Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam peranya sebagai nabi terakhir dan sang revolution akbar Nabi
Muhammad SAW, beliau hanya memiliki ahli waris seseorang putri yang bernama
fathimah istri Ali Bin Abi Thalib maka dari itu beliau harus segera menentkan siapa
pengganti beliau saat beliau wafat nanti. Kemudian disaat beliau wafat masalah
kepemimpinan pada saat itu adalah masalah yang palin pertama dan utama bagi kaum
muslimin atau umat islam di seluruh penjuru dunia. Setelah Nabi wafat pun tak bisa
dihindari bahwasanya terjadi banyak pepecahan antara kaum muhajirin dan kaum
anshar sehubungan dengan banyaknya pepecahan pada akhirnya kedua belah pihak
kelompok tersebut bersepakat.
Ciri khas Khulafaur Rasyidin adalah teladan kehidupan Nabi yang masih
berpengaruh pada sikap dan perilaku muslim. Dalam menghadapi kesulitan Negara,
khalifah tidak pernah bertindak sendiri selalu mengutamakan musyawarah
(demokratis). Mereka di pilih secara musyawarah. Mereka tinggal dimadinah, dan juga
menjadi pusat pemerintahan mereka kecuali Ali Bin Abi Thalib yang memilih kuffah
di Iraq sebagai ibukota pemerintahan. Maka dari itu kami akan sedikit menjelaskan
dakwahnya Ali Bin Abi Thalib.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Biografi Ali bin abi Thalib?


b. Bagaimana Pembaiatan Ali Bin Abi Thalib?
c. Bagaimana Strategi Dakwah Ali Bin Abi Thalib?
d. Bagaimana Perkembangan Dakwah Ali Bin Abi Thalib?
e. Bagaimana Wafatnya Ali Bin Abi Thalib?

3. Tujuan

a. Mengetahui Biografi Ali bin abi Thalib


b. Mengetahui Pembaiatan Ali Bin Abi Thalib
c. Mengetahui Strategi Dakwah Ali Bin Abi Thalib
d. Mengetahui Perkembangan Dakwah Ali Bin Abi Thalib
e. Mengetahui Wafatnya Ali Bin Abi Thalib
BAB II
ISI MATERI

A.    Biografi Ali bin Abi Thalib


Khalifah ke empat adalah Ali bin Abi Thalib putra dari Abi Thaib bin Abdul Muthalib. Ali
adalah keponakan dan menantu nabi Muhammad SAW. Ia telah masuk islam pada usia sangat
yaitu Ali berumur 10 Tahun. Ia Adalah Pahlawan yang sangat gagah berani, penasihat yang
bijaksana, penasehat hukum dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sahabat sejati.1[1]

Ø  Karakteristik Fisik Ali Bin Abu Thalib


Ali Bin Abi Thalib memiliki kulit bersawo matang, bola mata beliau besar dan berwarna
kemerah-merahan, berperut besar dan berkepala botak. Berperawakan pendek dan berjenggot
lebat. Dad dan kedua pundak beliau padat dan putih, beliau memiliki bulu dada dan bahu
lebat, berwajah tampan dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah jika berjalan.2[2]

Ø  Kepribadian Ali Bin Abu Thalib


Bani Hasyim sangat menjunjung tinggi etika ksatria, termasuk Ali.  Fitrah tersebut
kemudian berfungsi untuk menjaga kehormatan diri yang mencegahnya untuk membuat hal-
hal yang memalukan. Dalam melawan musuhnya, Ali tidak membunuhnya secara langsung,
walaupun ada kesempatan di tangannya. Karena beliau ingin mengalahkan musuhnya secara
terhormat. Ia juga tetap membiarkan musuh-musuhnya menikmati air yang jelas-jelas air
tersebut telah menjadi daerah kekuasaannya. Selain itu, Ali memperkokoh sifat kesatriannya
dengan mempelajari agama.

Ø  Keislaman Ali Bin Abu Thalib


Ali dilahirkan di Ka’bah. Allah Swt, memuliakannya dan menjauhkannya dari
penyembahan berhala. Beliau dilahirkan benar-benar sebagai seorang muslim. Beliau dididik
di dalam rumah islamiyah dengan mengikuti ibadah shalat Nabi Saw. Hubungannya
dengan Nabi Saw, selain sebagai ikatan kekeluargaan yang sangat dekat tetapi juga ikatan
keislaman yang berideologi Tauhid. Berbagai pendapat mengemuka mengenai umur saat Ali
masuk Islam. Namun pendapat paling banyak adalah ketika beliau berumur 10 tahun. Faktor
penyebab Ali memilih Islam adalah bukan karena ikatan kekeluargaan terhadap
Nabi Saw. melainkan faktor kebaikan budi dan kasih sayang Nabi Saw terhadapnya.

B.     Pembaitan Ali Bin Abi Thalib

2
Setelah peristiwa pembunuhan Ustman bin Affan, kota Madinah di landa keregangan
dan kericuhan. Walikota Madinah, al-Ghafiqi ibn Harb, mencari-cari orang yang pantas untuk
di baiat sebagai khalifah. Penduduk mesir meminta Ali untuk memangku kekhalifahan namun
Ali enggan dan menghindar. Para penduduk khuffah mencari Zubair ibn al-Awwam, namun
merekat tak menemukanya. Para penduduk Bashrah meminta Thalhah untuk menjadi khalifah
namun ia tidak memenuhi permintaan mereka.
Akhirnya mereka menetapkan bahwa yang paling bertangung jawab adalah penduduk
Madinah. Kami akan memberi kalian waktu dua hari, jika selama waktu tersebut kalian tidak
menghasilkan keputusan, demi Allah, kami akan membunuh Ali, Zubair dan Thalhah, dan
banyak orang lainya.
Maka orang-orang madinah mendatangi Ali dan berkata “Kami membaiatmu, karena kau
telah menyaksikan rahmat yang di turunkan oleh Allah bersama islam dan karena saat ini kita
menghadapi ujian yang sangat berat berupa konflik antara berbagai kota”
Ali menjawab, “Tinggalkanlah aku, carilah orang lain yang lebih baik dari aku, karena
aku akan menghadapi perkara yang sangat rumit. Namun mereka tetap bersikukuh membaiat
Ali bin Abi Thalib. Tindakan mereka di dukung oleh kaum Muhajirin dan Anshar, serta
kelompok-kelompok yang lainya. Akhirya Ali di baiat secara beramai-ramai pada hari jum’at
24 Juni 656 M/5 Zulhijjah 35 H di Masjid Nabawi Madinah, Untuk menjadi pengganti
Ustman bin Affan sebagai khalifah ke-4.3[3]

C.     Strategi Dakwah Ali Bin Abi Thalib

a.       Politik Ali Bin Abi Thalib dalam memerintah.


Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sudah sangat
jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Umat Islam pada masa pemerintahan Abu
Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka memiliki banyak tugas yang harus
diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu,
kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh
kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan.
Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah.
Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh karena itu,
beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali
Ibnu Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut tetap dilakukannya, meskipun ia
mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu bertujuan agar masyarakat merasa
aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya :

1.      Memecat Kepala-kepala Daerah Angkatan Usman.


Menurut pengamatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, para gubernur inilah yang
menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan Khalifah
Usman Ibnu Affan. Berdasarkan pengamatan inilah kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
mencopot mereka. Adapun para gubernur yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sebagai
pengganti gubernur lama yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria, Sahl Ibnu Hanif
sebagai gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai gubernur Basrah, Umrah Ibnu Syihab

3
sebagai gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas
sebagai gubernur Yaman.

2.      Menarik Kembali Tanah Milik Negara


Pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang
diberikan fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka yang kemudian
merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan negara. Oleh
karena itu, setelah Ali Bin Abi Thalib sah menjadi khalifah, Ali mengambil tanah-tanah yang
di bagi-bagikan Usman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.
Demikian juga hibah atau pemberian ustman kepada siapapun yang tiada beralasan, di ambil
Ali kembali.4[4]

3.      Membenahi Keuangan Negara (Baitul Mal)


Setelah Mengganti pejabat Negara yang kurang Cakap, kemudian Ali Bin Abi Thalib
menyita harta para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut
kemudian di simpan di Baitul Mal dan di gunakan untuk kesejahteraan rakyat.

b.      Tuntutan Terhadap Khalifah Ali


Setelah selesai pembaiatan Ali, Thalhah, az-Zubair dan beberapa pemuka Sahabat. Guna
menuntut, pertama, Ali harus memulihkan ketertiban di dalam Negeri. kedua, penegakan
hukum dan menegakan qishash atas kematian Ustman.
Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian ini dengan mengajukan kompromi
terhadap Thalhah dan Kawan-kawan. Tetapi upaya itu sulit dicapai. Dengan demikian, kontak
senjata tidak dapat di hindarkan. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri,
sedangkan Aisya istri Rasul di kembalikan ke Madinah dengan hormat. Perang ini di sebut
Perang Jamal yang terjadi pada 36 H. Di namakan perang jamal karena Aisyah menaiki unta
dalam perang tersebut.
Setelah selesai perang jamal, pusat kekuasaan islam dipindah ke kota kuffah, sejak saat itu
berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan islam dan tidak ada lagi seorang khalifah
yang berdiam di sana. Saat itu Ali adalah pemimpin dari seluruh wilayah islam kecuali syiria.
5
[5]

