Anda di halaman 1dari 16

1

2.8 Sistem Rujukan


A. Definisi Sistem Rujukan
SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang
kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-
unit yang setingkat kemampuannya.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara
vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal
(komunikasi inti yang lebih tinggi dengan unit yang lebih rendah) ke
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).

B. Macam Rujukan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) membedakannya menjadi dua
macam yakni :
1. Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan
kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan
masyarakat (public health service).
Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan
teknologi, sarana, dan operasional (Azwar, 1996). Rujukan kesehatan
yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang
menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini
mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional (Syafrudin, 2009).
2

2. Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan
penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik
pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service).
Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan
bahan bahan pemeriksaan (Azwar, 1996).

Jenis Rujukan Medik Antara Lain:


1. Transfer Of Patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis,
pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
2. Transfer Of Specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3. Transfer Of Knowledge/Personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan setempat.

C. Manfaat Rujukan
Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh
ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai
berikut:
1. Sudut Pandang Pemerintah Sebagai Penentu Kebijakan (Policy Maker)
Manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan
dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan
kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem
pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai
sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan
administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
3

2. Sudut Pandang Masyarakat Sebagai Pemakai Jasa Pelayanan (Health


Consumer)
Manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya
pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara
berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana
pelayanan kesehatan.
3. Sudut Pandang Kalangan Kesehatan Sebagai Penyelenggara Pelayanan
Kesehatan. (Health Provider)
Manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir
tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positiflainnya seperti
semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin;
memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

D. Tata Laksana Rujukan


Menurut Syafrudin (2009), tatalaksana rujukan diantaranya adalah
a. Internal antar - petugas di satu rumah
b. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
c. Antara masyarakat dan puskesmas
d. Antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya
e. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya
f. Internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit,antar
rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah
sakit.

E. Kegiatan Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga
macam yaitu :
4

a. Rujukan Pelayanan Kebidanan


Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit
kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap; rujukan kasus-
kasus patologik pada kehamilan, persalinan, dan nifas; pengiriman
kasus masalah reproduksi manusia lainnya, seperti kasus-kasus
ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis;
pengiriman bahan laboratorium; dan jika penderita telah sembuh dan
hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit
semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap (surat
balasan).

b. Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan


Kegiatan ini antara lain :
1) Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi
penderita, diskusi kasus, dan demonstrasi operasi.
2) Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih
lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang
tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan
tingkat provinsi atau institusi pendidikan.

c. Rujukan Informasi Medis


Kegiatan ini antara lain berupa :
1) Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim
dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.
2) Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter
pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan
prenatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka secara
regional dan nasional.
5

F. Sistem Informasi Rujukan


Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan
pengirim dan di catat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke
dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal
dan jam pengiriman, status pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan
atau umum, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnose, tindakan dan obat yang telah
diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang, kemajuan pengobatan dan
keterangan tambahan yang dipandang perlu

G. Kriteria Pembagian Wilayah Pelayanan Sistem Rujukan


Karena terbatasanya sumber daya tenaga dan dana kesehatan yang
disediakan, maka perlu diupayakan penggunaan fasilitas pelayanan medis
yang tersedia secara efektif dan efisien. Pemerintah telah menetapkan
konsep pembagian wilayah dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam sistem rujukan ini setiap unit kesehatan mulai dari Polindes,
Puskesmas pembantu, Puskesmas dan Rumah Sakit akan memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan wilayah dan tingkat
kemampuan petugas atau sama.
Ketentuan ini dikecualikan bagi rujukan kasus gawat darurat,
sehingga pembagian wilayah pelayanan dalam sistem rujukan tidak hanya
didasarkan pada batas-batas wilayah administrasi pemerintahan saja tetapi
juga dengan kriteria antara lain:
1. Tingkat kemampuan atau kelengkapan fasilitas sarana kesehatan,
misalnya : Fasilitas Rumah Sakit sesuai dengan tingkat klasifikasinya.
2. Kerjasama Rumah Sakit dengan Fakultas Kedokteran
3. Keberadaan jaringan transportasi atau fasilitas pengangkutan yang
digunakan ke Sarana Kesehatan atau Rumah Sakit rujukan.
4. Kondisi geografis wilayah sarana kesehatan.
6

Dalam melaksanakan pemetaan wilayah rujukan, faktor keinginan


pasien/keluarga pasien dalam memilih tujuan rujukan perlu menjadi
bahan pertimbangan.

