sektor dalam penciptaan nilai tambah.
44
Kabupaten Sukabumi dengan besaran masing-masing dibanding tahun
sebelumnya mengalami kenaikan.
45
Sektor 2010 2011 2012 2013
[1] [2] [3] [4] [5]
I. Primer 36,45 35,74 35,16 33,82
1. Pertanian 31,86 31,37 30,95 29,73
2. Pertambg & Penggalian 4,59 4,37 4,21 4,08
II. Sekunder 21,63 21,92 21,71 21,83
3. Industri Pengolahan 16,87 16,99 16,69 16,70
4. Listrik, Gas &Air Bersih 1,29 1,30 1,31 1,29
5. Bangunan 3,48 3,63 3,71 3,85
III. Tersier 41,91 42,32 43,13 44,35
6. Perdagang, Hotel & Rest 23,01 23,49 24,15 24,92
7. Angkt & Kom. 8,73 8,74 8,73 8,87
8. Keu,Perswn& Jasa Perh. 3,04 3,01 2,96 3,00
9. Jasa-jasa 7,13 7,08 7,29 7,56
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00
46
Kabupaten Sukabumi sebesar 4,07 persen mengalami peningkatan
dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
Selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2010 dan 2011 LPE
Kabupaten Sukabumi mengalami fluktuasi sebesar 3,90 persen dan
3,65 persen. Kemudian untuk tahun 2012 dan 2013, LPE Kabupaten
Sukabumi mengalami kenaikan menjadi sebesar 4,02 persen dan 4,07
persen. Hal ini mengindikasikan perekonomian di Kabupaten Sukabumi
yang mulai stabil dua tahun terakhir ini dari beberapa tahun
belakangan yang tidak stabil karena efek dari krisis global yang terjadi.
47
Kabupaten Sukabumi dipakai sebagai dasar (base line), maka kinerja
sektoral dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok
pertama adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan diatas
rata-rata laju pertumbuhan ekonomi periode 2010– 2013 (yaitu rata-
ratanya sebesar 3,91 persen); kelompok kedua sektor yang berhasil
mencapai pertumbuhan positif walaupun masih di bawah LPE rata-
rata; kelompok ketiga adalah sektor yang mengalami pertumbuhan
negatif.
4.2. Ketenagakerjaan
Definisi tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja (15 tahun
ke atas) atau 15 sampai dengan 64 tahun yang secara potensial dapat
bekerja. Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu
Negara yang dapat memproduksi barang-barang dan jasa-jasa jika ada
permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau
berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga kerja merupakan salah
satu faktor produksi selain faktor produksi tanah dan modal yang
48
memiliki peranan penting dalam mendukung kegiatan produksi dalam
menghasilkan barang dan jasa.
Angkatan kerja terdiri dari : (1) golongan yang bekerja; dan (2)
golongan yang menganggur atau mencari pekerjaan. Kelompok bukan
angkatan kerja terdiri dari : (1) golongan yang bersekolah; (2) golongan
yang mengurus rumah tangga; (3) golongan lain-lain atau penerima
pendapatan.
49
kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan
pekerjaan. Arti dan mampu adalah mampu secara fisik dan jasmani,
kemampuan mental dan secara yuridis mampu serta tidak kehilangan
kebebasan untuk memilih dan melakukan pekerjaan serta bersedia
secara aktif maupun pasif melakukan mencari pekerjaan adalah
termasuk dalam sebutan angkatan kerja (Sumarsono, 2009).
50
angkatan kerja yaitu bagian dari tenaga kerja yang tidak mampu
bekerja termasuk dalam golongan ini adalah :
51
3) Orang vang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter,
konsultan,tukang cukur, dan lain-lain.
52
usia produktif ke daerah lain yang lebih menjanjikan di bidang
pekerjaan.
53
Tabel 6 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan
Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sukabumi Tahun2011 -
2013
Laki-laki Perempuan Total
Kegiatan Utama
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Angkatan Kerja 84,84 83,70 82,68 37,35 33,43 40,71 62,00 59,02 62,05
*Bekerja 91,89 90,32 90,92 92,45 89,55 89,70 92,05 90,11 90,53
*Mencari Pekerjaan 8,11 9,68 7,55 10,45 7,95 9,89 6,77
Bukan Angkatan Kerja 15,16 16,30 17,32 62,65 66,57 59,29 38,00 40,98 37,95
*Sekolah 50,30 48,84 43,78 8,35 11,86 13,11 17,04 19,35 20,23
*Mengurusr umah tangga 10,52 9,29 9,70 88,47 84,53 80,70 72,32 69,30 64,22
*Lain-lain 39,18 41,87 46,52 3,19 3,61 6,19 10,64 11,36 15,55
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100
54
4.2.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
TPAK 84,84 83,70 62,68 37,35 33,43 40,71 62,00 59,02 62,05
TPT 8,11 9,68 9,08 7,55 10,45 10,30 7,95 9,89 9,47
55
TPT pada tahun 2013 yangmengalami penurunan sebesar 0,42 persen
yaitu dari 9,89 persen pada tahun 2012 menjadi 9,47 persen pada tahun
2013.