Dengan dikuasainya Syiria oleh muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali dan
menolah meletakan jabatan Gubernur, memaksa khalifah bertindak. Pertempuran secara
muslim terjadi lagi, yaitu antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah di kota Shiffin dekat
sungai Eufrat pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan pasukan 50.000 untuk menghadapi
psukan muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak dan 7000 pasukan terbunuh.
Pihak muawiyah lalu mengangkat al-Qur’an sebagai tanda Tahkim (Arbitase).
Dalam Tahkim, Khalifah di wakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sdangkan muawiyah di
wakili oleh Amr bin Al-Ash yang terkenal cerdik. Dalam Tahkim tersebut Khalifah dan
Muawiyah harus meletakan jabatan, pemilihan baru harus di lakasanakan. Abu Musa pertama
kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi Amr bin Al-Ash berlaku sebaliknya, ia
tidak menurunkan muawiyah, tetapi justru mengangkat Muawiyah sebagai Khalifah, karena
4

5
Ali bin Abi Thalib sudah di turunkan oleh Abu Musa. Hal ini menyebabkan lahirnya
Golongan Khawarij (keluar dari barisan Ali).6[6]

Kelompok khawarij yang bermarkas di Nahawand benar-benar merepotkan khalifah. Hal


ini memberikan kesempatan kepada Muawiyah untuk memperluas kekuasaan dengan merebut
Mesir. Akibtanya sungguh sangat fatal bagi Ali bin Abi Thalib, tentaranya semakin lemah,
sementara pihak muawiyah semakin kuat. Keberhasilan Muawiyah mengambil provinsi mesir,
berarti merampas sumber kemakmuran pihak Ali. Karena kekuatan telah banyak menurun,
terpaksa khalifah Ali menyetujui damai dengan muawiyah, yang secara politisi berarti
khalifah mengakui keabsahan kepemilikan muawiyah atas Siria dan Mesir.

D.    Prestasi Khalifah Ali Bin Abi Thalib

1.      Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa


Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai
Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan
Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan
kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi
orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab.
Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk
mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari
bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan
mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.

2.       Perkembangan di Bidang Pembangunan


Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya,
terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah.
Semula pembangunan kota Kuffah ini bertujuan politis untuk dijadikan sebagai basis
pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari berbagai rongrongan para
pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota
tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian
menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu
Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya. 

Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap
perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan Muawiyah Ibnu
Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah

E.     Wafatnya Ali Bin Abi Thalib

6
Khalifah Ali bin Abi Thalib menyadari bahwa saat-saat yang di wartakan oleh
Rasulullah SAW, telah semakin dekat. Terbayang kembali di pelupuk matanya wajah sang
kekasih fatimah sang bunga, juga ayah mertuanya yang mulia Muhammad SAW. Ali sangat
menyakini bahwa ia akan terbunuh karena Nabi SAW, telah mengabarkan hal itu kepadanya.
Benarlah sabda Rasul yang jauh hari telah mengabarkan kematian Ali, “ketika kaum khawarij
di serang dan di binasakan di Nahrawan, mereka bersepakat membunuh Ali, Muawiyah, dan
amr ibn al-Ash”.
Beberapa sejarah menyebutkan bahwa tiga orang khawarij yaitu Abdurrahman ibn
Amr, al-Burk ibn Abdullah al-Tamimi dan Amr Bakr al-Tamimi. Mereka dendam kepada
yang membunuh sauda-saudara mereka.
Salah seorang dari mereka berkata, “apakah yang akan kita lakukan untuk membalas kematian
mereka?”, alangkah baiknya kita untuk mendatangi dan para penguasa itu.
Akhirnya muncul kesepakatan, Abdurrahman ibn Amr membunuh Ali, al-Burk
membunuh Muawiyah, Amr ibn Bakr membunuh Amr ibn al-Ash. Mereka berjanji tidak
seorang pun yang boleh pulang ke rumah hingga sasaranya terbunuh. Mereka sepakat
melaksanakan rencana tersebut pada tanggal 17 Ramadhan.
Tanggal 17 Ramadhan pun telah tiba. Tak terlintas sedikitpun di pikran Ali, bahwa
hari yang di nantinya telah tiba. Seperti biasanya Ali bangung pagi untuk membangunkan
orang shalat subuh. Namun, Ali belum jalan jauh dari Rumahnya, ibn muljam menebaskan
pedangnya hingga ia jatuh dan ke tengkuk Ali. Sehingga darah mengalir membasahi
jenggotnya. Akhirnya tanggal 21 Ramadhan 40 H, Malaikat Maut menjemput Khalifah Ali
Bin Abi Thalib. Ia menjadi khalifah 4 Tahun 9 bulan dan 6 Hari. 7[7]

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

7
Khalifah ke empat adalah Ali bin Abi Thalib putra dari Abi Thaib bin Abdul Muthalib. Ali
adalah keponakan dan menantu nabi Muhammad SAW. Ia Adalah Pahlawan yang sangat
gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasehat hukum dan pemegang teguh tradisi,
seorang sahabat sahabat sejati.
Ali di baiat secara beramai-ramai pada hari jum’at 24 Juni 656 M/5 Zulhijjah 35 H di
Masjid Nabawi Madinah, Untuk menjadi pengganti Ustman bin Affan sebagai khalifah ke-4.
Usaha-usaha Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mendapat persoalan yang sangat rumit,
meskipun ia mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Ali tetap mempunyai tujuan agar
masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya
diantaranya :
1.      Memecat Kepala-kepala Daerah Angkatan Usman.
2.      Menarik Kembali Tanah Milik Negara
3.      Membenahi Keuangan Negara (Baitul Mal)
Setelah selesai pembaiatan Ali, Thalhah, az-Zubair dan beberapa pemuka Sahabat. Guna
menuntut, pertama, Ali harus memulihkan ketertiban di dalam Negeri. kedua, penegakan
hukum dan menegakan qishash atas kematian Ustman. Tetapi Ali tidak menghiraukan
tuntutan mereka, maka terjadilah perang Jamal. Di namakan perang jamal karena Aisyah
menaiki unta dalam perang tersebut.
Dengan dikuasainya Syiria oleh muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali dan
menolah meletakan jabatan Gubernur, memaksa khalifah bertindak. Pertempuran secara
muslim terjadi lagi, yaitu antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah di kota Shiffin, perang
ini di kenal dengan Perang Siffin.Disamping Ali mengurusi masalah yang begitu rumit. Ali
Pun bisa menorehkan prestasi, di antaranya: Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa, dan
perkembangan dalam pembangunan.
Tanggal 17 Ramadhan Ali di hadang dan di tebas dengan pedang, Sehingga darah
mengalir membasahi jenggotnya. Akhirnya tanggal 21 Ramadhan 40 H, Malaikat Maut
menjemput Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Ia menjadi khalifah 4 Tahun 9 bulan dan 6 Hari.

2. Saran
Demikian makalah yang bisa kami sampaikan. Sekiranya isi dalam makalah ini dapat
memberika pemahaman dalam khazanah intelektual kita.Mohon ma’af apabila ada kesalahan
penyampaian dalam makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Amin

DAFTAR PUSTAKA

Mahmudunanasir, Syed, Islam, Konsepsi dan sejarahnya


Mufrodi, Ali, Islam di kawasan Kebudayaan Arab
Munir, Samsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Amzah, 201u.
Murad, Musthafa, Kisah Hidup Ali ibn Abu Thalib, Jakarta, Zaman, 2012.
Katsir, Ibnu, Al-Bidayah Wan Nihayah, Jakarta, Darul Haq, 2005.
Syalabi, Sejaran dan Kebudayaan Islam, Jaka`rta, Pustaka Alhusna, 1983.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul” STRATEGI
DAKWAH DAN KEBERHASILANNYA ALI BIN ABI THALIB “

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Sifauddin M.Pd yang
telah membantu kami dalam mengerjakan Makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan Makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang sejarah, biografi dan dakwa Ali Bin Abi Thalib, yang
kami buat dengan seringkas mungkin, agar pembaca bisa lebih memahaminya .

Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada Makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi
kesempurnaan karya kami. Semoga karya ilmiah ini dapat membawa pemahaman dan
pengetahuan bagi kita semua tentang Strategi Dakwah Dan Keberhasilannya Ali Bin Abi
Thalib

Tuban, 30 Januari 2020

Penulis

MAKALAH
“ Strategi Dakwah Dan Keberhasilannya Ali Bin
Abi Thalib “

Kelompok 8
Nama kelompok :

 Atma safitin ( 08 )
 Diva ayu pratiwi. F
 Sitta azimatul ulya

MAN 1 TUBAN
Tahun Pelajaran 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai