Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH


KONSTITUSI NOMOR 30- 74/PUU-XII/2014 TENTANG
BATAS USIA PERKAWINAN ANAK (PEREMPUAN)

Disusun oleh :
Aufa Fajrul Hikmah 185010100111166

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
Pendahuluan

Perkawinan adalah hak setiap orang yang harus dijamin dan dilindungi
oleh negara karena perkawinan merupakan hak yang bersifat asasi dan naluriah
kemanusiaan yang melekat pada diri setiap orang dan sesuatu yang kodrati. Sesuai
dengan falsafah pancasila dan untuk pembinaan hukum secara nasional maka
negara membentuk Undang-Undang perkawinan yang berlaku bagi semua warga
negara 1

Penjelasan Pasal 1 UU Perkawinan menyatakan:

Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, di mana Sila yang pertamanya ialah
Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubunganyang erat
sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai
unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang
penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan,
yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi
hak dan kewajiban orang tua.

Perkawinan anak memang rentan dan berpotensi menghadapi beragam


permasalahan mulai dari kesehatan fisik khususnya kesehatan reproduksi,
kesehatan mental, hambatan psikologis dan sosial, dan yang tak kalah pentingnya
adalah berpotensi mengalami kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang layak yang kesemuanya dapat berujung pada perceraian dan
penelantaran anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut serta menambah beban ekonomi bagi keluarga yang
ditinggalkan atau yang ikut menanggung kebutuhan dan keberlangsungan hidup
anggota keluarga yang mengalami perceraian tersebut.

Pembahasan

Permohonan uji materi yang diajukan Ketua Dewan Pengurus Yayasan


Kesehatan Perempuan, Yayasan wanita dan dua lainnya, yaitu Yayasan Pemantau
Hak Anak (YPHA) dan Koalisi Perempuan Indonesia. Dalam uji materi ini

1
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang 23 Tahun 2004
mereka meminta MK menaikkan batas minimal usia perkawinan karena tak sesuai
zaman dan tak sesuai dengan batasan dewasa.

Alasan pemohon melakukan uji materi Undang-Undang Perkawinan


terhadap UUD 1945 Menurut perkara Nomor 30 dan 74/PUU-XII/2014 tentang
Batas Usia Perkawinan Anak (Perempuan) yang menjadi dalil uji materi UU
perkawinan terhadap UUD 1945 adalah:

1. Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan Pasal 7 ayat (1)305 sepanjang


frasa “16 (enam belas) tahun” UU Perkawinan bertentangan dengan
Pasal 1 ayat (3)
Negara Indonesia adalah negara hukum.
Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.

Makna: Maksud isi tersebut adalah bahwa setiap manusia terutama warga
negara indonesia, sejak ia lahir mempunyai hak yang sama dalam hal hak
untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Tidak ada satu orang pun
yang bisa membeli nyawa orang lain atau menghilangkan nyawa orang lain
dengan alasan apa pun. Jika ada yang menghilangkan nyawa orang lain
dengan atau apa lagi tanpa alasan, maka orang tersebut harus menanggung
hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pasal 28B ayat (1)

 Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui


perkawinan yang sah.

Makna : Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa setiap warga negara


indonesia memiliki hak yang sama untuk membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah
adalah perkawinan dimata hukum Jika tidak, maka keluarga tersebut tidak sah
di mata hukum dan hak-hak sebagai warga negara indonesia tidak dijamin
oleh negara.Jika sah, maka keluarga tersebut berhak untuk membentuk
keluarga dan hak-hak seluruh anggota keluarga tersebut terjamin di mata
hukum negara

Pasal 28B ayat (2)

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Makna: Setiap anak sejak dia lahir, memiliki hak untuk hidup,tumbuh,
berkembang dan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Maka, sejak lahir anak tersebut harus di asuh dan diperlakukan selayaknya
manusia. tidak boleh ada yang melakukan kekerasan atau pun diskriminasi,
walaupun hal tersebut dilakukan oleh keluarganya sendiri. Jika terjadi
kekerasan atau diskriminasi atas anak tersebut oleh keluarga sendiri, apalagi
orang lain, maka orang yang melakukan kekerasaan atas anak tersebut harus
menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku di
negara Indonesia.ni orangtuanya sekalipun. Kekerasan terhadap anak
merupakan bagian dari bentuk kejahatan anusiaan yang bertentangan dengan
prinsip hak asasi manusia.

Pasal 28C ayat (1)

 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan


dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Makna: Maksudnya setiap orang berhak untuk mengembangkan diri dalam


hal pendidikan, teknologi dan pengetahuan, seni budaya untuk meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan manusia terutama rakyat indonesia.
Keluarga berkewajiban membantu mewujudkanhal ini, jika keluarga kurang
mampu maka negara berkewajiban membantu mewujudkan hal ini terutama
bagi warga negara yang memiliki kemauan dan kemampuan yang besar.
Pasal 28D ayat (1)

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian


hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Makna: setiap orang berhak atas pengakuan dalam arti diakui oleh negara ,
jaminan dan perlindungan dari negara itu sendiri serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum .

Pasal 28G ayat (1)

 Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,


martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Makna: setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dari


Negara baik bagi dirinya sendiri, keluarga, kehormatan maupun martabat dan
harta benda yang dia miliki dibawah kekuasaannya. Setiap orang pun berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman untuk berbuat atau bertindak
yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia.
Dan bagi orang yang melakukan kekerasan ataupun mencoba untuk
melakukan tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, maka orang
tersebut dapat dipidanakan dan mendapatkan hukuman yang telah diatur oleh
Negara tersebut.