56
penurunan yang cukup signifikan yaitu dari 47,71 % pada tahun 2011
menjadi 28,27 % pada tahun 2012.
1. Pertanian 37,20 46,86 28,57 36,59 50,15 27,63 37,03 47,71 28,27
2. Industri 15,22 7,11 15,88 24,95 16,43 30,55 18,05 9,52 20,56
3. Perdagangan 16,46 18,751 18,42 25,68 27,13 31,65 19,14 20,92 22,65
4. Jasa-jasa 7,09 ,68 7,10 10,67 3,34 9,07 8,13 2,11 7,73
5. Lainnnya *) 24,02 25,59 30,03 2,11 2,94 1,10 17,65 19,74 20,78
57
4.2.4. Status Pekerjaan
2015
Status Pekerjaan Laki-laki dan
Laki-laki Perempuan
Perempuan
Berusaha Sendiri 24,98 15,65 22
Berusaha dibantu oranglain 22,71 15,83 20,51
Berusaha dengan Buruh tetap 2,22 1,53 2,00
Buruh/Karyawan 23,36 28,98 25,16
Pekerja Bebas Pertanian 10,69 7,29 9,60
Pekerja Bebas di Non Pertanian 12,65 2,34 9,35
58
menempati peringkat pertama sebagai buruh/karyawan hal ini
berbanding lurus dengan lapangan usaha industri yang mengalami
kenaikan pada tahun 2015, hal ini mengindikasikan bahwa semakin
banyak buruh/karyawan di Kabupaten Sukabumi terkait semakin
pesat sektor industri di wilayah Kabupaten Sukabumi, terbukti
dengan proporsi jenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja laki-laki, mengingat bahwa sektor
industri lebih banyak menyerap tenaga kerja wanita yang berstatus
sebagai buruh.
59
lapangan kerja dan masih rendahnya latar belakang pendidikan dan
keahlian para pencari kerja. Di lapangan sering kali terjadi kombinasi
dari masalah-masalah tersebut di atas sehingga memerlukan strategi
penanganan khusus.
60
Tingginya angka pencari kerja yang tidak dapat terserap oleh
lapangan pekerjaan yang tersedia tersebut menunjukkan bahwa
jumlah dan jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Kabupaten
Sukabumi sangat terbatas ditambah lagi keahlian yang dimiliki oleh
para pencari kerja masih banyak yang berada di bawah standar
kualifikasi keahlian yang dibutuhkan perusahaan. Hal demikian dapat
dilihat dari latar belakang pendidikan para pencari kerja yang terdaftar
sebagian besar berpendidikan tamat SD, SMP dan SMA/SMK, pada
tahun 2015 yakni mencapai 90,59% sedangkan pencari kerja dengan
latar belakang akademi dan universitas hanya sebanyak 9,41%.
Sementara itu pada tahun 2016 para pencari kerja dengan latar
belakang pendidikan tamat SD, SMP dan SMA/SMK masih sebesar
70,30%, sedangkan pencari kerja dengan latar belakang akademi dan
universitas sebanyak 29,70% .
61
melalui peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk meningkatkan
daya beli masyarakat sebagai mana diamanatkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Sukabumi Tahun 2016-2021 bisa diwujudkan dengan baik.
62
Kedua, Kabupaten Bogor, Kota Cirebon, dan Kota Banjar
terletak di Kuadran II, merupakan daerah dengan pertumbuhan
ekonomi di bawah rata-rata provinsi namunpengurangan
pengangguran di atas rata-rata provinsi (low growth, pro-job). Kinerja
ini menunjukkan perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi
dengan pertumbuhan rendah.
63
Gambar 4 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata
Pengurangan Jumlah Pengangguran di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Barat Tahun 2008-2013.
