Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI FARMASI III

MAKALAH

SUSPENSI KERING AMOXYCILLIN

Oleh :

HANAH NADIA

17 01 01 180

KELAS D

DOSEN PENGAJAR :

apt. DODDY RUSLI, M.Farm

PROGRAM STRATA SATU

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI

PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan segala Karunia dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

“MAKALAH SUSPENSI KERING AMOXYCILLIN” dengan lancar dan baik. Semoga

makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi

pembaca pada umumnya.

Harapan penulis mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan dapat menambah

pengetahuan bagi pembaca. Penulis akui Makalah ini mungkin masih jauh dari sempurna,

sehingga penulis mohon maaf apabila ada kesalahan baik dalam kata-kata maupun dalam

penulisan makalah ini. Untuk itu diharapkan bagi pembaca untuk memberi masukan yang

sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah yang baik dan benar.

Palembang, Desember 2020

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rute pemberian obat secara oral adalah metode yang paling umum dan disukai
karena kenyamanan dan kemudahan dalam pemakaian. Ditinjau dari sudut pandang pasien
menelan bentuk sediaan oral merupakan hal yang nyaman dan biasa dalam mengkonsumsi
obat sehingga pasien lebih patuh dan karenanya terapi obat biasanya lebih efektif
dibandingkan dengan rute-rute pemberian lain, misalnya melalui rute parenteral.
Melihat banyak nya jenis bentuk sediaan di pasaran yang beredar, berdasarkan sifat
fisika dan kimia dari bahan obat dan zat aktifnya yang dapat rusak atau tidak menguntungkan
pada penggunaan nya sehingga para peneliti terdahulu membuat bentuk sediaan yang sesuai
dengan karakteristiknya sampai dengan saat ini.
Sirup kering merupakan salah satu bentuk sediaan yang beredar di pasaran saat ini
untuk obat yang tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil dalam bentuk
kering (Ansel, 1989). Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada
saat digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil
dan tidak larut dalam pembawa air, seperti ampisilin, amoksisilin, dan lain-lainnya. Agar
campuran setelah ditambah air membentuk dispersi yang homogen, maka dalam formulanya
digunakan bahan pensuspensi.
Komposisi suspensi sirup kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi, pembasah,
pemanis, pengawet, penambah rasa/aroma buffer dan zat warna. Sediaan dalam bentuk
suspensi untuk oral biasanya lebih efektif dibandingkan dengan bentuk tablet atau kapsul,
karena lebih mudah diterima terutama untuk anak-anak atau bayi (Ofner, et al., 1989). Untuk
senyawa tertentu seperti beberapa jenis antibiotik turunan penisilin yang mudah terurai dalam
medium air hal itu tidak dapat dilakukan, karena tidak dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan keinginan. Oleh sebab itu dibuat dalam bentuk granul kering atau campuran
serbuk yang ditambahkan air sebelum digunakan
Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella.
Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri
gram positif seperti: Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing
staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat
digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi Streprtococcus
dan Staphilococcus. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksisaluran pernapasan, infeksi
saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga
mulut lainnya (Siswandono dan Soekarjo, 2000).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Pembuatan dan formula suspensi kering ?
2. Bagaimana metode pembuatan granul, konsentrasi bahan pembasah/pensuspensi
terhadap karakteristik fisik suspensi ?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui Pembuatan dan formula suspensi kering.
2. Mengamati Metode pembuatan granul, konsentrasi bahan pembasah/pensuspensi
terhadap karakteristik fisik suspensi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DRY SIRUP


Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali
dinyatakan lain, kadar sakarosa, C12H22O2 tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.
Pembuatan kecuali dinyatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut : buat cairan untuk sirop,
panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih
secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai. (FI
edisi III)
Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan
merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat di tambahkan gliserol, sorbitol atau polialkohol
yang lain dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk meningkatnya kelarutan obat dan
menghalangi pembentukan hablur sakarosa. Kadar sakarosa dalam sirup adalah 64-66%,
kecuali dinyatakan lain. Larutan gula yang encer, merupakan medium pertumbuhan bagi
jamur, ragi dan bakteri. (Moh Anief, 2007). Sirup adalah sediaan pekat dalam air gula atau
pengganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat. (Ansel, 1989)
Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan
digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan
tidak larut dalam pembawa air, seperti ampicillin dan amoxicillin (Ofner et al, 1989). Sirup
kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan digunakan, sediaan
tersebut dibuat padat umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan tidak larut dalam
pembawa air, seperti ampicillin, amoxicillin, dan lain-lainnya. Agar campuran setelah
ditambah air membentuk dispersi yang homogen, maka dalam formulanya digunakan bahan
pensuspensi. Komposisi suspensi sirup kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi,
pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa/aroma, buffer, dan zat warna. Sirup kering
adalah sediaan berbentuk suspensi yang harus direkonstitusikan terlebih dahulu dengan
sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Sediaan ini adalah sediaan
yang mengandung campuran kering zat aktif dengan satu lebih dapar, pewarna, pengencer,
pendispersi, dan pengaroma yang sesuai. (Depkes RI, 1995)
Sejumlah bahan-bahan obat terutama antibiotika tertentu tidak memiliki stabilitas
yang cukup dalam larutan berair. Suspensi amoksisilin digunakan pada anak-anak dan harus
didinginkan (2-8°C) untuk mempertahankan efektifitas pada saat dilarutkan. Formulasi cair
pada umumnya cenderung memiliki stabilitas yang buruk dari pada formulasi padat dan jika
kemasan sudah dibuka harus digunakan dalam waktu 2 minggu untuk menghindari mikroba
kontaminasi atau penurunan aktivitas. Biasanya ini merupakan periode yang cukup bagi
pasien untuk menghabiskan semua volume obat yang biasa ditulis dalam resep. Campuran
bubuk kering mengandung semua komponen formulasi termasuk obat, penambah rasa,
pewarna, dapar dan lain-lain kecuali pelarut. Keuntungan obat dalam sediaan sirup yaitu
merupakan campuran yang homogen, dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan, obat lebih
mudah diabsorbsi, mempunyai rasa manis, mudah diberi bau-bauan dan warna sehingga
menimbulkan daya tarik untuk anak-anak, membantu pasien yang mendapat kesulitan dalam
menelan obat. Kerugian obat dalam sediaan sirup yaitu ada obat yang tidak stabil dalam
larutan, volume bentuk larutan lebih besar, ada yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam
sirup.
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dalam
konsentrasi kecil dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme lain secara selektif.
Antibiotika berbeda dengan antimikroba, antibiotika dapat digunakan sebagai antimikroba,
sedangkan antimikroba tidak dapat digunakan sebagai antibiotika.
Amoksisilin (amoxicillin) adalah antibiotik yang paling banyak digunakan. Hal ini
karena amoksisilin cepat diserap di usus dan efektif untuk berbagai jenis infeksi. Amoxicillin
lebih aktif secara in vitro bila dibandingkan dengan ampisilin untuk melawan Enterococcus
faecalis, Helicobacter pylori, dan Salmonella sp. tetapi kurang aktif dalam melawan Shigella
sp.. Amoxicillin tahan terhadap inaktivasi oleh asam lambung dan amoxicillin lebih cepat
diabsorbsi ketika diberikan secara oral daripada ampisilin. Puncak konsentrasi amoxicillin
dalam plasma sekitar 5 mikrogram/mililiter setelah 1 sampai 2 jam sesudah pemberian dosis
250 mg. Waktu paruh amoxicillin adalah 1 sampai 1,5 jam dan dapat diperpanjang pada
janin, orang tua dan pasien dengan gangguan ginjal berat. Amoxicillin dimetabolisme secara
terbatas sebagai asam penikiloit yang nantinya akan dieksresikan bersama urin.
Pemerian amoxicillin adalah bentuk serbuk hablur, putih dan praktis tidak berbau.
amoxicillin memiliki BM sebesar 419,45 dan kelarutan amoxicillin adalah sukar larut dalam
air dan metanol, tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.
Amoxicillin untuk suspensi oral mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
120,0 % C6H19N3O5S dari jumlah yang tertera pada etiket. pH sediaan adalah 5,0 - 7,5 dalam
suspensi yang disiapkan seperti pada etiket. (FI IV, 1995).

