DI SUSUN OLEH :
MUH RIFAL MARDANI
4C KEPERAWATAN
201701118
TAHUN 2021
TINJAUAN TEORI
1
B. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus
(LAV) atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di
sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh
montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di
temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang
sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada
200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut
tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas
dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel
hospes.
2
C. Patofisiologi Virus HIV/AIDS
1. Mekanisme system imun yang normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau
virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika
system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh
akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas
organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang,
thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.
o Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral.
Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan
mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik.
Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen
lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan
antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus
antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan
respon inflamasi).
o Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a. Regulasi sitem imun
b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+,
CD8+, dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel
CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh
sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.
o Fagosit
o Komplemen
2. Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah
silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar.
3
Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang
merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut
yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili
polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006).
Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse
transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode komponen structural
HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga
penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat
pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel
pejamu beru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan
setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite
pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan.
Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran,
dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
4
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi
HIV baru d seluruh dunia.
5
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita
HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan
seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat
mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga
HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV
untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
6
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang,
membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan
HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih
dahulu.
7
3. AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga
mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh
kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu,
demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung
lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang
sudah timbul pada fase kedua.
E. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi,dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
2. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
8
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
9
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen
virus struktural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2. Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi
(antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus
diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3. Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4
diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum
pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan
pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung
CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200
sel/mm3menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan
penunjang dasar yang diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua pasien CD4 <200 sel/mm3
Antigen permukaan HBV* Rontgen toraks
Antibody inti HBV+ RNA HCV
Antibody HCV Antigen kriptokukus
Antibody IgG HAV OCP tinja
Antibody Toxoplasma
Antibody IgG sitomegalovirus CD4 <100 sel/mm3
Serologi Treponema PCR sitomegalovirus
Rontgen toraks Funduskopi dilatasi
Skrining GUM EKG
Sitologi serviks (wanita) Kultur darah mikrobakterium
HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C
*Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
+ Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat
suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
10
4. ELISA (Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay) adalah metode yang
digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang
tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif
2-3 bulan setelah infeksi.
G. Penatalaksanaan HIV
11
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
pengendaliannya yaitu :
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
12
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut
H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
13
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri
14
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik
2. Dapatkan riwayat imunisasi
3. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids
pada anak – anak : exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan
terhadap produk darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang
menunjukan prilaku resiko tinggi
4. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh,
limfadenopati, hepatosplenomegali
5. Infeksi bakteri berulang
6. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys
interinterstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
7. Diare kronis
8. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
9. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody
serum.
B. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret
sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspnsi paru
3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
5. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan.
15
6. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (misal: ensefalopati,
pengobatan).
7. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan
diare
8. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis
seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 11
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit yang mengancam hidup.
C. Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan : klien menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi :
a. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan
bunyinapas adventisius,
R/ : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
b. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan
dinding dada
R/ : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris
terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan
paru-paru
c. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara
posisi duduk tinggi
R/ : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami
16
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan
upaya napas lebihdalam dan lebih kuat
d. Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif
atau penurunan tingkat kesadaran
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat dari pada dingin
R/ : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
sekret
f. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas
(seperti bronchodilator)Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/
AIDS 12
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi
sekret, obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret
sehingga mudah untuk dikeluarkan
17
c. Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun
sari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan
pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum
berdarah dapat mengakibatkan infark jaringan.
e. Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
18
R/ : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi
19
5. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaanAsuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 14
Tujuan : Orang tua melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan
kriteria, konsistensi feases kembali normal dan orang tua mampu
mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
a. Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor
pencetus
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya
episode.
b. Tingkat tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur
R/ : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju
metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
c. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
R/ : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
d. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare (misalnya
sayuran segar, buah, sereal, bumbu, minuman karnonat, produks susu)
R/ : Menghindarkan irirtan meningkatkan istirahat usus
e. Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari
minuman dingin
R/ : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau
menurunkan rangsang makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap
cairan mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang dingin
dapat meningkatkan motilitas usus
f. Berikan kolaburasi antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif fokal
20
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti nyeri atau peka
rangsang dengan kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang yang
ditunjukkan anak minimal atau tidak ada
Intervensi :
a. Kaji nyeri dan gunakan strategi nonfarmakologis
R/ : Teknik-teknik seperti relaksasi, pernapasan dalam berirama dan
distraksi dapat membuat nyeri dapat lebih ditoleransi
b. Untuk bayi dapat dicoba tindakan kenyamanan umum (misalnya:
mengayun, menggendong, membuai, menurunkan stimulus lingkungan
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 15
R/ : Dapat mengurangi nyeri atau mengalihkan nyeri anak
c. Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
d. Rencanakan jadual awal pencegahan bila analgesik efektif dalam
mengurangi nyeri yang terus menerus
R/ : Untuk mempertahankan kadar analgesik mantap dalam darah
e. Anjurkan penggunaan premedikasi untuk prosedur yang menimbulkan
nyeri
R/ : Dapat mengurangi nyeri pada saat dilakukan tindakan perawatan
f. Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk mengevaluasi efektifitas intervensi keperawatan
21
R/ : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhi intervensi.
b. Pantau tanda-tanda vital.
R/ : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
c. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan
pernapasan.
R/ : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi
dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus
paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
d. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R/ : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan
tambahan.Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 16
e. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat
waktu penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan
komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
22
R/ : Kulit yang kering dapat mempermudah terjadinya kerusakan kulit
sehingga perlu dijaga kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet
b. Bersihkan daerah yang tidak infeksi
R/ : membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah
terjadinya perluasan infeksi kulit
c. Sarankan klien untuk tidak menggaruk
R/ : Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan
kulit, apa bila jika dilakukan dengan keras/kuat
d. Kulit yang mengeras dan bersisik jangan dikupas, biarkan terkelupas
sendir
R/ : berusaha mengelupas/melepas kulit yang bersisik dapat memicu
terjadinya luka pada kulit yang bersisik
e. Pemberian antibiotik sistemik
R/ : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga
infeksi kulit tidak meluas
23
R/ : penjelasan yang tepat dari profesional akan mempertegas bahwa
informasi yang didapatkan tentang penyakit dan terainya tersebut tepat
d. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyakit dan terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
R/ : Untuk memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan
kemampuannya dalam merawat klien
e. Bantu orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
R/ : Menginteoretasikan perilaku dan respon bayi atau anak secara tepat
dapat membantu keluarga dalam mengambil keputusan kapan harus
lapor perawat atau dokter
f. Sambut keberadaan keluargatanpa batas
R/ : untuk meningkatkan hubungan keluarga
g. Dorong keluarga untuk memberikan barang-barang yang berarti dan
dapat diatur pada anak
R/ : Untuk memberikan rasa aman
h. Rujuk pada kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis
yayasan HIV/AIDS Indonesia)
R/ : untuk dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya
pelayanan sosial, rohaniawan dan yayasan HIV AIDS Indonesia
24
DAFTAR PUSTAKA
25