H. Hirarki Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kebidanan dilakukan sesuai dengan hirarki pelayanan
kesehatan yang ada mulai dari :
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer
Pelayanan ini meliputi : Puskesmas dan jaringannya termasuk
Polindes/Poskesdes, Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin serta
fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah maupun swasta.
Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif,
preventif, deteksi dini dan memberikan pertolongan pertama pada
kegawat-daruratan obstetri neonatal (PPGDON) untuk tindakan pra
rujukan dan PONED di Puskesmas serta pembinaan UKBM termasuk
Posyandu
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Sekunder
Pelayanan ini meliputi : Rumah Sakit Umum dan Khusus baik
milik Pemerintah maupun Swasta yang setara dengan RSU Kelas D, C
dan B Non Pendidikan, termasuk Rumah Sakit Bersalin (RSB), serta
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA). Memberikan pelayanan kebidanan
essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi dini, melakukan
penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegahterjadinya
keterlambatan penanganan dan kolaborasi dengan nakes lain dalam
penanganan kasus (PONEK).
3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Tersier Di RS Type B Dan A
Pelayanan ini meliputi : Rumah Sakit yang setara dengan Rumah
Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus Kelas A, kelas B pendidikan,
milik Pemerintah maupun swasta.Memberikan pelayanan kebidanan
essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi dini, melakukan
penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah terjadinya
7

keterlambatan penanganan, kolaborasi dg nakes lain dalam


penanganan kasus PONEK dan asuhan kebidanan/penatalaksanaan
kegawat-daruratan pada kasus-kasus kompleks sebelum mendapat
penanganan lanjut

I. Keuntungan Sistem Rujukan


Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah :
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien
Bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara
psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.
2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan
keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak
kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing-masing.
3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli

Setyarini, Didien Ika dan Suprapti. 2016. Asuhan Kebidanan


Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Jakarta Selatan : BPPSDMK
Kemenkes

2.9 Sistem Triase di UGD


A. Pengertian Instalasi Gawat Darurat
Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan
medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
(Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
Pelayanan kegawat daruratan adalah tindakan medis yang
dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalamwaktu segera untuk
menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI No. 47
tahun 2018).
IGD adalah salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit yang
menyediakan penanganan awal (bagi pasien yang datang langsung ke
rumah sakit)/lanjutan (bagi pasien rujukan dari fasilitas pelayanan
8

kesehatan lain), menderita sakit ataupun cedera yang dapat mengancam


kelangsungan hidupnya (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
Secara garis besar kegiatan di IGD rumah sakit dan menjadi
tanggung jawab IGD secara umum terdiri dari:
1. Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan
menangani kondisi akut atau menyelamatkan nyawa dan/atau
kecacatan pasien.
2. Menerima pasien rujukan yang memerlukan penanganan
lanjutan/definitif dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Merujuk kasus-kasus gawat darurat apabila rumah sakit tersebut tidak
mampu melakukan layanan lanjutan

B. Konsep Triase
1. Pengertian Triase
Triase adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas
klien berdasarkan berat ringannya kondisi klien atau kegawatanya
yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan
dokter mempunyai batasan waktu (response time) untuk mengkaji
keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu <10 menit.
Penatalaksanaan pada kondisi darurat didasarkan pada respon
klinis daripada urutan kedatangan (ACEM, 2005). Pasien dengan
prioritas rendah akan menunggu lebih lama untuk penilaian dan
pengobatan (Manitoba Health, 2010).
Setiap rumah sakit harus memiliki standar triase yang
ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit (Permenkes RI No. 47
tahun 2018).
a. Triase merupakan proses khusus memilah pasien berdasarkan
beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
penanganan/intervensi kegawatdaruratan.
b. Triase tidak disertai tindakan/intervensi medis.
9

c. Prinsip triase diberlakukan sistem prioritas yaitu


penentuan/penyeleksian mana yang harus di dahulukan
mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman
jiwa yang timbul berdasarkan(Permenkes RI No. 47 tahun
2018) :
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan
menit
2) Dapat mati dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal
2. Prosedur Triase (Permenkes RI No. 47 tahun 2018)
a. Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD rumah sakit
b. Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat untuk
menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga
kesehatan dengan cara :
1) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
2) Menilai kebutuhan medis
3) Menilai kemungkinan bertahan hidup
4) Menilai bantuan yang memungkinkan
5) Memprioritaskan penanganan definitive
c. Namun bila jumlah pasien lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD
rumah sakit).
d. Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan
memberi kode warna :
1) Kategori merah :
Prioritas pertama (area resusitasi),pasien cedera
berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat
hidup bila ditolong segera. Pasien kategori merah dapat
langsung diberikan tindakan di ruang resusitasi, tetapi bila
memerlukan tindakan medis lebih lanjut, pasien dapat
10

dipindahkan ke ruang operasi atau di rujuk ke rumah sakit


lain.
Contoh : bayi dengan asfiksia, hipotermia, ikterus,
ibu hamil dengan perdarahan hebat, perdarahan hebat pasca
persalinan, kehamilan ektopik, ibu hamil dengan eklamsia,
atonia uteri, ruptur uteri, air ketuban bercampur mekonium
2) Kategori Kuning
Prioritas kedua (area tindakan), pasien memerlukan
tindakan defenitif tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien
dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis
lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori merah
selesai ditangani.
Contoh : kehamilan dengan preeklamsia, anemia,
persalinan macet (distosia), ibu hamil dengan penyakit
jantung, BBLR, kehamilan ganda, kehamilan dengan
diabetes mellistus, kehamilan dengan plasenta previa,
neonatus dengan hiperglikemia, tetanus neonatorum
3) Kategori Hijau
Prioritas ketiga (area observasi), pasien degan
cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Pasien dengan kategori hijau
dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka pasien
diperbolehkan untuk dipulangkan.
Contoh : ibu hamil dengan edema, kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum, hipertensi,
4) Kategori Hitam
Prioritas nol pasien meninggal atau cedera fatal
yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Pasien kategori
hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
11

3. Fasilitas
Menurut Kemenkes (2012), kebutuhan ruang, fungsi dan
luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada ruang gawat darurat di
rumah sakit adalah sebagai berikut :
a. Ruang Penerimaan
1) Ruang Administrasi, berfungsi untuk menyelenggarakan
kegiatan administrasi, meliputi: pendataan pasien,
keuangan dan rekam medik. Untuk kebutuhan fasilitas
antara lain seperti meja, kursi, lemari berkas/arsip, telefon,
safety boxdan peralatan kantor lainnya.
2) Ruang tunggu pengantar pasien, berfungsi sebagai ruangan
dimana keluarga/pengantar pasien menunggu. Kebutuhan
fasilitas yang diperlukan antara lain kursi, meja, televisi dan
alat
3) Ruang triase, ruang tempat memilah –milah kondisi pasien,
true emergencyatau false emergency. Kebutuhan fasilitas
yang diperlukan seperti wastafel, kit pemeriksaan
sederhana, label.
4) Ruang penyimpanan brankar, tempat meletakkan/ parker
brankar pasien yang siap digunakan apabila diperlukan.
5) Ruang dekontaminasi (untuk RS di daerah industri), ruang
untuk membersihkan/ dekontaminasi pasien setelah drop
offdari ambulan dan sebelum memasuki area triase.
Kebutuhan fasilitas uang diperlukan adalah showerdan sink
lemari/rak alat dekontaminasi.
6) Area yang dapat digunakan untuk penanganan korban
bencana massal. Kenutuhan fasilitas yang diperlukan
adalah area terbuka dengan/tanpa penutup, fasilitas air
bersih dan drainase.
12