64
Variabel Penelitian N Rata-rata
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS/MYS) 27 7.909835
Pengeluaran per Kapita 27 9456.342725
N : Jumlah kab-kota 27
65
Tabel 13 menyajikan signifikansi hasil analisis statistik bahwa variabel
Angka Harapan Hidup, Angka Harapan Lama Sekolah, Rata rata Lama
Sekolah, Pengeluaran per kapita dapat membedakan klaster 1, klaster
2, klaster 3, klaster 4 yang terbentuk, hal ini dapat dilihat pada nilai Sig
< 0,05.
67
Jasa Kemasyarakatan, 233,457 241,705 8,248 7.81% 1,056
Sosial dan Perorangan
Lainnya 200,647 221,962 21,315 10.51% 2,027
(Pertambangan,Bangun
an, Listrik, Gas, Air
Minum, Angkutan)
68
kemungkinannya pertumbuhan ekonomi paralel dengan besarnya
tingkat penyerapan tenaga kerja.
69
tenaga kerja sektor lapangan usaha industri pengolahan merupakan
sektor lapangan usaha tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja
dibandingkan dengan sektor-sektor lapangan usaha lainnya yaitu
13,16%. Sedangkan sektor lapangan usaha pertanian berpengaruh
negatif sebanyak minus (-) 251,73%.
Tabel 16. Hasil identifikasi Key Success Factors (KSF) untuk acuan
penyusunan ketenagakerjaan
1) Rencana tenaga kerja 19) Alokasi anggaran APBD untuk
Upah minimum Kabupaten ketenagakerjaan
Pasar bebas dan tenaga kerja
2) 20)
(UMK) global
Peraturan daerah dan
3) 21) PPTKIS
peraturan lainnya.
Pertumbuhan ekonomi daerah
4) 22) Apindo
(LPE)
Jumlah perusahaan besar dan
5) 23) Serikat buruh/pekerja
menengah
6) Ketersediaan tenaga kerja 24) Informasi ketenagakerjaan
7) Kebutuhan tenaga kerja 25) Pengawas ketenagakerjaan
8) Pengangguran 26) Letak geografis wilayah
9) Pemutusan hubungan kerja 27) Infrastruktur
Penyelesaian sengketa buruh
10) 28) Sektor ekonomi basis
dan pengusaha
70
11) Fasilitasi tripatrit 29) Kondisi social budaya
12) Jumlah balai latihan kerja 30) Keamanan dan ketertiban
13) Pertumbuhan perusahaan 31) Tenaga kerja luar daerah
Kebijakan 1 juta tenaga kerja di
14) Investasi 32)
Jawa Barat
Kebijakan tata ruang untuk
15) 33) BLK
industry
Kompetisi minat usaha bagi
Terdapat banyak industry di
16) pengusaha dengan 34)
sekitar berbatasan
daerah lain
17) Kualitas tenaga kerja 35) UMK wilayah berbatasan
Jumlah lembaga pendidikan Kebijakan investasi di wilayah
18) 36)
SMK dan akademi berbatasan
71
KEY SUCCESS FACTORS (KSF)
NO
INTERNAL EKSTERNAL
Kebijakan investasi di wilayah
8 Pemutusan hubungan kerja (PHK)
berbatasan
72
Tabel 17 Hasil Analisis SWOT
INTERNAL
Ketersediaan tenaga kerja 0,30 4 1,20
KEKUATAN
EKSTERNAL
PPTKIS 0,30 4 1,20
Kebijakan 1 juta tenaga kerja di Jawa
PELUANG
0,10 2 0,20
Barat
(O)
73
b) Skala Rating 1-4, skala 1 berarti pengaruh terhadap acuan/tjuan
tidak ada pengaruhnya, skala 4 berarti pengaruhnya terhadap
acuan/tujuan sangat besar.
74
strategi meminimalisir kelemahan (W) dan mengoptimalkan peluang
(O).
75
15. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM angkatan kerja untuk
meningkatkan LPE.
16. Perda ketenagakerjaan.
76
BAB 5. MEMAHAMI SOLUSI KETENAGA-KERJAAN DARI
MASALAHNYA
77
Pemenuhan keempat jaminan atau hak yang membentuk LPS
membutuhkan adanya program-program perlindungan sosial mendasar
yang bersifat jangka panjang, fundamental, non kontribusi dan didanai
melalui sumber daya publik atau anggaran pemerintah. Pendanaan
terrsebut harus dapat diprediksi secara tepat dan digunakan untuk jangka
panjang. Dikarenakan perlunya upaya untuk mempertimbangkan
bagaimana kegiatan awal ini akan didanai dan bagaimana cara
mempertahankan kegiatan-kegitan tersebut dari waktu ke waktu, maka
penilaian ini mencakup latihan pembiayaan untuk mengetahui pendanaan
yang tersedia dan dibutuhkan untuk memperkenalkan LPS.
