Anda di halaman 1dari 35

Artikel - Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan - Maret 2005]

Gregorius Sahdan

MENANGGULANGI KEMISKINAN DESA

Ada desa-desa dimana posisi penduduk pedesaan ibarat orang yang selamanya berdiri terendam dalam air
sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun sudah cukup menenggelamkan mereka (Tawney, 1931)

PENGANTAR

Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah
negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan
yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan,
menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life (James. C.Scott,
1981), mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah
yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi
mereka menerima upah yang sangat sedikit.

Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak
rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat
untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat
untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan
kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan
spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan
dengan baik.

Kemiskinan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah, dibandingkan
dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang
menggunakan data tahun 2002, angka Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,692. Angka indeks
tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 87,9 persen, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar
sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung
berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity)sebesar US$ 3.230. HDI Indonesia hanya menempati
urutan ke-111 dari 177 negara (Kompas, 2004).

Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat
kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat,
melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat,
berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan
kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan
kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan misalnya,
pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan,
rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi,
kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan,
dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga kerap
kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut, tetapi dibutuhkan
keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat banyak dengan indikator-
indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi
permanen dan berkelanjutan.

Selama tiga dekade, upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti
pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian
dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan
sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, semuanya berorentasi
material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah.
Di samping itu, tidak adanya tatanan pemerintahan yang demokratis menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan
inisiatif masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri.

KONSEP DAN INDIKATOR KEMISKINAN

Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga
pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang
mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu
masyarakat atau yang mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ketakberdayaan sekelompok
masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada
posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika
orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian
ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum
kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan
konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang
miskin, tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena; (1) tidak cukup untuk memahami realitas
kemiskinan; (2) dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan
cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai; (3) tidak bermanfaat bagi
pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.

BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-
laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-
politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini,
BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic
needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability
approach) dan pendekatan objective and subjective.

Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities)
seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan,
pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan,
kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan
pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat.
Pendekatan ini, menentukan secara rigidstandar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan
kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar
seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan
kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan
keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare
approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan.
Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Joseph F.
Stepanek, (ed), 1985).
Dari pendekatan-pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari; (1) kurangnya pangan,
sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kuranya
kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan
keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses
terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; (8) dan sebagainya.

Indikator-indikator tersbut dipertegas dengan rumusan yang konkrit yang dibuat oleh BAPPENAS berikut ini;

¨ terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori
penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan
tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu
kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS,
2004);

¨ terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mandapatkan layanan
kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup
sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya
perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan
mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di PUSKESMAS. Demikian juga
persalinan oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin, hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen
pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau
18,74 persen (2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin;

¨ terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya
pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh
pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung;

¨ terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan
upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh
migran perempuan dan pembantu rumahtangga;

¨ terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan,
pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman
yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas
sanitasi yang kurang memadai;

¨ terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh
terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air;

¨ lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah
ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan
pemilikan lahan pertanian.Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah
dan kemampuan mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian;

¨ memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat
terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah
pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber
penghasilan;

¨ lemahnya jaminan rasa aman. Data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun
(1997-2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi
pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih
ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik;

¨ lemahnya partisipasi. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak,
dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi
mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan
kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan
maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka;

¨ besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan
hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data BPS, rumahtangga miskin mempunyai rata-rata
anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan
rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumahtangga miskin di perdesaan
adalah 4,8 orang.

Dari berbagai definisi tersebut di atas, maka indikator utama kemiiskinan adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan
mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya
mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap
aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses
terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi
lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10)
lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan
oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi
dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap
masyarakat.

Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana,
karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga
sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat
ditanggulangi apabila dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan. Menurut Bank Dunia (2003), penyebab
dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya
ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias
perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan
sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara
sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat
pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang
bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak
berwawasan lingkungan.

Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas,
terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan
kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi,
rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan
sumber daya alam yang berlebihan.

Kemisiknan Desa

Desa hingga saat ini tetap menjadi kantong utama kemiskinan. Pada tahun 1998 dari 49,5 juta jiwa penduduk
miskin di Indonesia sekitar 60%-nya (29,7 juta jiwa) tinggal di daerah pedesaan. Pada tahun 1999, prosentase
angka kemiskinan mengalami penurunan dari 49,5 juta jiwa menjadi 37,5 juta jiwa. Prosentase kemiskinan di
daerah perkotaan mengalami penurunan, tetapi prosentase kemiskinan di daerah pedesaan justru mengalami
peningkatan dari 60% tahun 1998 menjadi 67% tahun 1999 sebesar 25,1 juta jiwa, sementara di daerah
perkotaan hanya mencapai 12,4 juta jiwa (Data BAPPENAS, 2004). Data tersebut diperkuat laporan Kompas
tahun 2004 yang menyajikan bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia tinggal di daerah pedesaan.
Dengan demikian, desa hingga sekarang tetap menjadi kantong terbesar dari pusat kemiskinan. Tabel berikut
menggambarkan prosentase perubahan dan jumlah penduduk miskin antara kota dengan desa dari tahun 1976
sampai dengan tahun 1999.

Tabel
Prosentase dan perkembangan jumlah penduduk miskin desa dan kota 1976-1999
Tahun Desa Kota
Penduduk miskin (juta jiwa) (%) Penduduk miskin (juta jiwa)(%)
1976 44,2 40,4 10,0 38,8
1978 38,9 33,4 8,3 30,8
1980 32,8 28,4 9,5 29,0
1981 31,3 26,5 9,3 28,1
1984 25,7 21,2 9,3 23,1
1987 20,3 16,4 9,7 20,1
1990 17,8 14,3 9,4 16,8
1993 17,2 13,8 8,7 13,4
1996 15,3 12,3 7,2 9,7
1998 31,9 25,7 17,6 21,9
1999 25,1 20,2 12,4 15,1

Sumber; Badan Pusat Statistik, Perkembangan Tingkat Kemiskinan dan Beberapa Dimensi Sosial Ekonomi 1996-1999.

Hasil pendataan BPS menunjukkan perkembangan garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin. Tahun 1976
jumlah penduduk miskin mencapai 44,2 juta jiwa dan sampai dengan tahun 1999 menjadi 25,1 juta jiwa. Sejak
krisis ekonomi 1998, jumlah kemiskinan di daerah pedesaan mengalami peningkatan dengan tingkat
kedalamannya mencapai 5,005 tahun 1998 dari 3,529 pada tahun 1996 dan di tahun 1999 menjadi 3,876 Indeks
keparahan kemiskinan paling tinggi terjadi di desa.

Data berikut menggambarkan bagaimana kemiskinan mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat


pedesaan. Pada tahun 2003 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun
dan proporsi penduduk berusia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas masih sekitar 36,2 persen.
Angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas masih sebesar 10,12 persen. Pada saat yang sama Angka
Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun sudah mencapai 96,4 persen, namun APS penduduk usia
13-15 tahun baru mencapai 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru mencapai 50,97 persen.
Tantangan tersebut menjadi semakin berat dengan adanya disparitas tingkat pendidikan antarkelompok
masyarakat yang masih cukup tinggi seperti antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-
laki dan penduduk perempuan, antara penduduk di perkotaan dan perdesaan, dan antardaerah (Bappenas, 2004).

Tingkat pendidikan kepala rumahtangga yang rendah sangat mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah
pedesaan. Data yang disajikan BPS memperlihatkan bahwa 72,01% dari rumahtangga miskin di pedesaan
dipimpin kepala rumahtangga yang tidak tamat SD, dan 24,32% dipimpin kepala rumahtangga yang
berpendidikan SD. Ciri rumahtangga miskin yang erat kaitanya dengan tingkat pendidikan adalah sumber
penghasilan. Pada tahun 1996, penghasilan utama dari 63,0% rumahtangga miskin bersumber dari pertanian,
6,4% dari kegiatan industri, 27,7% dari kegiatan jasa-jasa termasuk perdagangan. Dari sekitar 66.000 jumlah
desa di Indonesia, tahun 1994 jumlah desa tertinggal mencapai 22.094 desa dan yang berada di daerah pedesaan
sekitar 20.951 desa. Pada tahun 1999 jumlah desa tertinggal mencapai 16.566 dari sekitar 66.000 desa yang ada.

Menurut BPS, kantong penyebab kemiskinan desa, umumnya bersumber dari sektor pertanian yang disebabkan
ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian sampai dengan tahun 1993 mengalami
penurunan 3,8% dari 18,3 juta ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian juga disebabkan ketidakmerataan
investasi. Alokasi anggaran kredit yang terbatas juga menjadi penyebab daya injeksi sektor pertanian di
pedesaan melempem. Tahun 1985 alokasi kredit untuk sektor pertanian mencapai 8% dari seluruh kredit
perbankan, dan hanya naik 2% di tahun 2000 menjadi 19%.

Data-data mengenai penyebab kemiskinan desa seperti itu, bisa dikatakan sudah sangat lengkap dan bahkan
memudahkan kita merumuskan indikator kemiskinan desa dan strategi penanggulanganya. Berdasarkan data di
atas, penyebab utama kemiskinan desa adalah; (1) pengaruh faktor pendidikan yang rendah: (2) ketimpangan
kepemilikan lahan dan modal pertanian; (3) ketidakmerataan investasi di sektor pertanian; (4) alokasi anggaran
kredit yang terbatas; (4) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar; (5) kebijakan pembangunan perkotaan
(mendorong orang desa ke kota); (6) pengelolaan ekonomi yang masih menggunakan cara tradisional; (7)
rendahnya produktivitas dan pembentukan modal; (8) budaya menabung yang belum berkembang di kalangan
masyarakat desa; (9) tata pemerintahan yang buruk (bad governance) yang umumnya masih berkembang di
daerah pedesaan; (10) tidak adanya jaminan sosial untuk bertahan hidup dan untuk menjaga kelangsungan hidup
masyarakat desa; (11) rendahnya jaminan kesehatan.

