Oleh :
Rico Ramdhany E.S B1021511RB5152
Regi Azis Sayogi B1021511RB5101
Dosen Pembimbing :
Ir. M. Ryanto, M.T
Oleh :
Rico Ramdhany E.S B1021511RB5152
Regi Azis Sayogi B1021511RB5101
Tugas besar ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat
kelulusan Mata Kuliah Struktur Baja I di Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sangga Buana YPKP
Disahkan oleh :
Mengetahui
Ketua Program Studi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Besar Mata Kuliah Struktur Baja I ini. Pembuatan laporan tugas besar ini bertujuan untuk
mengetahui mengenai Analisis Dan Perhitungan Komponen Struktur Lentur Dengan
Metode LRFD Berdasarkan SNI-03-1729-2002. Laporan ini juga penulis buat sebagai
syarat kelulusan Mata Kuliah Struktur Baja I.
Proses penyelesaian laporan tugas besar ini pun tidak terlepas dari berbagai
hambatan dan kendala. Kesulitan dalam pemahaman materi, kesulitan mencari data dan
kesibukan lainnya dalam berbagai kegiatan akademik dan non-akademik merupakan
salah satu kendala yang terjadi. Namun, dengan selalu memberikan usaha yang terbaik
dalam hambatan apapun, penulis dapat mengatasi berbagai hambatan dan kendala
tersebut.
Pembuatan laporan ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
membantu dengan bantuan, saran dan kritik yang membangun penulis. Sehingga,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.
2. Dosen Mata Kuliah Struktur Baja I Ir. M. Ryanto, M.T.
3. Asisten Dosen Mata Kuliah Struktur Baja Ir. Amran Navambar, M.T.
Penulis juga menyadari bahwa laporan tugas ini masih belum sempurna dan
masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dengan kritik dan saran
yang membangun demi hal yang lebih baik. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar - besarnya kepada pembaca dan semoga laporan ini bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan .......................................................................................... 3
1.3. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 4
1.4. Sistematika Penulisan Laporan .......................................................................... 4
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1. Tinjauan Umum ................................................................................................. 63
4.2. Lentur Sederhana Profil Simetris ...................................................................... 63
4.3. Perilaku Balok Terkekang Lateral ....................................................................... 64
4.4. Desain Balok Terkekang Lateral ......................................................................... 68
4.5. Lendutan Balok .................................................................................................. 71
4.6. Geser Pada Penampang Gilas ............................................................................ 75
4.7. Beban Terpusat Pada Balok ............................................................................... 79
vi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perhitungan struktur baja ini menggunakan peraturan keluaran terbaru yang dikeluarkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) guna mengaplikasikan peraturan tersebut karena masih
banyak kalangan yang condong menggunakan peraturan yang lama. Peraturan yang digunakan
diantaranya adalah SNI 1729 : 2015 tentang Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural, SNI
1727 : 2013 tentang Beban Minimum untuk Perencanaan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, SNI
1726 : 2012 tentang Tata Cara Perhitungan Gempa untuk Bangunan Gedung dan SNI 1729 : 2002
tentang Tata Cara Perencanaan Sruktur Baja Untuk Bangunan Gedung
Bahan Baja walaupun dari jenis yang paling rendah kekuatannya, tetap
mempunyai perbandingan kekuatan per volume lebih tinggi bila dibandingkan dengan bahan-
bahan bangunan lainnya yang umum dipakai, sehingga memungkinkan perencanaan sebuah
konstruksi baja bisa mempunyai beban mati yang lebih kecil untuk bentang yang lebih panjang. Sifat-
sifat dari baja yang seragam sebagai bahan bangunan maupun dalam bentuk struktur dapat terkendali
dengan baik sekali sehingga dapat dihindari berbagai ketidakpastian yang biasa terjadi
dalam perencanaan. Disamping itu Baja memiliki sifat duktilitas, yaitu sifat dari baja yang dapat
mengalami deformasi yang besar di bawah pengaruh tegangan tarik yang tinggi tanpa hancur atau
putus, adanya sifat ini membuat struktur baja mampu mencegah terjadinya proses robohnya
bangunan secara tiba-tiba (Amon, Knobloch, and Mazumder, 1999).
Dalam suatu konstruksi baja ada yang di definisikan sebagai batang lentur murni. Batang lentur
murni di perlukan dalam suatu konstruksi sebagai kontrol terhadap momen lenur dan juga
kemampuan baja dalam menahan beban sekaligus sebagai kontrol terhadap dimensi baja yang akan
dipakai sebagai konstruksi. Disini ada beberapa syarat untuk menganalisa baja lentur murni seprti test
Local Buckling yang meliputi peninjauan terhadap sayp dan juga badan dari suatu profil baja, selain itu
ada juga test lateral buckling atau tekuk lateral yang nanti akan di bandingkan dengan nilai Mu dari
baja berdasarkan jenik tumpuan dan juga bebanyang akan dipikul oleh baja tersebut.
Batang lentur murni terutama untuk konstruksi baja sangat susah untuk ditentukan. Terutama
mungkin karena ketidak tahuan kita yang man si contoh batang lentur murni?. dari yang saya pelajari
dan beberapa contoh yang dipaparkan bahwa banyak sekali konstruksi yang termasuk dalam batang
baja lentur murni. sebelum lebih jauh membahas contohnya kita harus mengetahui dulu apa itu
batang lentur murni, batang lentur muni adalh suatu batang dari sebuah konstruksi yang hanya murni
menerima beban lentur saja,dengan ini maka momen-momen yang lainnya seperti torsi/puntir tidak
boleh ada di dalamnya. Untuk itu banyak sekali batang lentur muni yang memiliki struktur atau bentuk
yang simetris. Hal ini dikarenakan karena bentuk yang simetris ini akan lebih kuat menerima momen
yang berupa puntir.
Beban puntir ini akan menyebabkan suatu batang akan mengalami suatu puntiran yang
mengakibatkan konstruksi akan tidak aman. Bentuk yang simetris ini lebih kuat menerima momen
puntir karena bentuknya yang sama pada setiap sisi antara atas dan bawah karenanya kesimetrisan ini
akan mendistribusikan beban secara merata ketiap bagiannya. Adapun contoh dari batang lentur muni
adalah batang pengaku pada kolom baja (banyak terdapat di stasiun kereta api), diafragma, balok
panjang, melintang (semuanya dapat di temui didalam jembatan Truss) dan banyak lagi yang lainnya
seperti baja untuk jembatan penyebrangan, gording pada atapa gedung atau rumah(untuk ini harus
Oleh karena itu agar lebih aman dalam menganalisa komponen struktur lentur pastikan bahwa
batang tersebut tidak terkontaminasi beban - beban yang sangat mungkin menyebabkan batang baja
terpuntir. Jadi pada dasarnya batang lentur murni itu biasanya berbentuk simetris dengan profil I WF,
atau T . Selain itu perhatikan juga beban puntir yang mungkin timbul karena beban yang ada
disekitarnya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Tugas Besar Struktur Baja I dalam proses pembelajarannya, mahasiswa diharapkan :
a. Untuk dapat menulis bentuk laporan yang sesuai dengan standar penulisan laporan ilmiah
yang dilengkapi dengan gambar dan foto dokumentasi yang relevan dan berkaitan dengan
tugas.
b. Untuk dapat mengetahui dan memahami mengenai aspek – aspek yang terdapat dalam
analisis dan perhitungan komponen struktur lentur dengan metode LRFD berdasarkan SNI-
03-1729-2002.
c. Untuk dapat mengetahui dan memahami mengenai tahap - tahap perhitungan kasus – kasus
komponen struktur lentur.
d. Untuk dapat mengetahui dan memahami mengenai tata cara perencanaan komponen
struktur lentur.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang uraian singkat yang menggambarkan keadaan latar belakang penulisan laporan,
maksud dan tujuan dilakukannya penyusunan laporan, pembatasan masalah, juga sistematika
penulisan laporan tugas besar ini.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang uraian lengkap mengenai tahapan / tata cara / metode pengerjaan dalam
penyelesaian analisis dan perhitungan komponen struktur lentur dengan metode LRFD Berdasarkan
SNI-03-1729-2002. Selain itu juga disajikan contoh – contoh perhitungan dalam penyelesaian berbagai
kasus dalam perencanaan komponen struktur lentur dengan metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-
2002.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil evaluasi pengerjaan tugas besar, ringkasan mengenai hasil
analisis dan perhitungan komponen struktur lentur dengan metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-
2002, jawaban atas masalah – masalah yang telah dijawab dalam bab pembahasan dan saran bagi
pihak – pihak yang berkepentingan .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Kemudahan pemasangan
Komponen - komponen baja biasanya mempunyai bentuk standar serta mudah diperoleh dimana
saja, sehingga satu-satunya kegiatan yang dilakukan dilapangan adalah pemasangan bagian -
bagian yang telah disiapkan.
3. Keseragaman
Baja dibuat dalam kondisi yang sudah diatur (fabrikasi) sehingga mutunya seragam.
4. Daktilitas ( keliatan )
Daktilitas adalah sifat dari baja yang dapat mengalami deformasi yang besar dibawah pengaruh
tegangan tarik tanpa hancur atau putus. Daktilitas mampu mencegah robohnya bangunan secara
tiba-tiba.
2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton bertulang yang
terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja jauh lebih seragam/homogen serta
mempunyai tingkat keawetan yang jauh lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara
semestinya
3. Sifat elastis, baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan asumsi- asumsi yang digunakan
untuk melakukan analisis, sebab baja dapat berperilaku elastis hingga tegangan yang cukup tinggi
mengikuti Hukum Hooke. Momen inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan pasti
sehingga memudahkan dalam melakukan proses analisis struktur
4. Daktilitas baja cukup tinggi. Suatu batang baja yang menerima tegangan tarik yang tinggi akan
mengalami regangan cukup besar sebelum terjadi keruntuhan
5. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah kemudahan
penyambungan antar elemen yang satu dengan lainnya menggunakan alat sambung las atau
baut. Pembuatan baja melalui proses gilas panas mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk
menjadi penampang-penampang yang diinginkan. Kecepatan pelaksanaan konstruksi baja juga
menjadi suatu keunggulan material baja.
2.2.2. Persyaratan-persyaratan
Dalam perencanaan struktur baja harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
1. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku.
2. Analisis dengan komputer, harus memberitahukan prinsip cara kerja program dan harus
ditunjukan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran.
3. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis.
4. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan
keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-
unsurnya.
5. Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti persyaratan
sebagai berikut:
a. Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau percobaan
yang cukup aman
b. Tanggung jawab atas penyimpangan, dipikul oleh perencana dan pelaksana yang
bersangkutan.
c. Perhitungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjuk oleh
pengawas bangunan, yang terdiri dari ahli-ahli yang diberi wewenang menentukan
segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan
percobaan ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat
dan ketentuan – ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang
sama dengan tata cara ini.
1. Tegangan Leleh
Tegangan leleh untuk perencanaan ( f y ) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan
Tabel 2.1.
2. Tegangan Putus
Tegangan putus untuk perencanaan ( fu ) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan
Tabel 2.1.
3. Sifat - sifat Mekanis Lainnya
Sifat - sifat mekanis lainnya baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai
berikut:
Modulus elastisitas : E = 200.000 Mpa
Modulus geser : G = 80.000 Mpa
Nisbah poisson : μ = 0,3
Koefisien pemuaian : α = 12 x 10-6 /oC
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
Keterangan:
1. D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
2. L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,
tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
3. La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda
bergerak.
