Anda di halaman 1dari 10

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita

dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir pada pagi ini dalam pelaksanaan shalat Idul
Adha. Kehadiran kita pagi ini bersamaan dengan kehadiran sekitar tiga sampai empat juta jamaah haji
dari seluruh dunia yang sedang menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Semua ini karena
nikmat terbesar yang diberikan Allah swt kepada kita, yakni nikmat iman dan Islam.

Shalawat dan salah semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat
dan para pengikuti setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.


Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Hari ini kita kenang kembali manusia agung yang diutus oleh Allah swt untuk menjadi Nabi dan Rasul,
yakni Nabi Ibrahim as beserta keluarga Ismail as dan Siti Hajar. Keagungan pribadinya membuat kita
bahkan Nabi Muhammad saw harus mampu mengambil keteladanan darinya, Allah swt berfirman:

‫ت لَ ُك ْم اُسْ َوةٌ َح َس َن ٌة فِى ِاب َْرا ِه ْي َم َوالَّ ِذي َْن َم َع ُه‬


ْ ‫َق ْد َكا َن‬

"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia"(QS Al Mumtahanah [60]:4).

Pada kesempatan khutbah yang singkat ini, paling tidak ada empat dari sekian banyak keteladan yang
harus kita ambil dari kehidupan Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Nilai-nilai keteladanan yang amat
penting bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa kita. Pertama adalah mempertahankan dan
memperkokoh idealisme sebagai seorang mukmin yang selalu berusaha untuk berada pada jalan hidup
yang benar, apapun keadaannya dan bagaimanapun situasi serta kondisinya. Begitulah memang yang
telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya dengan hujjah, argumentasi atau alasan yang
kuat. Dalam sejarah Nabi Ibrahim kita dapati beliau menghancurkan berhala-berhala yang biasa
disembah oleh masyarakat di sekitarnya, saat itu Ibrahim adalah seorang anak remaja, hal ini tercermin
dalam firman Allah swt yang menceritakan soal ini:

"Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar dari
patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: Siapakah
yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang
yang zalim”. Mereka berkata: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini,
namanya Ibrahim"(QS Al Anbiya [21]:58-60).

Untuk mempertahankan idealisme itu, Ibrahim bahkan siap untuk terus berjuang sampai mati meskipun
harus berjuang di wilayah yang lain, ia menyebut dirinya sebagai orang yang pergi kepada Allah swt,
Tuhannya yang Esa, dalam hal ini Nabi Ibrahim menyatakan dihadapan orang-orang kafir:
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku dan Dia akan memberi petunjuk
kepadaku"(QS Ash Shaffat [37]:99).

Oleh karena itu, idealisme yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as tidak hanya saat ia masih muda belia,
tapi bandingkanlah dengan suatu peristiwa yang amat menakjubkan, saat Ibrahim diperintah oleh Allah
swt untuk menyembelih anaknya Ismail, saat itu Ibrahim sudah sangat tua, sedangkan Ismail adalah
anak yang sangat didambakan sejak lama. Maka Ibrahimpun melaksanakan perintah Allah swt yang
terasa lebih berat dari sekedar menghancurkan berhala-berhala dimasa mudanya. Ini menunjukkan
kepada kita bahwa Ibrahim memiliki idealisme dari muda sampai tua dan inilah yang amat dibutuhkan
dalam kehidupan di negeri kita, jangan sampai ada generasi yang pada masa mudanya menentang
kezaliman, tapi ketika ia berkuasa pada usia yang lebih tua justeru ia sendiri yang melakukan kezaliman
yang dahulu ditentangnya itu, jangan sampai ada generasi yang semasa muda menentang korupsi, tapi
saat ia berkuasa di usianya yang sudah semakin tua justeru ia sendiri yang melakukan korupsi, padahal
dahulu sangat ditentangnya.