b. Ruang Tindakan
1) Ruang Resusitasi, ruangan ini dipergunakan untuk
melakukan tindakan penyelamatan penderita gawat darurat
akibat gangguan ABC. Kebutuhan fasilitas yang diperlukan
seperti nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop set anak,
laringoskop set dewasa, nasotrakeal, orotrakeal,suction,
trakeostomi set, bag valve mask, kanul oksigen,oksigen
mask, chest tube, ECG, ventilator transport monitor,
infusion pump, vena suction, nebulizer, stetoskop, warmer,
NGT, USG.
2) Ruang tindakan bedah, ruangan ini untuk melakukan
tindakan bedah ringan pada pasien. Kebutuhan fasilitas
yang diperlukan yaitu meja periksa,dressing set, infusion
set, vena section set, torakosintesis set, metalkauter,tempat
tidur, tiang infus, film viewer.
3) Ruang tindakan non bedah, ruangan ini untuk melakukan
tindakan non bedah pada pasien. Kebutuhan fasilitas yang
diperlukan yaitu kumbah lambung set, EKG, irrigator,
nebulizer, suction, oksigen medis, NGT, infusion pump,
jarum spinal, lampu kepala, otoskop set, tiang infus, tempat
tidur, film viewer, ophtalmoskop, bronkoskopi, slit lamp.
4) Ruang observasi, ruang untuk melakukan observasi
terhadap pasien setelah diberikan tindakan medis.
Kebutuhan fasilitas hanya tempat tidur periksa
5) Ruang pos perawat (nurse station), ruang untuk melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pelayanan keperawatan,
pengaturan jadwal, dokumentasi s/d evaluasi pasien.

c. Ruang Penunjang Medis


13

1) Ruang petugas/staf, merupakan ruang tempat kerja,


istirahat, diskusi petugas IGD, yaitu kepala IGD, dokter,
dokter konsulen, perawat
2) Ruang perawat, ruang ini digunakan sebagai ruang istirahat
perawat.
3) Gudang kotor, fasilitas untuk membuang kotoran bekas
pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.

C. Pembagian Triase
Tujuan triase adalah memilih atau menggolongkan semua pasien
yang datang ke IGD dan menetapkan prioritas penanganan.
1. Single Patient Triage
Menurut Pusponegoro (2011), triase tipe ini dilakukan
dimana pasien dikategorikan ke dalam pasien gawat darurat (true
emergency) dan pasien bukan gawat darurat (false emergency).
Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien yang dapat
meninggal bila tidak dilakukan resusitasi segera. Single patient
triage dapat juga dibagi dalam kategori berikut :
a) Resusitasi, adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat
darurat dan mengancam nyawa serta harus mendapat
penanganan resusitasi segera.
b) Emergent, adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat
darurat karena dapat mengakibatkan kerusakan organ permanen
dan pasien harus ditangani dalam waktu maksimal 10 menit.
c) Urgent, adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat
tidak gawat yang harus ditangani dalam waktu maksimal 30
menit.
d) Non-urgent, adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak
gawat tidak darurat dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi
14

mempunyai kemungkinan atau dengan riwayat penyakit serius


yang harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit.
e) False Emergency, adalah pasien yang datang dalam kondisi
tidak gawat tidak darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada
kemungkinan menderita penyakit atau mempunyai riwayat
penyakit yang serius

2. Routine Multiple Casualty Triage


a) Simple triage and rapid treatment (START)
Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan
nafas yang tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat
dengan cepat dan akurat tidak boleh lebih dari 60 detik per pasien dan
mengklasifikasi pasien ke dalam kelompok terapi :
- Hijau
- Kuning/Delayed
- Merah
- Hitam

Khankeh, Reza Hamid, dkk. 2013. Triage effect on wait time of receiving
treatment services and patients satisfaction in the emergency department:
Example from Iran dan Pelaksanaan Triase di Instalasi Gawat Darurat RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Jakarta :
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2423/BAB%20II
%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=4&isAllowed=y

Ada hubungan tingkat kepadatan IGD dengan stress kerja perawat di IGD RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro.
15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 2011).
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 2011). Kegawat
daruratan maternal dapat terjadi setiap saat selama proses kehamilan,
persalinan merupakan masa nifas.
Sedangkan, Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan
evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis
(≤usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan
psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul
sewaktu-waktu.
Dalam menangani kasus gawatdaruratan, penentuan masalah utama
(diagnosis) dan tindakan pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan
tenang (tidak panik), walaupun suasana keluarga pasien ataupun
pengantarannya mungkin dalam kepanikan. Serta melakukan persiapan umum
sebelum tindakan kegawatdaruratan dengan baik dan benar. Dalam
menanggani kasus-kasus berat harus memperhatikan konsep triase serta sistem
rujukan.
16

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswi kebidanan dapat
memahami tentang kegawatdaruratan maternal dan neonatal sehingga dapat
memberikan penanganggan yang maksimal sesuai standar kesehatan ibu dan
anak.

Anda mungkin juga menyukai