Masyrakat desa dapat dikatakan miskin jika salah satu indikator berikut ini terpenuhi seperti; (1) kurangnya
kesempatan memperoleh pendidikan; (2) memiliki lahan dan modal pertanian yang terbatas; (3) tidak adanya
kesempatan menikmati investasi di sektor pertanian; (4) kurangnya kesempatan memperoleh kredit usaha; (4)
tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar (pangan, papan, perumahan); (5) berurbanisasi ke kota; (6)
menggunakan cara-cara pertanian tradisional; (7) kurangnya produktivitas usaha; (8) tidak adanya tabungan; (9)
kesehatan yang kurang terjamin; (10) tidak memiliki asuransi dan jaminan sosial; (11) terjadinya korupsi, kolusi
dan nepotisme dalam pemerintahan desa; (12) tidak memiliki akses untuk memperoleh air bersih; (13) tidak
adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan publik.

Review Kebijakan Dan Program

Selama ini, kebijakan penanggulangan kemiskinan, didesain secara sentralistik oleh pemerintah pusat yang
diwakili BAPPENAS. BAPPENAS merancang program penangulangan kemiskinan dengan dukungan alokasi
dan distribusi anggaran dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan utang kepada Bank Dunia
serta lembaga keuangan mmultinasional lainnya. Berkat alokasi anggaran yang memadai, pemerintah pusat
menjalankan kebijakan sentralistik dengan program-program yang bersifat karitatif. Sejak tahun 1970-an di
bawah kebijakan economic growth sampai dengan sekarang, pemerintah pusat menjadikan desa sebagai obyek
dari seluruh proyek yang dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah pusat menjalankan program-programnya dalam bentuk: (1)
menurunkan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan melalui bantuan kredit,
jaminan usaha dan pengadaan sarana dan prasarana di desa seperti PUSKESMAS, INPRES, KUD, dan
sebagainya; (2) mengusahakan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat miskin melalui distribusi sembako
yang dibagikan secara gratis kepada penduduk miskin; (3) mengusahakan pelayanan kesehatan yang memadai
dengan menyebarkan tenaga-tenaga kesehatan ke desa dan pengadaan obat-obatan melalui PUSKESMAS; (4)
mengusahakan penyediaan fasilitas pendidikan dasar dengan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah
INPRES; (5) menyediakan kesempatan bekerja dan berusaha melalui proyek-proyek perbaikan sarana dan
prasarana milik pemerintah, penyediaan kredit dan modal usaha yang diberikan dalam bentuk pinjaman kepada
masyarakat miskin; (6) memenuhi kebutuhan perumahan dan sanitasi dengan memperbanyak penyediaan
rumah-rumah sederhana untuk orang miskin; (7) mengusahakan pemenuhan air bersih dengan pengadaan PAM;
(8) menyediakan sarana listrik masuk desa, sarana telekomunikasi dan sejenisnya; dan sebagainya.

Berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut, lebih banyak menuai kegagalan dibandingkan
dengan keberhasilannya. Program Kredit Usaha Tani (KUT) misalnya, merupakan salah satu di antara
serangkaian program pemerintah yang terbaru, yang menuai kegagalan. Program ini menempatkan Bank,
Koprasi, LSM dan kelompok tani hanya sebagai mesin penyalur kredit, sedangkan tanggungjawab kredit
terletak di tangan Departemen Koprasi. Pada tahun 1998, platfon KUT mencapai 8,4 triliun rupiah naik 13 kali
lipat dari sebelumnya. Para petani menyebut program ini sebagai “kesalahan bertingkat enam” karena; (1)
pelaksanaan KUT tidak benar-benar memberdayakan petani; (2) mesin penyalur KUT (LSM, Bank, Koprasi),
ditunjuk tidak diseleksi secara ketat; (3) Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dibuat secara
serampangan, banyak fiktifnya; (4) kredit diberikan kepada siapa saja termasuk nonpetani, sehingga kurang
tepat sasaran; (5) tidak ada pengawasan dalam penyaluran, penerimaan dan penggunaan kredit; (6) dana
penyaluran banyak bocornya, mulai dari Departemen Koprasi, hingga ke KUD. Akibatnya per September 2000,
tunggakan KUT mencapai 6,169 triliun rupiah atau 73,69% dari realisasi kredit.

Sejak tahun 2000, program KUT yang dianggap gagal total diganti pemerintah dengan program baru yakni
Program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada bank,
pemerintah hanya bertindak sebagai pemberi subsidi pada tahap awal. Berdasarkan target pemerintah, program
ini menuai sukses tahun 2004, tetapi lagi-lagi mengalami kegagalan karena kesulitan bank menyalurkan kredit
kepada petani dan kesulitan petani membayar bunga kredit. Dari platfon sebesar 2,3 triliun rupiah, sampai Maret
2001 baru terrealisasi 3,85 miliar rupiah atau 1,57%. Akibatnya, terjadi kelangkaan kredit usaha tani di desa. Di
samping program KUT dan KKP juga ada Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program ini bertujuan
mengurangi kemiskinan di tingkat pedesaan, sekaligus memperbaiki kinerja pemerintah daerah dengan cara
memberi bantuan modal dan pengadaan infrastruktur. Inti dari program ini adalah perencanaan yang melibatkan
masyarakat, laki-laki dan perempuan, termasuk masyarakat miskin. Program ini dirancang melalui mekanisme
musyawarah mulai dari tingkat dusun hingga ke tingkat kecamatan. Pelaksanaan program didampingi oleh
seorang fasilitator kecamatan, dua orang fasilitator desa, satu laki-laki, satu perempuan di tiap desa, juga dibantu
lembaga pengelola yaitu Unit Pengelola Keuangan (UPK) di kecamatan yang melibatkan LMD. Program ini di
beberapa daerah mengalami kegagalan, karena tidak adanya perencanaan yang matang dan juga kuranya
transparansi penggunaan dan alokasi anggaran kepada masyarakat desa.

Kisah kegagalan program yang dirancang dan didanai oleh pemerintah dan Bank Dunia, juga terjadi dalam
Program Padat Karya Desa-Pengembangan Wilayah Terpadu (PKD-PWT) di NTT , Sulawesi Selatan, NTB dan
Sulawesi Utara serta program PDMDEK di Jawa Barat. Program PKD-PWT membagikan uang bantuan sebesar
50 juta rupiah kepada setiap desa dan langsung disalurkan ke rekening Tim Pelaksana Desa (TPD). Jumlah desa
yang dibantu dengan program ini mencapai 1.957 desa. Program ini mengalami kegagalan, karena proses
perencanaan, pelaksanaan dan penyaluran bantuan kepada desa, sangat tergantung kepada TPD. Sementara
PDMDEK di Jawa Barat, mengalami kegagalan karena dana bergulir yang diberikan kepada masing-masing
desa sebanyak 14 juta rupiah per desa, digunakan masyarakat untuk tujuan konsumtif.

Strategi dan Kebijakan Alternatif

Dilihat dari kegagalan program penanggulangan kemiskinan selama ini, strategi dan kebijakan alternatif yang
berpihak kepada rakyat miskin, option for the poor menjadi kebutuhan mutlak menanggulangi kemiskinan.
Untuk membuat sebuah strategi dan kebijakan alternatif, diperlukan pengetahuan yang memadai tentang
penyebab utama kemiskinan masyarakat desa. Dari serangkaian penyebab kemiskinan masyarakat desa yang
telah disebutkan di depan, maka strategi dan kebijakan alternatif menanggulangi kemiskinan desa dapat
dilakukan dengan cara;

(1) memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat desa untuk memperoleh layanan pendidikan yang
memadai, secara gratis dan cuma-cuma. Pemerintah perlu mengembangkan sistem pendidikan nasional
yang berorentasi keberpihakan kepada orang miskin (pendidikan untuk orang miskin). Pendidikan yang
ditawarkan di Indonesia saat ini sangat mahal dan biayanya sulit dijangkau oleh orang-orang miskin.
Karenanya, mereka memilih untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka, sebab beban biaya pendidikan
yang ada, tidak sebanding dengan kemampuan keuangan mereka. Masyarakat desa selalu mengatakan
bahwa “jangankan untuk menyekolahkan anak-anak, untuk makan sehari-hari saja, susahnya minta ampun;

(2) redistribusi lahan dan modal pertanian yang seimbang. Ketimpangan kepemilikan lahan pertanian,
memperlebar jurang kemiskinan antara masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sebagian besar tanah-tanah
pertanian yang subur dimiliki oleh tengkulak lokal dan tuan tanah. Akibatnya, tanah-tanah pertanian yang
ada, tidak memberikan penghasilan yang cukup bagi orang-orang desa yang memiliki tanah dan modal
pertanian yang terbatas. Sebagian besar tenaga dan fisik mereka dipergunakan untuk menjadi buruh di
tanah-tanah pertanian milik tuan tanah dan tengkulak lokal;

(3) mendorong perkembangan investasi pertanian dan pertambangan ke daerah pedesaan. Pembukaan
investasi pertanian dan pertambangan dapat memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat desa.
Dengan begitu, pendapatan mereka akan meningkat dan berpengaruh pada perubahan kesejahteraan hidup;

(4) membuka kesempatan yang luas kepada masyarakat desa untuk memperoleh kredit usaha yang mudah.
Sistem kredit yang ada saat ini, belum memberikan kemudahan usaha bagi masyarakat desa dan sering
salah sasaran. Karena itu, diperlukan kebijakan baru yang memberikan jaminan kredit usaha yang memadai
bagi masyarakat desa;

(5) memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat desa. Kebutuhan sandang, papan dan
pangan perlu dilakukan melalui sebuah mekanisme lumbung desa yang memberikan kesempatan yang
sama kepada masyarakat desa, memperoleh sumber-sumber kebutuhan yang disediakan secara terorganisir;

(6) memperkenalkan sistem pertanian modern dengan teknologi baru yang memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang memadai. Teknologi pertanian diperbanyak
dan diberikan secara cuma-cuma kepada petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan
mempermudah pemenuhan kebutuhan hidup mereka;

(7) memberikan jaminan kesehatan kepada mayarakat dengan sistem layanan kesehatan gratis,
memperbanyak PUSKESMAS dan unit-unit layanan kesehatan kepada masyarakat desa yang miskin dan
terbelakang;

(8) memberikan jaminan asuransi dan jaminan sosial terhadap masyarakat desa. Jaminan asuransi dan
jaminan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dan memberikan semangat hidup
yang lebih berarti. Sistem asuransi dan jaminan sosial yang ada saat ini, diberlakukan secara diskriminatif,
hanya terbatas kepada mereka yang memiliki uang saja. Untuk itu, pemerintah berkewajiban memberikan
jaminan asuransi yang memadai kepada masyarakat miskin;

(9) memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki tatanan pemerintahan. Tatanan
pemerintahan yang ada saat ini, memberikan keleluasaan bagi terjadinya praktik korupsi dalam seluruh
level pemerintahan. Perbaikan tatanan pemerintahan, menjadi kata kunci untuk membuat program
penanggulangan kemiskinan benar-benar diperuntukkan bagi masyarakat miskin;

(10) Mendorong agenda pembangunan daerah memprioritaskan pemberantasan kemiskinan sebagai skala
prioritas yang utama, mendorong tekad semua pihak untuk mengakui kegagalan penanggulangan
kemiskinan selama ini, membangkitkan kesadaran kolektif agar memahami kemiskinan sebagai musuh
bersama, dan meningkatkan partisipasi semua pihak dalam memberantas kemiskinan.

Untuk menunjang keberhasilan strategi tersebut, diperlukan unsur-unsur berikut;

(a) upaya penanggulangan kemiskinan tersebut sebaiknya dilakukan secara menyeluruh, terpadu, lintas sektor,
dan sesuai dengan kondisi dan budaya lokal, karena tidak ada satu kebijakan kemiskinan yang sesuai untuk
semua;

(b) memberikan perhatian terhadap aspek proses, tanpa mengabaikan hasil akhir dari proses tersebut. Biarkan
orang miskin merasakan bagaimana proses mereka bisa keluar dari lingkaran setan kemiskinan;

(c) melibatkan dan merupakan hasil proses dialog dengan berbagai pihak dan konsultan dengan segenap pihak
yang berkepentingan terutama masyarakat miskin;

(d) meningkatkan kesadaran dan kepedulian di kalangan semua pihak yang terkait, serta membangkitkan
gairah mereka yang terlibat untuk mengambil peran yang sesuai agar tercipta rasa memiliki program;

(e) menyediakan ruang gerak yang seluas-luasnya, bagi munculnya aneka inisiatif dan kreativitas masyarakat
di berbagai tingkat. Dalam hal ini, pemerintah lebih berperan hanya sebagai inisiator, selanjutnya bertindak
sebagai fasilitator dalam proses tersebut, sehingga akhirnya, kerangka dan pendekatan penanggulangan
kemiskinan disepakati bersama;

(f) pemerintah dan pihak lainnya (ORNOP, Perguruan Tinggi, pengusaha, masyarakat madani, partai politik
dan lembaga sosial keagamaan) dapat bergabung menjadi kekuatan yang saling mendukung;

(g) mereka yang bertanggungjawab dalam menyusun anggaran belanja harus menyadari pentingnya
penanggulangan kemiskinan ini sehingga upaya ini ditempatkan dan mendapat prioritas utama dalam setiap
program di setiap instansi. Dengan demikian, penanggulangan kemiskinan menjadi gerakan dari, oleh dan
untuk rakyat.

Secara umum, program strategis yang dapat dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan di desa adalah;

(1) membuka peluang dan kesempatan berusaha bagi orang miskin untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan ekonomi. Pemerintah harus menciptakan iklim agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati
oleh semua lapisan masyarakat, terutama oleh penduduk miskin. Karena itu, kebijakan dan program yang
memihak orang miskin perlu difokuskan kepada sektor ekonomi riil (misalnya; pertanian, perikanan,
manufaktur, usaha kecil menengah), terutama di sektor informal yang menjadi tulang punggung orang
miskin. Agar pertumbuhan ekonomi ini berjalan dan berkelanjutan, maka di tingkat nasional diperlukan
syarat; (a) stabilitas makro ekonomi, khususnya laju inflasi yang rendah dan iklim sosial politik dan
ekonomi yang mendukung investasi dan inovasi para pelaku ekonomi. Secara garis besar hal ini menjadi
tanggungjawab pemerintah pusat; (b) diperlukan kebijakan yang berlandaskan pradigma keberpihakan
kepada orang miskin agar mereka dapat sepenuhnya memanfaatkan kesempatan yang terbuka dalam proses
pembangunan ekonomi; (c) memberikan prioritas tinggi pada kebijakan dan pembangunan sarana sosial dan
sarana fisik yang penting bagi masyarakat miskin, seperti jalan desa, irigasi, sekolah, air minum, air bersih,
sanitasi, pemukiman, rumah sakit, dan poliklinik di tingkat nasional maupun daerah. Beberapa program
yang bisa dijalankan dengan menggunakan kebijakan ini adalah;

o program penyediaan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin (PUSKESMAS,


POSYANDU), dan sebagainya;
o program peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta penyediaan pendidikan
gratis bagi orang miskin;
o program pemberdayaan masyarakat, peningkatan pendidikan informal dan
keterampilan bagi masyarakat miskin, melalui inisiatif dari pemerintah daerah, juga melalui
kerjasama dengan badan pendidikan, perguruan tinggi atau dengan LSM lokal;
o program pembentukan modal usaha melalui peningkatan akses masyarakat miskin
terhadap lembaga-lembaga keuangan agar mereka ikut serta dalam program kredit dan
tabungan;
o program sertifikasi tanah dan tempat usaha bagi orang miskin untuk menjaga asetnya
dengan baik;
o program pengembangan pusat pasar pertanian dan pusat informasi perdagangan.

(2) Kebijakan dan program untuk memberdayakan kelompok miskin. Kemiskinan memiliki sifat
multidimensional, maka penanggulanganya tidak cukup hanya dengan mengandalkan pendekatan ekonomi,
akan tetapi juga mengandalkan kebijakan dan program di bidang sosial, politik, hukum dan kelembagaan.
Kebijakan dalam memberdayakan kelompok miskin harus diarahkan untuk memberikan kelompok miskin
akses terhadap lembaga-lembaga sosial, politik dan hukum yang menentukan kehidupan mereka. Untuk
memperluas akses penduduk miskin diperlukan; (a) tatanan pemerintahan yang baik (good governance),
terutama birokrasi pemerintahan, lembaga hukum, dan pelayanan umum lainnya; (b) dalam tatanan
pemerintahan diperlukan keterbukaan, pertanggungjawaban publik, dan penegakan hukum, serta partisipasi
yang luas masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan. Beberapa program yang bisa
dilaksanakan adalah;

o Program penguatan organisasi sosial, kelompok ekonomi, dan organisasi


swamasyarakat lainnya seperti kelompok arisan, kelompok petani pangan, pedagang kecil,
simpan-pinjam dan sebagainya;
o Program keterlibatan kelompok miskin dalam proses pendidikan demokrasi,
misalnya dalam pengambilan keputusan melalui public hearing, penggunaan hak tanya dan
sebagainya;
o Program keterlibatan kelompok miskin dalam pemantauan dan evaluasi
pembangunan.

(3) Kebijakan dan Program yang Melindungi Kelompok Miskin. Kelompok masyarakat miskin sangat rentan
terhadap goncangan internal (misalnya kepala keluarga meninggal, jatuh sakit, kena PHK) maupun
goncangan eksternal (misalnya kehilangan pekerjaan, bencana alam, konflik sosial), karena tidak memiliki
ketahanan atau jaminan dalam menghadapi goncangan-goncangan tersebut. Kebijakan dan program yang
diperlukan mencakup upaya untuk; (a) mengurangi sumber-sumber resiko goncangan; (b) meningkatkan
kemampuan kelompok miskin untuk mengatasi goncangan dan; (c) menciptakan sistem perlindungan sosial
yang efektif. Beberapa program yang bisa dilaksanakan untuk kategori ini adalah;

o Program lumbung desa yang sudah dikenal sejak lama. Program ini dapat disempurnakan
dengan memasukkan metode yang lebih baik;
o Program kredit mikro atau koprasi simpan pinjam untuk kelompok miskin yang mudah
diakses, dengan persyaratan atau agunan yang mudah dan syarat pengembalian yang
fleksibel;
o Program pengembangan modal usaha dan kewiraswastaan untuk mendorong kelompok
miskin meningkatkan kemampuan pemupukan modal usahanya secara mandiri dan
berkelanjutan;
o Program pembentukan lembaga khusus penanggulangan bencana alam dan sosial yang
terpadu, efektif dan responsif di daerah.

(4) Kebijakan dan Program untuk memutus pewarisan kemiskinan antar generasi; hak anak dan peranan
perempuan. Kemiskinan seringkali diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Karena itu, rantai
pewarisan kemiskinan harus diputus. Meningkatkan pendidikan dan peranan perempuan dalam keluarga
adalah salah satu kunci memutus rantai kemiskinan. Beberapa program yang dapat dikembangkan dalam
kategori ini adalah;

o Program pemberian bantuan sarana dan beasiswa untuk masyarakat miskin;


o Program pemberian makanan tambahan bagi anak-anak miskin di sekolah;
o Program magang atau menyerap lulusan sekolah kejuruan atau diploma;
o Program pemberdayaan perempuan melalui kegiatan produktif;
o Program penyuluhan bagi para ibu, bapak dan remaja, tentang hak-hak dan kewajiban mereka
dalam berumah tangga.