78
keluarganya, dan membentuk bagian dari pengaturan yang lebih luas
dari kebijakan pemberantasan kemiskinan oleh Pemerintah (Satriana, S.
and Schmitt, V. 2012).
79
informal tidak terdaftar dengan baik dalam administrasi publik, maka
saat ini sulit untuk menegakkan atau memantau pelaksanaan program-
program jaminan sosial untuk segmen perekonomian ini.
80
Ruang fiskal Pemerintah yang terbatas untuk meningkatkan
pengeluaran bantuan sosial dan pengeluaran pembangunan lain sering
sekali dihubungkan dengan kebijakan subsidi bahan bakar. Subsidi bahan
bakar Indonesia menentukan harga eceran bahan bakar bersubsidi
menjadi Rp. 6.500 dan solar bersubsidi menjadi Rp. 5.500, dengan
pengeluaran Pemerintah yang menutupi kesenjangan antara harga pasti
dan harga internasional. Kebijakan ini rentan untuk disesuaikan dengan
harga komoditas bahan bakar internasional dan tingkat pertukaran mata
uang.
81
energi dan bahan bakar, misalnya melanjutkan mekanisme penyesuaian
harga bahan bakar yang memberikan penyangga melawan harga yang
fluktuatif, harus dikombinasikan dengan pendalaman dan perluasan
program perlindungan sosial di Indonesia. Alat keuangan Protokol
Penilaian Cepat (RAP) ILO memperkirakan bahwa untuk menyediakan
LPS untuk semua, pengeluaran program sosial harus memiliki sekitar
2,45 persen dari PDB (ILO, 2013). Khususnya, peningkatan penyediaan
jaminan sosial dan menyediakan landasan perlindungan sosial tidak
sepenuhnya ikut serta dalam keseluruhan peningkatan dalam
pengeluaran Pemerintah atau melaksanakan defisit fiskal; dapat diraih
melalui perubahan pengeluaran fiskal saat ini.
82
Konvensi ILO No. 189 tentang kerja layak bagi pekerja rumah tangga
pada bulan Juni 2011. Sejak tahun 2011, 10 negara telah meratiÞkasi
Konvensi ini dan 25 negara lain telah memperbaiki perlindungan
hukum bagi PRT. Indonesia belum termasuk dalam negara-negara yang
menandatangani konvensi ini, dan kemajuan dalam meningkatkan
kondisi kerja PRT sangat diperlukan.
83
Data Sakernas dan Susenas tidak secara khusus dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentangPRT, dan diperkirakan berasal dari
survei yang seharusnya dilaksanakan secara seksama. Ada beberapa
alasan untuk hal ini. Pertama survei hanya sebagian merekam data
mengenai pekerja rumah tangga anak. Kedua, PRT tidak selalu dianggap
sebagai pekerja oleh majikan mereka atau diri mereka sendiri. Ketiga,
pekerjaan rumah tangga mungkin bukan kegiatan ekonomi primer bagi
individu sedangkan kegiatan ekonomi lain mungkin tidak dicakup dalam
survei ini. Terakhir, survei ini mungkin kesulitan untuk memperoleh data
dari rumah tangga di kalangan atas.
84
Analisis data Sakernas tahun 2012 mencatat bahwa jumlah
pekerja rumah tangga usia 15 sampai 17 adalah 111.000. Angka ini
menurun 60.000 dari tahun 2008 yang mencapai angka 170.000. Dengan
menggunakan parameter jumlah jam kerja, dari 111.000 pekerja muda
usia 15 sampai 17 tahun ini, hanya 84.000 yang dapat digolongkan sebagai
PRTA karena jam kerja mereka lebih dari 40 jam seminggu. PRTA usia 15
sampai 17 tahun menyumbang 7,6 persen dari semua PRT di atas 15
tahun. Susenas juga mencatat data pekerja anak usia 15 sampai 17 tahun,
dan analisis data ini menunjukkan bahwa sekitar 100.000 anak-anak
dalam kelompok usia ini adalah PRTA. Oleh karena itu, Susenas
memperkirakan pekerjaan.
85
Pekerja rumah tangga anak atau PRTA didominasi oleh
perempuan, mengikuti pola yang sama seperti pekerja dewasa.
