Kelompok 3 - Resume Materi 2
Kelompok 3 - Resume Materi 2
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
TINGKAT 2 B
KELOMPOK 3
1. Khofifa (PO7120119050)
2. Septia Dewi (PO7120119082)
3. Tiara Puspita (PO7120119089)
4. Venny Atmara Agustini (PO7120119077)
5. Zahara Ilmia Safitri (PO7120119096)
2
b. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan
proses sosial budaya bidang kesehatan.
c. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam
merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan
iterpretasi hasil tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat
penting sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas
kaitan antara manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan
antara budaya suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Antropologi kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi
antropologi kesehatan ini mempunyai akar. Anderson (2006 : 4) menyatakan
antropologi kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :
a. Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi,
anatomi, komparatif, tipe-tipe ras genetika, dan serologi.
b. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir
dan magis.
c. Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an yang
merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi.
d. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II.
Antropologi kesehatan tidak hanya memandang konsep sakit dan penyebabnya
saja, selain itu antropologi kesehatan juga memperhatikan bagaimana melihat
seorang tenaga kesehatan di era modern ini dan seorang dukun atau tabib bagi
mereka yang masih mempercayainya untuk proses penyembuhan penyakit.Dimana
tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, Dll) mutlak adalah orang yang bisa
menyembuhkan berbagai macam penyakit, hal ini juga sama terjadi di masyarakat
tardisonal dimana mereka melihat dukun atau tabib adalah orang yang ditakdirkan
dewa atau Tuhan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Jadi dengan ini kita dapat menyimpulkan bahwa sebuah kajian antropologi
kesehatan itu begitu luas, tidak hanya meliputi masyarakat tradisional akan tetapi
masyarakat tradisional juga dikaji, dalam hal ini tidak hanya pola perilaku akan
tetapi sistem kesehatan dalam suatu masyarakat juga dikaji.
Masyarakat dipandang sebagai subyek, dimana perbedaan antara ilmu
antropologi kesehatan dengan ilmu kesehatan lainya yaitu terletak pada
pengkajianya, anatomi dari ilmu kesehatan.
3
C. Tahap Dan Perkembangan Antropologi Kesehatan
1. Tahap Antropologi Kesehatan
Koentjaraninggrgat menyusun tahapan ilmu Antropologi menjadi empat fase
sebagai berikut :
a. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi. Sekitar
abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk
menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga
banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan
dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal
perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-
suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat,
atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku
asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa.Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa.
Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-
bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat
besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh
himpunan bahan etnografi.
b. Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi
karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka
waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai
bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa
yang tinggi kebudayaannya. Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis,
mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran
kebudayaan manusia.
c. Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni
di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka
membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan
4
dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi
bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya,
pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli
untuk kemudian menaklukkannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari
bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari
kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
d. Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-
kebudayaan suku bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat
terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.Pada masa ini pula terjadi sebuah perang
besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam
kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia
kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung. Namun pada saat itu
juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk
keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil
mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam
terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-
tahun.Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu
antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi
juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami,
Flam dan Lapp.
2. Perkembangan Antropologi Kesehatan
Dengan kemajuan iptek yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu
berbeda dengan kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang. Salah satu
contoh budaya kesehatan adalah tentang cara menjaga kesehatan secara individu,
seperti mandi, keramas, atau sikat gigi. Pada zaman dahulu sebelum ditemukannya
sabun, manusia berbagai daerah memiliki cara yang berbeda dalam membersihkan
badan. Yang lazim digunakan diantaranya adalah minyak, abu, atau batu apung
sesuai dengan kebudayaan masing-masing daerah. Masyarakat Mesir Kuno
melakukan ritual mandi dengan menggunakan kombinasi minyak hewani dan nabati
ditambah garam. Bahan-bahan tersebut adalah pengganti sabun yang juga berfungsi
untuk menyembuhkan penyakit kulit. Orang Yunani Kuno mandi untuk alasan
kecantikan dan tidak menggunakan sabun. Mereka membersihkan tubuh dengan
5
menggunakan balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Mereka juga mengoleskan
tubuh dengan minyak dan kadang dicampur abu. Sedangkan orang Sunda kuno biasa
menggunakan tanaman wangi liar sebagai alat mandi mereka.
Bukan hanya cara mandi yang berbeda dari zaman dahulu dan sekarang, tetapi
juga budaya gosok gigi. Pada zaman dahulu masyarakat Arab menggunakan kayu
siwak untuk menggosok gigi. Orang Roma menggunakan pecahan kaca halus
sebagai bagian dari pembersih mulut mereka. Sedangkan masyarakat Indonesia
menggunakan halusan genting dan bata. Namun saat ini manusia beralih
menggunakan pasta gigi untuk menggosok gigi. Begitu juga dengan shampoo yang
secara luas digunakan. Dahulu, masyarakat menggunakan merang untuk keramas
dan merawat rambut mereka.
Tidak hanya tentang budaya kesehatan individu atau personal yang mengalami
perubahan. Budaya kesehatan masyarakat pun saat ini telah mengalami perubahan
jika dibandingkan dengan masa lalu. Dahulu masyarakat lebih ke arah paradigma
sakit. Namun saat ini seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat cenderung
berparadigma sehat dalam memaknai kesehatan mereka. Penilaian individu terhadap
status kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu
perilaku sakit jika mereka merasa sakit dan perilaku sehat jika mereka menganggap
sehat.
Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi ke pusat
layanan kesehatan jika sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi sembuh.
Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, misalnya: pencegahan penyakit,
penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Masyarakat akan
selalu menjaga kesehatannya agar tidak menjadi sakit. Masyarakat menjadi rajin
berolah raga, fitness, chek up ke pusat layanan kesehatan, membudayakan cuci
tangan menggunakan sabun, menghindari makanan berkolesterol tinggi dan lain-
lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan juga telah mempegaruhi pola pikir masyarakat
pedalaman. Dengan adanya program pemerintah yang seratakan kesehatan dan
banyak dokter yang mengabdi di daerah-daerah tertinggal serta dibangunnya
puskesmas di daerah tersebut menimbulkan pola pikir masyarakat yang pada
awalnya memperlakukan orang sakit seperti orang yang sedang dikutuk mulai
6
berubah. Yang pada awalnya mengadakan ritual-ritual tertentu untuk mengusir roh
halus sebagai penyebab penyakit juga kini mulai berubah.
Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan sebagai sebuah kebutuhan.
Banyaknya informasi kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi
kesehatan membuat masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Dengan
kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik
untuk diri sendiri maupun orang lain. Sekarang pola pikir masyarakat kebanyakan
lebih ke arah preventif terhadap adanya suatu penyakit. Yaitu pola pikir bahwa
mencegah datangnya penyakit itu lebih baik daripada mengobati penyakit.
7
SOAL