Pasal 28H ayat (1)

 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
Makna: Setiap orang berhak untuk hidup dengan sehat dan bertempat tinggal
yang bersih , aman dan tentram dan mendapat pelayanan kesehatan yang
baik , misalnya dalam masyarakat yang tidak mampu diberi kartu sehat agar
meringankan biaya mereka , tetapi tidak di salah gunakan

Pasal 28H ayat (2)

Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh


kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Makna: Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang
sama terhadap setiap bentuk apa pun

Pasal 28I ayat (1)

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun.

Makna: setiap orang lahir bukan untuk disiksa dan hak untuk tidak di siksa
misalnya dalam sebuah pekerjaan TKI masih banyak para-para majikan yang
menyiksa pembantunya dan itu harus dilaporkan kepada yang berwajib agar
merdeka dalam segi hati dan rohani mereka dan kita harus diakui dalam
hukum

Pasal 28I ayat (2) UUD 1945

Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu.
Makna : Setiap orang bebas atas perlakuan seseorang dan mendapat
perlindungan dari pemerintah agar tidak terjadi lagi konflik atau perselisihan
yang berkelanjutan dan berkepanjangan atau pun permasalahan yang
sewaktu-waktu tidak di selesaikan atau tidak terpecahkan sama
sekali(permasalahan yang hanya di jadikan sebagai pemanas global saja)

2. Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan Pasal 7 ayat (2)307 sepanjang


kata “penyimpangan” dan frasa “pejabat lain” UU Perkawinan bertentangan
dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28B ayat (1), dan Pasal 28D
ayat (1) UUD 1945; Menurut para Pemohon, Pasal 7 ayat (2) sepanjang kata
“penyimpangan” UU Perkawinan harus dimaknai “penyimpangan dengan
alasan kehamilan di luar perkawinan”
3. Dampak perkawinan anak bagi seorang wanita adalah adanya kehamilan
dalam usia dini yang dapat menimbulkan risiko, antara lain sebagai berikut:
a. Potensi mengalami kesulitan dan kerentanan saat hamil dan melahirkan
anak yang prematur karena belum matangnya pertumbuhan fisik;
b. Cenderung melahirkan anak yang kurang gizi, bayi lahir dengan berat
badan rendah/kurang atau bayi lahir cacat;
c. Ibu berisiko anemia (kurang darah), terjadi eklamsi (kejang pada
perempuan hamil), dan mudah terjadi perdarahan pada proses persalinan;
d. Meningkatnya angka kejadian depresi pada ibu atau meningkatnya angka
kematian ibu karena perkembangan psikologis belum stabil;
e. Semakin muda perempuan memiliki anak pertama, semakin rentan terkena
kanker serviks;
f. Terjadinya trauma dan kerentanan dalam perkawinan yang memicu
kekerasan dalam rumah tangga bahkan terjadi perceraian akibat usia anak
yang belum siap secara psikologis, ekonomis, sosial, intelektual, dan spiritual;
g. Studi epidemiologi kanker serviks menunjukkan risiko meningkat bila
berhubungan seks pertama kali di bawah usia 15 (lima belas) tahun dan risiko
terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS; Perkawinan anak
memiliki dampak terhadap fisik, intelektual, psikologis, dan emosional yang
mendalam termasuk dampak kesehatan terhadap anak-anak, selain itu
perkawinan anak hampir selalu berdampak pada terputusnya masa sekolah
terutama bagi anak perempuan dan mengakibatkan program wajib belajar 12
tahun tidak terpenuhi.

Namun MK dalam amar putusannya mengadili dan menyatakan menolak


permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.

Dalam undang undang nomor 1 tahun 1974 pasal 7 menyebutkan

Pasal 7

(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.

(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak
pria maupun pihak wanita.

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam
hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Dalam hal ini yang menjadi pusat dari masalah adalah batas usia dipihak wanita
yakni 19 tahun. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang undang lain, yakni
Undang Undang NOMOR 35 TAHUN 2014 tentang PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK . Undang undang ini memberi definisi anak dalam
pasal 1 yakni

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,


termasuk anak yang masih dalam kandungan.
UU Perkawinan sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, terutama dalam rangka melindungi hak-hak anak,
khususnya anak perempuan. Bahkan, dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dirumuskan bahwa orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan


minatnya;

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Mengacu pada ketentuan pasal 31 UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap


warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar 12 tahun. Jika seorang
perempuan menikah pada usia 16 tahun, menurut hakim, mereka akan kehilangan
hak pendidikan dasar 12 tahun.

Maka dari itu melaksanakan perkawinan anak sebelum berusia 18 (delapan


belas) tahun adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Dengan demikian, bagi seseorang yang menikah
sebelum berusia 18 (delapan belas) tahun adalah termasuk dalam definisi
pernikahan anak, oleh karena pada usia tersebut seseorang belum siap secara fisik,
fisiologis, dan psikologis untuk memikul tanggung jawab perkawinan dan
pengasuhan anak.

Selain itu, dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak akan membahayakan


kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak dan menempatkan anak dalam
situasi rawan kekerasan dan diskriminasi, perkawinan membutuhkan kesiapan
fisik, psikis, sosial, ekonomi, intelektual, budaya, dan spiritual. Perkawinan anak
tidak dapat memenuhi syarat perkawinan yang diatur dalam Pasal 6, yaitu adanya
kemauan bebas dari calon mempelai oleh karena mereka belum dewasa.

Anda mungkin juga menyukai