Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS

DI SUSUN OLEH :
MUH RIFAL MARDANI
4C KEPERAWATAN
201701118

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2021
TINJAUAN TEORI

A.  Definis HIV/AIDS


Menurut Judarwanto (2008) infeksi HIV adalah penyakit yang
diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS
adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular
sebagai akibat infeksi HIV. Suatu kondisi klinis yang disebabkan oleh infeksi
virus HIV yang dapat menyebabkan acquired immune deficiency syndrome
(AIDS) (Barhers, 2008).

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat


menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel
CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat
ringan sekalipun (Qodam, 2006).

HIV (AIDS (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu penyakit


yang menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi HIV dengan
cepat akan melumpuhkan sistem kekebalan manusia. Setelah sistem
kekebalan tubuh lumpuh, seseorang penderita HIV biasanya akan meninggal
karena suatu penyakit (disebut penyakit sekunder) yang biasanya akan dapat
dibasmi oleh tubuh seandainya sistem kekebalan itu masih baik (Pustekkom,
2005).
Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder
yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat
lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan
komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol,
dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006).

1
B. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus
(LAV) atau human T-cell leukemia virus 111  (HTLV-111) yang juga di
sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh
montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di
temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang
sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada
200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut
tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas
dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel
hospes.

Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan


untuk merusak sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau
limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan
penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan
imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik
oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS
menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban
untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi
virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV,
yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang
biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan
merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di
sekelilingnya.
Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang
menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang
perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-
blown.

2
C.    Patofisiologi Virus HIV/AIDS
1.   Mekanisme system imun yang normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara  mengenali bakteri atau
virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika
system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh
akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas
organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang,
thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.
o   Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral.
Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan
mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi  spesifik.
Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen
lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan
antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus
antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan
respon inflamasi).
o   Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a.  Regulasi sitem imun
b.  Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+,
CD8+, dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel
CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh
sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.
o   Fagosit
o   Komplemen
2. Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah
silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar.

3
Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang
merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut
yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili
polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006).
Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse
transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode komponen structural
HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga
penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus Hidup  HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat
pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel
pejamu beru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan
setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite
pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan.
Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran,
dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.

3.   Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.


Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1
bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam
subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang
spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi Individu dapat terinfeksi
oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi
geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah

4
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi
HIV baru d seluruh dunia.

4.    Efek dari virus HIV terhadap system imun


Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A)
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali
masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien
menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus
lain di dalam darah.
Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1
juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom
retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini
meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare,
berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan timbul ruam.
Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu
setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan
sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun
dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus
limfa dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi
HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi
kemampuan  thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV
dengan menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay (EIA) akan
menunjukkan hasil positif.
5.   Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

5
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita
HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan
seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat
mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga
HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV
untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).

b. Ibu pada bayinya


Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01%
sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala
AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya
mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara
kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan (Lily V, 2004).

c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS


Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril


Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-
alat lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi
HIV,dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi
bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).

e. Alat-alat untuk menoleh kulit

6
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang,
membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan
HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih
dahulu.

f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian


Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di
gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU)
sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para
pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat
penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi
tinggi untuk menularkan. HIV tidak menular melalui peralatan makan,
pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang di pakai secara bersama-
sama, berpelukan di pipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan
penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan sosial yang lain.

D.  Manifestasi Klinis


Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang
menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa
penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat
malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah
membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1. Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga
terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening.
2. Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat
pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang
jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.

7
3. AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga
mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh
kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu,
demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung
lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang
sudah timbul pada fase kedua.

4. Full Blown AIDS.


Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan
terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi
radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas,
tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat,
sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan
lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

E.     Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi,dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b. Neurologik
1.  kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
2.  Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

8
3.  Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)

c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma   Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.  Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3.  Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.

e.  Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

f.  Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

9
F.     Pemeriksaan Penunjang
1.    Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen
virus struktural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2.    Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi
(antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus
diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3.    Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4
diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum
pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan
pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung
CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200
sel/mm3menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan
penunjang dasar yang diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua pasien                                              CD4 <200 sel/mm3
Antigen permukaan HBV*                            Rontgen toraks
Antibody inti HBV+                                      RNA HCV
Antibody HCV                                              Antigen kriptokukus
Antibody IgG HAV                                      OCP tinja
Antibody Toxoplasma                                   
Antibody IgG sitomegalovirus                      CD4 <100 sel/mm3
Serologi Treponema                                      PCR sitomegalovirus
Rontgen toraks                                              Funduskopi dilatasi
Skrining GUM                                               EKG
Sitologi serviks (wanita)                Kultur darah mikrobakterium
 HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C
 *Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
 + Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
 Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat
suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.