2.2 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SIRUP


1. Keuntungan
a. Produk berbentuk granul, tampilan, karakteristik aliran kurang pemisahan,
debu.
b. Campuran serbuk dan granul mengurangi biaya penggunaan komponen
peka panas.
c. Baik untuk pasien yang sulit menelan.
d. Campuran serbuk lebih ekonomis, resiko ketidakstabilannya rendah.
e. Sediaan suspensi kering lebih ringan sehingga lebih menguntungkan dalam
pendistribusian.
2. Kerugian
a. Masalah campuran, pemisahan serbuk dan kehilangan obat.
b. Campuran serbuk dan granul menjamin tidak ada pemisahan campuran
granul dan non-granul.
c. Biaya produk berbentuk granul, efek panas dan cairan, penggranulasi pada
obat dan eksipien.
d. Setelah dilarutkan 7–12 hari, harus dibuang walaupun masih bersisa
karena terdapat bahan obat yang tidak stabil dalam larutan berair, misalnya
antibiotik. Sirup kering biasanya diresepkan untuk habis sebelum 7–12
hari.
e. Harus menjelaskan dengan rinci cara pemberian sediaan kepada pasien.

2.3 KOMPONEN
1. Zat aktif
Zat aktif dengan kelarutan yang relatif kecil di dalam fasa pendispersi. Sifat
partikel yang harus diperhatikan adalah ukuran partikel dan sifat permukaan
padat-cair (hidrofob/hidrofil).
2. Bahan pensuspensi
Bahan ini digunakan untuk memodifikasi viskositas dan menstabilkan zat yang
tidak larut dalam medium pendispersi. Bahan pensuspensi yang digunakan harus
mudah terdispersi dan mengembang dengan pengocokan secara manual selama
rekonstitusi. Zat pensuspensi yang membutuhkan hidrasi, suhu tinggi atau
pengadukan dengan kecepatan tinggi untuk pengembangannya tidak dapat
digunakan, misalnya agar, karbomer, meilselulosa. Walaupun metilselulosa dan
Al Mg silikat tidak dianjurkan digunakan, tetapi ternyata baik sekali untuk
formula cephalexin dan eritromisin etil suksinat. Tragakan akan menghasilkan
campuran yang kental dan digunakan untuk mensuspensikan partikel yang tebal.
Alginat akan menghasilkan campuran yang kental. Iota karagenan akan
menghasilkan dispersi tiksotropik. Tetapi, kelemahan penggunaan ketiga zat
tersebut yang merupakan gum alam adalah terjadinya variasi atau perbedaam
dalam warna, kekentalan, kekuatan gel, dan kecepatan hidrasi.
3. Pemanis
Obat umumnya pahit dan rasanya tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa
selain digunakan sebagai pemanis, berperan pula sebagai peningkat viskositas dan
pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan untuk meningkatkan luas
permukaan dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk komponen yang
berbentuk cair misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan:
manitol, aspartam, dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tetapi tidak
tahan panas.
4. Wetting agent
Wetting agent ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofob. Zat yang hidrofob
menolak air, untuk mempermudah pembasahan ditambahkan wetting agent.
Wetting agent ini harus efektif pada konsentrasi kecil. Wetting agent yang
berlebihan akan mengakibatkan pembentukan busa dan rasa yang tidak
menyenangkan. Yang lazim digunakan adalah Tween 80, non ionik, kebanyakan
kompatibel dengan eksipien kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi yang
biasa digunakan adalah <0,1%. Zat lain yang lazim digunakan adalah Na lauril
sulfat, anionik, inkompatibel dengan obat kationik.
5. Dapar
Untuk mencapai pH yang optimum dari semua bahan yang ditambahkan. Untuk
mengatur stabilitas dan menjaga agar obat tetap berada dalam keadaan tidak larut.
Dapar yang lazim digunakan adalah dapar sitrat
6. Pengawet
Pengawet untuk suspensi rekonstitusi terbatas karena kelarutannya rendah pada
suhu kamar. Sukrosa pada konsentrasi 60% w/w dapat mencegah pertumbuhan
mikroba. Pengawet yang umum digunakan adalah sukrosa, kalium sorbat, natrium
benzoat, natrium metil hidroksibenzoat. Natrium benzoat cukup efektif dalam pH
asam dimana molekul tidak mengalami ionisasi. Diperlukan untuk mencegah
pertumbuhan mikroba, tidak dianjurkan pemakaian asam sorbat dan senayawa
paraben.
7. Flavor
Digunakan secukupnya untuk meningkatkan penerimaan pasien penting sekali
untuk anakanak. Harus dilihat peraturan Menkes terutama zat yang boleh
digunakan.
8. Pewarna
Pewarna digunakan untuk meningkatkan estetika. Penggunaan pewarna ini harus
diperhatikan, karena dapat terjadi inkompatibilitas dengan zat lain karena faktor
ionik, misalnya FD&C Red No.3 yang merupakan garam dinatrium, merupakan
senyawa anionik dan inkompatibel dengan wetting agent kationik.
9. Anti caking
Digunakan amorphous silica gel. Masalah umum yang terjadi dalam pencampuran
serbuk adalah aliran yang jelek dan caking, karena terjadi aglomerasi akibat
lembab. Sebagai pengering, bahan ini dapat menarik kelembaban dari campuran
serbuk kering untuk mempermudah aliran serbuk dan mencegah caking. Selain itu
zat ini akan memisahkan partikel tetap kering untuk mencegah penyatuan, juga
berfungsi sebagai isolator termal, menghalangi dan mengisolasi kondisi muatan
dan secara kimia bersifat inert.

2.4 METODE PEMBUATAN DRY SIRUP


1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk
Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan
sederhana. Proses pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan
berkhasiat dalam komponen yang berada dalam jumlah kecil. Penting untuk
diperhatikan, alat pencampur untuk mendapatkan campuran yang homogen.
Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :
 Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak
 Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak
digunakannya pelarut dan pemanasan saat pembuatan.
 Dapat dicapai keadaan kelembaban yang sangat rendah

Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :


 Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang
homogen ke dalam campuran.
 Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel.
 Aliran serbuk kurang baik.

Variasi ukuran partikel yang terlalu banyak berbeda dapat menyebabkan


pemisahan dalam bentuk lapisan dengan ukuran berbeda. Aliran yang tidak baik dapat
menimbulkan pemisahan.
2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki
sifat aliran serbuk dan pengisian dan mengurangi volume sediaan yang voluminous
dalam wadah.
Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan
kering dicampur sebelum diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan
penggranulasi. Granulasi dilakukan dengan menggunakan air atau larutan pengikat
dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air untuk bahan berkhasiat yang terurai
dengan adanya air.
Keuntungan cara granulasi :
 Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.
 Memiliki sifat aliran yang lebih baik.
 Tidak terjadi pemisahan.
 Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.
Kerugian cara granulasi :
 Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang
lebih banyak dan butuh energi listrik.
 Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan
terjadinya resiko instabilitas zat akif.
 Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian
dalam granul dimana dengan adanya sisa cairan penggranul
kemungkinan dapat menurunkan stabilitas cairan.
 Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.
 Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan
memisah sebagai fines.
3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan campuran antara granul dan serbuk
Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang tidak
stabil terhadap panas atau flavor dapat ditambahkan sesudah pengeringan granul
untuk mencegah pengaruh panas. Pada tahap awal dibuat granul dari beberapa
komponen, kemudian dicampur dengan serbuk (fines).
Kerugian dari cara ini :
 Meningkatnya resiko tidak homogen.
 Untuk menjaga keseragaman, ukuran partikel harus dikendalikan.

2.5 PENGGUNAAN AMOXICILLIN


Amoxixillin adalah derivat-hidroksi (1972) dengan aktivitas sama seperti
ampisillin. Tetapi resorpsinya lebih lengkap (k.l. 80%) dan pesat dengan kadar darah
dua kali lipat. PP dan plasma t½ nya lebih kurang sama, tetapi difusinya ke jaringan
dan cairan tubuh lebih baik, a.l. ke dalam air liur penderita bronchitis kronis. Begitu
pula kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi daripada ampisillin (k.l.
70%) maka lebih layak digunakan pada infeksi saluran kemih.
Kombinasi dengan asam klavulanat (inhibitor kuat bagi beta-laktamase
bakterial) membuat antibiotik ini (ko-amoksiklav, Augmentin) efektif terhadap kuman
yang memproduksi penisilinas. Terutama digunakan terhadap infeksi saluran-kemih
dan napas yang resisten terhadap amoxicillin.

2.6 EFEK SAMPING


1. Gangguan lambung-usus dan radang kulit lebih jarang terjadi.
2. Hipersensitivitas
Merupakan efek amoxicillin yang paling penting. Determinan antigenik utama
dari hipersensitivitas amoxicillin adalah metabolitnya yaitu asam penisiloat
yang dapat menyebabkan reaksi imun. Sekitar 5% pasien mengalami hal ini,
berkisar dari kulit kemerahan berupa makulopapular sampai dengan
angioderma (ditandai dengan bengkak di bibir, lidah, areaperiorbital) serta
anapilaktik. Reaksi alergi silang terjadi diantara sesama antibiotika β-laktam
(Mycek et al., 2001).
3. Diare
Efek diare disebabkan oleh ketidakseimbangan mikroorganisme intestinal dan
sering terjadi (Mycek et al., 2001).
2.7 KELEBIHAN DOSIS
Karena amoxicillin merupakan obat golongan antibiotik, maka jika terjadi
kelebihan dosis akan menimbulkan dampak pada resistensi bakteri di tubuh pasien.

2.8 MEKANISME AKSI


Amoxicillin mempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel bakteri
(transpeptidase atau ikatan silang) sehingga membran kurang stabil secara osmotik.
Lisis sel dapat terjadi, sehingga amoxicillin disebut bakterisida. Keberhasilan aktivitas
amoxicillin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan ukurannya. Amoxicillin
hanya efektif terhadap organisme yang tumbuh secara tepat dan mensintesis
peptidoglikan dinding sel. Konsekuensinya, obat ini tidak efektif terhadap organisme
yang tidak mempunyai struktur ini seperti mikobakteria, protozoa, jamur, dan virus
(Mycek et al., 2001). Mekanisme amoxicillin dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penisilin pengikat protein : Amoxicillin menginaktifkan protein yang berada
pada membran sel bakteri. Amoxicillin tersebut yang mengikat protein merupakan
enzim bakteri yang terlibat dalam sintesis dinding sel serta menjaga gambaran
morfologi bakteri. Pejanan terhadap antibiotika ini tidak hanya dapat mencegah
sintesis dinding sel tetapi juga menyebabkan perubahan morfologi atau lisisnya
bakteri yang rentan. Perubahan pada beberapa molekul target ini menimbulkan
resistensi pada organisme (Mycek et al., 2001).
b. Autolisin : Kebanyakan bakteri terutama kokus gram positif memproduksi
enzim degradatif (autolisin) yang berpartisipasi dalam remodelling dinding sel bakteri
normal. Dengan adanya amoxicillin, aksi degradatif autolisin didahului dengan
hilangnya sintesis dinding sel. Mekanisme autolisis yang sebenarnya tidak diketahui
kemungkinan adanya penghambatan yang salah satu dari autolisin. Sehingga efek anti
bakteri amoxicillin merupakan hasil penghambatan sintesis dinding sel bakteri dan
destruksi keberadaan dinding sel oleh autolisin (Mycek et al., 2001).

2.9 FARMAKOLOGI
1. Farmakodinamika
Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti pada salisilat. Efek antiinflamasi nya sangat lemah, oleh karena itu
paracetamol dan fenasetin tidak digunakan sebagai anti-reumatik. Paracetamol
merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan
lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan
keseimbangan
2. Farmakokinetika
a. Absorpsi
Amoxicillin hampir lengkap diabsorbsi sehingga konsekuensinya
amoxicillin tidak cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis karena
salmonella, karena kadar efektif secara terapetik tidak mencapai
organisme dalam celah intestinal (McEvoy and Gerald, 2002).
Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di
saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai
puncak konsentrasi serum dan AUC meningkat sebanding dengan
meningkatnya dosis. Efek terapi Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2
jam setelah pemberian per oral. Meskipun adanya makanan di saluran
pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan menunda tercapainya
nilai puncak konsentrasi serum amoxicillin, namun hal tersebut tidak
berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi (McEvoy and
Gerald, 2002).
b. Distribusi
Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat
melewati sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek
teratogenik. Namun demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti
tulang atau cairan serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di
daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut (hari pertama),
meningen terinflamasi lebih permeable terhadap amoxicillin, yang
menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat dalam susunan saraf
pusat dibandingkan rasionya dalam serum. Bila infefksi mereda,
inflamasi menurun maka permeabilitas sawar terbentuk kembali
(Mycek et al., 2001).
c. Eliminasi
Jalan utama eliminasi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di
ginjal, sama seperti melalui filtrat glomerulus. Penderita dengan
gangguan fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus disesuaikan
(Mycek et al., 2001).

2.10 PERINGATAN
Meskipun belum ada penelitian mengenai pemberian amoxicillin pada ibu
hamil, penggunaan amoxicillin ternyata tidak berpengaruh terhadap perkembangan
janin. Amoxicillin pada ibu hamil diberikan jika benar-benar diperlukan saja. Karena
amoxicillin terdistribusi pada ASI sehingga menyebabkan reaksi sensitivitas pada
bayi. Dengan demikian penggunaan amoxicillin tidak dianjurkan pada ibu menyusui
(McEvoy and Gerald, 2002).
Hati-hati pada pasien dengan kelainan Phenylketonuria (defisiensi genetic
homozigot dari Phenylalanin hidroksilase) dan kelainan lain yang intake Phenylalanin
dalam tubuh perlu dibatasi. Formula amoxicillin dengan rute per oral yang
mengandung aspartam akan di metabolisme di dalam saluran pencernaan menjadi
phenylalanine. Sehingga formulasi serbuk amoxicillin untuk suspensi oral tidak
seharusnya menggunakan aspartam. Selain itu juga perlu diwaspadai penggunaan
pada penderita mononukleosis. (McEvoy and Gerald, 2002).
Berdasarkan undang–undang mengenai obat dan makanan, amoxicillin
tergolong dalam golongan obat keras. Obat keras hanya dapat dapat diperoleh dengan
resep dokter di apotek, apotek RS, puskesmas, dan balai pengobatan. Tanda khusus
untuk obat keras yaitu lingkaran berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Selain itu pada obat keras wajib
mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter”.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali
dinyatakan lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih
dari 66,0%. Pembuatan kecuali dinyatakan lain, sirop dibuat sebgai berikut: buat
cairan untuk sirop, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki,
buang busa yang terjadi, serkai. (FI ed III hal. 31).
Pembuatan dry sirup ada tiga metode yaitu metode serbuk Formulasi berupa
campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Proses
pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan berkhasiat dalam
komponen yang berada dalam jumlah kecil. Penting untuk diperhatikan, alat
pencampur untuk mendapatkan campuran yang homogen. Metode granulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran
serbuk dan pengisian dan mengurangi volume sediaan yang voluminous dalam wadah.
Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering
dicampur sebelum diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi.
Granulasi dilakukan dengan menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat
juga digunakan pelarut non-air untuk bahan berkhasiat yang terurai dengan adanya air
Dan metode campuran (serbuk dan granulasi) Pada cara ini komponen yang peka
terhadap panas seperti zat aktif yang tidak stabil terhadap panas atau flavor dapat
ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas. Pada
tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur dengan serbuk
(fines).
Keuntungan Produk berbentuk granul, tampilan, karakteristik aliran kurang
pemisahan, debu, Campuran serbuk dan granul mengurangi biaya penggunaan
komponen peka panas, Baik untuk pasien yang sulit menelan, Campuran serbuk lebih
ekonomis, resiko ketidakstabilannya rendah, Sediaan suspensi kering lebih ringan
sehingga lebih menguntungkan dalam pendistribusian. Kerugian Masalah campuran,
pemisahan serbuk dan kehilangan obat, Campuran serbuk dan granul menjamin tidak
ada pemisahan campuran granul dan non-granul, Biaya produk berbentuk granul, efek
panas dan cairan, penggranulasi pada obat dan eksipien, Setelah dilarutkan 7–12 hari,
harus dibuang walaupun masih bersisa karena terdapat bahan obat yang tidak stabil
dalam larutan berair, misalnya antibiotik. Sirup kering biasanya diresepkan untuk
habis sebelum 7–12 hari, Harus menjelaskan dengan rinci cara pemberian sediaan
kepada pasien.

3.2 SARAN
Meskipun penyusun menginginkan kesempurnaan dalam penyu-sunan
makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penyusun
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan ynag penyusun miliki.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penyusun
harapkan untuk perbaikan kedepannya

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1987, Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik , cetakan ke-9, 168-171, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Ansel. H.C., 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi (edisi IV). Penerjemah : Farida
Ibrahim. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 1961. Farmakope Indonesia (edisi III).


Jakarta.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia (edisi IV).


Jakarta.

McEvoy, K 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health-System


Pharmacists, Wisconsin.

Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar
2nd ed. H. Hartanto, ed., Jakarta, Widya Medika.

Ofner, C.M. III., Roger, L.S., dan Joseph, B.S. 1989. Reconstitutable Suspensions. In
Lieberman. Pharmaceutical Dosage From : Disperse System (volume 2). New
York : Marcel Dekker.

Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, 228-232, 234, 239,
Airlangga University Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai