Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru
lahir.Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna
kuning pada sklera dan kulit.
Pada janin ekskresi bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, tapi setelah lahir diambil alih oleh
hati.Hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirub in, walaupun begitu jumlah bilirubin yang tersisa
masih menumpuk dalam tubuh. Oleh karena jumlah bilirubin berwarna kuning maka jumlah bilirubin
yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan tubuh yang lain.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah >5 mg/dl
yang secara klinis ditandai oleh adanya ikter us dengan faktor penyebab fisiologik dan non fisiologik.
Ikterus fisiologis berlangsung (> 24 jam) 3-5 hari, menurun serta menghilang pada hari ke 7. Sedangkan
ikterus non fisiologis/patologis berlangsung 24 jam pertama setelah kelahiran.
prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta : P.T. Bina Pustaka
16. B. Marasmus
Definisi
Istilah Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti “Kurus”. Marasmus pada anak ekuivalen dengan
starvation pada orang dewasa. Gejala yang menyolok adalah “old man face” (muka orang tua) atau
disebut juga monkey face (muka seperti monyet) dan tubuh tinggal tulang terbalut kulit, disertai
irritability oleh Cicely Williams pada tahun 1933, nama ini diberikan oleh suku Ga di Ghana, yang
artinya : the sickness the older child gets when the nexts abby is born. Marasmus adalah suatu bentuk
kurang kalori-protein yang berat. Marasmus kebanyakan terdapat pada anak umur kurang dari satu
tahun dan lebih sering terdapat diperkotaan (urban)
Etiologi
1. Faktor psikologis seperti adanya penolakan ibu dan penolakan yang berhubungan dengan anoreksia.
2. Asupan kalori dan protein yang tidak memadai akibat diet yang tidak cukup.
3. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan antara orang tua dan anak yang terganggu atau
tidak harmonis.
Patofisiologi
Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi
otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan suatu
proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi
oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenuhi pada intake yang kurang, karena itu untuk
pemenuhannya digunakan cadangan protein tubuh sebagai sumber energi. Penghancuran jaringan pada
defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga memungkinkan
sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti berbagai asam amino untuk komponen
homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang- kadang masih ditemukan kadar asam
amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk albumin.
Manifestasi Klinis
1. BB sangat rendah
2. Degenerasi hebat jaringan lemak subkutan & atrofi otot (wasting hebat)
3. Ekspresi wajah orang tua (old man’s face)
4. Rasio BB/TB rendah
5. Tidak ada edema
6. Kelainan kulit/rambut ringan & jarang
7. Diare berulang tetapi lebih ringan
8. Resistensi tubuh rendah
Laboratorium
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada anak dengan marasmus yaitu perlu dilakukan pengkajian tentang riwayat status sosial
ekonomi, riwayat pola makan, antropometeri, maniprestasi klines, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan dan, kaji tanda-tanda vital. Pada anak dengan maramus memerlukan diit yang berisi cukup protein
yang kualitas biologiknya baik, tinggi kalori, mineral dan vitamin. Selain perbaikan gizi juga perlu pemberian
terapi cairan dan eletrolit. Terapi ini diberikan karena pada umumnya penderita maramus juga mengalami
diare sehingga perlu adanya cairan pengganti.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karena
adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan
zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan
kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan
adanya kelainan pada paru.
Komplikasi
Komplikasi dari penyakit marasmus antara lain hipoglikemi, hipotermi (suhu aksiler kurang dari 35°),
infeksi / sepsis, diare dan dehidrasi serta anemia berat.
Sumber:
Suantara, I.M.R dkk. 2018. Epidemiologi Gizi. Forum Ilmiah Kesehatan: ISBN 978-602-1081-662