10
4.    ELISA (Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay) adalah metode yang
digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang
tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif
2-3 bulan setelah infeksi.

5.    WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis


HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%.
Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24
jam.

6.    PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :


a.    Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi
yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu
yan menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan
penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi
melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-
olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV sering
merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b.    Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok
berisiko tinggi.
c.    Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d.    Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas
rendah untuk HIV-2.

7. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko,


dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8.    Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

G. Penatalaksanaan HIV

11
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
2.  Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
3.  Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.  Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5.  Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
pengendaliannya yaitu :
 Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
 Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
 Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

12
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut

6. Vaksin dan Rekonstruksi Virus


Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
 Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan
yang mengganggu fungsi imun.
 Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T
dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

13
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan,gagal nafas.

5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri

14
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik
2. Dapatkan riwayat imunisasi
3. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids
pada anak – anak : exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan
terhadap produk darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang
menunjukan prilaku resiko tinggi
4. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh,
limfadenopati, hepatosplenomegali
5. Infeksi bakteri berulang
6. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys
interinterstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
7. Diare kronis
8. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
9. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody
serum.

B. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret
sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspnsi paru
3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
5. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan.

15
6. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (misal: ensefalopati,
pengobatan).
7. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan
diare
8. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis
seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 11
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit yang mengancam hidup.

C. Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan : klien menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi :
a. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan
bunyinapas adventisius,
R/ : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
b. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan
dinding dada
R/ : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris
terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan
paru-paru
c. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara
posisi duduk tinggi
R/ : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami

16
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan
upaya napas lebihdalam dan lebih kuat
d. Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif
atau penurunan tingkat kesadaran
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat dari pada dingin
R/ : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
sekret
f. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas
(seperti bronchodilator)Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/
AIDS 12
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi
sekret, obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret
sehingga mudah untuk dikeluarkan

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspnsi paru


Tujuan : anak dapat menunjukan pola napas yang efektif
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya
pernafasan, termaksud penggunaan otot bantu.
R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan
kerja nafas. Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal
nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.
R/ Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder
terhadap pendarahan, Ronki dan mengi menyertai obstrusi jalan nafas/
kegagalan nafas.

17
c. Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun
sari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan
pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum
berdarah dapat mengakibatkan infark jaringan.
e. Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus


sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
Tujuan : Anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 oC
Intervensi
a. Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan
selimut yang tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan
24 oC
R/ : Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan
cara radiasi
b. Beri antipiretik sesuai petunju
R/ : Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan
demam
c. Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara
tiba-tiba
R/ : Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan
kejangAsuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 13
d. Beri antimikroba/antibiotik jira disaranka
R/ : Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo
penyebab.
e. Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk menurunkan
demam

18
R/ : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria hasil
anak mengkonsumsi jumlah nutrien yang cukup
Intervensi :
a. Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan
pertumbuhan
b. Beri makanan yang disukai anak
R/ : Untuk mendorong agar anak mau makan
c. Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau
suplemen yang dijual bebas
R/ : Untuk memaksimalkan kualitas asupan makanan
d. Berikan makanan ketika anak sedang mau makan dengan baik
R/ : Ketika anak mau makan adalah kesempatan yang berharga bagi
perawat maupun orang tua untuk memberikan makanan sehingga porsi
yang disediakan dihabiskan
e. Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
R/ : Dapat menarik minat anak untuk makan dan menghabiskan porsi
makanan yang disediakan
f. Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ : Pemantauan berat badan dilakukan sehingga intervensi nutrisi
tambahan dapat diimplementasikan bila pertumbuhan mulai melambat
atau berat badan turun
g. Berikan obat antijamur sesuai instruksi
R/ : Untuk mengobati kandidiasis oral

19
5. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaanAsuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 14
Tujuan : Orang tua melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan
kriteria, konsistensi feases kembali normal dan orang tua mampu
mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
a. Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor
pencetus
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya
episode.
b. Tingkat tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur
R/ : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju
metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
c. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
R/ : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
d. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare (misalnya
sayuran segar, buah, sereal, bumbu, minuman karnonat, produks susu)
R/ : Menghindarkan irirtan meningkatkan istirahat usus
e. Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari
minuman dingin
R/ : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau
menurunkan rangsang makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap
cairan mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang dingin
dapat meningkatkan motilitas usus
f. Berikan kolaburasi antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif fokal

6. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (misal: ensefalopati,


pengobatan.

20
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti nyeri atau peka
rangsang dengan kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang yang
ditunjukkan anak minimal atau tidak ada
Intervensi :
a. Kaji nyeri dan gunakan strategi nonfarmakologis
R/ : Teknik-teknik seperti relaksasi, pernapasan dalam berirama dan
distraksi dapat membuat nyeri dapat lebih ditoleransi
b. Untuk bayi dapat dicoba tindakan kenyamanan umum (misalnya:
mengayun, menggendong, membuai, menurunkan stimulus lingkungan
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 15
R/ : Dapat mengurangi nyeri atau mengalihkan nyeri anak
c. Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
d. Rencanakan jadual awal pencegahan bila analgesik efektif dalam
mengurangi nyeri yang terus menerus
R/ : Untuk mempertahankan kadar analgesik mantap dalam darah
e. Anjurkan penggunaan premedikasi untuk prosedur yang menimbulkan
nyeri
R/ : Dapat mengurangi nyeri pada saat dilakukan tindakan perawatan
f. Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk mengevaluasi efektifitas intervensi keperawatan

7. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan


dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil : tidak
ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut
nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran
urine yang sesuai).
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra
operasi.

21
R/ : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhi intervensi.
b. Pantau tanda-tanda vital.
R/ : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
c. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan
pernapasan.
R/ : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi
dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus
paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
d. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R/ : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan
tambahan.Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 16
e. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat
waktu penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan
komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.

8. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis


seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh dengan kriteria
hasil : infeksi virus herpes tidak meluas, anak tidak menggaruk kulit yang
terinfeksi dan orang tua mendemonstrasikan cara perawatan kulit untuk
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Pasang alat pelembab dalam rumah untuk menghindari kulit terlalu
kering

22
R/ : Kulit yang kering dapat mempermudah terjadinya kerusakan kulit
sehingga perlu dijaga kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet
b. Bersihkan daerah yang tidak infeksi
R/ : membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah
terjadinya perluasan infeksi kulit
c. Sarankan klien untuk tidak menggaruk
R/ : Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan
kulit, apa bila jika dilakukan dengan keras/kuat
d. Kulit yang mengeras dan bersisik jangan dikupas, biarkan terkelupas
sendir
R/ : berusaha mengelupas/melepas kulit yang bersisik dapat memicu
terjadinya luka pada kulit yang bersisik
e. Pemberian antibiotik sistemik
R/ : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga
infeksi kulit tidak meluas

9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan


penyakit yang mengancam hidup
Tujuan : Pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat dan
keluarga dapat terlibat dengan kelompok-kelompok khusus
Intervensi :
a. Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dan
dukunganAsuhan Keperawatan Pada Anak Dengan HIV/ AIDS 17
R/ : dengan mengkaji masalah yang dihadapi keluarga perawat dapat
membuat rencana intervensi yang tepat serta dapat melakukan
pendekatan dengan keluarga dengan cara yang tepat.
b. Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
R/ : Tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya
sangat diperlukan perawat dapat menentukan intervensi yang tepat
c. Tekankan dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang
kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan serta prognosanya

23
R/ : penjelasan yang tepat dari profesional akan mempertegas bahwa
informasi yang didapatkan tentang penyakit dan terainya tersebut tepat
d. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyakit dan terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
R/ : Untuk memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan
kemampuannya dalam merawat klien
e. Bantu orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
R/ : Menginteoretasikan perilaku dan respon bayi atau anak secara tepat
dapat membantu keluarga dalam mengambil keputusan kapan harus
lapor perawat atau dokter
f. Sambut keberadaan keluargatanpa batas
R/ : untuk meningkatkan hubungan keluarga
g. Dorong keluarga untuk memberikan barang-barang yang berarti dan
dapat diatur pada anak
R/ : Untuk memberikan rasa aman
h. Rujuk pada kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis
yayasan HIV/AIDS Indonesia)
R/ : untuk dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya
pelayanan sosial, rohaniawan dan yayasan HIV AIDS Indonesia

24
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog
Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series
NANDA Internasional. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015
-2017. Edisi 10. Jakarta : EGC
Amin. Hardi. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA & NIC – NOC. 2015. Edisi
Revisi. Jilid 3. Jogjakarta : MediAction

25

Anda mungkin juga menyukai