Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN RESMI KIMIA ANALITIK 1A

Nama/NIM : Felicia Angela W (652017006)


Maryani (652017017)
Tanggal Praktikum : Rabu, 24 Oktober 2018
Judul : Asidi Alkalimetri

DASAR TEORI
Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri
dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang
sudah diketahui konsentrasinya. Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi
asam dan basa antara sampel dengan larutan standar disebut analisis asidi-alkalimetri.
Apabila larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri.
Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut
sebagai analisis alkalimetri. (Keenan, 1991)
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan
standar). (Syukri, 1999)
Zat yang digunakan untuk menitrasi (titran) disebut juga larutan baku. Larutan baku
dibedakan menjadi 2 yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan standar
primer adalah larutan yang mengandung senyawa kimia stabil yang tersedia dalam kemurnian
tinggi dan dapat digunakan untuk menstandarisasi larutan standar yang digunakan di dalam
titrasi. Contohnya kalium hidrogen ftalat, KBrO3, K2Cr2O7, NaCl, asam oksalat, dan asam
benzoat. Larutan standar sekunder adalah larutan yang telah melalui proses standarisasi dan
memiliki konsentrasi tertentu. Contoh : NaOH, HCl, AgNO 3, KMnO4, Fe(SO4)2 (Watson,
2005)
Larutan baku sekunder dari asidimetri biasanya merupakan asam kuat karena pelarutannya
sempurna. Asam kuat yang sering digunakan untuk larutan baku sekunder adalah HCl dan
H2SO4 harus distandarisasi dengan boraks (Na2B4O7.10H2O) yang merupakan larutan standar
primer. Basa kuat yang sering digunakan dalam alkalimetri adalah NaOH, bukan larutan basa
primer. Titrasi asidimetri digunakan untuk menentukan kadar basa seperti NaOH, KOH dan
sebagainya. Dapat juga digunakan untuk menghitung kadar garam yang bersifat basa seperti
Na2CO3, NaHCO3, Na2B4O7.10H2O dan untuk menghitung kadar Na2CO3 dalam suatu
cuplikan. (Harjadi, 1993)
Titrasi adalah salah satu metode kimia untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan
lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
disebut larutan baku. Larutan yang belum diketahui konsentrasinya ditambahkan beberapa
tetes indikator, kemudian ditetesi dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Titik
akhir titrasi adalah tepat pada saat terjadi perubahan warna indikator. Titrasi yang melibatkan
reaksi asam dan basa disebut titrasi asam-basa. Ada dua jenis titrasi asam basa, yaitu
asidimetri (penetuan konsentrasi larutan basa dengan menggunakan larutan baku asam) dan
alkalimetri (penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan baku basa).
(Jamilah, 2012)
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia analisa kuantitatif yang
didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa. Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan
kadar asam-basa dalam suatu larutan secara analisa volumetri. Titik akhir dari titrasi ini
mudah dilihat dengan penambahan indikator yang sesuai. Percobaan ini dilakukan untuk
menentukan kadar asam cuka (CH3COOH) dan menentukan kadar asam oksalat
(H2C2O4•2H2O) dengan titrasi Asidi-Alkalimetri. (Lary, 2016)
TUJUAN
1. Menentukan konsentrasi HCl yang distandarisasi dan HCl x M.
2. Menentukan konsentrasi NaOH yang distandarisasi dan NaOH x M.

ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
1. Buret 1. NaOH 0,1 M
2. Statif dan klem 2. HCl 0,1 M
3. Erlenmeyer 3. NaOH x M
4. Labu takar 4. HCl x M
5. Pipet tetes 5. Akuades
6. Pipet ukur 6. H2C2O4•2H2O
7. Spatula 7. Na2B4O7.10H2O
8. Beaker glass 8. Indikator fenolftalein
9. Kaca arloji 9. Indikator metil orange
10. Corong
11. Neraca analitik

METODE
 Standarisasi NaOH 0,1 M
1. Ditimbang 0,63 gram H2C2O4•2H2O, dilarutkan dengan akuades dalam labu takar
100 ml.
2. Diambil 10 ml H2C2O4•2H2O dan ditetesi 2 tetes indikator fenolftalein.
3. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M.
4. Standarisasi dilakukan triplo.
 Penentuan kadar NaOH x M
1. Diambil 10 ml larutan NaOH x M, ditetesi dengan 2 tetes indikator fenolftalein.
2. Dititrasi dengan HCl yang sudah distandarisasi.
3. Langkah 1-2 dilakukan triplo.
 Standarisasi HCl 0,1 M
1. Ditimbang 1,9 gram boraks, kemudian dilarutkan dalam labu ukur 100 ml.
2. Dimasukkan sebanyak 25 ml larutan boraks ke dalam erlenmeyer.
3. Ditambahkan 2 tetes indikator metil orange, dititrasi dengan HCl, dan dicatat
volumenya.
4. Standarisasi dilakukan triplo.
 Penentuan kadar HCl x M
1. Diambil 10 ml larutan HCl x M, ditetesi dengan 2 tetes indikator fenolftalein.
2. Dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah distandarisasi.
3. Langkah 1-2 dilakukan triplo.
PEMBUATAN LARUTAN
 Asam Oksalat 0,05 M (1 N)
m 1000
M= ×
Mr V
m 1000
0,05 M = ×
g 100
126
mol
m=0,63 g
Ditimbang 0,63 g asam oksalat dan dilarutkan ke dalam sedikit akuades, diaduk
hingga asam oksalat larut sempurna. Dimasukkan larutan asam oksalat ke dalam labu
takar 100 ml dan digenapkan hingga garis tera. Larutan dihomogenkan.
 Boraks
m 1000
M= ×
Mr V
m 1000
0,07 M = ×
g 100
381,37
mol
m=1,9 g
Ditimbang 1,9 g boraks dan dilarutkan ke dalam sedikit akuades, diaduk hingga
boraks larut sempurna. Dimasukkan larutan boraks ke dalam labu takar 100 ml dan
digenapkan hingga garis tera. Larutan dihomogenkan.
 HCl 0,1 M
M 1 × V 1=M 2 ×V 2
12 M ×V 1 =0,1 M ×250 ml
V 1=2,083 ml ≅ 2,1ml
Dipipet 2,1 ml HCl pekat ke dalam labu takar 250 ml, kemudian ditambahkan
akuades sampai garis tera. Larutan dihomogenkan.
 NaOH 0,1 M
m 1000
M= ×
Mr V
m 1000
0,1 M = ×
g 250
40
mol
m=1 g
Ditimbang 1 g NaOH dan dilarutkan ke dalam sedikit akuades, diaduk hingga NaOH
larut sempurna. Dimasukkan larutan NaOH ke dalam labu takar 250 ml dan digenapkan
hingga garis tera. Larutan dihomogenkan.
HASIL
 Standarisasi NaOH 0,1 M
I II III IV
Volume Awal (ml) 0 14 0 0
Volume Akhir (ml) 14 31,2 6,5 14
Ditambahkan (ml) 14 17,2 6,5 14
Rata-rata (ml) 14
Perubahan warna: tak berwarna  merah muda
 Penentuan konsentrasi HCl x M
I II III
Volume Awal 0 0 0
Volume Akhir 28 28,1 28
Ditambahkan 28 28,1 28
Rata-rata 28,03
Perubahan warna: tak berwarna  merah muda
 Standarisasi HCl 0,1 M
I II III
Volume Awal 0 0 0
Volume Akhir 26,5 26,5 26,5
Ditambahkan 26,5 26,5 26,5
Rata-rata 26,5
Perubahan warna: kuning  merah muda
 Penentuan konsentrasi NaOH x M
I II III
Volume Awal 0 5 10
Volume Akhir 5 10 15,1
Ditambahkan 5 5 5,1
Rata-rata 5,03
Perubahan warna: merah muda  tak berwarna
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, dibuat larutan standar HCl dan NaOH. Karena sifatnya yang higroskopis,
HCl dan NaOH harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan guna mengetahui
konsentrasinya saat hendak digunakan.
Penentuan konsentrasi HCl dan NaOH dilakukan dengan metode asidi-alkalimetri. HCl yang
bersifat asam kuat distandarisasi dengan larutan standar primer yakni boraks yang mana
adalah basa, sehingga terjadi reaksi netralisasi. Indikator yang digunakan adalah metil orange,
karena metil orange bekerja pada suasana asam yakni 3,1-4,4. Reaksi yang terjadi antara HCl
dan boraks adalah sebagai berikut:
2 HCl (l) + Na2B4O7 (s)  2 NaCl (s) + H2B4O7 (l)
Dapat dilihat pada persamaan reaksi bahwa salah satu hasil netralisasi ini adalah asam
tetraborat yang memiliki rentang pH sesuai dengan indikator metil orange. Sehingga
penambahan indikator metil orange dapat menandai titik akhir titrasi dengan perubahan
warna. Jumlah penambahan HCl yang diperlukan pada boraks adalah 26,5 ml dengan ditandai
perubahan warna dari kuning menjadi merah muda. Sehingga konsentrasi HCl dapat
diketahui melalui perhitungan sebagai berikut:
V HCl = 26,5 ml
Massa boraks = 1,9 gram
Mr boraks = 381,37 g/mol
Volume boraks = 25 ml
M boraks = 0,05 M
M 1 × V 1 × n1=M 2 × V 2 × n2
M × 26,5 ×1=0,05 M ×25 ml ×2
M =0,094 M
Berdasarkan perhitungan secara teoritis, diperoleh konsentrasi HCl adalah sebesar 0,094 M
yang berarti konsentrasi HCl yang digunakan mendekati konsentrasi yang diinginkan yakni
0,1 M. Jika konsentrasi HCl sebenarnya sudah diketahui, HCl dapat digunakan untuk
menitrasi larutan NaOH x M untuk menentukan konsentrasi x.
Pada percobaan ini dilakukan pula penentuan konsentrasi NaOH x M. Digunakan larutan HCl
yang sudah terstandarisasi untuk menentukan konsentrasi NaOH tersebut. Pada proses titrasi
digunakan HCl 0,094 M sebanyak 5,03 ml untuk menitrasi 10 ml NaOH. Sehingga dapat
diketahui konsentrasi NaOH melalui perhitungan sebagai berikut:
n HCl=M HCl х V HCl
n HCl=0,094 M ×5,03 ml
n HCl=0,47 mmol
Menurut persamaan di bawah ini,
HCl + NaOH  NaCl + H2O
HCl dan NaOH memiliki perbandingan ekuivalen 1:1 sehingga:
n HCl = n NaOH
n NaOH = 0,47 mmol
n NaOH
M NaOH =
V NaOH
0,47 mmol
M NaOH =
10 ml
M NaOH =0,047 M ≅ 0,05 M
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa NaOH yang diuji memiliki konsentrasi
sebesar 0,05 M.
Selanjutnya adalah titrasi dengan alkalimetri. Titran yang digunakan pada alkalimetri adalah
NaOH. NaOH mudah bereaksi dengan CO 2 membentuk garam karbonat, garam natrium
karbonat lebih mudah dipisahkan dari NaOH, sehingga tidak akan mengganggu reaksi yang
terjadi. Sifat basa dari karbonat akan mengganggu reaksi yang terjadi pada alkalimetri,
sehingga pelarut air yang digunakan harus bebas CO2.
Standarisasi ini dilakukan guna mengetahui kesesuaian konsentrasi NaOH dengan yang
diinginkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari NaOH diperlukan larutan asam
baku primer. Pada penelitian ini NaOH dibakukan dengan larutan baku primer asam oksalat.
Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, karena indikator ini memiliki range pH yang
sesuai dengan pH natrium oksalat.
Berikut ini adalah reaksi yang terjadi antara NaOH dan asam oksalat :
2 NaOH (s) + H2C2O4 (l)  Na2C2O4 + 2 H2O (l)
Pada proses standarisasi NaOH digunakan 10 ml larutan asam oksalat sehingga
membutuhkan 14 ml NaOH untuk mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna menjadi merah muda.
Konsentrasi NaOH yang digunakan dapat dihitung melalui perhitungan di bawah ini:
V NaOH = 14 ml
Massa asam oksalat = 6,3 gram
Mr asam oksalat = 126 g/mol
Volume asam oksalat = 10 ml
M asam oksalat = 0,05 M
M 1 × V 1 × n1=M 2 × V 2 × n2
M × 14 ×1=0,05 M ×10 ml × 2
M =0,07 M
Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa konsentrasi NaOH sebenarnya adalah
0,07 M. Konsentrasi ini kurang pekat, karena diinginkan konsentrasi NaOH sebesar 0,1 M.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain:
1) Ketidaktepatan dalam penimbangan yang disebabkan oleh kelembaban udara dan
tekanan dalam ruang timbang yang kurang stabil.
2) Sifat dari NaOH sendiri yang higroskopis sehingga konsentrasinya mudah berubah-
ubah. Oleh karena itu penting dilakukan standarisasi terlebih dahulu.
3) Ketidaktepatan saat membuat larutan, terutama saat menggenapkan dikarenakan
adanya ralat pembacaan pada garis tera.
Selanjutnya NaOH yang telah diketahui konsentrasi sebenarnya digunakan untuk menguji
konsentrasi HCl x M. Digunakan fenolftalein sebagai indikator pada titrasi ini. NaOH
digunakan sebagai titran, sedangkan HCl sebagai analit. Volume NaOH yang dibutuhkan
untuk mencapai titik akhir titrasi adalah sebanyak 28,03 ml yang ditandai dengan perubahan
warna menjadi merah muda. Sehingga dapat diketahui konsentrasi HCl x M melalui
perhitungan sebagai berikut:
Menurut persamaan di bawah ini,
n NaOH=M NaOH ×V NaOH
n NaOH=0,07 M ×28,03 ml
n NaOH=1,96 mmol
HCl + NaOH  NaCl + H2O
HCl dan NaOH memiliki perbandingan ekuivalen 1:1 sehingga:
n HCl = n NaOH
n NaOH = 1,96 mmol
n HCl
M HCl=
V HCl
1,96 mmol
M HCl=
10 ml
M HCl=0,196 M ≅ 0,2 M
Sehingga berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui konsentrasi HCl adalah sebesar 0,2
M.
KESIMPULAN
1. Konsentrasi HCl yang distandarisasi adalah 0,094 M, sedangkan konsentrasi HCl
yang diuji adalah 0,2 M
2. Konsentrasi NaOH yang distandarisasi adalah 0,07 M, sedangkan konsentrasi NaOH
yang diuji adalah 0,05 M.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. (1993) Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Jamilah (2012) Percobaan Titrasi. Banjarmasin.
Keenan, C. W. (1991) Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Lary, R. (2016) Asidi Alkalimetri.
Syukri, S. (1999) Kimia Dasar Jilid I. Bandung: ITB.
Watson, D. G. (2005) Pharmaceutical Analysis, 2e. Oxford: Elsevier Limited.

Anda mungkin juga menyukai