4. H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
5. W adalah beban angin.
6. E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03 – 1726 – 1989, atau
penggantinya dengan, γ L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γ L = 1 bila L≥ 5 kPa.
Pengecualian:
Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada kombinasi nomor 3, 4 dan
5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan
umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.
2.4.3.2. Metode
Sistem struktur dan komponen struktur harus direncanakan untuk keadaan
kemampuan-layan batas sebagai berikut:
1. Beban-beban dan aksi-aksi lainnya harus ditentukan sesuai dengan kombinasi
pembebanan nomor 1 & 3 pada sub bab 2.4.2.2 dan beban-beban keadaan
kemampuan-layan batas harus ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan
nomor 2 pada sub bab 2.4.2.2
4. Slip baut pada sambungan harus dibatasi bila diperlukan, sesuai dengan keadaan
kemampuan-layan batas baut.
2.4.6. Gempa
Dalam hal gempa menjadi suatu pertimbangan perencanaan , seperti yang ditentukan
pada SNI 03-1726-1989, atau penggantinya, bangunan dan komponen-komponen strukturnya
harus direncanakan sesuai dengan ketentuan perencanaan tahan gempa untuk struktur
bangunan baja.
2.5. Sambungan
Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan
pelat penyambung) dan alat pengencang (baut dan las). Sambungan tipe tumpu adalah sambungan
yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi
yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya
disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan.
Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu tinggi
yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian rupa
sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan
gesekan yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak. Pengencangan penuh adalah cara
pemasangan dan pengencangan baut yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan perakitan sambungan
dan pengencangan baut dan metode pengencangan dalam mendirikan bangunan.
Pembebanan dalam bidang adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya
berada dalam bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen
sambungan hanya gaya geser. Pengencang tanpa slip adalah pengencang yang tidak memungkinkan
terjadinya slip antara pelat atau unsur yang dihubungkan, sedemikian rupa sehingga kedudukan
relatifnya tidak berubah. Pengencang tanpa slip dapat berupa sambungan tipe friksi dari baut mutu
Rico Ramdhany E.S B1021511RB5152
Regi Azis Sayogi B1021511RB5101
Tugas Besar Struktur Baja I
18
Teknik Sipil USB - YPKP
tinggi atau las. Pembebanan tidak sebidang adalah pembebanan yang gaya atau momen lentur
rencananya menghasilkan gaya yang arahnya tegak lurus bidang sambungan. Gaya ungkit adalah gaya
tarik tambahan yang timbul akibat melenturnya suatu komponen pada sambungan yang memikul gaya
tarik sehingga terjadi gaya ungkit di ujung komponen yang melentur. Kencang tangan adalah
kekencangan baut yang diperoleh dengan kekuatan penuh seseorang yang menggunakan alat
pengencang standar atau dengan beberapa pukulan alat pengencang impak.
3. Sambungan sendi
Sambungan harus memenuhi ketentuan Struktur sederhana pada struktur sederhana,
sambungan pada kedua ujung komponen struktur dianggap bebas momen. Sambungan
sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada
sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen
struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang
cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang
sesuai dengan detail sambungannya.
4. Perencanaan sambungan
Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang
dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut:
δ . Nu . 𝐿𝐿𝑠𝑠
Mu =
1000
Keterangan:
δ adalah faktor amplifikasi δb atau δs yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan pengaruh orde kedua analisis struktur dilakukan dengan tetap
memperhatikan titik tangkap beban-beban yang bekerja pada struktur dan
komponen-komponen struktur setelah berdeformasi.
Ls adalah jarak antara titik pengekang lateral efektif Bila komponen struktur
tersebut tidak dipersiapkan untuk kontak penuh, penyambung dan
pengencangnya harus dirancang untuk memikul semua komponennya tetap
lurus dan harus direncanakan untuk menyalurkan gaya sebesar 0,3 kali kuat
rencana komponen struktur tekan.
(vi) Sambungan lewatan balok: suatu momen lentur sebesar 0,3 kali kuat lentur
rencana balok, kecuali pada sambungan yang direncanakan untuk
menyalurkan gaya geser saja. Sambungan yang memikul gaya geser saja
harus direncanakan untuk menyalurkan gaya geser dan momen lentur yang
ditimbulkan oleh eksentrisitas gaya terhadap titik berat kelompok alat
pengencang.
Arah Gaya
Untuk penampang seperti siku dengan lubang dalam kedua kaki, s g diambil sebagai jumlah
jarak tepi ke tiap lubang, dikurangi tebal kaki (lihat Gambar 2.2).
sg = sg1 + sg2 - t
s g1
s g2
Hal-hal ilmiah dan ilmu pengetahuan akan menolong perencana menemukan dasar-dasar
berpikir untuk mengambil keputusan, akan tetapi hal itu sering tidak mencukupi untuk menentukan
keputusan akhir. Disinilah perlunya intuisi seorang perencana dalam mengambil keputusan akhir yang
mungkin secara ilmiah sulit untuk diuraikan.
Intuisi seorang perencana juga diperlukan pada saat proses desain struktur berlangsung.
Sehingga data-data keluaran hasil analisis struktur tidak diterima begitu saja, terutama jika
menggunakan keluaran dari suatu program analisis struktur dengan komputer, akan tetapi perlu
ditambahkan pertimbangan perencana (engineer review) sebelum data-data keluaran tersebut
dikatakan layak untuk digunakan.
Dengan kata lain proses desain struktur bukanlah suatu proses kaku yang hanya menjalankan
prosedur perhitungan struktur dari awal hingga akhir, akan tetapi lebih diharapkan menjadi suatu
ajang pemunculan kreativitas perencana dalam memadukan ilmu pengetahuan, seni dan intuisi untuk
mencapai suatu desain yang optimal, oleh karena itu pengetahuan perencana secara ilmu
pengetahuan harus ditunjang dengan pemahaman realisasi desain dilapangan melalui pengalaman-
pengalaman desain yang telah dilakukan maupun dari sharing sesama perencana sehingga intuisi
seorang perencana terasah dengan baik.
Baja struktural mempunyai beragam profil yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam desain
konstruksi, ada beberapa cara proses pembentukan profil-profil baja diantaranya adalah Hot rolled
structural shape, Cold termed shape, Welding, Fasteners (bolts, stud shear connector). Profil-profil baja
ini akan dipakai untuk berbagai fungsi seperti dijadikan balok, kolom, rangka batang, bresing, gider,
pelat, dll.
Struktur baja yang paling sering dijumpai adalah struktur rangka (skeleton construction). Dimana
elemen penyusunnya terdiri dari batang tarik, batang tekan, elemen lentur atau kombinasi ketiganya.
Sebagai contoh: konstruksi rangka atap Penyusun utama struktur jenis ini umumnya terdiri dari
elemen batang tekan, batang tarik dan batang lentur yang dirangkai sedemikian rupa sehingga
terbentuk struktur rangka atap yang kokoh, bisa berupa dua dimensi ataupun tiga dimensi. Hubungan
elemen-elemen batang tersebut dapat berupa hubungan kaku (rigid) ataupun sederhana. Contoh lain
adalah gedung, bangunan industri, gelangang (auditorium) dan bangunan lainnya pada umumnya
menggunakan struktur rangka baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Jembatan pun
kebanyakan merupakan struktur rangka baik jembatan dengan susunan balok dan gelagar ataupun
struktur rangka batang (truss).
Keterangan :
X : Jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang
disambung dengan bidang sambungan.
L : Panjang sambungan dalam arah gaya tarik, yaitu jarak antara 2 baut yang terjauh
pada suatu sambungan atau panjang las dalam arah gaya tarik.
Keterangan :
l : Panjang pengelasan
w : Lebar pelat
Gambar 2.9. Kasus Gaya Tarik disalurkan oleh Las Sepanjang Dua Sisi
2. Pada suatu potongan jumlah lubang tidak boleh melebihi 15% dari luas penampang utuh.
Geser blok adalah kondisi batas dimana tahanan ditentukan oleh jumlah kuat geser dan
kuat tarik pada segmen yang saling tegak lurus. Keruntuhan jenis ini sering terjadi pada
sambungan dengan baut terhadap pelat badan yang tipis pada komponen struktur tarik.
Keruntuhan tersebut juga umum dijumpai pada sambungan pendek, yaitu sambungan yang
menggunakan 2 baut atau kurang pada garis searah dengan bekerjanya gaya.
Dimana :
Ø = 0,75 (fraktur) 0,9 (leleh)
Agt = Luas bruto yang mengalami tarik
Agv = Luas bruto yang mengalami geser
Ant = Luas netto yang mengalami tarik
Anv = Luas netto yang mengalami geser
𝑁𝑁𝑢𝑢 ≤ Ø 𝑁𝑁𝑛𝑛
Keterangan :
𝑁𝑁𝑢𝑢 : Gaya aksial tarik terfaktor
Ø : Koefisien reduksi
Dengan Ø 𝑁𝑁𝑛𝑛 adalah kuat tarik yang besarnya diambil sebagai nilai terendah diantara dua
perhitungan menggunakan harga-harga Ø dan 𝑁𝑁𝑛𝑛 dibawah ini :
Kuat tekan komponen struktur yang memikul gaya tekan ditentukan oleh :
1. Bahan
a. Tegangan leleh (fy)
b. Tegangan sisa (fr)
c. Modulus elastisitas (E)
2. Geometri (bentuk)
a. Penampang
b. Panjang komponen
c. Kondisi ujung dan tumpuan
Hal tersebut dapat diatasi dengan cara memasang pertambatan lateral diantara kedua
tumpuannya. Dengan adanya kegagalan tersebut mengakibatkan perencanaannya menjadi tambah
rumit dan menyita cukup waktu. Untuk mempermudah para praktisi, maka pada makalah ini akan
dihitung kapasitas momen dengan metode ASD (Allowable Stress Design) untuk semua profil I yang
ada dalam tabel AISC, kemudian dibuat grafiknya, namun hanya sebatas balok yang mengalami lentur
saja.
tekan
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.18. Balok sederhana yang menerima beban terdistribusi merata.
Akibat momen, penampang balok mengalami tegangan lentur (bending stress), akibat
gaya geser penampang balok mengalami tegangan geser. Dalam keadaan penampang balok
masih elastis distribusi tegangan lentur masih linier (gambar 1.e). Tegangan maksimum terjadi
pada serat terluar yang letaknya y dari garis netral adalah :
𝑀𝑀 𝑦𝑦
fb = ±
𝐼𝐼
𝑀𝑀
fb = ±
𝑆𝑆
Karena pada balok terlentur mengalami tarik dan tekan, maka balok dapat dipandang sebagai
gabungan komponen tarik dan komponen tekan. Pada bagian tekan balok akan mengalami
lateral-torsional buckling (tekuk lateral-puntir) seperti yang dapat dilihat pada (gambar 2.18)
δ θ
∆
Gambar 2.19. Tiga posisi potongan profil yang mengalami laterat-torsional buckling.
Disamping itu dapat juga mengalami local buckling (tekuk lokal) pada badan profil, seperti yang
terlihat pada gambar 2.19.
(a) (b)
Gambar 2.20. Lokal buckling pada balok (a) sayap tertekan (b) badan tertekan.
𝑏𝑏 65
⫹
2 𝑡𝑡𝑡𝑡 �𝑓𝑓𝑓𝑓
𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑑𝑑 257
Untuk ⫺ 0,16 maka : =
𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑡𝑡𝑡𝑡 �𝑓𝑓𝑓𝑓
dengan :
2. Balok dikatakan kompak parsial (kompak sebagian) jika rasio kelangsingan sayap memenuhi
pertidaksamaan berikut
65 𝑏𝑏𝑏𝑏 95
⫹
�𝑓𝑓𝑓𝑓 2 𝑡𝑡𝑡𝑡 �𝑓𝑓𝑓𝑓
𝑏𝑏𝑏𝑏 95
⫺
2 𝑡𝑡𝑡𝑡 �𝑓𝑓𝑓𝑓
Balok dianggap mempunyai pertambatan lateral memadai melentur kearah tegak lurus
sumbu x jika panjang bagian tanpa pertambatan lateral (L) lebih kecil dari panjang kritis (Lc).
Panjang Lc (yaitu, panjang tanpa pertambatan lateral maksimum agar batang dapat
diperlakukan sebagai “Penampang kompak”) adalah harga terkecil dari persamaan berikut :
76 𝑏𝑏𝑏𝑏 20.000
Lc = dan Lc = 𝑑𝑑
�𝑓𝑓𝑓𝑓 � � 𝑓𝑓𝑓𝑓
𝐴𝐴𝐴𝐴
Sehingga tegangan ijin lentur (Fb) dapat dihitung dengan persamaan dibawah dan
Kapasitas momennya (Mu) dapat dihitung dengan persamaan berikutnya :
Fb = 0,66 Fy
Mu = 0,66 Fy Sx dengan :
bf = lebar sayap(in).
d = tinggi balok keseluruhan (in).
Fy = tegangan leleh (Ksi).
Sx = Modulus Elastisitas (in.3).
20.000 102.000
Lc = 𝑑𝑑 dan Lu = rT �
�𝐴𝐴𝐴𝐴� 𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑓𝑓𝑓𝑓
Sehingga tegangan ijin lentur (Fb) yang dapat dihitung dengan persamaan dibawah dan
Kapasitas momennya (Mu) dapat dihitung dengan persamaan berikutnya :
Fb = 0,60 Fy
Mu = 0,60 Fy Sx
510.000 𝐶𝐶𝐶𝐶
Lu = rT �
𝑓𝑓𝑓𝑓
2
𝐿𝐿
12.000 𝐶𝐶𝐶𝐶 2 𝑓𝑓𝑓𝑓 � �
𝑟𝑟𝑡𝑡
Fb = 𝐿𝐿 𝑑𝑑 dan Fb = � − � fy
� 𝐴𝐴𝐴𝐴 � 𝑓𝑓𝑓𝑓 3 1.530 . 103 𝐶𝐶𝐶𝐶
2
𝐿𝐿
12.000 𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑆𝑆𝑆𝑆 2 𝑓𝑓𝑓𝑓 � �
𝑟𝑟𝑡𝑡
Mu = 𝐿𝐿 𝑑𝑑 dan Mu = � − � fy Sx
� 𝐴𝐴𝐴𝐴 � 3 1.530 . 103 𝐶𝐶𝐶𝐶
Kasus 4 : L > Lr
Jika L lebih besar dari Lr, maka tegangan ijin lentur (Fb) dapat dihitung dengan persamaan
dibawah dan Kapasitas momennya (Mu) diambil nilai terbesar dari persamaan berikutnya.
12000 . Cb
Fb =
Mu L .d
Mu = 0,66 Fs Sx
Af
Mu = 0,60 Fs Sx L
2
Fy
2 rt
Mu = − Fy .Sx
3 1530.10 .Cb
3
170000.Cb .Sx
Mu = 2
L
rT
Lc Lu Lr
Panjang tanpa sokongan samping
L
Gambar 2.22. Kapasitas momen dengan pertambatan lateral
Secana umum elemen penyusun struktur baja dapat dikelompokkan atas tiga kategori, yaitu:
batang tarik, batang tekan dan elemen lentur. Masing-masing elemen memiliki sifat dan fungsi khusus
dalam struktur baja. Suatu struktur baja dibentuk oleh kombinasi elemen-elemen tersebut dan
disambungkan satu dengan yang lain menggunakan sambungan baut atau sambungan las sehingga
terbentuklah satu struktur utuh.
Nu ≤ φ Nn
dengan φ Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah di antara
dua perhitungan menggunakan harga-harga φ dan Nn di bawah ini:
Nn = Ag . fy
Nn = Ae fu
Jika
Nn = 0, 60 fy Agv + fu Ant
Jika
Fu . Ant < 0.6 . Fu . Anv maka terjadi leleh tarik - fraktur geser.
Keterangan:
Ae = AU
= 1 - (x / L) ≤ 0,9
Keterangan :
A = adalah luas penampang, mm2
U = adalah faktor reduksi
X = adalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat
penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm
Bila komponen struktur tarik di las kepada pelat menggunakan las longitudinal di kedua sisinya,
maka di dapat :
Ae = U . Ag – 1 ⫺ w
l ⫺ 2w U = 1,0
1,5w ⫹ l ⫹ 2w U = 0,87
W ⫹ 1 ⫹ 1,5w U = 0,75
Bila komponen struktur tarik dihubungkan menggunakan las transversal saja, maka di dapat :
Ae = U . Ag = Ag = A kontak
Ae = U . Ag = Ag
Tekuk yang terjadi pada penampang batang tergantung dari rasio kelangsingan
penampang (λ) batangnya. Penampang dengan rasio kelangsingan rendah cenderung
mengalami keruntuhan leleh (tekuk plastik) sedangkan elemen batang dengan rasio
kelangsingan yang tinggi cenderung mengalami keruntuhan tekuk elastik. Sebagian besar
elemen batang tekan didesain agar mengalami keruntuhan tekuk inelastik yaitu elemen batang
dengan rasio kelangsingan menengah, hal ini agar desain yang dilakukan optimal karena
memiliki kuat tekan efektif dan dimensi yang efisien bila dibanding skenario tekuk elastik dan
tekuk plastik. Seluruh tekuk yang terjadi pada batang akan mengkuti salah satu dari 3 macam
tekuk yang ada, yaitu; lentur, lokal, torsi. Penjelasan ketiga macam tekuk ini adalah sebagai
berikut; Tekuk lentur (flexural buckling) adalah tekuk menyebabkan elemen batang mengalami
lentur terhadap sumbu lemah batang, tekuk lokal (local buckling) adalah tekuk yang terjadi
pada elemen pelat penampang (sayap/ badan) yang menekuk karena terlalu tipis. Ini dapat
terjadi sebelum batang menekuk lentur secara keseluruhan. Tekuk torsi (torsionsl buckling)
adalah tekuk yang terjadi pada elemen pelat yang menyebabkan penampang berputar/
memuntir terhadap sumbu batang.
Nu ⫹ φn . N n
a. Tekuk Lentur
𝐹𝐹𝐹𝐹
Nn = Ag . fcr = Ag .
𝜔𝜔
𝐹𝐹𝐹𝐹
fcr =
𝜔𝜔
dimana :
1,43
Kondisi tekuk inelastik : 0,25 < λc < 1,2 maka ω =
1,6−0,67 λc
Dengan,
1 𝐿𝐿𝑘𝑘 𝑓𝑓𝑓𝑓
λc = �
𝜋𝜋 𝑟𝑟 𝐸𝐸
Keterangan :
Nu = Фn N NLT
Dengan,
N = Ag f clt
𝐺𝐺 𝐽𝐽
f crz = ���2
𝐴𝐴 𝑟𝑟
𝐼𝐼𝑥𝑥 + 𝐼𝐼𝑦𝑦
���
𝑟𝑟𝑜𝑜2 =
𝐴𝐴
𝑥𝑥𝑜𝑜2 + 𝑦𝑦𝑜𝑜2
H = 1-� ��� �
𝑟𝑟 2
𝑜𝑜
Keterangan :
xo2 + y o2 = koordinat pusat geser terhadap titik berat x 0 = 0 untuk siku ganda dan profil T
(sumbu y – sumbu simetris)
𝑓𝑓𝑓𝑓
fcr = = untuk tekuk lentur terhadap sumbu lemah y – y, dan dengan
𝜔𝜔
𝐿𝐿𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑓𝑓
menggunakan harga λc = � 𝑦𝑦 dengan L ky adalah panjang tekuk dalam
𝜋𝜋 𝑟𝑟𝑦𝑦 𝐸𝐸
Gambar 2.25. Harga Koefisien penjepitan (Kc ) pada elemen tekan (SNI,2003)
Dengan posisi batang dalam memikul beban. maka elemen lentur didominasi oleh momen
lentur bersamaan dengan gaya geser/lintang dan dalam kondisi tertentu juga memikul kemungkinan
terjadinya torsi. Ketika elemen balok melentur, maka serat bawah akan mengalami tarik dan serat
atas akan mengalami tekan. Serat bawah akan berperilaku seperti batang tarik dan serat atas akan
berperilaku seperti batang tekan. Dengan demikian, elemen lentur merupakan kombinasi antara
prinsip batang tarik dan tekan.
Dalam kondisi lain, sering dijumpai suatu elemen bisa saja memikul gaya aksial (umumnya
aksial tekan) dan gaya lentur secara bersamaan. Suatu batang yang memikul gaya aksial tekan dan
lentur secara bersamaan disebut elemen balok-kolom. Perilaku elemen ini merupakan kombinasi
keduanya. Jika elemen tersebut didominasi gaya aksial, maka prilakunya akan lebih cenderung
seperti batang tarik atau batang tekan dan sebaliknya, jika elemen tersebut didominasi gaya lentur,
maka prilakunya akan lebih cenderung seperti elemen lentur.
Mux ⫹ ФM
Keterangan:
Mux = momen lentur terfaktor, N-mm
φ = faktor reduksi = 0,9
Mn = kuat nominal dari momen lentur penampang, N-mm
Keterangan :
My = fy S (momen leleh)
Mp = fy Z ⫹ 1,5 My (kuat lentur plastis)
Mr = S ( fy – fr ) (momen batas tekuk)
Fr = tegangan sisa, nilai dengan ketentuan sebagai berikut :
Penampang di rol = 75 MPa
Penampang di las = 115 MPa
Secara umum = 0,3 fy
b. Kuat nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral dengan penampang kompak
(λ ⫹ λp)
Keterangan :
Cb = faktor pengali momen lentur nominal (bending coefficients)
12,5 𝑀𝑀𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
Cb =
2,5 𝑀𝑀𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 + 3 𝑀𝑀1 + 4 𝑀𝑀1 + 𝑀𝑀3
𝐿𝐿 𝐿𝐿 𝐿𝐿
4 2 4
Keterangan :
M max = momen maksimum dari bentang yang ditinjau
M 1/4 L = momen pada ¼ bentang yang di tinjau
M 1/2 L = momen pada ½ bentang yang di tinjau
M 3/4 L = momen pada ¾ bentang yang di tinjau
Nilai Mn dibatasi tidak boleh lebih besar dari nilai Mp yaitu harga momen lentur
pada kondisi plastik sempurna tanpa mengalami tekuk lokal maupun torsi lateral.
𝜋𝜋 𝜋𝜋 𝐸𝐸 2
Mcr = Cb �𝐸𝐸𝐼𝐼𝑦𝑦 𝐺𝐺 𝐽𝐽 + � � I y I w ⫹ Mp Untuk Profil I dan Kanal ganda
𝐿𝐿 𝐿𝐿
Kuat nominal lentur penampang dengan pengaruh tekuk lateral dengan penampang
tak kompak (λp < λ < λr)
Mn = Mn’
λ − λp
Mn = Mp – (Mp – Mr) .
λr − λp
𝐿𝐿𝑟𝑟 − 𝐿𝐿
Mn = Cb �Mp – �Mp – Mr� � �� ⫹ Mp
𝐿𝐿𝑟𝑟 − 𝐿𝐿𝑝𝑝
Keterangan :
𝐸𝐸
Lp = 1,76 r y �
𝑓𝑓 𝑦𝑦
𝑋𝑋
Lr = r y � 1� �1 + �1 + 𝑋𝑋2 𝑓𝑓𝐿𝐿2
𝑓𝑓𝐿𝐿
fL = fy – fr
𝜋𝜋 𝐸𝐸 𝐺𝐺 𝐽𝐽 𝐴𝐴
X1 = �
𝑆𝑆 2
𝑠𝑠 2 𝐼𝐼𝑤𝑤
X2 = 4� �
𝐺𝐺 𝐽𝐽 𝐼𝐼𝑦𝑦
Keterangan :
Iw = konstanta puntir lengkung
S = modulus penampang elastik
Z = modulus penampang plastis
ry = jari – jari girasi penampang
E = modulus elastisitas = 200.000 MPa
1
J = konstanta puntir torsi = ∑ 𝑏𝑏𝑖𝑖 𝑡𝑡𝑖𝑖3
3
𝐸𝐸
G = modulus geser = = 80.000 MPa
2 (1 + 𝑣𝑣)
Batang penyusun elemen struktur memikul gaya-gaya dalam berupa tekan, tarik atau gaya aksial
dan gaya momen atau lentur, gaya-gaya dalam ini bekerja secra bersamaan terhadap batang
sehingga batang memikul gaya kombinasi dari gaya-gaya dalam tersebut,.
𝑁𝑁𝑢𝑢
Untuk ⫺ 0,2 :
∅ 𝑁𝑁𝑛𝑛
𝑁𝑁𝑢𝑢
Untuk < 0,2 :
∅ 𝑁𝑁𝑛𝑛
Keterangan :
Beberapa tipe sambungan yang umum dipakai pada pekerjaan konstruksi diantaranya;
Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan
dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum
1. Sambungan Kaku
Sambungan yang memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara
komponen-komponen struktur yang disambungkan. Hal ini disebabkan sambungan mampu
memikul momen yang bekerja, sehingga deformasi titik kumpul tidak terlalu berpengaruh
terhadap distribusi gaya dalam maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur.
2. Sambungan Semi-kaku
Sambungan yang tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara
komponen struktur yang disambung, akan tetapi memiliki kapasitas yang cukup untuk
memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap besarnya perubahan sudut-sudut tersebut.
Gaya-dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada
sambungan :
a. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan
b. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang
bekerja padanya.
2.15. Pembebanan
Proses penentuan beban-beban yang bekerja pada struktur mungkin merupakan tahapan terpenting
sekaligus tersulit yang harus dihadapi perencana struktur dalam suatu rangkaian proses desain.
Disebut demikian karena untuk mencapai hasil rancangan yang tepat dan akurat perencana harus :
a. Mampu menentukan nilai maksimum beban yang akan ditanggung struktur selama masa layan
b. Mampu menentukan penempatan beban yang paling memberikan pengaruh paling buruk (worst)
terhadap struktur
c. Pada struktur tertentu perencana juga dituntut harus mampu menentukan tahapan pembebanan
yang tepat, misalnya pada struktur komposit dimana tahapan pembebanan menentukan
kapasitas suatu penampang.
Disinilah diperlukan kejelian dan intuisi perencana untuk memperkirakan (predicting) hal-hal
tersebut diatas. Secara umum, ada tiga kategori beban yang harus dikenal baik oleh perencana
struktur, yaitu: beban mati, beban hidup dan beban lingkungan. Beban- beban tersebut dapat
membebani struktur dalam arah vertikal maupun horizontal dan dalam bentuk beban terpusat
(membebani struktur dalam area relatif kecil), beban garis berupa berat sendiri elemen ataupun berat
1. Beban sendiri termasuk beban tambahan, seperti mechanical electrical (ME), atap metal, dan
sebagainya.
2. Beban hidup Beban angin
3. Beban hujan
4. Beban gempa
Keterangan:
D = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,
ntai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
L = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi
tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan,
dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
Pengecualian:
Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan ke 3,4 dan 5 yang
diambil dari SNI, harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk
pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Analisis data mengenai aspek – aspek yang terdapat dalam analisis dan perhitungan komponen
struktur lentur dengan metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-2002.
Data ini berupa suatu deskripsi ilmu pengetahuan tentang aspek – aspek kegiatan dalam analisis
dan perhitungan komponen struktur lentur dengan metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-2002.
Data ini digunakan untuk menentukan hal – hal apa saja yang berkaitan dengan analisis dan
perhitungan komponen struktur lentur dengan metode LRFD.
2. Analisis data mengenai acuan yang digunakan untuk merealisasikan ide perancangan ke dalam
wujud fisik.
Data ini berupa suatu deskripsi mengenai kriteria atau persyaratan yang harus dipahami oleh
penulis dalam melakukan analisis perhitungan. Data ini digunakan untuk menentukan batasan –
batasan yang digunakan dalam analisis dan perhitungan komponen struktur lentur dengan
metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-2002.
3. Analisis data mengenai berbagai bentuk kasus perhitungan komponen struktur lentur dengan
metode LRFD
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui berbagai bentuk kasus dalam perencanaan komponen
struktur lentur, tahap - tahap perhitungan kasus – kasus komponen struktur lentur, tata cara
perencanaan komponen struktur lentur dan metode pengerjaan dalam penyelesaian masalah
dengan metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-2002. Data ini digunakan untuk mengetahui
bentuk laporan akhir dari penyusunan analisis dan perhitungan komponen struktur lentur dengan
metode LRFD berdasarkan SNI-03-1729-2002.
Mulai
Menentukan Kebutuhan
dan Mengumpulkan Data
Tidak
Ok
Disetujui
Selesai
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini diasumsikan bahwa balok tak akan tertekuk, karena bagian elemen yang
mengalami tekan, sepenuhnya terkekang baik dalam arah sumbu kuat ataupun sumbu lemahnya.
Asumsi ini mendekati kenyataan, sebab dalam banyak kasus balok cukup terkekang secara lateral,
sehingga masalah stabilitas tidak perlu mendapat penekanan lebih.
𝑀𝑀𝑥𝑥 𝑀𝑀𝑦𝑦
f = +
𝑆𝑆𝑥𝑥 𝑆𝑆𝑦𝑦
dengan,
𝐼𝐼𝑥𝑥 𝐼𝐼𝑦𝑦
Sx = dan S x =
𝐶𝐶𝑦𝑦 𝐶𝐶𝑥𝑥
Sehingga,
dengan :
f = tegangan lentur
M x , M y = momen lentur arah x dan arah y
Gambar 4.1. menunjukan beberapa penampang yang mempunyai minimal satu buah sumbu
simetri.
Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (Gambar 4.2.b.) tahanan momen nominal sama
dengan momen leleh M yx dan besarny adalah :
Mn = M yx = Sx . fy
Ketika kondisi pada gambar 5.2.d. tercapai, semua daerah dalam penampang melampaui regangan
lelehnya dan dinamakan kondisi plastis. Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen
plastis M p , yang besarnya :
Mp = f y ∫ 𝑦𝑦 dA= f y . Z
Selanjutnya diperkenalkan istilah faktor bentuk (Shape Factor, SF), yang merupakan perbandingan
antara modulus plastis dengan medulus penampang, yaitu :
𝑀𝑀𝑝𝑝 𝑍𝑍
SF = 𝜉𝜉 = =
𝑀𝑀𝑦𝑦 𝑆𝑆
Untuk profil WF dalam lentur arah sumbu kuat (sumbu x), faktor bentuk berkisar antara 1,09 sampai
1,18 (umumnya 1,12). Dalam arah sumbu lemah (sumbu y) nilai faktor bentuk bisa mencapai 1,5.
Tentukan faktor bentuk penampang persergi berikut, dalam arah sumbu kuat (sumbu x) !
Penyelesaian :
ℎ ℎ 1
Zx = 2 �𝑏𝑏 . . 4� = .b.h
2
2 4
1 3
Ix = .b.h
12
𝐼𝐼𝑥𝑥 1 3 2 1 2
Sx = ℎ = .b.h . = .b.h
12 ℎ 6
2
1
𝑍𝑍𝑥𝑥 . b . h2
6 3
SF = 𝜉𝜉 = = 1 = = 1,5
𝑆𝑆𝑥𝑥 . b . h2 2
4
Contoh Kasus 2
Penyelesaian :
𝑏𝑏 𝑏𝑏 𝑡𝑡𝑤𝑤 𝑡𝑡𝑤𝑤
Zy = 2(2. . 𝑡𝑡𝑓𝑓 . ) + 2 ��𝑑𝑑 − 2 . 𝑡𝑡𝑓𝑓 � . . �
2 4 2 4
1 1
Zy = . t f . b2 + 4 . (d – 2t f ) . tw
2
2
1 1 3
Iy = 2.� . t . b3 � + . (d – 2t f ) . t w
12 𝑓𝑓 12
1 1 3
Iy = . t𝑓𝑓 . b3 + . (d – 2t f ) . t w
6 12
𝐼𝐼𝑦𝑦 1 2 1 t𝑤𝑤3
Sy = 𝑏𝑏 = . tf . b + . (d – 2t f ) .
3 6 𝑏𝑏
2
1 1 3
𝑍𝑍𝑦𝑦 𝑡𝑡 . b2 + �d − 2 𝑡𝑡𝑓𝑓 � 𝑡𝑡𝑤𝑤 3
2 𝑓𝑓 4
SF = 𝜉𝜉 = = 𝑡𝑡3
≌ = 1,5
𝑆𝑆𝑦𝑦 1 1 2
𝑡𝑡𝑓𝑓 . b2 + �d − 2 𝑡𝑡𝑓𝑓 � 𝑤𝑤
3 6 𝑏𝑏
dengan tahanan lentur konstan M p , kondisi ini dinamakan sendi plastis. Pada suatu balok tertumpu
sederhana (sendi rol), munculnya sendi plastis di daerah tengah bentang akan menimbulkan situasi
ketidakstabilan, yang dinamakan mekanisme keruntuhan. Secara umum, kombinasi antara dua sendi
(sendi sebenarnya dan sendi plastis) akan mengakibatkan mekanisme keruntuhan.
Dalam gambar 4.4. sudut rotasi θ elastis dalam daerah beban layan M, hingga serat terluar
mencapai kuat leleh f y pada saat M yx . Sudut rotasi kemudian menjadi inelastik patsial hingga momen
plastis M p tercapai. Ketika sendi plastis tercapai, kurva M-θ menjadi horizontal dan lendutan balok
tetap bertambah, dan pada tengah bentang timbul rotasi θ u , yang mengakibatkan lendutan lagi
kontinu.
Gambar 4.5. Tahanan Momen Nominal Penampang Kompak dan Tidak Kompak
Dengan :
Φb = 0,90
Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara penampang kompak, tidak
kompak dan langsing seperti halnya batang tekan. Batasan penampang kompak, tidak kompak dan
langsing adalah :
1. Penampang kompak : λ < λp
2. Penampang tidak kompak : λp < λ < λr
3. Penampang langsing : λ > λr
Penampang kompak
Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang kompak :
Mn = Mp = Z . fy
Dengan :
Mp = tahanan momeplastis
Z = modulus plastis
fy = kuat leleh
Dengan :
fy = tahanan leleh
fr = tegangan sisa
S = modulus penampang
Besarnya tegangan sisa f r = 70 Mpa untuk penampang gilas panas dan 115 MPa untuk penampang
yang dilas.
λr − λ λ − λp
Mn = x Mp + Mr
λr − λp λr − λp
Dengan :
𝑏𝑏
λ = kelangsingan penampang balok (= )
2 𝑡𝑡𝑓𝑓
untuk balok – balok hibrida dimana fyf > fyw maka perhitungan Mr harus didasarkan pada nilai terkecil
antara (f yf – f r ) dengan f yw .
Contoh Kasus 3
Rencanakan balok untuk memikul beban mati, D = 350 kg/m dan beban hidup, L= 1500 kg/m. bentang
balok, L = 12 m. Sisi tekan flens terkekang lateral. Gunakan profil baja WF dengan f y = 240 MPa dan f y
= 450 MPa.
Penyelesaian :
1 1
Mu = . q u . L2 = . 2,82 . 122 = 50,76 ton
8 8
𝑀𝑀𝑢𝑢 50,76
Mn = = = 56,4 ton.m
Φb 0,90
1
Zx = b . t f (d – t f ) + . t w . (d – 2 t f )2
4
1 1
Zy = . t f . b2 + 4 . (d – 2t f ) . tw
2
2
h = d – 2 (r 0 + t f )
Karena λ f (= 9,21) < λ p (= 10,97) dan λ w (= 22,67) < λ p = (108,44) maka penampang di nyatakan
kompak
1 2
Zx = b . t f (d – t f ) + t w (d – 2 t f )
4
1 2 3
Zx = 350 . (19) (350 – 19) + (12) (350 – 2 (19) = 2.493,182 mm
4
Mp = Z x . f y = 2.493,182 (240) = 59.84 ton.m
𝑀𝑀𝑢𝑢
Mp = (59.84 ton.m) > (= 56,4 ton.m) OK
Φ
40.300 x 104
Mr = ( 450 – 70 ) x 350 = 87,5 ton.m
2
1 2
Zx = b . t f (d – t f ) + t w (d – 2 t f )
4
1 2 3
Zx = 300 . (15) (300 – 15) + (10) (300 – 2 (15) = 1.464,750 mm
4
Mp = Z x . f y = 1.464,750 (450) = 65,91 ton.m
𝐼𝐼𝑥𝑥
Mr = ( fy – fr ) x Sx = ( f y – f r ) x 𝑑𝑑
2
20.400 x 104
Mr = ( 450 – 70 ) x 300 = 51,68 ton.m
2
λr − λ λ − λp
Mn = x Mp + x Mr
λr − λp λr − λp
18,98 − 10 10 − 8,01
Mn = x 65,91 + x 51,68 = 63,32 ton.m
18,98 − 8,01 18,98 − 8,01
𝑀𝑀𝑢𝑢
Mp = (63,32 ton.m) > (= 56,4 ton.m) OK
Φ
𝑀𝑀1 . 𝐿𝐿2
Δ𝐿𝐿 =
2 16 . 𝐸𝐸 𝐼𝐼
5 𝑞𝑞0 𝐿𝐿4 2
Δ𝐿𝐿
2
=
384 𝐸𝐸 𝐼𝐼
=
5
8
( 18 q L ) 𝐸𝐸𝐿𝐿 𝐼𝐼
0
2
5 𝑀𝑀0 𝐿𝐿2
=
8 𝐸𝐸 𝐼𝐼
𝑃𝑃 . 𝑏𝑏 (3 𝐿𝐿2 − 4𝑏𝑏2 )
Δ𝐿𝐿 =
2 48 𝐸𝐸 𝐼𝐼
𝐿𝐿2
= (5 M 0 – 3M 1 – 3M 2 )
48 𝐸𝐸 𝐼𝐼
5 𝐿𝐿2
Δ𝐿𝐿 = ( M s – 0,1 M 1 – 0,1 M 2 )
2 48 𝐸𝐸 𝐼𝐼
Dalam beberapa kasus tertentu, terkadang amsalah limit lendutan lebih menentukan dalam pemilihan
profil balok daripada tahanan momennya.
Contoh Kasus 4
Rencanakan komponen struktur balok berikut yang memikul beban mati, D = 200 kg/m dan beban
hidup L = 1200 kg/m. panjang bentang balok L = 8 m. material yang digunakan adalah BJ 37.
Dipersyaratkan lendutan tak melebihi L / 300.
1 1
Mu = . q u . L2 = . 2,16 . 82 = 17,28 ton
8 8
ϕb . Mn = ϕb . Mp = ϕb . Zx . fy
3
Cobalah profil WF 300.200.8.12 (Z x = 822,60 cm )
λp
170 170
λp = = = 10,97
�𝑓𝑓𝑦𝑦 √240
1680 1680
λp = = = 108,44
�𝑓𝑓𝑦𝑦 √240
λr
370 370
λr = = - 70 = 28,37
�𝑓𝑓𝑦𝑦 −𝑓𝑓𝑟𝑟 √240
2.550 .550
λr = = - 70 = 164,6
�𝑓𝑓𝑦𝑦 −𝑓𝑓𝑟𝑟 √240
1
ML = . 1.200 . L2 = 18,75 ton.m = 18,75 . 107 N.mm
8
(Untuk memeriksa syarat lendutan, hanya beban hidup saja yang dipertimbangkan)
5 𝑞𝑞 . 𝐿𝐿4 5 𝑀𝑀 . 𝐿𝐿2
𝞓𝞓 = =
384 𝐸𝐸 𝐼𝐼 48 𝐸𝐸 𝐼𝐼
4
Profil WF 300.200.8.12 tak cukup karena memiliki I x = 11.300 cm . Selanjutnya profil diganti dengan
4 3
WF 350.175.7.11 yang memiliki I x = 13.600 cm dan Z x = 840,85 cm .
Periksa lendutan :
Dalam contoh kasus ini tampak bahwa kondisi batas layan (lendutan) lebih menentukan daripada
konisi batas tahanan, dalam proses desain profil yang aman.
Contoh Kasus 5
Rencanakanlah komponen struktur balok baja berikut ini dengan menggunakan profil WF seekonomis
mungkin. Asumsikan terdapat kekangan lateral yang cukup pada bagian flens tekan profil.
Dipersyaratkan pula bahwa lendutan tidak boleh melebihi L / 300. Gunakan material BJ 37.
Penyelesaian :
3 4
Gunakan profil WF 500.200.10.16 (Z x + 2.096,36 cm ; I x = 47.800 cm )
Akibat berat sendiri profil, momen lentur bertambah menjadi :
1 2
Mu = 1,2 ( ( 0,0897) (8 ) + 41,6 = 42,4611 ton.m
8
dC’ = v . t . dz
𝑦𝑦2
C’ = ∫𝑦𝑦 𝑓𝑓 . d𝐴𝐴
1
𝑦𝑦
C’ + dC’ = ∫𝑦𝑦 2(𝑓𝑓 + d𝑓𝑓 ) dA
1
𝑦𝑦2
dC’ = ∫𝑦𝑦 d𝑓𝑓 d𝐴𝐴
1
𝑑𝑑𝑑𝑑 . 𝑦𝑦
df =
𝐼𝐼
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑦𝑦
dengan mengingat bahwa v = , serta Q = ∫𝑦𝑦 2 𝑦𝑦 . d𝐴𝐴 , maka diperoleh persamaan untuk tegangan
𝑑𝑑𝑑𝑑 1
𝑉𝑉 . 𝑄𝑄
v =
𝐼𝐼 . 𝑡𝑡
dengan V adalah gaya geser dan Q adalah momen statis terhadap garis netral. Terkadang untuk
menghitung tegangan geser digunakan apoksimasi yang merupakan harga rata – rata luas penampang
web, dengan mengabaikan efek dari lubang alat pengencang, yaitu :
𝑉𝑉 𝑉𝑉
fv = =
𝐴𝐴𝑤𝑤 𝑑𝑑 . 𝑡𝑡𝑤𝑤
Contoh kasus 6
Hitung distribusi tegangan gaya geser elastik pada profil WF 350.350.12.19 yang memikul beban geser
layan sebesar 95 ton. Hitung pula berapa besar gaya geser yang dipikul oleh flens dan berapa yang
dipikul oleh pelat web.
Penyelesaian :
4
V = 95 ton = 95 . 10 N
3
Q = 350 (19) (175 – 9,5) = 1.100.575 mm
𝑉𝑉 . 𝑄𝑄 95 x 104 x 1.100.575
v web = = = 216,2 MPa
𝐼𝐼 . 𝑡𝑡 40.300 x 104 x 12
Gaya geser yang dipikul oleh flens dan web masing – masing adalah :
1
V flens = 2 ( ) (7,41) (19) (350) = 4,927 ton
2
V web = 95 – 4,927 = 90,073 ton
Tampak bahwa 94% gaya geser dipikul oleh web.
𝑉𝑉 𝑉𝑉
Bila digunakan rumus pendekatan dari persamaan fv = = , maka dididapat :
𝐴𝐴𝑤𝑤 𝑑𝑑 . 𝑡𝑡𝑤𝑤
𝑉𝑉 95 x 104
Fv = = = 226,19 MPa (7,34 % dibawah harga maksimum)
𝑑𝑑 . 𝑡𝑡𝑤𝑤 350 x 12
Vn = 𝜏𝜏 y . A w = 0,60 . f yw . A w
Dengan :
f yw = kuat leleh web
Tentukan tahanan geser rencana profil WF 300.300.10.15. material yang digunakan adalah BJ 37 (f y =
240 MPa, f u = 370 MPa)
Penyelesaian :
Data profil :
d = 300 mm
b = 300 mm
r0 = 18 mm
tf = 15 mm
tw = 100 mm
ℎ 1.100
Karena persamaan ⫹ terpenuh, maka :
𝑡𝑡𝑤𝑤 �𝑓𝑓𝑤𝑤
Dengan :
Φ = faktor reduksi
Rn = kuat tumpu nominal pelat web akibat baban terpusat
Bila persamaan R u ⫹ ϕ . R n dipenuhi,maka tak diperlukan stiffner (pengaku) pada pelat web.
Besarnya R n dan Φ ditentukan menurut SNI 03-1729-2002 pasa 8.10 :
Rn = 0,90
3𝑁𝑁
⎧0,79 𝑗𝑗 > 𝑑𝑑2 𝜂𝜂 =
𝑑𝑑
⎪ 3𝑁𝑁 𝑁𝑁
Α = 𝑑𝑑
𝜂𝜂 = jika ⫹ 0,2
⎨ 0,39 𝑑𝑑 𝑑𝑑
𝑗𝑗 ⫹ � 𝑁𝑁
⎪ 𝑤𝑤
𝜂𝜂 =
4𝑁𝑁
jika > 0,2
⎩ 𝑑𝑑 𝑑𝑑
𝜙𝜙 = 0,75
ℎ 𝑏𝑏𝑓𝑓
Jika > 2,3 Rn = ∿
𝑡𝑡𝑤𝑤 𝐿𝐿𝑏𝑏
b. Bila sisi tekan flens tak dikekang terhadap rotasi pada posisi kerja R u :
ℎ 𝑏𝑏𝑓𝑓
untuk ⫹ 1,7
𝑡𝑡𝑤𝑤 𝐿𝐿𝑏𝑏
3 𝑡𝑡 3
𝐶𝐶𝑟𝑟 𝐸𝐸 𝑡𝑡𝑤𝑤 𝑓𝑓 ℎ 𝑏𝑏𝑓𝑓
Rn = 0,4 � �
ℎ2 𝑡𝑡𝑤𝑤 𝐿𝐿𝑏𝑏
ℎ 𝑏𝑏𝑓𝑓
Jika > 1,7 Rn = ∿
𝑡𝑡𝑤𝑤 𝐿𝐿𝑏𝑏
3,25 untuk M ⫹ My
Cr = �
1,62 untuk M > My
𝜙𝜙 = 0,85
Periksa apakah komponen struktur diatas perlu pengaku atau tidak ! Gunakan profil WF
300.800.14.26, k = 54 mm, f y = 240 MPa, N = 200 mm.
Penyelesaian :
4. Tekuk web bergoyang (asumsikan sisi tekan flens terkekang terhadap rotasi)
800
ℎ 𝑏𝑏𝑓𝑓 2� − 54� 300
2
= . = 2,47 > 2,3
𝑡𝑡𝑤𝑤 𝐿𝐿𝑏𝑏 24 6000
Rn ∿
Contoh kasus 9
Tentukan dimensi bearing plate untuk tumpuan balok. Bila diketahui reaksi tumpuan akibat beban
mati, D = 10 ton, dan reaksi akibat beban hidup, L = 20 ton. Balok yang digunakan WF 350.350.12.19 (k
= 39 mm). Balok ini terletak diatas beton yang mempunyai fc’ = 22,5 MPa.
Penyelesaian :
23.000
Lebar pelat, B = = 383 mm = 390 mm
60
Rn = 61,5 ton
Sehingga dimensi pelat, N = 60 mm x B = 390 mm. langkah selanjutnya adalah menentuka tebal pelat.
440.000
Tegangan tumpu merata, p = = 18,8 MPa
60 x 390
Daerah kritis bagi lentur diambil sepanjang ujung luar flens hingga sejarak k dari tengah web.
𝐵𝐵 2
𝑝𝑝 . � 2 − 𝑘𝑘� . N
Mu =
2
18,8 . (195 − 39)2 . N
Mu = = 228.758,4 . N
2
𝜙𝜙 M n ⫺ Mu
𝜙𝜙 Z . f y ⫺ Mu
1 2
𝜙𝜙 . . N . t . fy ⫺ Mu
4
R
2 𝑀𝑀𝑢𝑢 x 4
t ⫺
0,9 x 𝑓𝑓𝑦𝑦 x 𝑁𝑁
Masukkan harga – harga yang sudah diketahui, maka diperoleh t > 65 mm.
Karena ukuran bearing plate terlalu tebal, maka dimensinya perlu diperbesar. Dicoba, memakai N =
200 mm dan B = 360 mm dan bila dihitung kembali akan ditemukan persyaratan t > 33,5 mm. ambil t
= 35 mm.
𝐵𝐵 2
2 𝑝𝑝 � 2 − 𝑘𝑘�
t = �
𝜙𝜙 . 𝑓𝑓𝑦𝑦
Perhatikan balok dengan penampang seragam pada gambar 4.9 yang dikenai momen pada bentang
ABCD. Bidang ABCD membentuk sudut γ terhadap bidang xz. Momen ini direpresentasikan dengan
vektor normal terhadap ABCD.
Perhatikan pula potongan berjarak z pada gambar 4.10. Syarat kesetimbangan dalam free body
dipenuhi bila :
Jika lentur terjadi dalam bidang yz, tegangan 𝜎𝜎 proporsional terhadap y, sehingga :
𝜎𝜎 = k1 . y
k 1 ∫𝐴𝐴 𝑦𝑦 . 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 0
Mx = k 1 ∫𝐴𝐴 𝑦𝑦 2 . 𝑑𝑑𝑑𝑑 = k1 . Ix
Persamaaan k 1 ∫𝐴𝐴 𝑦𝑦 . 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 0 menunjukan bahwa x haruslah sumbu berat. Penggunaan persamaan
𝑀𝑀𝑥𝑥 𝑀𝑀𝑦𝑦
K1 = =
𝐼𝐼𝑥𝑥 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑀𝑀𝑥𝑥 𝐼𝐼𝑥𝑥
tan γ = =
𝑀𝑀𝑦𝑦 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜋𝜋
Bila penampang memiliki minimal satu sumbu simetri (I xy = 0, γ = ) maka beban dan lentur
2
terjadi dalam bidang yz.
Bila lentur terjadi dalam bidang xz. Tegangan γ proporsional terhadap x, sehingga :
𝜎𝜎 = k2 . y
Penggunaan persamaan∶
Memberikan hasil :
K 2 ∫𝐴𝐴 𝑥𝑥 . 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 0
My = k 2 ∫𝐴𝐴 𝑥𝑥 2 . 𝑑𝑑𝑑𝑑 = k2 . Iy
𝑀𝑀𝑥𝑥 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥
tan γ = =
𝑀𝑀𝑦𝑦 𝐼𝐼𝑦𝑦
dalam kasus penampang yang memiliki paling sedikit satu sumbu simetri I xy = 0 dan tan γ = 0, maka
beban dan lentur yang terjadi dalam bidang xz.
Tegangan total 𝜎𝜎 merupakan penjumlahan dari tegangan akibat lentur dalam bidang yz dan xz.
𝜎𝜎 = k1 . y + k2 . x
Mx = k 1 . I x + k 2 . I xy
My = k 1 . I xy + k 2 . I y
𝑀𝑀𝑥𝑥 𝑀𝑀𝑦𝑦
𝜎𝜎 = .y+ .x
𝐼𝐼𝑥𝑥 𝑦𝑦
bentuk :
𝑀𝑀𝑥𝑥
. 𝐼𝐼𝑦𝑦 − 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐼𝐼𝑦𝑦 − tan 𝛾𝛾 − 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑀𝑀𝑦𝑦
tan α = 𝑀𝑀 =
𝐼𝐼𝑥𝑥 − 𝑀𝑀𝑥𝑥 − 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐼𝐼𝑥𝑥 − 𝐼𝐼𝑥𝑥𝑥𝑥 tan 𝛾𝛾
𝑦𝑦
Contoh kasus 10
o
Sebuah profil WF 400.400.13.21 dikenai beban yang membentuk sudut 5 terhadap sumbu bertikal.
Hitung kemiringan sumbu netral !
Penyelesaian :
o
tan 𝛾𝛾 = tan 85
𝐼𝐼𝑦𝑦
tan α = tan 𝛾𝛾
𝐼𝐼𝑥𝑥
22.400 o
= tan 85
66.600
o
α = 75,42
Contoh kasus 11
Balok dengan bentang 3 m memikul beban merata 0,75 ton/m (termasuk berat sendiri). Digunakan
profil siku tak sama kaki L 75.170.10. Hitung tegangan pada titik A, B dan Cbila profil dapat melentur
dalam arah sembarang dan hitung pula bila profil diasumsikan hanya melentur pada bidang vertikal
saja.
Penyelesaian :
ex = 62,1 mm
ey = 15,2 mm
1 2
Mx = qL = 0,84375 t.m
8
7
Mx = 0,84375 x 10 N.mm
My = 0
𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
+ 𝜙𝜙 ⫹ 1
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
Dengan :
Mu = momen terfaktor
𝜙𝜙 b = 0,90
Contoh kasus 12
Rencanakanlah struktur gording pada suatu rangka atap dengan ketentuan – ketentuan sebagai
berikut :
Penyelesaian :
Cobalah menggunakan profil light lip channel 150.65.20.3.2 dengan data sebagai berikut :
4 4
Ix = 332 . 10 mm
4 4
Iy = 54 . 10 mm
3 3
Zx = 44,331 . 10 mm
3 3
Zy = 12,268 . 10 mm
Beban hidup :
Di tengah-tengah gording P = 100 kg
Beban angin :
2
Tekanan angin = 40 kg/m
Koefisien angin tekan = 0,02α – 0,4
= 0,02 (25) – 0,4
= 0,1
Koefisien angin hisap = - 0,4
ω tekan = 0,1 (40) (1,25)
= 5 kg/m
ω isap = -0,4 (40) (1,25)
= - 20 kg/m
Akibat angin :
Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x, sehingga hanya ada M x
1 2
Angin tekan = Mx = (5) (4) = 10 kg.m
8
1 2
Angin hisap = My = (-20) (4) = -40 kg.m
8
Kombinasi Beban
No. Kombinasi Beban Arah x (kg.m) Arah y (kg.m)
1. U = 1,4 D 177,660 20,713
2. U = 1,2 D + 0,5 L a 197,596 28,320
3. U = 1,2 D + 1,6 L a 297,290 51,564
U = 1,2 D + 1,6 L a + 0,8 W 305,290 51,564
4. U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L a 210,596 28,320
5. U = 0,9 D + 1,3 W 127,210 13,316
U = 0,9 D - 1,3 W 74,210 13,316
Jadi :
4
M ax = 305,2896 kg.m = 305,2896 . 10 N.mm
4
M ay = 51,5636 kg.m = 51,5636 . 10 N.mm
Untuk struktur berpenampang profil I dengan rasio b f /d ⫹ 1,0 dan merupakan bagian dari struktur
dengan kekangan lateral penuh maka harus dipenuhi persyaratanseperti pada SBI 03-1729-2002 pasal
11.3.1 sebagai berikut :
𝜁𝜁 𝜁𝜁
𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
� � + � � ⫹ 1,0
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑝𝑝𝑝𝑝 𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑝𝑝𝑝𝑝
𝜂𝜂
𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝜂𝜂 𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
� � + � � ⫹ 1,0
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
Dengan ketentuan :
Contoh kasus 13
Periksalah kekuatan profil WF 250.250.9.14 untuk memikul momen akibat beban mati M Dx = 2 ton.m,
M Dy = 0,6 ton.m serta momen akibat beban hidup M Lx = 6 ton.m dan M Ly = 2,8 ton.m. asumskan
terdapat penyokong lateral uang cukup untuk menjaga kestabilan struktur. Gunakan material 37 !
Penyelesaian :
3
M nx = M px = Z x . f y = 936,89 x 10 (240) = 22,48536 ton.m
3
M nxy = M py = Z y . f y = 442 x 10 (240) = 10,608 ton.m
𝑏𝑏𝑓𝑓
Karena M nx = M px dan M nxy = M py serta dengan mengambil nilai C mx = C my = 1,0 dan ( 0,4 + ) =
𝑑𝑑
𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
1,4, maka persamaan + 𝜙𝜙 ⫹ 1, lebih menentukan !
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
1,4
𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 1,4 𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
� � +� � ⫹ 1,0
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
Jadi profil WF 250.250.9.14 cukup kuat untuk memikul beban momen lentur tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Secara garis besar, berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil :
Contoh Kasus 1
Tentukan faktor bentuk penampang persergi berikut, dalam arah sumbu kuat (sumbu x) !
Penyelesaian :
ℎ ℎ 1
Zx = 2 �𝑏𝑏 . . 4� = .b.h
2
2 4
1 3
Ix = .b.h
12
𝐼𝐼𝑥𝑥 1 3 2 1 2
Sx = ℎ = .b.h . = .b.h
12 ℎ 6
2
1
𝑍𝑍𝑥𝑥 . b . h2
6 3
SF = 𝜉𝜉 = = 1 = = 1,5
𝑆𝑆𝑥𝑥 . b . h2 2
4
Contoh Kasus 2
Penyelesaian :
𝑏𝑏 𝑏𝑏 𝑡𝑡𝑤𝑤 𝑡𝑡𝑤𝑤
Zy = 2(2. . 𝑡𝑡𝑓𝑓 . ) + 2 ��𝑑𝑑 − 2 . 𝑡𝑡𝑓𝑓 � . . �
2 4 2 4
1 1
Zy = . t f . b2 + 4 . (d – 2t f ) . tw
2
2
1 1 3
Iy = 2.� . t . b3 � + . (d – 2t f ) . t w
12 𝑓𝑓 12
1 1 3
Iy = . t𝑓𝑓 . b3 + . (d – 2t f ) . t w
6 12
𝐼𝐼𝑦𝑦 1 2 1 t𝑤𝑤3
Sy = 𝑏𝑏 = . tf . b + . (d – 2t f ) .
3 6 𝑏𝑏
2
1 1 3
𝑍𝑍𝑦𝑦 𝑡𝑡 . b2 + �d − 2 𝑡𝑡𝑓𝑓 � 𝑡𝑡𝑤𝑤 3
2 𝑓𝑓 4
SF = 𝜉𝜉 = = 𝑡𝑡3
≌ = 1,5
𝑆𝑆𝑦𝑦 1 1 2
𝑡𝑡𝑓𝑓 . b2 + �d − 2 𝑡𝑡𝑓𝑓 � 𝑤𝑤
3 6 𝑏𝑏
Contoh Kasus 3
Rencanakan balok untuk memikul beban mati, D = 350 kg/m dan beban hidup, L= 1500 kg/m. bentang
balok, L = 12 m. Sisi tekan flens terkekang lateral. Gunakan profil baja WF dengan f y = 240 MPa dan f y
= 450 MPa.
Penyelesaian :
1 1
Mu = . q u . L2 = . 2,82 . 122 = 50,76 ton
8 8
𝑀𝑀𝑢𝑢 50,76
Mn = = = 56,4 ton.m
Φb 0,90
1
Zx = b . t f (d – t f ) + . t w . (d – 2 t f )2
4
1 1
Zy = . t f . b2 + 4 . (d – 2t f ) . tw
2
2
h = d – 2 (r 0 + t f )
1 2
Zx = b . t f (d – t f ) + t w (d – 2 t f )
4
1 2 3
Zx = 350 . (19) (350 – 19) + (12) (350 – 2 (19) = 2.493,182 mm
4
Mp = Z x . f y = 2.493,182 (240) = 59.84 ton.m
𝑀𝑀𝑢𝑢
Mp = (59.84 ton.m) > (= 56,4 ton.m) OK
Φ
40.300 x 104
Mr = ( 450 – 70 ) x 350 = 87,5 ton.m
2
1 2
Zx = b . t f (d – t f ) + t w (d – 2 t f )
4
1 2 3
Zx = 300 . (15) (300 – 15) + (10) (300 – 2 (15) = 1.464,750 mm
4
Rico Ramdhany E.S B1021511RB5152
Regi Azis Sayogi B1021511RB5101
Tugas Besar Struktur Baja I
99
Teknik Sipil USB - YPKP
Mp = Z x . f y = 1.464,750 (450) = 65,91 ton.m
𝐼𝐼𝑥𝑥
Mr = ( fy – fr ) x Sx = ( f y – f r ) x 𝑑𝑑
2
20.400 x 104
Mr = ( 450 – 70 ) x 300 = 51,68 ton.m
2
λr − λ λ − λp
Mn = x Mp + x Mr
λr − λp λr − λp
18,98 − 10 10 − 8,01
Mn = x 65,91 + x 51,68 = 63,32 ton.m
18,98 − 8,01 18,98 − 8,01
𝑀𝑀𝑢𝑢
Mp = (63,32 ton.m) > (= 56,4 ton.m) OK
Φ
Contoh Kasus 4
Rencanakan komponen struktur balok berikut yang memikul beban mati, D = 200 kg/m dan beban
hidup L = 1200 kg/m. panjang bentang balok L = 8 m. material yang digunakan adalah BJ 37.
Dipersyaratkan lendutan tak melebihi L / 300.
Penyelesaian :
1 1
Mu = . q u . L2 = . 2,16 . 82 = 17,28 ton
8 8
ϕb . Mn = ϕb . Mp = ϕb . Zx . fy
3
Cobalah profil WF 300.200.8.12 (Z x = 822,60 cm )
λp
170 170
λp = = = 10,97
�𝑓𝑓𝑦𝑦 √240
1680 1680
λp = = = 108,44
�𝑓𝑓𝑦𝑦 √240
λr
370 370
λr = = - 70 = 28,37
�𝑓𝑓𝑦𝑦 −𝑓𝑓𝑟𝑟 √240
2.550 .550
λr = = - 70 = 164,6
�𝑓𝑓𝑦𝑦 −𝑓𝑓𝑟𝑟 √240
1
ML = . 1.200 . L2 = 18,75 ton.m = 18,75 . 107 N.mm
8
(Untuk memeriksa syarat lendutan, hanya beban hidup saja yang dipertimbangkan)
5 𝑞𝑞 . 𝐿𝐿4 5 𝑀𝑀 . 𝐿𝐿2
𝞓𝞓 = =
384 𝐸𝐸 𝐼𝐼 48 𝐸𝐸 𝐼𝐼
4
Profil WF 300.200.8.12 tak cukup karena memiliki I x = 11.300 cm . Selanjutnya profil diganti dengan
4 3
WF 350.175.7.11 yang memiliki I x = 13.600 cm dan Z x = 840,85 cm .
Dalam contoh kasus ini tampak bahwa kondisi batas layan (lendutan) lebih menentukan daripada
konisi batas tahanan, dalam proses desain profil yang aman.
Contoh Kasus 5
Rencanakanlah komponen struktur balok baja berikut ini dengan menggunakan profil WF seekonomis
mungkin. Asumsikan terdapat kekangan lateral yang cukup pada bagian flens tekan profil.
Dipersyaratkan pula bahwa lendutan tidak boleh melebihi L / 300. Gunakan material BJ 37.
Penyelesaian :
3 4
Gunakan profil WF 500.200.10.16 (Z x + 2.096,36 cm ; I x = 47.800 cm )
Akibat berat sendiri profil, momen lentur bertambah menjadi :
1 2
Mu = 1,2 ( ( 0,0897) (8 ) + 41,6 = 42,4611 ton.m
8
Contoh kasus 6
Hitung distribusi tegangan gaya geser elastik pada profil WF 350.350.12.19 yang memikul beban geser
layan sebesar 95 ton. Hitung pula berapa besar gaya geser yang dipikul oleh flens dan berapa yang
dipikul oleh pelat web.
Penyelesaian :
4
V = 95 ton = 95 . 10 N
3
Q = 350 (19) (175 – 9,5) = 1.100.575 mm
𝑉𝑉 . 𝑄𝑄 95 x 104 x 1.100.575
v web = = = 216,2 MPa
𝐼𝐼 . 𝑡𝑡 40.300 x 104 x 12
Gaya geser yang dipikul oleh flens dan web masing – masing adalah :
1
V flens = 2 ( ) (7,41) (19) (350) = 4,927 ton
2
V web = 95 – 4,927 = 90,073 ton
Tampak bahwa 94% gaya geser dipikul oleh web.
𝑉𝑉 𝑉𝑉
Bila digunakan rumus pendekatan dari persamaan fv = = , maka dididapat :
𝐴𝐴𝑤𝑤 𝑑𝑑 . 𝑡𝑡𝑤𝑤
𝑉𝑉 95 x 104
Fv = = = 226,19 MPa (7,34 % dibawah harga maksimum)
𝑑𝑑 . 𝑡𝑡𝑤𝑤 350 x 12
Contoh kasus 7
Tentukan tahanan geser rencana profil WF 300.300.10.15. material yang digunakan adalah BJ 37 (f y =
Penyelesaian :
Data profil :
d = 300 mm
b = 300 mm
r0 = 18 mm
tf = 15 mm
tw = 100 mm
Contoh kasus 8
Periksa apakah komponen struktur diatas perlu pengaku atau tidak ! Gunakan profil WF
300.800.14.26, k = 54 mm, f y = 240 MPa, N = 200 mm.
Penyelesaian :
4. Tekuk web bergoyang (asumsikan sisi tekan flens terkekang terhadap rotasi)
800
ℎ 𝑏𝑏𝑓𝑓 2� − 54� 300
2
= . = 2,47 > 2,3
𝑡𝑡𝑤𝑤 𝐿𝐿𝑏𝑏 24 6000
Rn ∿
Contoh kasus 9
Tentukan dimensi bearing plate untuk tumpuan balok. Bila diketahui reaksi tumpuan akibat beban
mati, D = 10 ton, dan reaksi akibat beban hidup, L = 20 ton. Balok yang digunakan WF 350.350.12.19 (k
= 39 mm). Balok ini terletak diatas beton yang mempunyai fc’ = 22,5 MPa.
Penyelesaian :
23.000
Lebar pelat, B = = 383 mm = 390 mm
60
Rn = 61,5 ton
Sehingga dimensi pelat, N = 60 mm x B = 390 mm. langkah selanjutnya adalah menentuka tebal pelat.
440.000
Tegangan tumpu merata, p = = 18,8 MPa
60 x 390
Daerah kritis bagi lentur diambil sepanjang ujung luar flens hingga sejarak k dari tengah web.
𝐵𝐵 2
𝑝𝑝 . � 2 − 𝑘𝑘� . N
Mu =
2
18,8 . (195 − 39)2 . N
Mu = = 228.758,4 . N
2
𝜙𝜙 M n ⫺ Mu
𝜙𝜙 Z . f y ⫺ Mu
1 2
𝜙𝜙 . . N . t . fy ⫺ Mu
4
R
Masukkan harga – harga yang sudah diketahui, maka diperoleh t > 65 mm.
Karena ukuran bearing plate terlalu tebal, maka dimensinya perlu diperbesar. Dicoba, memakai N =
200 mm dan B = 360 mm dan bila dihitung kembali akan ditemukan persyaratan t > 33,5 mm. ambil t
= 35 mm.
Contoh kasus 10
o
Sebuah profil WF 400.400.13.21 dikenai beban yang membentuk sudut 5 terhadap sumbu bertikal.
Hitung kemiringan sumbu netral !
Penyelesaian :
o
tan 𝛾𝛾 = tan 85
𝐼𝐼𝑦𝑦
tan α = tan 𝛾𝛾
𝐼𝐼𝑥𝑥
22.400 o
= tan 85
66.600
o
α = 75,42
Contoh kasus 11
Balok dengan bentang 3 m memikul beban merata 0,75 ton/m (termasuk berat sendiri). Digunakan
profil siku tak sama kaki L 75.170.10. Hitung tegangan pada titik A, B dan Cbila profil dapat melentur
dalam arah sembarang dan hitung pula bila profil diasumsikan hanya melentur pada bidang vertikal
saja.
ex = 62,1 mm
ey = 15,2 mm
1 2
Mx = qL = 0,84375 t.m
8
7
Mx = 0,84375 x 10 N.mm
My = 0
Contoh kasus 12
Rencanakanlah struktur gording pada suatu rangka atap dengan ketentuan – ketentuan sebagai
berikut :
Penyelesaian :
Cobalah menggunakan profil light lip channel 150.65.20.3.2 dengan data sebagai berikut :
4 4
Ix = 332 . 10 mm
4 4
Iy = 54 . 10 mm
3 3
Zx = 44,331 . 10 mm
3 3
Zy = 12,268 . 10 mm
Beban hidup :
Di tengah-tengah gording P = 100 kg
Beban angin :
2
Tekanan angin = 40 kg/m
Koefisien angin tekan = 0,02α – 0,4
= 0,02 (25) – 0,4
= 0,1
Koefisien angin hisap = - 0,4
ω tekan = 0,1 (40) (1,25)
= 5 kg/m
ω isap = -0,4 (40) (1,25)
= - 20 kg/m
Akibat angin :
Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x, sehingga hanya ada M x
1 2
Angin tekan = Mx = (5) (4) = 10 kg.m
8
1 2
Angin hisap = My = (-20) (4) = -40 kg.m
8
Kombinasi Beban
No. Kombinasi Beban Arah x (kg.m) Arah y (kg.m)
1. U = 1,4 D 177,660 20,713
2. U = 1,2 D + 0,5 L a 197,596 28,320
3. U = 1,2 D + 1,6 L a 297,290 51,564
U = 1,2 D + 1,6 L a + 0,8 W 305,290 51,564
4. U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L a 210,596 28,320
5. U = 0,9 D + 1,3 W 127,210 13,316
U = 0,9 D - 1,3 W 74,210 13,316
Jadi :
4
M ax = 305,2896 kg.m = 305,2896 . 10 N.mm
4
M ay = 51,5636 kg.m = 51,5636 . 10 N.mm
Untuk struktur berpenampang profil I dengan rasio b f /d ⫹ 1,0 dan merupakan bagian dari struktur
dengan kekangan lateral penuh maka harus dipenuhi persyaratanseperti pada SBI 03-1729-2002 pasal
11.3.1 sebagai berikut :
𝜁𝜁 𝜁𝜁
𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
� � + � � ⫹ 1,0
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑝𝑝𝑝𝑝 𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑝𝑝𝑝𝑝
𝜂𝜂
𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝜂𝜂 𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
� � + � � ⫹ 1,0
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
Dengan ketentuan :
Contoh kasus 13
Periksalah kekuatan profil WF 250.250.9.14 untuk memikul momen akibat beban mati M Dx = 2 ton.m,
M Dy = 0,6 ton.m serta momen akibat beban hidup M Lx = 6 ton.m dan M Ly = 2,8 ton.m. asumskan
terdapat penyokong lateral uang cukup untuk menjaga kestabilan struktur. Gunakan material 37 !
Penyelesaian :
3
M nx = M px = Z x . f y = 936,89 x 10 (240) = 22,48536 ton.m
3
M nxy = M py = Z y . f y = 442 x 10 (240) = 10,608 ton.m
𝑏𝑏𝑓𝑓
Karena M nx = M px dan M nxy = M py serta dengan mengambil nilai C mx = C my = 1,0 dan ( 0,4 + ) =
𝑑𝑑
𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
1,4, maka persamaan + 𝜙𝜙 ⫹ 1, lebih menentukan !
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
1,4
𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢 1,4 𝐶𝐶𝑚𝑚𝑚𝑚 . 𝑀𝑀𝑢𝑢𝑢𝑢
� � +� � ⫹ 1,0
𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 𝜙𝜙𝑏𝑏 . 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛
Jadi profil WF 250.250.9.14 cukup kuat untuk memikul beban momen lentur tersebut.
2. Untuk mendapatkan hasil analisis dan perhitungan dari berbagai kasus dalam perencanaan
komponen struktur lentur yang benar-benar akurat, metoda perhitungan yang digunakan
harus sesuai dengan karakteristik disain.
3. Pada pengerjaan tugas besar kali ini beberapa perhitungan menggunakan asumsi yang
rasional sehingga untuk mendapatkan perhitungan yang lebih akurat diperlukan kondisi
desain perencanaan yang lebih detail.
2. Perlu diaturnya jadwal asistensi yang teratur serta gambaran penilaian tugas besar yang
jelas.
3. Materi tugas besar perlu dijelaskan kembali pada waktu kuliah terutama aspek - aspek
penting dan prosedur perencanaan dalam perencanaan struktur baja agar mahasiswa dapat
memahami mengenai pentingnya peran struktur baja dalam dunia konstruksi
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Agus. Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD berdasarkan SNI 03 - 1729 –
2002. 2008. Erlangga. Jakarta
Departemen Pekerjaan Umum . 2002. SNI 03 - 1729 – 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
Untuk Bangunan Gedung. Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
Gunawan Rudy. Morisco. Tabel Profil Struktur Baja. 1987. Kanisius. Yogyakarta
AISC, Manual of Steel Construction. Ninth Edition. 1989. American Institute of Steel Construction,
Inc. Chicago.
Fathurrahman, MT., Ir., Bahan Kuliah Konstruksi Baja Lanjut, 2001, Magister Teknik Sipil,
Yogyakarta.
Louis, F. G., Load and Resistance Factor Design of Steel Structures, 1994, Prentice-Hall. Inc. New
Jersey.
Padosbajayo, Bahan Kuliah Pengetahuan Dasar Struktur Baja, 1994, Naviri, Yogyakarta.
Salmon, C. G., Steel Structure : Design and Behavior, 2nd edition, 1980, Harper & Row Publishers
Inc., Madison.
Suharyanto, Stabilitas Balok dan Kolom Baja Tampang I Terhadap Buckling, 2000, Makalah
Seminar Nasional Konstruksi Baja Indonesia Pada Millenium Ke-3, Janabadra, Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2015). Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural: SNI
1729:2015, Jakarta, Indonesia.
xi
Dewobroto, W. (2011). “Era Baru Perancangan Struktur Baja Berbasis Komputer Memakai Direct
Analysis Method (AISC 2010).” Seminar Nasional HAKI, Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, 26-
27 Juli 2011.
Ivanfebraja dan Teruna, D. R. (2012). Kajian Stress Ratio pada Direct Analysis Method dan
Effective Length Method Sesuai dengan AISC 2010. Paper, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Phiegiarto, F. dan Tjanniadi, J.E. (2015). Perencanaan Elemen Struktur Baja Berdasarkan SNI
1729:2015. Skripsi, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Setiady, F., Kusumastuti, D. dan Ediansjah. (2012). Evaluasi Pengunaan Metode SNI-2002 dan
Direct Analysis Method dengan Advanced Analysis dalam Analisis Efek Orde Kedua. Paper,
Institut Teknologi Bandung, Bandung
McCormac, Jack C., “Structural Steel Design,” Harper & Row, New York, 1986.
rd
Gaylord, Edwin and Gaylord, Charles, “Design of Steel Structures, 3 Edition,” McGraw-Hill,
Inc., New York, 1992.
nd
Brochkenbrough, Roger and Merrit, Frederich, “Structural Steel Designer’s Handbook, 2
Edition,” McGraw-Hill, 1994.
Englekirk, Robert, “Steel Structures – Controlling Behavior Through Design,” John Wiley &
Sons, New York, 1994.
Salmon, Charles G. and Johnson, John E., “Steel Structures – Design and Behavior –
rd
Emphasizing Load and Resistance Factor Design, 3 Edition,” HarperCollins, New York,
1990.
Badan Standardisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-02, Tata Cara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung.
American Institute of Steel Construction – AISC, Steel Construction Manual – Load &
st
Resistance Factor Design, 1 Edition, 1986.
American Institute of Steel Construction – AISC, Steel Construction Manual – Load &
st
Resistance Factor Design, 2 Edition, 1993.
LAMPIRAN
Lampiran ix
LAMPIRAN
S.5.1. Suatu komponen struktur lentur terbuat dari dua buah pelat sayap ukuran 12 mm x 190 mm
dan pelat badan ukuran 9 mm x 425 mm. material yang digunakan adalah BJ 41.
a. Hitunglah modulus plastis penampang (Z) dan momen plastis (M p ) dalam arah sumbu
kuat.
b. hitunglah besarnya modulus penampang elastis (S) dan momen leleh (M y ) dalam arah
sumbu kuat.
S.5.2. Suatu komponen struktur lentur terbuat dari dua buah pelat sayap yang berbeda, yaitu 12
mm x 300 mm(sayap atas) dan 12 mm x 175 mm (sayap bawah) serta pelat badan ukuran 9
mm x 400 mm. hitunglah besarnya modulus plastis penampang dalam arah sumbu kuat dan
hitung pula besarnya momen plastis yang bersangkutan. Gunakan material BJ 37 !
S.5.3. Suatu balok baja seperti pada gambar S.5.3. terbuat dari profil WF 500.200.10.16 (dari baja
BJ 37), dengan kekangan lateral menerus pada sisi flens tekan. Periksalah apakah profil
tersebut mencukupi untuk memikul beban seperti pada gambar !
Gambar S.5.3.
S.5.4. Sebuah balok dengan panjang 7,5 m tertumpu dengan sendi pada ujung kanan dan tertumpu
dengan rol pada jarak 1,5 m dari ujung kiri seperti pada gambar S.5.4. Flens tekan balok
terkekang lateral secara menerus. Perisalah apakah profil WF 250.125.6.9 dari baja BJ 41
mencukupi untuk memikul beban – beban tersebut ! (beban sudah termasuk berat sendiri
profil).
Gambar S.5.4.
S.5.5. Profil WF 400.200.9.13 sepanjang 10 m di tumpu sederhana pada kedua ujungnya, dan
digunakan sebagai suatu komponen struktur lentur. Bagian sayap tekan terkekang lateral
secara menerus dan material yang digunakan adalah BJ 37. Jika rasip L/D = 3, hitunglah
beban kerja total yang diperbolehkan bekerja (dalam kN/m) pada balok tersebut !
S.5.6. Rencanakanlah balok baja dengan profil WF pada struktur berikut dengan seekonomis
mungkin. Dipersyaratkan pula batas lendutan tidak boleh melebihi L/300 (material yang
digunakan adalah BJ 37. (perhitungkan pula berat sendiri profil)
Gambar S.5.4.
S.5.7. Hitunglah besarnya tahanan geser rencana dari profil – profil berikut :
a. WF 700.300.13.24, f y = 250 MPa
S.5.8. Desainlah ukutan bearing plate yang diperlukan untuk mendistribusikan reakdsi dari balok
WF 500.200.10.16 yang memiliki panjang bentang 4,8 m diukur dari as ke as tumpuan. Balok
memikul beban mati sebesar 50 kN/m dan beban hidup 50 kN/m. balok menumpu pada
dinding beton bertulang dengan fc’ = 25 MPa. Material balok dan bearing plate adalah BJ 37.
o
S.5.9. Profil WF 400.200.8.13 memikul beban yang membentuk sudut 10 terhadap sumbu bertikal.
Hitunglah sudut kemiringan sumbu netral profil tersebut, diukur dari sumbu vertikal
penampang.
S.5.10. Desainlah profil WF yang dapat memikul momen lentur dua arah sebagai berikut :
M Dx = 80 N.mm M Lx = 175 N.mm
M Dy = 80 N.mm M Ly = 15 N.mm
Asumsikan terdapat pengekang lateral menerus pada balok tersebut, gunakan material BJ 37!
S.5.11. Rencanakanlah struktur gording dari suatu rangka atap dengan data berikut :
Jarak antar gording = 1,5 m
Jarak antar kuda-kuda = 3,75 m
o
Sudut kemiringan atap = 20
2
Berat penutup atap = 25 kg/m
2
Tekanan tiup angin = 20 kg/m
Gunakan material BJ 37!