Dalam kehidupan kita sekarang, kita dapati banyak orang yang tidak mampu mempertahankan idealisme
atau dengan kata lain tidak istiqomah apalagi dalam proses penegakan hukum, sehingga apa yang
dahulu diucapkan tidak tercermin dalam langkah dan kebijakan hidup yang ditempuhnya, apalagi bila hal
itu dilakukan karena terpengaruh oleh sikap dan prilaku orang lain yang tidak baik, karena itu Rasulullah
saw mengingatkan dalam satu haditsnya:

‫اظلَ ْم َنا َولَكِنْ َو ِّط ُن ْوا اَ ْنفُ َس ُك ْم اِنْ أَحْ َس َن ال َّناسُ اَنْ ُتحْ سِ ُن ْوا َواِنْ اَ َساء ُْوا اَنْ الَ َت ْظلِم ُْوا‬
َ ‫ اِنْ اَحْ َس َن ال َّناسُ اَحْ َس َّنا َواِنْ َظلَم ُْو‬:‫الَ َت ُك ْو ُن ْوا ِام ََّع ًة َتقُ ْولُ ْو َن‬.

"Janganlah kamu menjadi orang yang ikut-ikutan dengan mengatakan kalau orang lain berbuat baik,
kamipun akan berbuat baik dan kalau mereka berbuat zalim, kamipun akan berbuat zalim. Tetapi
teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula
dan kalau orang lain berbuat kejahatan kami tidak akan melakukannya"(HR. Tirmidzi).

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.


Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Kedua nilai keteladanan dari Nabi Ibrahim as yang harus kita ambil adalah memiliki ketajaman hati
sehingga hati yang tajam bagaikan pisau yang tajam sehingga mudah membelah sesuatu. Hati yang
tajam membuat kita mudah membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, tidak akan samar
diantara keduanya. Bahkan hati yang tajam membuat manusia cepat nyambung dengan maksud dari
bahasa isyarat. Begitulah Nabi Ibrahim yang begitu mudah menangkap perintah Allah swt yang benar
meskipun hanya melalui isyarat mimpi, begitu juga Ismail yang langsung percaya bahwa perintah Allah
swt telah disampaikan kepada ayahnya melalui mimpi yang diceritakan kepadanya. Allah swt berfirman:

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".(QS Ash Shaffat
[37]:102).

Perintah dan larangan tidak selalu harus disampaikan dengan bahasa yang vulgar, karenanya ketajaman
hati menjadi sesuatu yang amat penting, apalagi pada zaman sekarang, banyak bahasa isyarat dan
simbol yang mengandung perintah dan larangan. Namun hati yang tumbul membuat banyak diantara
kita yang sudah tidak peduli dengan bahasa-bahasa simbol. Ini sangat jelas dalam tertib lalu lintas yang
sudah tidak dipedulikan lagi, padahal dalam rangkaian ibadah, apalagi dalam ibadah haji begitu banyak
bahasa simbol yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.


Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Ketiga, pelajaran yang kita dapat dari Nabi Ibrahim as sebagaimana yang terkandung pada ayat di atas
adalah mengembangkan suasana yang dialogis antara orang tua dengan anak. Meskipun Nabi Ibrahim
yakin bahwa mimpinya itu adalah perintah Allah swt yang harus dilaksanakan, ia tidak begitu saja
melaksanakan proses penyembelihan, tapi mengajak berdialog dulu kepada anaknya Ismail yang harus
terlibat langsung dalam pelaksanaan perintah ini. Suasana yang dialogis inilah yang seringkali hilang dari
keluarga kita. Banyak orang tua yang memperlakukan anaknya seperti radio atau televisi yang rusak
sehingga bila anaknya belum melaksanakan sesuatu yang seharusnya dilaksanakan dipukul-pukul seperti
radio dan televisi yang rusak, memang kadangkala radio dan televisi itu bisa hidup, tapi sebenarnya hal
itu bisa membuat radio dan televisi bertambah rusak. Nabi Ibrahim as telah mencontohkan dan
membuktikan kepada kita bahwa dengan dialog tingkat kesadaran dan tanggungjawab sang anak
tumbuh dengan kuat dari dalam dirinya, bahkan ia memiliki alasan atau argumentasi yang kuat sehingga
bisa dipertahankan selalu.

Oleh karena itu, rumah jangan sampai menjadi seperti terminal, stasiun dan bandara, apalagi sekadar
halte dimana anggota keluarga hanya sekadar singgah ketika berada di rumah sehingga tidak terjadi
komunikasi yang baik antara anggota keluarga, apalagi dari orang tua kepada anak-anaknya yang sering
merasa sibuk, karena itu, Rasulullah saw berpesan kepada kita semua:

‫ا ِْل َزم ُْوا أَ ْوالَ َد ُك ْم َوأَحْ سِ ُن ْوا أَ َد َب ُه ْم‬.

"Bergaullah dengan anak-anakmu dan bimbinglah kepada akhlak yang mulia" (HR. Muslim).

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.


Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Keempat, memiliki kesadaran sejarah, ini menunjukkan bahwa ketika belajar sejarah kita tidak hanya
harus menghafal tentang apa, siapa, dimana dan bagaimana, tapi pelajaran (ibrah) apa yang harus kita
ambil dari sejarah masa lalu. Pada Ismail as, kesadaran sejarah itu melahirkan akhlak dan peradaban
yang mulia dengan menyatakan “insya Allah, engkau dapati aku termasuk anak yang sabar”. Pernyataan
ini menunjukkan bahwa ia tahu bahwa generasi terdahulu juga sudah banyak yang sabar, bahkan bisa
jadi jauh lebih sabar dari dirinya sehingga ia tidak mengklaim dirinya sebagai anak yang paling sabar
apalagi satu-satunya anak yang sabar.

Oleh karena itu, kesadaran sejarah yang harus kita tunjukkan pada masa sekarang adalah dengan selalu
melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebenaran dan menjauhi nilai kebathilan, itu sebabnya, sesulit
apapun keadaan yang kita alami, tidak sesulit yang dialami oleh generasi terdahulu dan ini pula yang
diingatkan kepada Nabi Muhammad saw dalam mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai
kebenaran, Allah swt berfirman:

‫ك َوالَ َت ْط َغ ْوا ِا َّن ُه ِب َما َتعْ َملُ ْو َن بَصِ ْي ٌر‬ َ ‫َفاسْ َتقِ ْم َك َما أُمِرْ تَ َو َمنْ َت‬
َ ‫اب َم َع‬

"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar (istiqomah) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan
juga orang yang bertaubat bersamamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan" (QS Hud [11]:112)

Kesadaran sejarah juga membuat seseorang akan lebih siap menghadapi segala resiko perjuangan
karena memang dalam hal apapun pasti ada resikonya, jangankan dalam kebenaran, dalam kebathilan
juga ada resiko yang harus dihadapi. Karenanya, Nabi Ibrahim as menunjukkan keberanian menanggung
resiko seperti dijatuhi hukuman mati oleh penguasa yang zalim, bahkan eksekusinya dengan cara
dibakar meskipun Allah swt memberikan perlindungan dan pertolongan kepadanya:

"Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", Mereka
hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, Maka kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling
merugi"(QS Al Anbiya [21]:69-70).

Dalam kehidupan sekarang, begitu banyak orang yang tidak berani menghadapi resiko, akibatnya
kebenaran tidak bisa tegak, apalagi dalam konteks penegakan hukum seperti yang kita rasakan di negeri
kita ini, hukum begitu mudah dipermainkan untuk mendapatkan kepentingan dunia dan lebih tragis lagi
karena yang melakukannya justeru para penegak hukum.

Inilah diantara nilai-nilai kepribdian yang mulia pada diri Nabi Ibrahim dan keluarganya dari sekian
banyak yang harus kita teladani. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang mampu menapaki jejak
kehidupan para Nabi sehingga kehidupan kita berada pada jalan yang lurus, selamat dunia dan akhirat.

Akhirnya, marilah kita tutup ibadah shalat Id kita pada hari ini dengan berdo’a:

‫ك‬ َ ‫ك َخ ْي ُر ْالغَاف ِِري َْن َوارْ َح ْم َنا َف ِا َّن‬


َ ‫ك َخ ْي ُر الرَّ ا ِح ِمي َْن َوارْ ُز ْق َنا َف ِا َّن‬ ْ ‫ك َخ ْي ُر ْال َفا ِت ِحي َْن َو‬
َ ‫اغفِرْ لَ َنا َف ِا َّن‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْنصُرْ َنا َف ِا َّن‬
َ ‫ك َخ ْي ُر ال َّناصِ ِري َْن َوا ْف َتحْ لَ َنا َف ِا َّن‬
َّ ‫ازقِي َْن َواهْ ِد َنا َو َنجِّ َنا م َِن ْال َق ْوم‬
‫الظالِ ِمي َْن َو ْال َكاف ِِري َْن‬ َ
ِ ِ َّ‫خ ْي ُر الر‬.
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan.
Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya
Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik
pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.

‫ش َنا َوأَصْ لِحْ لَ َنا آخ َِر َت َنا الَّتِى فِ ْي َها َم َعا ُد َنا َواجْ َع ِل ْال َح َيا َة ِز َيا َد ًة لَ َنا‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم أَصْ لِحْ لَ َنا ِد ْي َننا َ الَّذِى ه َُو عِ صْ َم ُة أَمْ ِر َنا َوأَصْ لِحْ لَ َنا ُد ْن َي‬
ُ ‫ان الَّتِى فِ ْي َها َم َعا‬
ُ
ٍّ‫احة ل َنا مِنْ ك ِّل شر‬ َ ً ْ
َ ‫فِى ك ِّل َخي ٍْر َواجْ َع ِل ال َم ْوتَ َر‬ ُ

Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki
dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi
tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan
jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ِب ال ُّد ْن َيا‬ َ ‫ْن َما ُت َهوِّ نُ ِب ِه َعلَ ْي َنا َم‬
َ ‫صائ‬ ِ ‫ك َوم َِن ْال َيقِي‬
َ ‫ِك َما ُت َبلِّ ُغ َن ِاب ِه َج َّن َت‬ َ ‫ِك َومِنْ َط‬
َ ‫اعت‬ َ ‫ِك َما َتح ُْو ُل َب ْي َن َنا َو َبي َْن َمعْ صِ َيت‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْقسِ ْم لَ َنا مِنْ َخ ْش َيت‬
ْ
‫ث ِم َّنا َواجْ َع ْل ُه َثأ َر َنا َعلَى َمنْ َعاداَ َنا َوالَ َتجْ َع ْل مُصِ ْي َب َت َنا فِى ِد ْي ِن َن َاوالَ َتجْ َع ِل ال ُّد ْن َيا‬ َ َ ‫َم ِّتعْ َنا ِبأَسْ مَاعِ َنا َوأَب‬
ِ ‫ار َنا َوقُ َّو ِت َنا َما أحْ َي ْي َت َنا َواجْ َع ْل ُه ْال َو‬
َ ‫ار‬ ِ ‫ْص‬
ْ ِّ ْ
‫أك َب َر َه ِّم َنا َوالَ َم ْبلَغَ عِ ل ِم َنا َوالَ ُت َسلط َعلَ ْي َنا َمنْ الَ َيرْ َح ُم َنا‬ ْ َ

Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan
perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu
dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia
ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan
selamakami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas
kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan
puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami".

ِ ‫ت اَألَحْ َيا ِء ِم ْن ُه ْم َواألَمْ َوا‬


َ ‫ت ِا َّن‬
ِ ‫ك َس ِم ْي ٌع َق ِريْبٌ ُم ِجيْبُ الدَّعْ َوا‬
‫ت‬ ِ ‫ت َو ْالم ُْؤ ِم ِني َْن َو ْالم ُْؤ ِم َنا‬
Iِ ‫اغفِرْ ل ِْلمُسْ ِل ِمي َْن َو ْالمُسْ ِل َما‬
ْ ‫اَللَّ ُه َّم‬.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup
maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan
Mengabulkan do’a."

‫ار‬ َ ‫ر َّب َنا اَ ِت َنا فِى ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِى األَخ َِر ِة َح َس َن ًة َوقِ َنا َع َذ‬.
ِ ‫اب ال َّن‬ َ

"Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat
dan hindarkanlah kami dari azab neraka"

Nabi Ibrahim adalah putera Azar (atau Terah bin Nahor bin Serug bin Rehu bin Falikh bin
Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.).[perlu rujukan] Baginda dilahirkan di
sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam Empayar Neo-Babylon yang pada waktu itu
diperintah oleh seorang raja zalim bernama "Namrud bin Kan'aan." Sebelum itu keadaan tempat
kelahirannya berada dalam kucar-kacir. Ini adalah kerana Raja Namrud mendapat petanda
bahawa seorang bayi akan dilahirkan dan akan membesar dan merampas takhtanya. Antara sifat
insan yang akan menentangnya ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan
dan menjadi pemusnah berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan
dahsyat. Oleh itu, Raja Namrud mengarahkan semua bayi dibunuh, manakala lelaki dan wanita
pula dipisahkan selama setahun.