(5) Kebijakan dan program penguatan otonomi desa. Otonomi desa dapat menjadi ruang yang memungkinkan
masyarakat desa dapat menanggulangi sendiri kemiskinannya. Kadang-kadang pemerintah menganggap
bahwa yang dibutuhkan masyarakat miskin adalah sumber-sumber material bagi kelangsungan hidup
penduduk miskin. Anggapan tersebut, tidak selamanya benar, karena toh dalam kondisi tertentu, masyarakat
desa yang miskin dapat keluar dari persoalan kemiskinan tanpa bantuan material pemerintah. Inisiatif dan
kreativitas mereka dapat menjadi modal yang berharga untuk keluar dari lilitan kemiskinan. Otonomi desa
merupakan ruang yang dapat digunakan oleh masyarakat desa untuk mengelola inisiatif dan kreativitas
mereka dengan baik, menjadi sumber daya yang melimpah untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Kebijakan
dan program yang bisa dilakukan untuk penguatan otonomi desa adalah;

o meningkatkan mutu sumber daya manusia desa melalui pendidikan formal dan
nonformal;
o meningkatkan ketersediaan sumber-sumber biaya pembangunan desa dengan alokasi
anggaran yang jelas dari pusat, provinsi dan kabupaten;
o menata lembaga pemerintahan desa yang lebih efektif dan demokratis;
o membangun sistem regulasi (PERDes) yang jelas dan tegas;
o mewujudkan otonomi desa untuk memberikan ruang partisipasi dan kreativitas
masyarakat;
o mengurangi praktek korupsi di birokrasi pemerintah desa melalui penerapan tatanan
pemerintahan yang baik;
o menciptakan sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan,
efisien dan berwibawa;
o meningkatnya partisipasi masyarakat desa dalam pengambilan kebijakan publik;
o memberikan ruang yang cukup luas bagi keterlibatan perempuan dalam proses
pengambilan kebijakan publik.

Berbagai program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut, membutuhkan usaha yang serius untuk
melaksanakannya. Disamping itu diperlukan komitmen pemerintah dan semua pihak untuk melihat kemiskinan
sebagai masalah fundamental yang harus ditangani dengan baik, berkelanjutan dan dengan dukungan anggaran
yang jelas.***

Oleh: Gregorius Sahdan -- Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta, Direktur
Kajian Politik dan Pembangunan Kawasan Center for Humanity and Civilization Studies (CHOICES),
Asisten Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta.
MINGGU, 07 MARET 2010

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP


KEMISKINAN
Oleh Nugroho SBM

Pada tahun 2010 ini telah diimplementasikan perjanjian perdagangan bebas antara
China dengan negara-negara ASEAN atau ASEAN China Free Trade Agreement
(ACFTA). Ini bukanlah perjanjian perdagangan bebas pertama yang dilakukan oleh
Indonesia baik secara bilateral maupun multilateral. Beberapa pernjanjian perdagangan
bebas yang telah dilaksanakan oleh Indonesia antara lain: AFTA (perdagangan bebas
antar negara-negara ASEAN), antara ASEAn dengan Australia dan Selandia Baru, antara
ASEAN dengan Korea Selatan, antara Indonesia dengan Jepang, keikutsertaan
Indonesia dalam APEC (kerjasama antar negara-negara Asia Pasifik), dan dalam skala
yang lebih luas adalah keikutsertaan Indonesia dalam WTO (Organisasi Perdagangan
Bebas Dunia).
Banyak pihak yang khawatir terhadap diberlakukannya ACFTA tersebut. Kekhawatiran
tersebut antara lain menyangkut akan ambruknya sejumlah sektor usaha di Indonesia.
Beberapa sektor usaha yang akan ambruk menurut studi Purbaya Yudi Sadewa, ahli
ekonomi Danareksa Research Institute (Kompas, 4/1/2010) dengan menggunakan
Program Komputer GTAP (General Trade Analysis Project), adalah sektor-sektor usaha
yang memproduksi: produk-produk dari kulit, produk-produk logam (metal), produk
manufaktur, pakaian jadi, gandum, gula, tebu dan bit gula, padi, dan beras yang
diproses.
Secara ekonomi makro kekhawatiran utamanya adalah membengkaknya defisit neraca
perdagangan Indonesia. pada tahap penerapan AFTA yang sekarang saja (karena AFTA
diterapkan bertahap) neraca perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara
ASEAN lain sudah defisit (impor lebih besar dari ekspor). Apalagi kalau nanti ditambah
dengan perdagangan bebas dengan China. Besarnya defisit tersebut adalah dengan
Thailand 2,67 miliar dolar AS, dengan Malaysia 2,49 miliar dolar AS, dan dengan
Singapura 8,93 miliar dolar AS.
Demikian pula dengan neraca perdagangan Indonesia dengan China sekarang inipun
sudah mengalami defisit. Besarnya defisit tersebut mencapai 4,3 miliar dolar AS. Itupun
belum diperhitungkan nilai dari barang-barang selundupan dari China ke Indonesia
yang sekarang ini sudah banyak beredar di pasar Indonesia. Padahal defisit tersebut
mempunyai dampak tak kalah merugikan misalnya pada melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar dengan segala dampak ikutannya misalnya: membengkaknya beban
cicilan utang LN dan mahalnya “harga” stabilisasi kurs berupa terpaksanya BI
meningkatkan suku bunga dengan akibat matinya sektor riil.
Salah satu dampak penting liberalisasi perdagangan – yang belum banyak didiskusikan-
adalah terhadap kemiskinan. Seperti diketahui, jumlah penduduk miskin di Indonesia
masih besar. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 32,5 juta
jiwa. Sedangkan pada tahun 2010 ini ada banyak perkiraan. Pemerintah
memeperkirakan jumlah penduduk miskin akan turun menjadi sekitar 30 juta orang.
Sementara menurut Agus Eko Nugroho (Peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI)
justru memperkirakan memperkirakan jumlah orang miskin di tahun 2010 justru
mengalami peningkatan menjadi 3,7 juta orang atau naik 200.000 orang dibanding
tahun 2009.
Penyebab perbedaan dalam memperkirakan jumlah orang miskin adalah pada prediksi
tingkat inflasi. Pemerintah memprediksi tingkat inflasi yang rendah yaitu 4 persen,
sementara Agus Eko Nugroho memperkirakan tingkat inflasi lebih tinggi yaitu 5, 6
persen. Tingkat inflasi mempengaruhi jumlah orang miskin karena inflasi akan sangat
mempengaruhi pendapatan dan daya beli riil masyarakat. Semakin tinggi tingkat inflasi
maka semakin rendah pula daya beli riil masyarakat dan dengan demikian semakin
banyak pula jumlah orang miskin.

Menambah Kemiskinan
Lalu bagaimana dampak diberlakukannya perdagangan bebas terhadap jumlah
penduduk miskin? Ada beberapa studi yang mencoba mengkaji dampak perdagangan
bebas terhadap kemiskinan. Berbagai studi menunjukkan hasil yang saling berlawanan.
Pertama, studi yang dilakukan oleh John Cockburn di Nepal (2001) dengan
menggunakan program komputer CGE (Computable General Equlibrium) menghasilkan
kesimpulan bahwa liberalisasi perdagangan di Nepal berdampak pada penurunan
penduduk miskin di perkotaan tetapi penduduk miskin di pedesaan justru naik. Hal
tersebut terjadi karena liberalisasi perdagangan justru memukul sektor pertanian di
pedesaan dengan produk-produk pertanian yang lebih murah, sementara penduduk
perkotaan diuntungkan karena terbukanya lapangan pekerjaan baru di sektor
perdagangan. Maksudnya penduduk perkotaan bisa berusaha di sektor perdagangan
dengan membeli barang impor yang murah dan kemudian menjualnya dengan
mendapatkan marjin keuntungan.
Kedua, studi yang dilakukan oleh Bahattasali, dkk (2005) di negara-negara Sub Sahara
Afrika, Asia Tengah, dan bekas Uni Soviet menemukan kesimpulan bahwa liberalisasi
perdagangan justru memperbesar penduduk miskin karena ketidakmerataan asset yang
dimiliki., misalnya lahan pertanian. Petani yang mempunyai lahan luas akan lebih
diuntungkan karena bisa berpindah dari komoditi pertanian yang tersaingi produk
impor ke komoditi berorientasi ekspor. Sementara itu, pemilik lahan sempit tidak bisa
dengan leluasa berpindah komoditi karena keterbatasan modal dan pengetahuan.
Padahal sebagian besar petani di negara-negara yang distudi adalah pemilik lahan
sempit.
Ketiga, studi yang dilakukan Madeley (2004) di beberapa negara sedang berkembang
mempunyai kesimpulan sama yaitu liberalisasi perdagangan mempunyai dampak buruk
yaitu meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penyebabnya adalah tidak cukupnya
ketrampilan tenaga kerja bekas sektor pertanian di pedesaan yang terpukul dengan
liberalisasi perdagangan untuk berpindah ke sektor perdagangan dan jasa di perkotaan
yang diuntungkan dengan liberalisasi perdagangan.

Mengurangi Kemiskinan
Namun ada beberapa studi yang justru menemukan bahwa perdagangan bebas dapat
mengurangi jumlah orang miskin. Pertama, studi yang dilakukan oleh Bank Dunia
(2004) di 24 negara sedang berkembang menemukan bahwa liberalisasi perdagangan
telah membawa kondisi negara-negara yang terlibat di dalamnya lebih baik yaitu berupa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi (di atas 5 persen), harapan hidup yang lebih lama,
dan pendidikan yang lebih baik.
Kedua, studi oleh Jha V dan S Gupta (2004) di India menemukan bahwa liberalisasi
perdagangan telah mengurangi jumlah penduduk miskin. Sebabnya adalah dengan
liberalisasi maka tariff bea-masuk ntuk produk pertanian India yang diekspor ke negara-
negara lain menjadi nol persen. Akibatnya India yang merupakan eksportir produk-
produk pertanian diuntungkan dan jumlah penduduk miskin menjadi berkurang.
Ketiga, studi yang dilakukan oleh Cororaton dan Cockburn (2005) di Filipina antara
tahun 1994 sampai 2000- yaitu periode implementasi pembebasan bea-masuk untuk
produk yang diimpor ke Filipina- menemukan bahwa liberalisasi perdagangan telah
menurunkan penduduk miskin. Sebabnya adalah dengan pembebasan bea-masuk maka
harga produk-produk menjadi turun dan dengan demikian tingkat inflasi juga turun.
Turunnya tingkat inflasi mengakibatkan daya beli atau pendapatan riil masyarakat naik
sehingga jumlah penduduk miskin pun turun.