Kebanyakan PRTA bekerja dengan jam kerja yang lama, lebih dari 66,5
jam per minggu, sehingga tidak punya waktu untuk sekolah. Di
samping itu, kebanyakan PRTA tidak bersekolah. Pada tahun 2008
hanya 4,5 persen PRTA yang bersekolah. Pada tahun 2012 jumlah ini
meningkat menjadi 16,5 persen, namun, masih dianggap rendah.
86
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk PRT, khususnya PRTA, guna
meningkatkan keandalan informasi sehingga solusi yang lebih efisien
untuk perlindungan PRTdapat direncanakan.
87
BAB 6. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA : SEBUAH
DILEMA
88
Pengembangan SDM pada era global hendaknya lebih
diutamakan, karena pada kurun-kurun waktu tersebut penerapan
teknologi super canggih telah merambah dalam segala sisi kehidupan
manusia. Kalau kita tidak mengantisipasinya, maka posisi manusia akan
tergeser. Jumlah tenaga kerja yang besar tidak memperoleh
kesempatan, persaingan makin ketat karena lapangan kerja yang
tersedia lebih banyak diisi oleh mesin-mesin/robot yang secara nyata
lebih praktis dan efisien dibanding tenaga manusia.
89
Telah cukup banyak pengalaman di negara lain bahwa kemajuan
universal di bidang iptek sebagai rekayasa teknokrat membawa implikasi
pada lahirnya krisis humanisme (Soedjatmoko, 1986). Kepesatan
kemajuan teknologi dewasa ini tidak lagi seiring dengan perkembangan
dan kebutuhan manusia, tetapi justru sebaliknya manusialah yang
kemudian harus menyesuaikan diri dengan teknologi, teknologi justru
memunculkan kebutuhan baru. Apalagi apa yang diadopsi berasal dari
Barat, yang digali dari akar kebudayaan yang berbeda. Suatu contoh kecil
betapa melencengnya adopsi teknologi dari Barat adalah penerapan
program revolusi hijau dalam bidang pertanian yang ternyata justru
menurunkan produksi pertanian. Karena itu dalam proses alih
teknologi harus melalui seleksi yang ketat.
90
6.1. Pembinaan dan Pendayagunaan SDM
91
dimaksud adalah usaha membina dan mendayagunakan potensi
kemanusiaannya, sehingga kemampuan yang dimilikinya dapat
dikerahkan baik dalam bentuk tenaga, gagasan, intelektualitasnya guna
mencapai taraf hidup yang lebih baik (Soetrisno dan Mary Johnston,
1982).
92
6.2. Tantangan, Arah Perkembangan, dan Peningkatan SDM
93
buram hasil pembangunan SDM Indonesia. Bagaimana mungkin
tercipta manusia Indonesia berkualitas yang berharkat dan
bermartabat, keamanan dan keterlindungan dalam bekerja saja tidak
ada, ini karena tak ada upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah
untuk melindungi warganya, terutama buruh. Hanya berhadapan
dengan tuntutan kehidupan minimal penduduknya saja pemerintah
tidak dapat memenuhi, bagaimana dapat bertahan menghadapi
pengaruh hegemoni teknologi/mesinisasi di segala aspek di era global
ini. Berdasarkan kenyataan lemahnya usaha pembinaan dan
pembangunan SDM di Indonesia dapat diduga bahwa pada akhirnya
dalam segala level pekerjaan di era global, nasib tenaga kerja kita akan
terdesak oleh tenaga kerja luar negeri yang akan membanjiri Indonesia
dan tersapu oleh gejala mesinisasi yang mereduksi kemanusiaannya.
94
inilah yang kemudian mengkultuskan teknologi san melahirkan
masyarakat materialistis dan konsumtif (Yacob, 1988).
95
Sayangnya hingga kini sektor ini masih terseok-seok karena tiadanya
kesungguhan pemerintah untuk mendongkrak sektor ini.
Ketidaksungguhan ini ditunjukkan oleh minimnya dana yang diposkan
untuk sektor pendidikan ini, hal ini sungguh ironis bila dibandingkan
jumlah dana yang diposkan di sektor perbankan, militer, dan
pembangunan fisik. Berdasarkan kenyataan ini tidak mengherankan
bila level pendidikan bangsa Indonesia berada di bawah Vietnam.
96
3) Penguasaan teknologi informasi (TI)
4) Latihan kerja
97
apalagi sarana dan prasarananya juga sangat minim. Untuk
menyediakan tenaga kerja siap pakai, BLK sebagai representasi
pemerintah harus memiliki political will di antaranya dengan
mengaktualisasikan diri dengan perkembangan global melalui
kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau lembaga
lain. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap hak-
hak penduduk untuk memperoleh pekerjaan dan dalam rangka
mendayagunakan jumlah penduduk yang besar sebagai modal
pembangunan yang potensial dan produkstif.
98
pencari kerja tidak tahu harus kemana mencari informasi kerja,
sehingga akhirnya mereka mencari dan menempuhnya dengan cara
sendiri-sendiri. Akibatnya ribuan di antara para tenaga kerja ini menjadi
korban para calo kerja ilegal.
99
tenaga kerja setempat. Menurut laporan Ditjen Binapenta (2000)
tercatat TKI yang bekerja di luar negeri sebanyak 457.876 orang.
Peluang kerja yang dapat dimasuki oleh sebagian besar mereka hanya
pada sektor domestik sebagai tenaga kasar, misalnya pembantu rumah
tangga (PRT), bidang konstruksi bangunan, dan sektor pertanian.
6.3. Penutup
100
DAFTAR REFERENSI
101
Indro Warsito. 2010. Litbang Kementrian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Jakarta.
Manning, Chris. 1987. Penyerapan Tenaga Kerja di Pedesaan Jawa:
Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak, dan Prospeknya di
Masa Depan. Jakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomo 4 Tahun 2016 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Sukabumi Tahun 2016-2021.
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan JangkaPanjang Daerah Kabupaten
Sukabumi tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten
Sukabumi Tahun 2009 Nomor 13)
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2007
tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan
Penyusunan serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang
Lembaga Produktivitas Nasional
Saefullah, A. Djadja. 2002. Socio-Cultural Impacts of Out Movement on
Village of Origin. Jurnal Kependudukan 4(2): 105-120.
Satori, Djam’an dan Udin, S. Saud. 2003. Implementasi Program “Life
Skills”dan “Broad – Based Education” Sebagai Strategi
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal
Adpen UPI.
Seminar Strategi Pembangunan Pedesaan. 1987. Yogyakarta, 1-3
Oktober 1987.
Setiawan, Nugraha. 2016. Struktur Ketenagakerjaan dan Partisipasi
Angkatan Kerja di Pedesaan Indonesia. Fakultas Peternakan,
Universitas Padjajaran. Bandung.
Setiawan, Nugraha. 2008. Profil Kependudukan Propinsi Jawa Barat
2007. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan.
102
Sigit, Hananto. 2000. Employment Data in Indonesia: A Review of
Existing Sources,Statistical Assistance to the Governmen t of
Indonesia (STAT) Project USAID Contract No. PCE-I-00-99-00009-
00
Silitonga, NSS. 2010. Evaluasi Program Pendidikan Life Skill Binaan Pusat
Penelitian dan Perlindungan Anak di Desa Madula Kota Gunung
Sitoli, FISIP, Universitas Sumatera Utara
Simanjuntak, Payman. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta; Lembaga Penerbit FE-UI
Simanjutak,Payaman,J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia
Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Soeroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja.
Yogyakarta : Gajah Mada University Pers.
Sonny Harry B. Harmadi. 2010. Pembangunan Daerah penerbit Elex
Media Komputindo, Gramedia.
Sugarda, Budi. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI-Pusat Antar
Universitas Bidang Ekonomi UI
Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia
Ketenagakerjaan. Jember : Graha Ilmu.
Tadjoeddin, Z. 2013. Upah, produktivitas, dan evolusi ketidaksetaraan
di Indonesia: Studi
kasus di sektor manufaktur, Kantor ILO untuk Indonesia dan
Timor-Leste, Jakarta.
TIM BBE. 2002. Konsep Pendidikan Berorientasi Life Skill Melalui Broad
Based Education (BBE), Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta
Tjitoherijanto, Prijono. 1999. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta : Fakultas Ekonomi Eniversitas Indonesia
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi
Ketujuh Terjemahan Haris Munandar. Jakarta: Penerbit
Erlangga
UU No 32 Tahun 2004 tentang penerapan Otonomi daerah dalam
103
pertumbuhan ekonomi.
UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
UU No.5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah.
UU Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Penjelasannya.
Winaya, I Gusti Ketut. 2006. Profil Tenaga Kerja Menuju Pasar Global,
Jakarta.
World Bank. 2013. Indonesia Economic Quarterly: Continuing
adjustment - October 2013. World bank, Jakarta.
Zain, Harun. 1994. Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta :
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
104