Walaupun begitu dalam keadaan cemas ini, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah
mengandung tanpa menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari, dia terasa tiba
waktunya melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud, pasti dia serta anaknya
dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang
berhampiran. Selepas itu, dia memasuk batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan
meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya telah ke gua tersebut
dan terkejut melihat Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya
yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Nabi
Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka
ibubapanya berani membawanya pulang ke rumah.

Nabi Ibrahim a.s. sewaktu remaja

Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung
buatannya namun kerana iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak
bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan
patung-patung ayahnya kepada calun pembeli dengan kata-kata:"Siapakah yang akan membeli
patung-patung yang tidak berguna ini?"[perlu rujukan]

Nabi Ibrahim a.s mencari Tuhan yang sebenarnya

Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme iaitu
menyembah lebih dari satu Tuhan. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang
paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan kerananya,
astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil lagi nabi Ibrahim a.s. sering
melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia cuba mencari kebenaran agama yang
dianuti oleh keluarganya itu.

Dalam al-Quran Surah al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan
kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia
berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak
suka kepada yang terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan
cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia:
"Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku
dari kaum yang sesat". Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan
cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku? Ini lebih besar". Setelah matahari terbenam, dia
berkata pula: "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu
sekutukan (Allah dengannya)". Inilah daya logik yang dianugerah kepada beliau dalam menolak
agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang sebenarnya.
Nabi Ibrahim sebagai Rasul
Nabi Ibrahim ingin melihat makhluk mati dihidupkan kembali oleh Allah

Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik kaumnya tetapi ingin lebih
dahulu mempertebalkan iman dan keyakinannya serta membersihkannya dari keraguan dengan
memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali
makhluk-makhluk yang sudah mati.Berserulah ia kepada Allah: "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah
kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah
menjawab seruannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada
kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim menjawab:"Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan
percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata
kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin
menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."

Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah menangkap empat ekor
burung, memotong-motongnya dan mencampur-baurkan tubuh burung yang hancur luluh lalu
diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang saling berjauhan. Setelah itu,
diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung tersebut.

Dengan izin Allah dan kuasa-Nya, datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan
utuh bernyawa seperti sedia kala mendengar panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah
empat burung itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang
Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia
menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian hilang keraguannya.

Nabi Ibrahim berdakwah kepada ayah kandungnya

Aazar, ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali bertuhan dan menyembah berhala bahkan dia adalah
pedagang patung-patung yang dipahatnya sendiri dan orang membeli patung-patung itu dijadikan
sembahan. Nabi Ibrahim merasa kewajiban pertamanya sebelum berdakwah kepada orang lain
ialah menyedarkan ayahnya dulu sebagai orang yang terdekat. Beliau merasakan bahawa bakti
kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan
yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan sopan dan beradab seorang anak, beliau datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa
ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahawa beliau telah diilhamkan dengan
pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Beliau bertanya apakah yang
mendorongnya untuk menyembah berhala padahal dia mengetahui berhala-berhala itu tidak
berguna sedikit pun. Diterangkan penyembahan berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran
syaitan yang menjadi musuh manusia.

Aazar menjadi merah mukanya mendengar kata-kata puteranya Nabi Ibrahim yang dianggapnya
dosa kerana telah berani mengecam dan menghina kepercayaannya bahkan untuk meninggalkan
kepercayaan itu. Dia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim!
Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang
engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau
membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan
penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan
memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi
bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku
sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."

Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan
sikap tenang seraya berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap
memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain
kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku
untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih.

Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala

Kegagalan Nabi Ibrahim menyedarkan ayahnya tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan
hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada
kaumnya. Nabi Ibrahim tidak henti-henti mengajak kaumnya berdialog tentang kepercayaan
mereka dan mereka sudah tidak berdaya menyanggah alasan-alasan yang dikemukakan Nabi
Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka. Tetapi mereka tetap
berpegang kepada alasan yang mereka hanya meneruskan apa yang nenek moyang mereka
lakukan sejak turun-temurun dan sesekali tidak akan melepaskan kepercayaan yang mereka
warisi.

Nabi Ibrahim akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dengan kaumnya yang keras
kepala dan tidak mahu menerima keterangan yang dikemukakan oleh beliau. Nabi Ibrahim
kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang dapat dilihat
dengan mata kepala mereka sendiri bahawa berhala-berhala betul-betul tidak berguna bagi
mereka.

Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahawa setiap tahun
mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari keraian dan kebesaran yang mereka anggap
sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah
dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan
bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan
mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai-ramai
menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak berpura-pura sakit dan
diizinkanlah tinggal di rumah kerana khuatir penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan
menular di kalangan mereka.

Apabila sampai masa yang sesuai, dengan membawa sebuah kapak ditangannya, Nabi Ibrahim
menuju tempat beribadatan yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga. Kemudian dihancurkan
patung-patung itu dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya
utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan
patung tuhan-tuhan mereka hancur berserakan di atas lantai. Mereka mengesyaki Nabi Ibrahim
kerana jelas beliaulah satu-satunya orang yang tinggal sewaktu semua berada di luar.

Nabi Ibrahim puka berharap agar pengadilannya dilakukan secara terbuka untuk semua warga
masyarakat dapat turut menyaksikannya kerana dengan cara demikian, beliau dapat secara
berdakwah menyerang kepercayaan mereka yang sesat itu, seraya menerangkan kebenaran
agamanya, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman
dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.

Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyun-duyun mengunjungi
padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.

Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrud yang akan mengadili ia disambut oleh
para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, ditanya Nabi Ibrahim oleh Raja
Namrud:"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merosakkan tuhan-tuhan kami?"
Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:"Patung besar yang berkalungkan
kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu
siapakah yang menghancurkannya." Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau
berkata:" Engkaukan tahu bahawa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata
mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?" Tibalah masanya yang memang dinantikan
oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato
membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian,
semata-mata hanya kerana adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada
Raja Namrud itu:"Jika demikian, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat
berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau
menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan?
Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan sembahan kamu itu! Tidakkah kamu berfikir
dengan akal sihat bahawa sembahan kamu adalah perbuatan yang keliru oleh syaitan. Mengapa
kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan
menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hinanya kamu
dengan sembahan kamu itu."

Setelah selesai, Raja Namrud membuat keputusan bahawa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-
hidup sebagai hukuman, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan
pengadilan itu:"Bakarlah dia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia
kepadanya."

Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup

Keputusan telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup dalam api yang besar.
Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat diatur. Tanah
lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan
banyaknya dengan tiap penduduk bergotong-royong mengambil bahagian membawa kayu bakar
sebanyak yang dapat sebagai bakti kepada tuhan-tuhan mereka yang telah dihancur Nabi
Ibrahim.
Setelah terkumpul kayu bakar tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang
menyaksikan pelaksanaan hukuman Nabi Ibrahim. Kayu dibakar dan terbentuklah api yang
dahsyat. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah bangunan
yang tinggi lalu dilemparkan ke dalam kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman
Allah:

"Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi


“ Ibrahim." ”
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal kerana iman
bahwa Allah tidak akan melepaskan hamba nya menjadi makanan api dan korban keganasan
orang-orang kafir. Tatkala Nabi Ibrahim berada dalam api yang dahsyat itu, beliau merasa dingin
dan hanya tali dan rantai yang mengikat yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang
terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh api.

Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada
Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri Razia mula percaya. Lalu
Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahawa tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan
yang sebenar. Mengelak dari kemaraah tentera Namrud yang diarah untuk membunuhnya, Puteri
itupun meluru ke arah api yang besar itu lalu berkata "Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku".
Puteri Razia pun turut terselamat daripada terbakar. Raja Namrud semakin murka. Sebaik sahaja
puteri Razia keluar daripada api, dia diburu. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta
kerluarganya dan anak saudaranya Nabi Luth a.s. untuk melarikan diri.

Anda mungkin juga menyukai