Anda di halaman 1dari 15

STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran

Dosen Pengampu : Muhammad. Syauqillah, SE., M.E

Oleh (NIM) :
Vina Oktaviana Rohmatul A (1977011440)
Annisa Lailatul Wildaniati (1977011463)

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI MA’HAD ALY AL – HIKAM
MALANG

JANUARI 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho – Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah I yang berjudul “Perkembangan
Dan Pembaharuan Pendidikan”.
Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak / Ibu selaku
dosen kami dalam pembelajaran mata kuliah Ilmu Pendidikan dan teman – teman
yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan terdalam kami, semoga makalah ini bia bermanfaat bagi kita semua
serta menjadi tambahan informasi mengenai “Perkembangan Dan Pembaharuan
Pendidikan” bagi para pembacanya.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran guna
kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini kami susun, apabila terdapat kata
– kata yang kurang berkenan maupun kekurangan dalam makalah ini, kami mohon
maaf.
Semoga bermanfaat.

Malang, Januari 2020

Penulis

i|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang .................................................................................. 3


b. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
c. Tujuan Masalah ................................................................................. 3

BAB II ISI

a. Pandangan Para Ahli Mengenai Pembelajaran Afektif ....................... 4


b. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif .......................................... 4
c. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap .................................................. 4
d. Proses Pembentukan Sikap ................................................................ 5
e. Model Strategi Pembelajaran Sikap ................................................... 6
f. Afektif Sebuah Strategi Pembelajaran Terapan .................................. 7

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ....................................................................................... 13
b. Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

ii | S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n A f e k t i f
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hakekat dari belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang baik afektif, kognitif
maupun psikomotorik. P0erubahan ini akan terjadi melalui berbagai proses secara kontinyyu, yang
menjadi permasalahan bagaimana strategi pembelajaran afektif itu dapat diarahkan guna mencapai
tujuan pendidikan, karena pembelajaran afektif berhubungan sekali dengan valve (Nilai) yang sulit
di ukur, karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, berada dalam fikiran
seseorang, yang sifatnya tersembunyi. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang
baik dan buruk, layak dan tidak layak, indah dan tidak indah. Pandangan tentang semua itu hanya
dapat diketahui dengan melihat sikap dan perilaku seseorang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah strategi pembelajaran-pembelajaran afektif itu?
2. Apakah ada hubungan antara pembelajaran afektif, kognitif dan psikomotorik?
3. Apa kegunaan mempelajari strategi pembelajaran-pembelajaran Afektif?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian dari strategi pembelajaran – pembelajaran afektif.
2. Untuk mengetahui Hakikat pendidikan, nilai dan sikap.
3. Agar mengetahui proses pembentukan sikap.
4. Agar mengetahui model strategi pembelajaran sikap.
5. Agar dapat menerapkannya dalam proses pendidikan.

3|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


BAB II
ISI
PANDANGAN PARA AHLI MENGENAI PEMBELAJARAN AFEKTIF
a. Menurut Mc Paul. Dia menganggap pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan
kognitif yang rasional, pembelajaran moral siswa adalah pembentukan keperibadian, bukan
pengembangan intelektual.
b. Menurut Kohlberg moral manusia berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri
dari 2 (dua) tahap.
c. Menurut John Dewey dan Jean Pinget, berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi
sebagai proses Restrukturisasi kognitif yang berlangsung serta berangsur-angsur menurut
aturan tertentu.
d. Menurut Dooglas Graham (Golu). Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari
penampilannya.
Pengembangan dominant efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan
psikomotorik, masalah nilai adalah masalah emosional dank arena itu dapat berubah,
berkembang, sehingga bisa dibina, perkembangan nilai-nilai atau moral tidak akan terjadi
sekaligus, tetapi melalui tahap-tahap.

A. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai
pendidikan kognitif saja, akan tetai juga bertujuan untuk mencapai dimensi lainya. Yaitu sikap dan
keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit di ukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang
diakibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

B. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap

Sikap (afektif) erat kaitanya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan
refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan
nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifat-sifatnya
tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan

4|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak layak, pandangan seseorang tentang semua itu,
nilai pada dasarnya adalah setandar perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada
dasarnya proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan kepada siswa dapat
berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku.

Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan selalu
menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sisytem
nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan di arahkan. Komitmen seseorang terhadap suatu nilai
tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek,
misalnya jika seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukan gejala senang
atau tidak senang, suka atau tidak suka. Goul (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut :

a. Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya. Pengembangan dominant
efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik. Maslah nilai
adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina.
b. Perkembangan nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek
berdasarkan nilai yang di anggap baik atau tidak baik. Dengan demikian, berlajar sikap berarti
memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek penilaian terhadap
objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berguna atau
berharga (sikap negatif).

C. Proses Pembentukan Sikap

a. Pola pembiasaan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara di sadari maupun tidak,
guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya
sikap siswa yang setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu contoh
mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul perasaan benci
dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru dan mata pelajarannya.
b. Modeling. Pembelajaran sikap dapat juga dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan
sikap melalui proses asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak didik yang

5|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang di tiru itu
adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau di demontrasikan oleh orang yang menjadi
idman. Modelling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau
orang yang di hormatinya. Pemodelan biasanya di nilai dari perasaan kagum.

D. Model Strategi Pembelajaran Sikap

Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang
mengandung konflik atau situasi problematic, melalui situasi ini diharapkan siswa dapat
mengambil keputusan berdasarkan nilai yang di anggapnya baik

a. Model Konsiderasi

Model konsiderasi di kembangkan oleh Mc Paul, seorang humanis, paul menganggap bahwa
pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Menurutnya
pembentukan atau pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan
pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi
pembelajaran yang dapat membentuk keperibadian, tujuannya adalah agar siswa menjadi
manusia yang memiliki keperibadian terhadap orang lain.

b. Model Pengembangan Kognitif

Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piage yang berpendapat
bahwa perkembangan manusia menjadi sebagai proses darirestrukturisasi kognitif yang
berlangsung serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu.

c. Teknik Mengklarifikasikan Nilai

Tehnik volume clarification technic Que atau VCT dapat di tarik sebagai tehnik pengajaran
untuk membentuk siswa dalam menerima dan menentukan suatu nilai yang di anggapnya baik
dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan
tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun

6|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


nilai menurut anggapanya baik, yang pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilaku
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Kesulitan Dalam Pembelajaran Afektif.

a. Sulit melakukan control karma banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap
seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun
modeling bukan hanya di temukan oleh faktor guru, akan tetapi faktor lain terutama faktor
lingkungan.
b. Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa di evaluasi dengan segera. Berbeda dengan aspek
kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran
berakhir, keberhasilan dari pembentukan sikap dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup
pnjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan
proses lama.
c. Pengaruh kemajuan teknologi, berdampak pada pembentukan karakter anak, tidak bisa
dipungkiri program-program TV yang menayangkan acara produksi luar negri yang memiliki
latar belakang budaya yang berbeda, maka dari itu perlahan tapi pasti budaya asing yang
belum cocok dengan budaya lokal menerobos dalam setiap ruang kehidupan.

E. Afektif Sebuah Strategi Pembelajaran Terapan

Pembelajaran Afektif banyak yang beranggapan bukan untuk diajarkan, seperti pelajaran
biologi, fisika ataupun matematika. Pembelajaran afektif merupakan pembelajaran bagaimana
sikap itu terbentuk setelah siswa atau manusia itu memperoleh pembelajaran. Oleh karena itu yang
pas untuk afektif bukanlah pengajaran, melainkan pendidikan. Strategi pembelajaran yang akan
kita bahas ini diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif
tetapi juga menyangkut dimensi lainnya yakni sikap dan keterampilan, melalui proses
pembelajaran yang menekankan kepada aktifitas siswa sebagai subjek belajar. Afektif
berhubungan sekali dengan nilai (value), yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu, memang Afektif dapat muncul dalam
kejadian berhavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini

7|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses
pembelajaran yang dilakukan guru disekolah. Kita tidak serta merta menilai sikap anak itu baik.
Sebagai contoh melihat kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat
dari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan
dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak
berada di dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik
dan buruk, layak dan tidak layak indah dan tidak indah dan sebagainya. Pandangan seseorang
tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang
bersangkutan. Oleh karena itu, nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau
kriteria seseorang mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak dan sebagainya. Dengan
demikian, pendidikan nilai pada dasarnya merupakan proses penanaman niali kepada peserta didik
yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang
dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

Ada empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap niali tertentu yang
dikemukakan oleh Douglas Graham (Gulo, 2002) yaitu :

1. Normativist, Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum, kepatuhan pada nilai atau
norma itu sendiri : kepatuhan pada proses tanpa memperdulikan normanya sendiri ;
kepatuhan pada haslinya atau tujuan yang diharapkan dari peraturan itu.
2. Integralist, Yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-
pertimbangan yang rasional
3. Fenomenalist, Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa-basi.
4. Hedonist, Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

Faktor Normativist adalah faktor yang kita harapkan menjadi dasar kepatuhan setiap
individual, karena kepatuhan semacam inilah adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai
tanpa memperdulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.

Dari empat faktor diatas terdapat lima tipe kepatuhan, yakni :

8|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


a. Otoritarian, Yaitu suatu kepatuhan tanpa reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b. Conformist, Kepatuhan ini mempunyi tiga bentuk, antara lain : Conformist directed,
yaitu penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain, conformist hedonist yaitu
kepatuhan yang berorientasi pada “untung-rugi” dan conformist integral yaitu kepatuhan
yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c. Compulsive, Yaitu kepatuhan yang tidak konsisten
d. Hedonik Psikopatik, Yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan
kepentingan orang lain.
e. Supramoralist, Yaitu kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.

Pada era teknologi informasi yang berkembang secara pesat ini, pendidikan nilai sangatlah
penting untuk diterapkan sebagai filter terhadap perilaku yang negatif. Nilai pada seseorang
tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah. Setiap orang akan menganggap sesuatu itu baik sesuai
dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sistem nilai yang dimiliki seseorang itu bisa
dibina dan diarahkan. Apabila seseorang menganggap nilai agama adalah diatas segalanya, maka
nilai-nilai yang lain akan bergantung pada nilai agama itu. Dengan demikian sikap seorang sangat
tergantung pada sistem nilai yang dianggapnya paling benar dan kemudian sikap itu yang akan
mengendalikan perilaku orang tersebut.

Gulo (2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut :

1. Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.


2. Pengembangan domain afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan
psikomotorik
3. masalai ini adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang
sehingga bisa di bina.
4. Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu

Sikap adalah kecenderungan seseerang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan
nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh
kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek; berdasarkan penilaian terhadap objek
itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berhrga/tidak berguna (sikap

9|S t rat eg i Pembelaj ara n A fekt i f


negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperanan sekali dlam mengambil
tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia
beberapa alternative (winkel : 2004).

Apakah sikap dapat dibentuk ?

Dalam proses pembelajaran disekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat
menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Belajar membentuk sikap
melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh skinner melalui teorinya operant conditioaning. Proses
pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan pada proses peneguhan respons anak.
Setiap kalianak menunjukkan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara
memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan, anak berusaha
meningkatkan sikap positifnya.

Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu
pembentukan sikap melalui proses asimilasi tau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak
didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Prinsip peniruan
ini dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang
menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.

Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses modeling pada awalnya
dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pengarahan dan pemahaman mengapa hal
itu dilakukan. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar disadari oleh suatu
keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.

Model-model strategi pembelajaran sikap antara lain :

1. Model konsiderasi, Model konsiderasi (the consideration model) dikembangkan oleh Mc.
Paul (seorang humanis). Dia menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan
perkembangan kognitif yang rasional. Menurut dia, pembelajaran moral siswa adalah
pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Model ini menekankan kepada
strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian dengan tujuan agar siswa menjadi
manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Pembelajaran sikap pada dasarnya

10 | S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n A f e k t i f
adalah membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan untuk bisa hidup bersama
secara harmonis, peduli dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Implementasi dari
model ini, guru dapat mengikuti tahapan dibawah ini :
a. Menghadapkan siswa pada suatu maslah yang mengandung konflik, yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan suasana “seandainya siswa tersebut ada dalam
masalah itu”.
b. Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang
tampak, tetapi juga yang tersirat dalam permasalah tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan
dan kepentingan orang lain.
c. Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.
Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaanya sendiri sebelum ia mendengar
respons orang lain untuk dibandingkan.
d. Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat kategori dari
setiap respons yang diberikan siswa.
e. Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang
diusulkan siswa. Siswa diajak berfikir keras dan harus dapat menjelaskan argumennya
secara terbuka serta dapat saling menghargai pendapat orang lain.
f. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk
menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
g. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai
dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai
benar atau salah atas pilihan siswa. Yang diperlukan adalah guru dapat membimbing
mereka menentukan pilihan yang lebih matang sesuai dengan pertimbangan sendiri.
2. Model Pengembangan kognitif, Model pengembangan kognitif (the cognitive development
model) dikembangkan oleh Lawrence Kholberg. Model ini hanya diilhami oleh pemikiran
John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi
sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur
menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg, moral manusia itu berkembang melalui 3
tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap. Tingakat-tingkat tersebut antara lain :

11 | S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n A f e k t i f
a. Tingkat Prakonvensional, Pada tingkat ini setiap individu memandang moral
berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya, pertimbangan moral didasarkan pada
pandangannya secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang
dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat ini dibagi dua tahap yaitu tahap orientasi
hukuman dan kepatuhan, perilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang
akan terjadi. Anak hanya berfikir bahwa perilaku yang benar adalah perilaku yang
tidak akan mengakibatkan hukuman. Jadi peraturan harus dipatuhui agar tidak timbul
konsekuensi negatif : Tahap orientasi instrumental-relatif, perilaku anak didasarkan
kepada rasa “adil” berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan
adil manakala orang membalas perilaku kita yang dianggap baik, dengan demikian
perilaku itu didasarkan kepada saling menolong dan saling meberi.
b. Tingkat Konvensional, Dalam tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada
hubungan individu masyarakat. Pemecahan masalah bukan hanya didasarkan pada
rasa keadilan belaka, akan tetapi apakah permasalahan itu sesuai dengan norma
masyarakat atau tidak.

12 | S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n A f e k t i f
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Banyak yang beranggapan bahwa pembelajaran afektif bukan untuk diajarkan, seperti
pelajaran Biologi, Fisika ataupun Matematika. Pembelajaran afektif merupakan pembelajaran
bagaimana sikap itu terbentuk setelah siswa memperoleh pembelajaran, oleh karena itu yang pas
untuk afektif bukanlah pengajaran melainkan pendidikan. Afektif berhubungan sekali dengan nilai
(Value) yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam.
Dalam batas tertentu afektif dapat muncul dalam kejadian Behavioral, akan tetapi penilaian untuk
sampai pada kesimpulan yang dapat di pertanggungjawabkan membutuhkan ktelitian dan
observasi yang terus menerus dan hal ini tidak mudah dilakukan, dalam proses pembelajaran di
sekolah, baik secara disadari maupun tidak guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa
melalui proses pembiasaan.

Yang termasuk kemampuan afektif adalah sebagai berikut :

a. Menerima (Receiving) yaitu : kesediaan untuk memperhatikan.


b. Menanggapi (Responding), yaitu afektif berpartisipasi.
c. Menghargai (Valuing), yaitu penghargaan kepada benda, gejala, perbuatan tertentu.
d. Membentuk (Organization), yaitu : memadukan nilai yang berbeda.
e. Berpribadi (Characterization by Value of value complex), yaitu : Mempunyai sistem nilai
yang mengendalikan perbuatan untuk menumbuhkan gaya hidup yang mantap.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami sajikan. Apabila terdapat kesalahan dalam bahasa maupun
penulis dan penulisan mohon dimaklumi. Dengan kerendahan hati kami sebagai pemakalah
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

13 | S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n A f e k t i f
DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Kencana. Jakarta : 2008

Raka, Joni. Strategi Belajar Mengajar, P3G, Jakarta : 1980

14 | S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n A f e k t i f

Anda mungkin juga menyukai