Studi di Indonesia
Bagaimana dengan studi di Indonesia? Belum banyak studi yang dilakukan untuk kasus
Indonesia. Salah satunya adalah yang dilakukan Thomas W hertel, dkk (2004) dalam
judul artikelnya ” The Earning Effects of Multilateral Trade Liberalization: Implication
for Poverty” (Dampak pada Pendapatan dari Liberalisasi Perdagangan Multilateral:
Implikasi bagi Kemiskinan) yang dimuat di “The World Bank Economic Review” Volume
18 tahun 2004.
Studi tersebut merupakan simulasi (artinya bukan studi riil) dengan menggunakan
program Computable General Eqilibrium (CGE). Hasilnya: dalam jangka pendek jika
Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan bebas maka yang terkena dampak
negatif secara langsung adalah petani di pedesaan karena pendapatan mereka yang pas-
pasan menjadi menurun dengan penurunan harga produk pertanian akibat
dibebaskannya bea-impor produk dari negara lain. Akibatnya jumlah penduduk miskin
di pedesaan akan bertambah Tetapi dalam jangka panjang jumlah penduduk miskin
berkurang karena mereka yang terkena dampak negatif liberalisasi perdagangan bisa
berpindah kerja ke sektor yang tumbuh karena adanya liberalisasi perdagangan.

Implikasi Kebijakan
Baik studi yang menemukan dampak positif, dampak negatif, serta studi kasus di
Indonesia dari dampak liberalisasi perdagangan terhadap kemiskinan dapat ditarik
implikasi kebijakan agar dampak positiflah yang terjadi. Dari berbagai studi yang
dikutip ternyata sektor pertanianlah memang yang menerima dampak yang kuat baik itu
positif maupun negatif. Maka implikasinya adalah: Pertama, menggalakkan lagi kegiatan
usaha di luar pertanian (off farm employment) bagi petani-petani untuk mengantisipasi
hilangnya pekerjaan atau berkurangnya pendapatan mereka karena penerapan berbagai
liberalisasi perdagangan khususnya ACFTA.
Kedua, perlu redistribusi lahan pertanian dengan melaksanakan UU Pokok Agraria
secara konsisten. Maksudnya adalah diberlakukannya batas maksimal dan minimal
pemilikan lahan. Saat ini di Jawa lahan pertanian yang dimiliki oleh petani sudah sangat
sempit-sempit. Ada dua alternatif yaitu dilakukan konsolidasi lahan kemudian
diredistribusi atau memakai pertanian komunal dimana lahan-lahan disatukan
kemudian digarap bersama-sama seperti di China.
Ketiga, sudah saatnya kebijakan-kebijakan pemerintah secara umum berpihak pada
pedesaan dengan memperbaiki kondisi infrastruktur, teknologi, serta akses terhadap
modal dan informasi di pedesaan. Dengan perbaikan-perbaikan itu maka liberalisasi
perdagangan khususnya ACFTA yang sudah diberlakukan akan mempunyai dampak
positif berupa berkurangnya penduduk miskin.

(Nugroho SBM, Staf Pengajar FE Undip Semarang)

ANALISIS PENGARUH KINERJA TENAGA MEDIS/PARAMEDIS


TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS
SIMPANG PEMATANG KABUPATEN TULANG BAWANG
Posted on 16 July 2009 by admin
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH KINERJA TENAGA MEDIS/PARAMEDIS TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
KESEHATAN PUSKESMAS SIMPANG PEMATANG KABUPATEN TULANG BAWANG
Oleh :
EKO NYOTO HANDOKO
http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/analisis-pengaruh-kinerja-tenaga-
medisparamedis-terhadap-kualitas-pelayanan-kesehatan-puskesmas-simpang-
pematang-kabupaten-tulang-bawang/

Puskesmas merupakan ujung tombak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan.
Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan dan cakupan suatu wilayah kerja maka diperlukan kinerja medis
dan paramedis yang optimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan. Pelayanan
kesehatan di wilayah puskesmas adalah bagian pelayanan kesehatan menyeluruh terpadu yang merupakan
salah satu wujud pelayanan kesehatan promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit),
kuratif (penyembuhan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan) yang ditujukan untuk semua golongan umur
dan jenis kelamin.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Tahun 2005 Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang sarana pelayanan
kesehatan dasar yaitu puskesmas yang didukung oleh sarana puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.
Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dasar oleh masyarakat, dapat dilihat dari cakupan yang berkunjung
ke Puskesmas. Data jumlah kunjungan Puskesmas tahun 2005 sebanyak 292.645 kunjungan, rawat jalan
206.660 dan rawat inap 270 (Puskesmas Rawa Jitu, Tulang Bawang I dan Simpang Pematang), sedangkan
jumlah kunjungan gangguan jiwa sebanyak 436 jiwa. Rasio pengunjung puskesmas tahun 2005 per 100.000
penduduk yaitu 669 jiwa, sedangkan rasio pelayanan gangguan jiwa di puskesmas yaitu 0,06 per 100.000
penduduk.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kinerja tenaga medis/paramedis yang meliputi keahlian,
kemampuan, kebutuhan, dan sikap tenaga medis/paramedis berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
Puskesmas Simpang Pematang Kabupaten Tulang Bawang. Tujuan yang ingin dicapai adalah Untuk
mengetahui pengaruh kinerja tenaga medis/paramedis yang meliputi keahlian, kemampuan, kebutuhan, dan
sikap terhadap kualitas pelayanan Puskesmas Simpang Pematang Kabupaten Tulang Bawang. Metode
penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei (Survei Method) menggunakan kuesioner. Jumlah
sampel yang diambil sebesar 35 orang medis/paramedis dengan metode Stratified Random Sampling. Untuk
menjawab tujuan dan hipotesis penelitian digunakan model regresi logistik binari (Binary Logistic Regression).
Hasil penelitian menunjukkan secara statistik kualitas pelayanan Puskesmas Simpang Pematang Kabupaten
Tulang Bawang pada periode penelitian adalah sebesar 70 %. Pengaruh variabel keahlian, kemampuan,
kebutuhan dan sikap secara bersama-sama terhadap kualitas pelayanan sebesar 63,45% sedangkan sisanya
sebesar 36,55% adalah merupakan pengaruh dari variabel bebas lain yang tidak dijelaskan oleh model
penelitian ini.
Hasil penelitian juga menunjukkan pada tingkat kepercayaan 95% secara signifikan keahlian tenaga medis
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dengan koefisien regresi sebesar 0,242 artinya secara statistik apabila
keahlian tenaga medis ditingkatkan, maka kualitas pelayanan di Puskesmas Simpang Pematang dapat
dipredisksi akan meningkat dengan probabilitas sebesar 0,242, kemampuan tenaga medis/paramedis
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dengan koifisien regresi sebesar -0,108 artinya jika kemampuan medis
ditingkatkan kualitas pelayanan mengalami penurunan dengan probabilitas sebesar 0,108. Hal tersebut lebih
disebabkan tenaga medis cenderuh mengadalkan rekan kerja dan kurang memiliki rasa tanggung jawab, yang
pada akhirnya mengabaikan faktor kualitas pelayanan., kebutuhan untuk berprestasi tenaga medis/paramedis
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dengan koefisien regresi sebesar -0,137 artinya secara statistik jika
kebutuhan ditingkatkan kualitas pelayanan menurun sebesar 0,137. hal tersebut disebabkan kurangnya
penghargaan terhadap tenaga medis sehingga pegawai bekerja kurang bersungguh-sungguh dalam bekerja.
Sikap tenaga medis/paramedis berpengaruh terhadap kualitas pelayanan Puskesmas dengan koefisien regresi
sebesar 0,117 dan tingkat probabilitas sebesar 0,023.
Dengan hasil penelitian tersebut untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada Puskesma Simpang Pematang
perlu adanya peningkatan kemampuan tenaga medis dalam bidang kesehatan dengan memperhatikan faktor
koordinasi dan mampu bekerjasama dengan rekan kerja. Meningkatkan kualitas pelayanan Puskesmas melalui
peningkatan keahlian tenaga medis sesuai dengan bidangnya seperti tenaga bidan melalui pelatihan APN
(Asuhan Persalinan Normal) dan PONED (Penanggulan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar). Untuk
perawat diadakan pelatihan sesuai dengan seksinya seperti penganggulangan TBC, penanggulangan Malaria
dan penatalaksanaan imunisasi serta MTBS.

Demografi

DEMOGRAFI

Pengertian dan definisi:

Bhs Yunani

DEMOS : Rakyat (penduduk)

Grafein : Menulis.

Demografi : Tulisan /karangan tentang

rakyat /penduduk.

Istilah I : Achille Guillard, 1885

Elements De statistique Humaine

on demographic compares.

……Mempelajari segala sesuatu dari kead dan sikap manusia yg dapat diukur.

Definisi

Ilmu yang mempelajari secara statistik & mathematik ttg besar, komposisi dan distribusi

penduduk dan perubahan- perubahan nya sepanjang masa mll bekerjanya 5 komponen demografi

yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial.

(Donald J Boque)

Demografi mempelajari ttg jumlah, persebaran teritorial dan komposisi penduduk serta perubahan

perubahannya dan sebab sebab perubahan tersebut.

(Philip M. Houser & Dudley Duncan).

Jadi dapat disimpulkan.

Demografi adalah Ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan perubahan penduduk, atau

dengan kata lain segala hal ihwal yg berhub dgn komponen komponen perub tsb spt:

Kelahiran, kematian, migrasi, sehingga menghasilkan suatu kead dan komposisi pddk menurut
umur dan jenis kelamin ttt.

Ruang lingkup

John Graunt, bapak demografi,

Dalam Bukunya natural and political observations….Made Upon the bill of mortality

Menemukan batasan batasan umum tentang:

kematian(mortality,)kelahiran (fertility), migrasi,dan perkawinan dalam hubungan dengan proses

penduduk. Sehingga mencetuskan hukum hukum ttg pertumbuhan penduduk.

Thn 1937—ada kongres masalah kependudukan di Paris membuktikan scr matematik ada hub

antar unsur demografi spt: kelahiran, kematian,jenis kelamin& umur —- disebut PURE Demografi

utk cabang Ilmu demografi yg sifatnya analitik-matematik.

Pure demografi-menghasilkan tehnik menghitung data kependudukan,sehingga diperoleh

perkiraan pddk dimasa yg akan dtg dan masa lampau.

Mengapa proses tsb terjadi?

Perlu social Demography/kependudukan sebagai penghubung antara penduduk dgn sistem sosial.

jadi determinant &konsekuensi dari pertambahan pddk harus dianalisa sehingga mengerti tentang

dinamika penduduk

Jadi yang dibahas dalam demografi adalah:

Pure demografi & kependudukan.

Data demografi, pengukuran,tehnik &model dan analisa determinant &konsekuensi dari

pertambahan pddk tdk terlepas dari variabel non demografi (Ekonomi,

sosiologi,geografi,psikolog,politik dsb. Merup interdiciplinary science

Tujuan demografi

1.Mempelajari kuantitas & distribusi pddk dalam suatu daerah tertentu.

2.Menjelaskan pertbhan masa lampau, penurunan, persebarannya dg data yang tersedia.

3.Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam

macam aspek organisasi sosial.

4.Mencoba meramalkan pertumbuhan pddk dimasa yad, kemungkinan2 dan konsekuensinya.

Pengetahuan kependudukan berguna utk:

Pemerintah& Swasta dlm merencana:

Pendidikan,perpajakan,kemiliteran,kesejahteraan,sosial, perumahan, pertanian, Rs, pertokoan,

pusat rehabilitasi.

2.Utk mengetahui berkembangnya perekonomian suatu negara( pertbhan lap kerja, prosentase
pddk yg ada disektor pertanian,industri& jasa.

3. Untuk melihat peningkatan standar kehidupan :

(tingkat harapan hidup rata rata pddk.

Dinamika kependudukan

Pertumbuhan penduduk menyebabkan perubahan jumlah penduduk.

Merupakan keseimbangan yg dinamis.

antara:

Pertbhan pddkberpengaruh pada jumlah pddk dunia & susunannya.

Pertbhan pddk dipengaruhi :

Kelahiran (fertilitas)(bayi lahir +)(bayi Meninggal -)

Kematian (mortalitas)

Inmigration (imigrasi)

Out migration (Emigration)

Selisih antara kelahiran dan kematian disebut nature increase/ reprodutif change.

Selisih antara inmigration & out migration – net Migration.

Imigration = Pendatang

Out Migration = keluar.

Jadi pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh :

reproduktive change & net Migration.

Mengetahui pertbhan pddk dgn membandingkan ant 2 sensus.

Slang waktu 5- 10 tahun.

PT = P0 + (B – D) + (M1 – M0).

P0 = jlh penduduk waktu terdahulu (tahun dasar)

Pt = jlh pddk sesudah nya.

B = Kelahiran antara 2 kejadian.

D = jlh kematian ant 2 kejadian.

M1 = migrasi masuk.

M0 = migrasi keluar.

Growth rate :

CBR + CDR = menunjukkan jumlah kelahiran & kematian

per 1000 pddk/thn.


Kemungkinan yg dapat terjadi :

1. Tingkat kelahiran tinggi & kematian

tinggi.

2. Tingkat kelahiran tinggi & kematian

mulai menurun.

3. Tingkat kelahiran menurun & tingkat

kematian rendah.

4. tingkat kelahiran rendah & kematian rendah.

Model pertumbuhan penduduk

M = mortalitas (kematian)

F = fertilitas (kelahiran)

N = naik.

T = turun

S = stabil

teori kependudukan

Dalam teori kependudukan dibahas:

1. Pertumbuhan penduduk dunia

2. Masalahn so-sek dan demografi

3. Teori Maltus

Masalah yg ditemui:

Masalah sosial dan ekonomi.

Adanya perkembangan IPTEK dalam obat obatan — angka kematian menurun dan angka kelahiran

tetap tinggi(tiap tahun jlh penduduk +- 90 juta).

negara berkembang jlh penduduk #

terkendali—-(timbul masalah : gizi,lap pekerjaan,tingkat kelahiran&kematian tetap tinggi.

Oleh sebab itu dijalankan program kependudukan &kesehatan (KB,dll).

Indonesia: masalah pddk yg besar.

persebaran penduduk yg tidak merata.

struktur umur muda.

Negara maju jlh pddk terkendali.

Pertumbuhan pddk dunia— besarnya pddk, ekonomi, dan distribusi pddk mempengaruhi kegiatan

sosial ekonomi.
Keadaan ekonomi dan lingkungan — menentukan tingkat dan pola kelahiran,kematian dan

migrasi.

Teori Maltus:

Pada abad ke 18 (thn 1798) fertilitas dan mortalitas sebanding.

Kenaikan populasi terjadi secara eksponensial menurut waktu.

Eksponensial : laju pertumbuhan mula cepat kemudian melambat sesuai dengan waktu.

Teori Transisi demografi

(menerangkan perubahan penduduk)

Tahap Peralihan kead demografis:

1. Tingkat kelahiran dan kematian tinggi.

Penduduk tetap/naik sedikit.

anggaran kesehatan meningkat.

Penemuan obat obatan semakin maju.

Angka kelahiran tetap tinggi.

2. Angka kematian menurun,tingkat kelahiran

masih tinggi—pertumbuhan pddk meningkat.

Adanya Urbanisasi.

usia kawin meningkat.

Pelayanan KB > Luas.

pendidikan meningkat.

3.Angka kematian terus menurun, angka

kelahiran menurun—- laju pertumbuhan

penduduk menurun.

4.Kelahiran dan kematian pada tingkat

rendah pertumbuhan penduduk kembali

seperti kategori I— mendekati nol.

Keempat kategori ini akan didialami oleh

negara yg sedang melaksanakan

pembangunan ekonomi

Struktur & persebaran penduduk

Membahas :
- komposisi pddk

- Persebaran penduduk.

Guna pengelompokan penduduk:

1. Mengetahui human resources yg ada

menurut umur &jenis.

2. Mengambil suatu kebijakan yg berhub dengan penduduk.

3. Membandingkan kead satu penduduk dg pddk

lain.

4. Melalui gambaran piramid pddk dapat diket proses demografi yg telah terjadi pada pddk.

http://profesionalnurse.blogspot.com/2009/05/demografi.html

Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi
bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.

Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam
masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti
proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi
sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.

Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :

1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.

2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.

3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.


4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.

Bahan Kuliah SDM. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu
sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.

Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau
hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau
antar individu dan kelompok” (p. 22). Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan
Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu
proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial” (p. 50).

“Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai,
menghargai, dan saling mendukung” (Siagian, 2004, p. 216).

Berdasarkan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa interaksi sosial adalah
suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu
dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok.

Macam - Macam Interaksi Sosial

Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p.
23) :

1. Interaksi antara individu dan individu

Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika
hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik
merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).

2. Interaksi antara individu dan kelompok

Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial
individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.
3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok

Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak
pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.

Bentuk - Bentuk Interaksi Sosial

Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dikategorikan ke dalam
dua bentuk, yaitu (p. 49) :

1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk
asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :

a. Kerja sama

Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan
bersama.

b. Akomodasi

Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok -
kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.

c. Asimilasi

Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga
lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk
kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.

d. Akulturasi

Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing
sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.

2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk
pertentangan atau konflik, seperti :

a. Persaingan

Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar
memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau
benturan fisik di pihak lawannya.

b. Kontravensi

Adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik.
Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara
terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur -
unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan
tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.

c. Konflik

Adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya
perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya
semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang
bertikai tersebut.

Ciri - Ciri Interaksi Sosial

Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain (p. 23) :

a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang

b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial

c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas


d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu

Syarat - Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dapat berlangsung jika
memenuhi dua syarat di bawah ini, yaitu (p. 26) :

a. Kontak sosial

Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya
interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain
meski tidak harus bersentuhan secara fisik.

b. Komunikasi

Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

pengertian Proses Sosial

September 27, 2009

Pengertian Proses Sosial


1. Masyarakat bersifat statis dan Dinamis
2. Masyarakat yang dinamis cenderung lebih berproses dari masyarakat yang sifatnya statis
3. Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apa bila orang perorang atau kelompok sosial
saling bertemu dan menentukan bentuk hubungan tersebut
Proses Sosial : pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan orang perorang atau kelompok secara
bersama
STRUKTUR SOSIAL BUDAYA, PRANATA SOSBUD,
DAN PROSES SOSIAL BUDAYA
Struktur Sosial Budaya
1. Struktur sosial: pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem
2. Masyarakat mrp suatu sistem sosial budaya terdiri dari sejumlah orang yang berhubungan secara timbal balik
melalui budaya tertentu.
3. Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri, perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya
perbedaan sosial.

4. Perbedaan sosial bersifat universal, ini berarti perbedaan sosial dimiliki setiap masyarakat dimanapun.
5. Perbedaan dalam masyarakat seringkali menunjukkan lapisan-lapisan yang bertingkat.
6. Lapisan yang bertingkat dalam masyarakat disebut Stratifikasi sosial
7. Ukuran yang digunakan untuk menggolongkan penduduk dalam lapisan-lapisan tertentu yaitu:
a) Ukuran kekayaan (kaya miskin, tuan tanah penyewa, )
b) Ukuran kekuasaan (penguasa/ dikuasai) penguasa punya wewenang lebih tinggi
c) Ukuran kehormatan (berpengarug / terpengaruh) ukuran ini ada di masyarakat tradisional(pemimpin informal)
d) ukuran ilmu pengetahuan (golongan cendekiawan/ rakyat awam)
PRANATA SOSIAL
1. Pranata Sosial adalah wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola perilaku yang
sesuai dengan norma yang berlaku.-
2. Horton dan Hunt mengartikan pranata sosial sebagai suatu hubungan sosial yang terorganisir yang
memperlihatkan nilai-nilai dan prosedur-prosedur yang sama dan yang memenuhi kebutuhan2 dasar teertentu
dalam masyarakat.
KETERANGAN Contoh di skolah sbg lembaga sosial budaya untuk memperoleh pendidikan mempunyai aturan-
aturan. setiap orang harus berperillaku sesuai dengan aturan-aturan tertentu sehingga proses pendidikan
berjalan dg baik. Begitu juga di bank, mempunyai aturan sendiri, setiap karyawan hrs berperilaku sesuia dengan
aturan yang berlaku.
MACAM-MACAM PRANATA SOSIAL
1. Pranata Ekonomi (memenuhi kebutuahan material) , bertani,industri, bank, koperasi dan sebagainya
2. Pranata Sosial/ memenuhi kebut. Sosial : perkawinan, keluarga, sistem kekerabatan, pengaturan keturunan.
3. Pranata politik/ jalan alat untuk mencapai tujuan bersama dlm hidup bermasyarakat. seperti sistem hukum,
sistem kekuasaan, partai, wewenang, pemerintahan
4. Pranata pendidikan/memnuhi kebutuahn pendidikan, seperti PBM, sistem pengetahuan, aturan, kursus,
pendidikan keluarga, ngaji.
5. Pranata kepercayaan dan agama/ memenuhi kebutuhan spiritual. seperti upacara semedi, tapa, zakat, infak,
haji dan ibadah lainnya.
6. Pranata Kesenian/ memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan, seperti seni suara, seni lukis, seni patung,
seni drama, dan sebagainya
KONTROL SOSIAL
1. Berfungsi sbg alat agar anggotanya taat dan patuh thd norma yang telah ditentukan.
2. Kontrol sosial dapat dilakukan melalui prefentif yaitu dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan
keyakinan, thd kebenaran suatu norma.
Dapat juga dilakukan dg penanggulangan/ referensif dg jalan persuatif/ bujukan dan hukuman sanksi/ paksaan.
BEBERAPA PENGERTIAN
1. Enkulturasi adalah proses pengenalan norma yang berlaku di masyarakat.
2. Sosialisasi adalah; Proses pembelajaran terhadap norma-norma yang berlaku shg dapat berperan dan diakui
oleh kelompok masyarakat.
3. Instutionalisasi: proses dimana norma dan perilaku sudah menjadi kebiasaan
4. Internalisasi: norma dan perilaku sudah menjadi bagian diri pribadi, dan sudah mendarah daging.
PROSES SOSIAL BUDAYA
Hubungan antarindividu yang saling mempengaruhi dlm hal pengetahuan, sikap dan perilaku disebut interaksi
sosial
Interaksi sosial terjadi apabila tindakan atau perilaku sesorang dapat mempengaruhi, mengubah, memperbaiki,
atau mendorong perilaku, pikiran, perasaan, emosi orang lain.
SIFAT INTERAKSI SOSIAL
1. Frekuensi interaksi makin sering makin kenal dan makin banyak pengaruhnya.
2. Keteraturannya interaksi, semakin teratur semakin jelas arah perubahan nya.
3. Ketersebaran interaksi, semakin banyak dan tersebar , semakin banyak yang dipengaruhi.
4. Keseimbangan interakasi, semakin seimbang posisi kedua belah pihak yang berinteraksi semakin besar
pengaruhnya.
5. Langsung tidaknya interkasi, bila interaksi bersifat langsung kedua belah pihak bersifat aktif, maka
pengaruhnya semakin besar.
INTERAKSI DAPAT MENIMBULKAN
A. Kerja sama (kooperation)
B. Persaingan (competition)
C. Pertikaian (conflik)
KOOPERATION
Kerja sama bisa terjadi bila individu atau kelompok mempunyai kesadaran akan tujuan yang sama, sehingga
timbul aktivitas yang salling menunjang membantu untuk bersama-sama mencapai tujuan.
TIGA BENTUK KERJA SAMA
1. Bergaining yaitu pertukaran barang atau jasa
2. Cooptation yaitu penerimaan unsur-unsur baru sebagai salah satu cara untuk menghindari kegoncangan atau
ketidak stabilan
3. Coalition yaitu penggabungan dua organisasi atau lebih yang mempunyia tujuan yang sama
ASIMILASI VS AKULTURASI
Asimilasi ; dua kelompok yang berbeda kebudayaannya saling berbaur menjadi satu kesatuan hingga
menghasilkan kebudayaan baru yang berbeda dg kebudayaan aslinya.
Akulturasi: dua kelompok yang berbeda budaya saling bertemu dan melakukan kontak sosial yang intensif shg
terjadi pembaharuan tanpa mengjhilangkan budaya aslinya
PERSAINGAN adalah proses sosial dimana dua individu atau kelompok berusaha mencari sesuatu yang
menjadi pusat perhatian massyarakat tanpa kekerasan dan ancaman. contoh: dua orang siswa sama-sama
memusatkan perhatiannya untuk memperoleh nilai IPS tertingi
KONFLIK
Pertentangan antar individu atau kelompok baik yang terlihat dg jelas /terbuka (perkelaian ) maupun yang tidak.
Akomodasi: usaha untuk mencegah, mengurangi, menghindari, dan menghentikan pertentangan
Akomodasi Dapat Dilakukan Dengan Cara:
1. Mediation: penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga sebagai wasit yang netral.
2. Arbitration: penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga yang statusnya lebih tinggi
3. Consiliation: mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu persetujuan bersama
4. Toleransi: saling menyadari untuk menghindari pertikaian
5. Stalemat: menyadari akan adanya kekuatan yang seimbang sehingga kalau diteruskan tidak akan ada yang
menang dan yang kalah
6. Adjudication ; upaya penyelesaian perkara melalui pengadilan
PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
Pengantar
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok
sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi
apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses
sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya
pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dst.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak akan mungkin
ada kehidupan bersama.
Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena
interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial
antara kelompok-kelompok manusia terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya
tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih
mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial
hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan
mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak
berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor :
Imitasi
Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku
Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari
dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama
dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat
terbentuk atas dasar proses ini.
Proses simpati
Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini
perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan
untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara
kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :
1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antarindividu,
antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun
tidak langsung.
2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang
ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang
ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya
menyentuh). Arti secara hanafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila
terjadinya hubungan badaniah. Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena
dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat menyentuh berbagai pihak tanpa
menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak.
Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :
Adanya orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi
melalui sosialisasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan
nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.
Ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan
norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memkasa anggota-anggotanya menyesuaikan diri
dengan ideologi dan programnya.
Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di
pemilihan umumu.
Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan
tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif
mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.
Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan
langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat
dilakukan secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat
telepon, telegraf, radio, dst.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang
berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh
orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang lain tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan
dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan
reaksi apa yang dilakukannya.
Kehidupan yang Terasing
Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang
terasing (isolation). Kehiduapan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan
interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing dapat disebaban karena secara badaniah
seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnua. Padahal perkembangan jiwa
seseorag banyak ditentuan oleh pergaulannya dengan orang lain.
Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salat satu indrany. Dari beberapa hasil
penelitian, ternyata bahwa kepribadian orang-orang mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang
terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena
kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering
kali tertutup sama sekali.
Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial vertikal hampir tak terjadi, terasingnya seseorang dari kasta
tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila berada di kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi), dapat
pula terjadi.
Bentuk-bentu Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan
dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu
penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang
dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat
dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak
perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian
menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial
yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial :
Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa
tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu
tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi
semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima.
Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya
rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok
lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung
anggota/perorangan lainnya.
Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut;
kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
penting dalam kerjasama yang berguna”
Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama
(cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :
1. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta
2. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau
penguasa
3. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu
4. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Ada 5 bentuk kerjasama :
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
2. Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2
organisasi atau lebih
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang
sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau
lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi,
karenamaksud utama adalah untuk mencapat satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah
kooperatif.
5. Joint venture, yaitu erjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak,
pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dst.
b. Akomodasi (Accomodation)
Pengertian
Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujukk pada suatu keadaan dan yntuk menujuk pada suatu
proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam
biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling
bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan
suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak
kehilangan kepribadiannya.
Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham
2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer
3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor
sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4. mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.
Bentuk-bentuk Akomodasi
1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan
2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar
tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup
mencapainya sendiri
4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya suatu persetujuan bersama.
5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang
seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
7. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan
Hasil-hasil Akomodasi
a. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat
Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benih-benih
pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru.
b. Menekankan Oposisi
Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak
lain
a. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
b. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
c. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
d. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi
mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga
meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan
memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Proses Asimilasi timbul bila ada :
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya
2. orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu
yang lama sehingga
3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling
menyesuaikan diri
Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila
memilii syarat-syarat berikut ini
1. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga
berlaku sama
2. interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan
3. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer
4. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya,
stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan
suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :
1. Toleransi
2. kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3. sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4. sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5. persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. perkawinan campuran (amaigamation)
7. adanya musuh bersama dari luar
Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
2. kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali
menimbulkan faktor ketiga
3. perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi
4. perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
golongan atau kelompok lainnya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi
salah satu penghalang terjadinya asimilasi
6. In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya
suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang
bersangkutan.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami
gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa
8. faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi.
Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta
interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola
adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol.
1. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat
ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem
sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai
perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi
proses-proses yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu :
Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok
manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian
publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Persaingan mempunya dua tipe umum :
1. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
2. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan
monopoli di suatu wilayah tertentu.
Bentuk-bentuk persaingan :
1. Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen
2. Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst.
3. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat
keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
4. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan krn ciri-ciri badaniyah
terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :
1. Menyalrkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif
2. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat
perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk
mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”)
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini ”
1. Kerpibadian seseorang
2. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk
pembangunan masyarakat.
3. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan
diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
4. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi
pada struktur sosial.
Kontraversi (Contravetion)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan
pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :
1. yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi,
protes, gangguang-gangguan, kekerasan, pengacauan rencana
2. yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat
selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst.
3. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain
4. yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat.
5. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain.
Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri dengan kekerasan, provokasi, intimidasi, dst.
Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :
1. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan
yang sangat cepat
2. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga.
3. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam
masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.
Tipe Kontravensi :
1. Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :
a. Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle)
b. Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle)
1. Antagonisme keagamaan
2. Kontravensi Intelektual : sikap meninggikan diri dari mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang tinggi atau sebaliknya
3. Oposisi moral : erat hubungannya dengan kebudayaan.
Pertentangan (Pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi,
unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat
mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Sebab musabab pertentangan adalah :
1. Perbedaan antara individu
2. Perbedaan kebudayaan
3. perbedaan kepentingan
4. perubahan sosial.
Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam
masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.
Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:
1. Pertentangan pribadi
2. Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka
yang menimbulkan pertentangan
3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan
4. Pertentangan politik : menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara
negara-negara yang berdaulat
5. Pertentangan yang bersifat internasional : disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian
merembes ke kedaulatan negara
Akibat-akibat bentuk pertentangan
1. Tambahnya solidaritas in-group
2. Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah
sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
3. Perubahan kepribadian para individu
4. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
5. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak
Baik persaingan maupun pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses sosial disosiatif yang terdapat pada
setiap masyarakat.
STRUKTUR SOSIAL BUDAYA, PRANATA SOSBUD,
DAN PROSES SOSIAL BUDAYA
Struktur Sosial Budaya
1. Struktur sosial: pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem
2. Masyarakat mrp suatu sistem sosial budaya terdiri dari sejumlah orang yang berhubungan secara timbal balik
melalui budaya tertentu.
3. Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri, perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya
perbedaan sosial.
4. Perbedaan sosial bersifat universal, ini berarti perbedaan sosial dimiliki setiap masyarakat dimanapun.
5. Perbedaan dalam masyarakat seringkali menunjukkan lapisan-lapisan yang bertingkat.
6. Lapisan yang bertingkat dalam masyarakat disebut Stratifikasi sosial
7. Ukuran yang digunakan untuk menggolongkan penduduk dalam lapisan-lapisan tertentu yaitu:
a) Ukuran kekayaan (kaya miskin, tuan tanah penyewa, )
b) Ukuran kekuasaan (penguasa/ dikuasai) penguasa punya wewenang lebih tinggi
c) Ukuran kehormatan (berpengarug / terpengaruh) ukuran ini ada di masyarakat tradisional(pemimpin informal)
d) ukuran ilmu pengetahuan (golongan cendekiawan/ rakyat awam)
PRANATA SOSIAL
1. Pranata Sosial adalah wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola perilaku yang
sesuai dengan norma yang berlaku.-
2. Horton dan Hunt mengartikan pranata sosial sebagai suatu hubungan sosial yang terorganisir yang
memperlihatkan nilai-nilai dan prosedur-prosedur yang sama dan yang memenuhi kebutuhan2 dasar teertentu
dalam masyarakat.
KETERANGAN Contoh di skolah sbg lembaga sosial budaya untuk memperoleh pendidikan mempunyai aturan-
aturan. setiap orang harus berperillaku sesuai dengan aturan-aturan tertentu sehingga proses pendidikan
berjalan dg baik. Begitu juga di bank, mempunyai aturan sendiri, setiap karyawan hrs berperilaku sesuia dengan
aturan yang berlaku.
MACAM-MACAM PRANATA SOSIAL
1. Pranata Ekonomi (memenuhi kebutuahan material) , bertani,industri, bank, koperasi dan sebagainya
2. Pranata Sosial/ memenuhi kebut. Sosial : perkawinan, keluarga, sistem kekerabatan, pengaturan keturunan.
3. Pranata politik/ jalan alat untuk mencapai tujuan bersama dlm hidup bermasyarakat. seperti sistem hukum,
sistem kekuasaan, partai, wewenang, pemerintahan
4. Pranata pendidikan/memnuhi kebutuahn pendidikan, seperti PBM, sistem pengetahuan, aturan, kursus,
pendidikan keluarga, ngaji.
5. Pranata kepercayaan dan agama/ memenuhi kebutuhan spiritual. seperti upacara semedi, tapa, zakat, infak,
haji dan ibadah lainnya.
6. Pranata Kesenian/ memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan, seperti seni suara, seni lukis, seni patung,
seni drama, dan sebagainya
KONTROL SOSIAL
1. Berfungsi sbg alat agar anggotanya taat dan patuh thd norma yang telah ditentukan.
2. Kontrol sosial dapat dilakukan melalui prefentif yaitu dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan
keyakinan, thd kebenaran suatu norma.
Dapat juga dilakukan dg penanggulangan/ referensif dg jalan persuatif/ bujukan dan hukuman sanksi/ paksaan.
BEBERAPA PENGERTIAN
1. Enkulturasi adalah proses pengenalan norma yang berlaku di masyarakat.
2. Sosialisasi adalah; Proses pembelajaran terhadap norma-norma yang berlaku shg dapat berperan dan diakui
oleh kelompok masyarakat.
3. Instutionalisasi: proses dimana norma dan perilaku sudah menjadi kebiasaan
4. Internalisasi: norma dan perilaku sudah menjadi bagian diri pribadi, dan sudah mendarah daging.
PROSES SOSIAL BUDAYA
Hubungan antarindividu yang saling mempengaruhi dlm hal pengetahuan, sikap dan perilaku disebut interaksi
sosial
Interaksi sosial terjadi apabila tindakan atau perilaku sesorang dapat mempengaruhi, mengubah, memperbaiki,
atau mendorong perilaku, pikiran, perasaan, emosi orang lain.
SIFAT INTERAKSI SOSIAL
1. Frekuensi interaksi makin sering makin kenal dan makin banyak pengaruhnya.
2. Keteraturannya interaksi, semakin teratur semakin jelas arah perubahan nya.
3. Ketersebaran interaksi, semakin banyak dan tersebar , semakin banyak yang dipengaruhi.
4. Keseimbangan interakasi, semakin seimbang posisi kedua belah pihak yang berinteraksi semakin besar
pengaruhnya.
5. Langsung tidaknya interkasi, bila interaksi bersifat langsung kedua belah pihak bersifat aktif, maka
pengaruhnya semakin besar.
INTERAKSI DAPAT MENIMBULKAN
A. Kerja sama (kooperation)
B. Persaingan (competition)
C. Pertikaian (conflik)
KOOPERATION
Kerja sama bisa terjadi bila individu atau kelompok mempunyai kesadaran akan tujuan yang sama, sehingga
timbul aktivitas yang salling menunjang membantu untuk bersama-sama mencapai tujuan.
TIGA BENTUK KERJA SAMA
1. Bergaining yaitu pertukaran barang atau jasa
2. Cooptation yaitu penerimaan unsur-unsur baru sebagai salah satu cara untuk menghindari kegoncangan atau
ketidak stabilan
3. Coalition yaitu penggabungan dua organisasi atau lebih yang mempunyia tujuan yang sama
ASIMILASI VS AKULTURASI
Asimilasi ; dua kelompok yang berbeda kebudayaannya saling berbaur menjadi satu kesatuan hingga
menghasilkan kebudayaan baru yang berbeda dg kebudayaan aslinya.
Akulturasi: dua kelompok yang berbeda budaya saling bertemu dan melakukan kontak sosial yang intensif shg
terjadi pembaharuan tanpa mengjhilangkan budaya aslinya
PERSAINGAN adalah proses sosial dimana dua individu atau kelompok berusaha mencari sesuatu yang
menjadi pusat perhatian massyarakat tanpa kekerasan dan ancaman. contoh: dua orang siswa sama-sama
memusatkan perhatiannya untuk memperoleh nilai IPS tertingi
KONFLIK
Pertentangan antar individu atau kelompok baik yang terlihat dg jelas /terbuka (perkelaian ) maupun yang tidak.
Akomodasi: usaha untuk mencegah, mengurangi, menghindari, dan menghentikan pertentangan
Akomodasi Dapat Dilakukan Dengan Cara:
1. Mediation: penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga sebagai wasit yang netral.
2. Arbitration: penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga yang statusnya lebih tinggi
3. Consiliation: mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu persetujuan bersama
4. Toleransi: saling menyadari untuk menghindari pertikaian
5. Stalemat: menyadari akan adanya kekuatan yang seimbang sehingga kalau diteruskan tidak akan ada yang
menang dan yang kalah
6. Adjudication ; upaya penyelesaian perkara melalui pengadilan

http://masthoms16.wordpress.com/2009/09/27/pengertian-proses-sosial/

Pengertian Pendidikan

Crow (dalam Supriyatno, 2001) mengatakan bahwa pendidikan diinterpretasikan dengan makna
untuk mempertahankan individu dengan kebutuhan-kebutuhan yang senantiasa bertambah dan
merupakan suatu harapan untuk dapat mengembangkan diri agar berhasil serta untuk memperluas,
mengintensifkan ilmu pengetahuan dan memahami elemen-elemen yang ada disekitarnya.
Pendidikan juga mencakup segala perubahan yang terjadi sebagai akibat dari partisipasi individu
dalam pengalaman-pengalaman dan belajar.

Pendidikan merupakan pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-


perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sikapnya (Thompson, 1993). Sedangkan
Darnelawati (1994) berpendapat bahwa pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah yang
berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Tujuan
pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti, pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar
mampu dan trampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran
bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek
tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu
mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya.

Rujukan Buku :

Supriyatno, 2001, Perbedaan Tingkat Kecemasan Menghadapi Kecenderungan Impotensi Ditinjau


Dari Tingkat Pendidikan, Skripsi (Tidak Diterbitkan), Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya.

http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/27/pengertian-pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai